Share

58. Munculnya Bu Jujuk.

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-06 11:24:40

"Mau jalan-jalan saja, San. Kamu dari mana?" Lara berbasa basi.

"Dari mengantar Dek Wulan ke pabrik teh, Mbak." Mata Ahsan berbinar saat menyebut nama Wulan. Lara tersenyum kecil. Cinta memang aneh. Tatapan Ahsan jelas memuja Wulan. Namun di mata Wulan hanya melihat Bagas seorang.

"Oh, sekarang kamu mau ke mana?" tanya Lara lagi.

"Rencananya ingin mengembalikan mobil ke rumah utama, terus dengan motor saya ingin mengecek warung."

"Warung?" Lara menjinjitkan alisnya.

"Iya, Mbak. Warung kecil-kecilan yang menjual makanan dan minuman untuk para wisatawan yang mau berwisata ke kebun teh Nglinggo. Tapi, ya masih kecil-kecilan lah, Mbak. Malu saya." Ahsan menggaruk-garuk kepalanya karena salah tingkah.

"Dari kecil-kecilan nanti insyaallah bisa jadi besar-besaran lho, San." Lara menyemangati Ahsan.

"Mudah-mudahan, Mbak. Saya ingin bermodal dulu baru mencoba melamar Wulan. Eh saya ngomong apa sih ini?" Ahsan menepuk mulutnya sendiri. Setiap kali membahas usaha, bayangannya adalah untuk mem
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Maizuki Bintang
jangan2 lara anaknya bu sinta
goodnovel comment avatar
carsun18106
nah mulai keluar ni ... pasti bu jujuk ini yg tau segala sesuatunya...
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
temen skongkol subhat bu ningsih tuh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   59. Kemunculan Bagas.

    Angin semilir menggigilkan Lara yang duduk dalam boncengan Ahsan. Lara menaikkan kelepak jaketnya yang melorot. Udara dingin semakin bertambah dingin karena terpaan angin selama bermotor."Mbak kita berhenti sebentar ya? Saya mau menyapa Bu Jujuk dulu." Ahsan melambatkan kendaraan. Ia menghampiri seorang ibu yang berjalan di sisi jalan. Ibu-ibu aneh yang tadi, batin Lara."Selamat pagi, Bu Jujuk. Baru pulang dari Jakarta ya? Kok Ibu jalan kaki ke rumah?"Ibu ini bernama Jujuk rupanya."Tadi Ibu di jemput Fuad. Tapi motornya malah mogok. Ya sudah Ibu jalan kaki saja sekalian olah raga." "Oh. Pantesan. Ibu akan berlebaran di sini ya ?" tebak Ahsan. "Iya. Wawan dan Ria berkali-kali menelepon Ibu agar berlebaran di sini. Kangen nenek katanya. Kamu--" Bu Jujuk tiba-tiba menghentikan pembicaraan. Seperti tadi, Bu Jujuk melihat Lara seperti melihat hantu. Bu Jujuk tampak gelisah dan ketakutan. "Iya, Bu. Kenapa?" Ahsan heran karena Bu Jujuk tiba-tiba berhenti bicara."Nggak apa-apa, San.

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   60. Perseteruan Tiada Akhir.

    "Kenalkan, saya Bagas, suami mbak ini." Bagas menunjuk Lara dengan dagunya.Krik... krik... krik...Suasana seketika sunyi. Sang pemuda berikut teman-temannya saling memandang rikuh. Mereka menyadari kesalahan sang pemuda."Saya minta maaf, Mas Ba--Bagas. Saya tidak tahu kalau mbak ini sudah bersuami. Saya benar-benar minta maaf." Sang pemuda yang menyadari kesalahannya meminta maaf dengan wajah pias. "Hm," Bagas mendengkus. Ia tidak menanggapi permintaan maaf sang pemuda. Fokusnya kini adalah Lara. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Lara sekeras kepala ini."Ayo kita pulang." Bagas mengeja kalimatnya lamat-lamat. Ia sengaja memberi penekanan pada tiap suku katanya agar Lara tidak membantah."Nanti saja, Mas. Saya akan pulang agak sorean." Lara memberi bungkusan peyek dan keripik yang langsung diterima oleh sang pemuda. "Saya bilang pulang sekarang." Bagas mengeja kalimatnya satu persatu. Tiap kalimatnya mengandung ancaman."Saya--""Mbak Lara pulang saja dulu. Mengenai pembicaraa

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   Chapter 61. Perseteruan Di Pagi Hari.

