“Debby hampir mirip dengan saya. Dia … suka dengan bisnis kecantikan dan dia bercita-cita menjadi seorang penata rias. Tapi … tentu saja cita-cita itu ditentang oleh keluarga besar kami.”Rayan tertawa miris saat dirinya teringat akan masa-masa Debby yang kala itu juga sempat menolak keinginan keluarga besarnya.Rayan menggelengkan kepalanya dan melanjutkan, “Ya bayangkan saja. Mana mungkin seorang anggota keluarga Antara yang bisnisnya terkenal menjadi salah satu perusahaan terbesar di provinsi Jawa Tengah, tapi malah memutuskan untuk menjadi seorang penata rias?”“Tentu saja keluarga besar kami langsung menentangnya. Debby sempat pergi dari rumah karena tidak ingin berkuliah di luar negeri seperti keinginan nenek dan kakek.”Saat lumayan kembali teringat akan masa-masa sulit saudara sepupunya itu dia pun menjadi agak sedih. Rayan menoleh ke arah istrinya dan melanjutkan, “Namun, kepergian Debi tidak membuat keluarga kami memberi izin pada dia untuk kuliah di jurusan itu. Justru kak
Karena tidak mendapatkan jawaban dari mereka berdua, Dini langsung saja tersinggung, “Apa-apaan ini! Kalian berdua nggak mau menjawab pertanyaan saya?”Rayan mendesah pelan seolah berusaha keras untuk menahan dirinya agar dia tidak marah. Pria muda itu pun kemudian berujar, “Bukan saya tidak mau menjawab, tapi-”“Tapi apa?” potong Dini yang seakan tidak sabar menunggu perkataan Rayan.Rayan menahan dirinya agar tidak terpancing sehingga dia tetap menjelaskan, “Anda hanya bertanya tentang kenapa kami terdiam. Itu bukan pertanyaan yang penting.”“Oh, kalau begitu saya ganti pertanyaannya. Apa yang sedang kalian bicarakan?” Dini bertanya dengan menatap ke arah putra dirinya itu dengan tatapan benci. Kirana tiba-tiba saja khawatir bila akan terjadi pertengkaran di antara keduanya.Sebab dia merasa bila keduanya memang sangat tidak cocok.Dia memang belum mengetahui masalah yang sebenarnya, tetapi menurutnya keduanya saling tidak suka dan seolah tidak ingin terlibat lebih jauh. Sayangny
“Mama tenang aja, aku udah siapkan kok. Tapi … kita harus bersabar terlebih dulu,” kata Arik.Ah, sesungguhnya Dini sudah tidak sabar melihat putra tirinya yang begitu sangat sombong itu segera angkat kaki dari keluarga itu.Meskipun dirinya juga tahu apabila Rayan pergi dari rumah itu, Arik belum tentu menjadi pengganti Rayan dan tidak mungkin menjadi seorang pewaris menggantikan Rayan.Akan tetapi, setidaknya putranya akan jauh lebih leluasa untuk mengambil lebih banyak keuntungan dari keluarga Antara. Hanya saja sepertinya dia memang harus begitu sangat bersabar menanti hari itu. Sebab dia juga tahu saat ini semua anggota keluarga Antara begitu memuja Rayan.“Baiklah, tapi jangan lama-lama, Arik! Mama tidak sabar melihat anak sombong itu menderita,” ucap Dini.Arik mengangguk dan dia pun juga yakin rencananya nanti akan berjalan sesuai dengan keinginannya. Arik lalu mengajak ibunya untuk masuk ke dalam ruang makan yang ternyata sudah dipenuhi oleh anggota keluarga Antara yang lai
Arik sadar bila ibunya sedang kebingungan tetapi dia dengan begitu sangat sabar menjelaskan, “Ma, kalau kita ingin menyingkirkan musuh kita, kita harus mengenal musuh kita terlebih dulu agar kita bisa memutuskan langkah yang tepat untuk membuatnya terusir.”Dini mengerutkan kening saat mendengarkan penjelasan putranya. Namun, tidak lama kemudian wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya seakan tidak setuju dengan ide dari Arik. “Mama nggak bisa bersandiwara dengan berpura-pura suka sama wanita itu. Astaga! Arik … bagaimana mungkin kamu meminta Mama untuk melakukan hal itu?”Belum-belum Dini sudah merasa sangat ngeri membayangkan bagaimana dia harus berinteraksi dengan istri dari putra tirinya itu. Arik mendesah pelan, “Ini demi tujuan kita, Ma. Kalau Mama nggak mau mendekati dia, kita nggak akan bisa tahu tentang kelemahan wanita itu. Sedangkan Mama sekarang juga tahu kalau Kirana adalah kelemahan terbesar Rayan. Jadi … salah satu jalan untuk menjatuhkan saudara tiri aku itu ya
