Rayan tercengang saat mendengar perkataan Win. Saat pria itu terdiam, Win kembali berbicara, “Pak Rayan tidak perlu khawatir. Saya akan menganggap tidak pernah bertemu dengan Anda hari ini beserta istri Anda.” Pria muda itu kemudian menatap Rayan dengan tatapan serius seolah dia sedang berjanji. “Saya sungguh-sungguh, Pak. Hari ini saya tidak melihat Anda dan istri Anda. Pak Arik hanya akan mengetahui jika saya kembali ke area tempat berlangsungnya acara anniversary ini tanpa mendapatkan informasi apapun,” tambah Win dengan nada yang terdengar begitu sangat meyakinkan. Pria muda itu bahkan mengangguk pada Rayan dan berkata lagi, “Percayalah, Pak! Saya tidak akan mengingkari apa yang telah saya katakan tadi.” Usai mengatakan hal itu Win meninggalkan Rayan yang masih terlihat agak bingung sendirian. Tak mau membuang-buang waktu, Rayan segera menghubungi asisten pribadinya. “Feb, saya bertemu dengan Win dan dia telah melihat Kirana.” Pria itu kemudian menyampaikan semua percak
Melihat istrinya yang menampilkan mimik wajah yang serius, Rayan tersenyum samar dan kemudian memegang pipi sama istri, “Jangan terlalu serius seperti itu!”Kirana mendesah karena ternyata suaminya masih memiliki rasa humor di tengah-tengah situasi yang menurutnya menegangkan. “Mas bilang mau ngomong serius dan butuh waktu satu hari penuh. Aku … bantu saya nggak bisa berpikir santai, Mas.” Rayan menganggukan kepalanya dan memahami apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya. Tetapi, Rayan tidak bisa menjelaskan hal itu lebih lanjut lantaran dia memilih untuk melakukannya esok hari agar istrinya jauh lebih mengerti alasan-alasan yang dia lakukan ketika dia terpaksa untuk menyembunyikan segala hal tentangnya. “Sayang, maaf. Tapi … percayalah ini bukan sesuatu yang ….”“Bukan sesuatu yang akan bikin aku sedih kan? Mas … nggak mau bilang kalau ternyata Mas itu ….”Jantung Rayan tiba-tiba saja berdegup dengan jauh lebih kencang lantaran takut bila istrinya mulai menebak-nebak hal yang mun
Rayan mengulas sebuah senyuman lembut pada Kirana, “Sabar ya, Sayang!”Dia lalu menyentuh kepala sang istri dan dan mengusap rambutnya dengan lembut, “Besok kamu akan tahu.”Kirana pun tahu bila suaminya tidak akan mungkin mengatakan hal yang sebenarnya saat itu. Maka, tidak ada pilihan lain selain menunggu dan Kirana hanya bisa menganggukkan kepalanya, menurut pada sang suami. Malam itu ketika mereka tiba di rumah, Rayan seperti biasa masih memberikan uang sejumlah lima ratus ribu rupiah pada kedua orang tua Kirana tanpa beban.“Besok tetap bisa kasih kan?” Parlan bertanya pada menantu laki-lakinya itu. Teringat bawa esok hari menjadi hari yang penting bagi dirinya, cepat-cepat Rayan kembali merogoh sakunya lalu menambahkan uang dengan jumlah yang sama seperti sebelumnya. Dia kemudian menyerahkan uang tersebut pada Parlan lagi.Hal itu tentu saja membuat Parlan menjadi bingung. “Apa maksudnya ini?” Parlan bertanya dengan nada heran. Herni yang baru saja muncul setelah membereska
Tak pernah diduga oleh Mita jika kemudian Rayan hanya menjawab, “Jangan khawatirkan masalah itu!”Mita menghela napas panjang, “Ya Allah, Mas. Gimana mungkin aku nggak khawatir sih? Mas nih kayak nggak ngerti gimana liciknya Arik dan ambisiusnya ibu tiri Mas itu?”“Mereka pasti akan melakukan segala cara agar Mas itu jatuh,” tambah Mita yang kini terdengar begitu cemas. Bagaimanapun juga, Mita selalu berada di pihak Rayan sejak dulu. Keluarganya tak pernah sekalipun berpihak pada pihak Arik. Bahkan, ayahnya berulang kali memperingatkan bahwa dia harus berada di samping Rayan sampai kapanpun.Hal itu lantaran ibu Rayan yang telah tiada dulunya adalah salah satu menantu yang paling disayang di keluarga Antara.Sayangnya semua menjadi berantakan ketika ibu tiri Rayan tersebut muncul. Maka dari itu, keluarga Mita tetap membela rakyat meskipun terkadang harus bertentangan dengan beberapa anggota keluarga yang lain.“Kamu tidak perlu khawatirkan itu, Mita! Saya … sudah memikirkannya masak