    Pagi yang buruk. Lara mengalami morning sickness sejak baru bangun tadi. Perutnya seperti dikocok-kocok sehingga ia muntah sepanjang pagi. Sedari bangun tidur tadi, Lara terus membungkuk di atas closet. Ia memuntahkan semua isi perutnya hingga tak bersisa. Saat ini yang ia muntahkan hanya cairan asam lambungnya sendiri.Lara berdiri dengan susah payah. Ia memegangi closet untuk bisa berdiri tegak. Kakinya kram karena terlalu lama dalam posisi setengah bersujud dan jongkok. "Iya... sebentar." Dengan suara serak, Lara menjawab saat pintu kamarnya diketuk. Dengan berpegangan pada dinding, Lara membuka pintu. Tinah berdiri di ambang pintu dengan air muka gelisah. "Mbak Lara disuruh Mas Bagas sarapan," kata Tinah. "Iya, Nah. Saya akan segera ke sana. Tumben kamu yang memanggil saya? Biasanya 'kan, Mbok Sum?" "Mbok Sum sedang pergi, Mbak," ucap Tinah canggung. Lara merasa ada yang aneh. Tinah yang biasanya rame dan ceplas-ceplos, pagi ini tampak seperti menjaga jarak darinya. "Mbok Su

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-08
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   62. Keusilan Bagas.

    "Dan kamu, Gas. Jaga lidahmu. Jangan memancing emosi Lara. Wanita hamil itu hormonnya naik turun. Jangan membuatnya stress. Nanti berpengaruh pada tumbuh kembang bayi. Mengerti kamu, Gas." Bagas tidak menjawab, namun ia mengangguk kecil. Ayahnya benar."Satu hal lagi yang ingin Ayah ingatkan. Kalian berdua ini sudah dewasa. Untuk itu bersikaplah seperti dua orang dewasa apabila kalian sedang berselisih paham. Mengerti, Ra, Bagas?" "Mengerti, Yah," sahut Lara dan Bagas bersamaan. "Baik. Ayah harap ke depannya kalian bisa saling bekerjasama sampai anak kalian lahir. Bagaimana setelahnya, baru kita pikir bersama-sama demi kebaikan semua pihak." Lara dan Bagas kembali menggangguk."Oh ya, Gas, Pak Warso tadi menelepon Ayah. Katanya ia izin mengantar Wulan dan Mbok Sum ke rumah adiknya. Katanya mulai hari ini Wulan akan tinggal di sana. Kenapa tiba-tiba Wulan pindah ya, Gas?" ucap Pak Jaya sembari menyuap nasi."Aku yang meminta Wulan pindah dari sini, Yah?" aku Bagas. "Heh, kenapa? Wul

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-08
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   63. Kedatangan Sesil.

    "Iya, bestie. Tapi tenang aja. Setelah aku melahirkan, aku akan kembali menggapai cita-cita seperti tujuanku dulu. Kalian bantuin aku ya?"Kadung ketahuan, Lara melanjutkan sandiwara Bagas. "Walau sebenarnya sayang karena kamu tinggal menyusun skripsi, tapi termaafkan deh, Ra. Suamimu begini." Siska dan Wanda mengacungkan jempolnya. Lara tersenyum. Seperti inilah sahabat-sahabatnya. Selalu berpikiran positif dan tidak menghakimi. Di tengah video call, sebuah wajah jenaka muncul. Putra, kakak tingkatnya yang gokil. "Oi, Dekku? Mengapa kau menghilang dari kampus biru ini? Abang jadi tidak bersemangat ke kampus karena ketiadaanmu." Lara terbahak melihat gaya deklamasi konyol Putra. Memang segila inilah kakak tingkatnya. Tingkah jenakanya sudah terkenal di seantero kampus."Sabar ya, Bang? Tidak lama lagi Adek akan pulang. Adek-- apaan sih, Mas? Saya belum selesai berbicara dengan Bang Putra." Lara kaget saat Bagas tiba-tiba saja merebut ponselnya. Bukan itu saja. Bagas juga memutuska