Mita sontak menyipitkan mata dan menatap wanita itu dengan tatapan curiga. “Tante ingin mengobrol dengan Mbak Kirana? Buat apa?” Mita bertanya dengan sembari melirik ke arah Rayan berharap kakak sepupunya itu tahu bila ada sebuah kejadian yang cukup berbahaya di sana. Sedangkan Debby yang juga mulai terlihat tidak nyaman dengan kehadiran wanita itu pun bertanya, “Memang Tante punya urusan apa sampai mau bicara sama Kirana? Bukannya Tante itu nggak suka sama istrinya Rayan?”Andai saja Dini tidak ingat akan misinya di mana dia harus membuat istri putra tirinya itu terpengaruh ataupun terjebak dengannya, dia pasti akan langsung menjawab dengan perkataan yang juga sama tidak menyenangkannya dari Debby dan Mita.Akan tetapi, saat itu dia tahu bila dia harus berusaha keras untuk menahan dirinya agar tidak meledak marah sehingga dia pun berupaya untuk menahan amarahnya yang mulai muncul ke permukaan. Dini bahkan tersenyum dan berkata, “Astaga, kalian ini bagaimana. Kirana itu istri Rayan
Dini merasa begitu sangat puas ketika berhasil membuat Kirana mau berbicara dengannya. Dia bahkan menyempatkan diri untuk melempar sebuah senyuman lebar pada putranya yang ternyata sedang mengawasi dirinya dan Kirana. Arik terlihat begitu senang ibunya ternyata mampu menahan amarahnya dan akhirnya melaksanakan misi mereka. “Tunggu aja, Rayan. Aku bersumpah akan membuatmu terusir dari keluarga ini,” kata Arik dengan penuh keyakinan sekaligus kemantapan. Dia lalu melirik ke arah kiri di mana dia melihat Rayan yang sepertinya tidak tahu bila istrinya sedang berbicara dengan ibunya.Pria muda itu terlihat sedang begitu asik berbicara dengan Akbar sampai lupa memperhatikan istrinya. “Bagus, bersikap seperti itulah sampai mama berhasil menarik perhatian Kirana.” Arik berkata dengan begitu ceria. Sedangkan di bagian Selatan, terlihat Mutia dan Tomo yang merupakan orang tua Mita melihat Kirana yang sedang berbicara dengan ibu tiri Rayan tersebut.Mutia mengernyitkan dahi saat mengetahui
Betapa terkejutnya Rayan ketika dia melihat istrinya sedang berbicara dengan ibu tirinya. Pria muda itu langsung berdiri, “Sejak kapan ….”“Kok saya bisa nggak tahu kalau-”“Lumayan agak lama, Mas. Udah, cepatlah ke sana!” potong Mita cepat karena dia begitu sangat khawatir dengan Kirana. Rayan mendesah pelan. Dia hampir saja bertanya pada Mita dan juga Debby tentang alasan Kirana bisa hanya berdua saja mengobrol dengan Dini.Tetapi, Debby yang seolah bisa membaca gerakan mata Rayan pun langsung menjawab, “Ya awalnya sudah kami cegah tadi. Tapi … istrimu sendiri yang katanya mau berbicara dengan ibu tiri kamu itu.”“Iya, Mas. Mbak Kirana pasti nggak enak banget kalau menolak, ini tuh … ibu tiri kamu aja yang kurang kerjaan sampai mau mengobrol sama Mbak Kirana,” jelas Mita.Akbar sontak menjadi merasa bersalah karena akibat dirinya yang tadi mengobrol dengan sangat asyik bersama dengan Rayan, dia sampai melupakan bahwa seharusnya kakak sepupunya mempunyai itu mengawasi istrinya.“Sa
Dini terlihat tidak menggubris perkataan Rayan dan malah kembali berbicara dengan Kirana seolah dia tidak mendengar ucapan Rayan, “Kamu … sekarang bisa lihat sendiri kan siapa yang paling egois di sini? Dan siapa yang sebenarnya salah?”Rayan mengerutkan dahi dan menatap penuh kebingungan ke arah istri ayahnya itu. Tetapi, sebelum dia sempat berkomentar lagi, Dini sudah memilih untuk meninggalkan area itu dan bergabung dengan suaminya.Rayan tentu saja semakin heran dan langsung menoleh ke arah istrinya yang menatapnya dengan tatapan aneh. Rayan seketika curiga, “Kirana, apa yang dia bicarakan dengan kamu?”Kirana menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis kepada suaminya. Rayan semakin cemas karena tidak biasanya istrinya itu tidak mau menjawab pertanyaannya. “Kamu yakin dia nggak bicara apapun?”“Maksud saya … dia pasti membicarakan sesuatu. Tidak mungkin dia berbicara dengan kamu tanpa tujuan. Bicara sama saya, Sayang! Sebenarnya apa yang dia katakan sama kamu? Apa dia … membi
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,