Mendengar perkataan putrinya tersebut, Herni sontak melempar gelasnya sampai berbunyi. Kirana meliriknya sekilas dan tak bergerak sedikitpun.Herni pun bangkit dari kursinya dan menatap putrinya dengan tatapan amarah, “Oh, jadi begitu ya. Kamu tuh terlalu hitung-hitungan ya sama orang tua.”“Memangnya kamu tuh nggak mikir apa semua yang kami keluarin merawat kamu? Itu … jauh lebih banyak daripada apa yang kamu dan suami kamu berikan.”Kirana menggigit bibirnya tetapi masih belum membalas perkataan sang ibu yang sepertinya tersinggung dengan ucapannya. Herni membuang napas dengan kasar, “Asal kamu tahu ya, Kirana. Ibu itu masih butuh dana yang banyak buat renovasi toko. Dan … lagian kalian berdua ini kan numpang di sini, apa salahnya sih kasih uang segitu buat Ibu sama bapak?” Kirana menenangkan dirinya selama beberapa saat sebelum kemudian menjawab, “Bu, Kirana sama sekali nggak mempermasalahkan masalah uang dengan jumlah yang besar itu. Tetapi … Kirana hanya bertanya … memangnya s
Dengan hati yang begitu sangat perih Kirana pun menjawab, “Iya, Bu.”Setelah mengatakan semua itu Kirana kembali ke dalam kamarnya dengan hati yang pilu. Dilihatnya sekeliling kamar itu dan betapa banyak kenangan-kenangan yang dia miliki di dalam kamar itu. Wanita itu menangis dalam diam tetapi segera menguatkan dirinya karena dia tahu dia tidak memiliki waktu untuk menangisi ataupun meratapi segala hal yang telah terjadi. Dia pun akhirnya berbaring di samping suaminya dan memutuskan untuk memejamkan mata. Beberapa jam kemudian dia terbangun untuk melakukan ibadah salat tengah malam. Suaminya juga ikut terbangun dan setelah keduanya selesai menunaikan ibadah mereka, Kirana menatap suaminya dengan tatapan gelisah. Rayan yang memang tidak tahu apapun mengenai percakapan istrinya dan ibu mertuanya bertanya, “Ada apa, Sayang?”“Apa ada yang kamu pikirkan? Soal rencana kita hari ini ya?” Rayan menambahkan dengan senyuman lembut. Kirana menggeleng cepat-cepat, “Bukan, Mas. Tapi … ini
Sekali lagi Rayan tersenyum misterius berkata pelan, “Nanti kamu juga akan tahu, Sayang.”Hah, begitu lagi. Kirana membatin dengan penuh rasa penasaran. Sungguh sebenarnya dia sangat ingin tahu tentang rahasia yang telah disembunyikan oleh suaminya dari dirinya itu.Dia menebak bila suaminya mungkin memiliki pekerjaan sampingan yang keren yang bisa menghasilkan banyak uang sampai-sampai dia melihat Rayan tak pernah pusing memikirkan masalah keuangan mereka. Tetapi dia tidak bisa menyebutkan mengenai profesinya tersebut karena dia memang hanya memiliki sedikit petunjuk. Mungkin Mas Rayan sebenarnya punya toko sepatu atau kios sepatu di pasar, Kirana membatin.Melihat dahi mengerut di wajah istrinya itu, Rayan pun terkekeh pelan, “Hayo … nggak usah dipikirin sekarang, Sayang. Nanti kamu juga bakalan tahu kok. Nggak akan lama lagi juga kamu bakal mengetahui semua yang belum kamu ketahui tentang saya.”Setelah mendengar perkataan itu Kirana justru semakin penasaran. Tapi apa daya, sua
Kirana hampir saja menangis tetapi suaminya menguatkan dirinya dengan menggenggam tangannya erat-erat. Wanita itu pun mengulas sebuah senyuman lembut pada sang suami yang selalu setia bersamanya di saat hatinya sedang kacau dikarenakan perlakuan kedua orang tuanya. “Ayo, Pak. Cek semua barang-barang yang dibawa mereka. Jangan sampai barang-barang kita ikut terbawa sama mereka, kita nanti yang rugi,” kata Herni dengan lirikan sinis pada Rayan dan Kirana. Rayan dan Kirana bangkit dari kursi makan mereka. Mereka mengikuti Herni dan Parlan yang membongkar kembali barang-barang bawaan mereka. Rayan yang melihat istrinya merasa begitu sangat terluka dengan perlakuan orang tuanya tersebut pun berbisik, “Semua ini akan segera berlalu, Sayang. Kamu akan jauh lebih bahagia nanti.”Kirana mengangguk kecil pada sang suami dan tak sedikitpun dia ragu pada perkataannya. Selama mereka berumah tangga Rayan tak pernah sekalipun membuatnya kecewa. Memang pria itu belum memberitahu segalanya tentan
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,