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-09
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   64. Permufakatan Jahat.

    "Jangan! Ayahmu itu masih linglung. Kalau kamu menelepon, ayahmu malah bingung nanti. Kata dokter ayahmu tidak boleh terlalu banyak pikiran. Biarkan ingatannya kembali secara perlahan-lahan. Sudah, kamu jangan banyak tanya. Ibu masih pusing karena mabuk perjalanan." Bu Ningsih mengisyaratkan kalau ia tidak mau lagi ditanya-tanya. Lara memilih diam, agar ibunya tidak marah-marah terus. Ibunya memang tidak tahan perjalanan panjang. Setiap perjalanan jauh, ibunya akan mabuk perjalanan. Bersisian Lara dan sang ibu mengangkat tas travel Sesil. "Mas... Mas mau ke mana? Saya baru datang kenapa Mas sudah mau pergi sih?" Lara menoleh ke pintu utama saat mendengar suara Sesil. Sesil terlihat mengejar langkah-langkah panjang Bagas dengan berlari-lari kecil. "Jangan ikuti saya." Bagas berbalik seraya mengacungkan telunjuknya pada Sesil. Ia muak menghadapi anak Pak Hardi yang tidak punya malu ini. "Kenapa sih, Mas? Saya sengaja pindah ke sini karena ingin dekat dengan Mas. Jangan galak-galak d

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-09
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   65. Rekonsiliasi.

    Sudah lima belas menit mereka berkendara. Namun tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Bagas. Bibirnya membentuk garis lurus dengan kening berkerut. Bagas jelas terlihat sedang kesal. Oleh karenanya Lara juga ikut menahan diri. Ia tidak bersuara sepatah kata pun. "Apa rencanamu nanti setelah melahirkan?" Tiba-tiba saja Bagas memecah keheningan di dalam mobil. "Menyelesaikan skripsi saya," sahut Lara singkat. "Terus?" kejar Bagas lagi."Bekerja untuk membantu perekonomian keluarga." Lagi-lagi Lara menjawab singkat."Setelahnya menikah dengan Priya, laki-laki yang merayumu pada saat video call di kampus atau siapa pun yang penting kaya raya bukan?" cibir Bagas sinis. Lara melirik Bagas yang tengah menyetir. Mencoba menduga-duga apa maksud dari kalimat ambigunya. Merasa dipandangi, Bagas menoleh. Tatapannya bertemu dengan Lara yang tengah memandangnya dengan tatapan menyelidik."Kenapa kamu memandangi saya? Kaget karena saya mengetahui semua rencana di dalam otak kecilmu?"

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-10
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   66. Perhatian Sang Ibu.

    Setelah berkendara kurang lebih lima belas menit, Bagas membelokkan kendaraan ke gubuk kecil perkebunan. Kedatangan Bagas langsung disambut oleh dua orang yang terlihat menunggu kedatangan Bagas. Keduanya langsung beranjak dari bangku, setelah mobil memasuki areal perkebunan.Lara menduga kedua orang itu adalah Pak Zulkifli dan Pak Mahdi."Kamu di mobil saja--""Saya ikut turun ya, Mas? Saya ingin menghirup udara segar." Lara yang sudah bosan di mobil ingin melihat-lihat perkebunan dalam suasana sore. Lagi pula ia penasaran dengan sosok Pak Mahdi. Soalnya ia mendengar di telepon tadi kalau Pak Mahdi ini sesungguhnya teman lama Pak Jaya dan Pak Hardi juga. Itu artinya Pak Mahdi ada dalam lingkup persahabatan antara Pak Jaya, Pak Hardi dan Pak Sasongko. "Terserah kamu. Tapi pakai jaket ini dulu. Sebentar lagi udara akan semakin dingin." Bagas memanjangkan lengannya ke kursi belakang. Ia meraih jaket parasut yang ia letakkan pada baris ke dua di mobil. "Pakai dulu jaket ini baru keluar

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-10

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   110. Akhir Bahagia ( END)

    Tini yang sebenarnya sudah berdiri cukup lama di koridor, segera meletakkan kopi di meja. Tini mendapat kesempatan yang tepat untuk melaksanakan tugasnya. Tadi ia sungkan mengganggu kemesraan Lara dan Bagas."Ini kopinya, Mas." Tini pamit setelah mendapat ucapan terima kasih dari Bagas. Ia tidak mau mengganggu kemesraan sepasang suami istri tersebut."Ya, Sil. Ada apa? Pak Yono baik-baik saja kan?" Lara dengan cepat mengangkat ponsel. Benaknya membayangkan yang tidak-tidak setiap kali ada telepon dari Jakarta."Ayah nggak apa-apa, Ra. Makin sehat malahan. Gue nelpon cuma mau bilang kalo gue nggak jadi ke tempat lo minggu depan. Gue ada objekan nyupirin buah-buahan Pak Renggo ke pasar. Lain kali aja gue ke tempat lo ya?"Ya sudah kalau kamu ada kerjaan. Eh kamu ada di mana ini, Sil? Kok banyak sekali orang berbicara? Ada suara musik lagi. Kamu dugem ya?" Lara khawatir kalau Sesil kembali pada kehidupan lamanya."Dugem? Astaga, boro-boro dugem, Ra. Gue lagi ngebabu di rumah Sakti ini."

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108. Penghakiman Di Dunia.

    "Temani saja Mas Bagas menonton televisi, Mbak. Piring-piring kotor ini biar Mbok dan Tini yang membereskan." Mbok Sum menahan lengan Lara yang bermaksud meraih peralatan makan. "Ya sudah. Kalau begitu saya akan membuat kopi saja untuk Mas Bagas.""Tidak usah juga, Mbak. Biar si Tini saja yang mengurus masalah kopi. Perut Mbak Lara sudah sebesar ini. Sebaiknya Mbak istirahat saja. Temani Mas Bagas." Mbok Sum menasehati Lara. Majikan mudanya ini memang tidak bisa diam. Ada saja yang mau ia kerjakan. "Baiklah, Mbok. Nanti kopi Mas Bagas bawa ke depan saja ya?" pinta Lara."Tenang saja, Mbak. Pokoknya semua beres." Tini yang menjawab seraya menjentikkan tangannya. "Terima kasih ya, Tini?" Lara menepuk bahu Tini sekilas. Tini memang remaja yang cekatan dan ceria. Lara melanjutkan langkah ke ruang keluarga. Di mana Bagas sedang santai menonton televisi."Duduk sini, Ra. Kedatanganmu pas sekali saat pembacaan vonis yang dijatuhkan hakim pada Pak Sasongko." Bagas menepuk-nepuk sofa di sam

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108..Berani Berbuat, Berani Bertanggung Jawab.

    "Wah... wah... wah... pembalasan dendam jilid dua ini sepertinya." Bagas berdecak. Sesil akan menuai badai setelah ia kerap menabur angin."Sepertinya sih, Mas," ucap Lara sambil terus mengintip."Eh ada tuan putri, ups salah. Putri babu maksudnya. Apa kabar, tuan putri babu?" Bertha menyapa Sesil dengan air muka mengejek. Satu... dua... tiga...Lara berhitung dalam hati. Biasanya Sesil akan meledak dan mengejek tak kalah pedas."Kabar gue kurang baik, Tha. Ayah gue masuk rumah sakit."Alhamdullilah. Lara tersenyum haru. Sesil sudah mulai bisa mengontrol emosinya. Sesil menjawab pertanyaan Bertha dengan santun walaupun Berta sedang mengejeknya. "Oh sekarang lo udah ngaku kalo Pak Yono bokap lo ya? Pak Yono sial amat ya punya anak nggak berguna kayak lo." Kali ini Maira yang bersuara. "Kalian berdua boleh ngatain gue apa aja. Gue terima. Gue tau dulu gue banyak salah pada kalian berdua. Tapi tolong, kalian jangan ngata-ngatain ayah gue. Ayah gue baru selesai dan sedang berada di ru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   107. Menjalani Sisa Takdir.

    "Ra, bangun. Dokter sudah keluar dari dari ruang operasi." Bagas mengecup ubun-ubun Lara yang tertidur di bahunya."Mana, Mas?" Lara sontak terbangun. Mengerjap-ngerjapkan mata sejenak, Lara memindai pintu ruang operasi. Tampak seorang dokter paruh baya bermasker dan berpakaian hijau-hijau sedang berbicara pada Sesil dan Pak Amat."Jadi gue eh saya belum bisa menjenguk ayah saya ya, Dok?" Lara mendengar Sesil berbicara pada dokter."Pak Yono baik-baik saja kan, Dokter?" Lara ikut bertanya. Ia ingin memastikan kalau Pak Yono baik-baik saja."Saya jawab satu-satu ya? Pasien baik-baik saja saat ini," ujar sang dokter sabar."Alhamdullilah." Lara, Sesil, Bagas dan Pak Amat menarik napas lega."Tapi bagaimana ke depannya, saya belum tahu. Pasien juga belum boleh dijenguk, karena akan dipindahkan ke ruang recovery untuk pemulihan.""Berapa lama ayah saya di ruang recovery, Dokter?" Sesil kembali mengajukan pertanyaan."Biasanya selama dua jam.Setelah dua jam nanti kalau keadaan pasien dian

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   106. Kebahagiaan Lara.

    "Kamu ini memang tidak ada kapok-kapoknya ya, Sil? Baru saja mencuri uang atasanmu, kini kamu mencoba kembali mencuri dompet Lara. Bagaimana ayahmu tidak sakit-sakitan melihat ulahmu?!" Pak Amat yang memang ingin melihat keadaan Pak Yono merebut dompet dari tangan Sesil kasar."Nggak, Pak. Gue hanya ingin memasukkan dompet ini ke dalam tas Lara. Tadi barang-barangnya berjatuhan karena Lara tertidur." Sesil menjelaskan dengan sabar maksud baiknya pada Pak Amat."Halah, banyak omong kamu. Sekalinya maling yo tetap maling. Yono sial sekali punya anak maling seperti kamu!" Pak Amat tidak percaya pada penjelasan Sesil. Akan halnya Lara, ia membuka mata karena mendengar suara ribut-ribut. Pak Amat dan Sesil sedang bertengkar rupanya. Pak Amat terlihat menunjuk-nunjuk Sesil geram."Gue nggak bohong, Pak. Gue cuma mau bantuin Lara. Gue sama sekali nggak berniat mencuri dompet Lara." Dengan suara tertahan karena sadar sedang berada di rumah sakit, Sesil membantah tuduhan Pak Amat. Lara tidak

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   105. Mencicil Takdir.

    "Sak, bisa kita bicara sebentar?" Bagas menghampiri Sakti. Ada permohonan tidak terucap di matanya. "Oke." Sakti mengalah. Ia sadar aksi balas dendamnya memang keterlaluan karena telah memakan korban. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ayah Sesil lah yang menerima akibatnya. Pembalasan dendamnya salah kaprah. "Saya akan menebus kesalahan saya, Pak. Jangan khawatir. Apa yang ucapkan harus saya pertanggungjawabkan. Itulah pesan terakhir dari ayah saya sebelum ia pingsan. Saya akan belajar untuk mematuhi perintahnya," tukas Sesil lirih. "Bagus. Kalau begitu persiapkan dirimu. Karena saya tidak meminta kamu langsung melunasi semua kejahatan-kejahatanmu. Saya ingin kamu mencicilnya. Berikut bunga-bunganya." Setelah membalas ucapan Sesil, Sakti pun berlalu. Sesil tertunduk lesu setelah bayangan Sakti menghilang di ujung lorong rumah sakit. Melihat kehadiran Sakti membuatnya teringat akan segala perbuatan kejinya di masa lalu. Mempunyai banyak pendukung membuatnya dulu merasa hebat. Ia

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   104. Berdamai Dengan Masa Lalu.

    Bagas yang duduk diam di kursi tunggu, seketika menegakkan punggungnya. Ia mendengar nama Sakti Alamsyah disebut-sebut. Kecurigaannya saat melihat sikap kaku antara Sakti dan Lara dulu ternyata benar. Ada sesuatu di antara mereka pada masa lalu. Hanya saja rupanya Sakti salah orang. Yang Sakti kira Sesil adalah Lara. Wajar mengingat mereka semua dulu bertemu sewaktu SD. Dalam diam Bagas mempertajam pendengarannya."Akhirnya kamu mengerti bagaimana sakitnya difitnah bukan? Itu baru sekali. Saya merasakannya hampir seumur hidup saya." Lara menengadah. Menatap langit-langit rumah sakit dengan senyum pahit."Gue nggak akan minta maaf pada lo, Ra." Sesil menggeleng."Karena gue tahu, kesalahan gue terhadap lo terlalu banyak. Gue nggak layak dimaafkan." Sesil menunduk pasrah. Ia sekarang sadar bahwa tingkah lakunya selama ini memang keterlaluan. Dirinya sangat egois karena tidak bisa melihat orang lain lebih darinya. Lara dulu lebih cantik, lebih pintar, lebih populer dari dirinya. Padaha

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   103. Kembali Ke Jakarta.

    "Pelan-pelan jalannya, Ra. Nanti kamu jatuh." Bagas menahan langkah Lara, agar yang bersangkutan memperlambat laju langkahnya. Bagas ngeri melihat Lara yang seperti tidak ada capeknya padahal sedang berbadan dua. Berada dalam pesawat selama hampir satu setengah jam, yang dilanjutkan dengan berkendara dari bandara hingga rumah sakit, Lara tidak terlihat lelah sedikit pun. Rasa khawatirnya pada Pak Yono mengalahkan kelelahan fisiknya. Saat ini mereka telah tiba di gerbang rumah sakit. Selanjutnya mereka berjalan ke bagian Nurse Station untuk menanyakan ruangan Pak Yono."Selamat siang, Suster. Kami kerabat Pak Suryono yang tadi menelepon untuk deposit biaya operasi Pak Suryono tadi." Lara langsung menyatakan keperluannya pada sang perawat."Oh, ibu dan bapak Bagas Antareja ya? Ibu dan Bapak sudah ditunggu di ruang UGD oleh dokter Gani. Kalau Pak Suryono sendiri, beliau saat ini telah berada di ruang operasi. Pak Suryono akan segera di operasi. Silakan langsung temui beliau di sana saj

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   102. Musibah Baru.

    "Karena saya takut Mas mengira saya tidak bisa moved on dari Mas Priya. Makanya saya pikir, saya matikan saja," kata Lara terus terang."Mengenai mengapa saya menonton persidangan, itu karena semua stasiun televisi menayangkan berita yang sama. Jadi saya tidak spesifik memilih chanel tadi," lanjut Lara lagi. Ia mengatakan hal sesuai fakta."Penjelasanmu masuk akal. Sini, lebih dekat pada, Mas, Ra." Lara celingukan sejenak sebelum merapatkan diri pada Bagas. Tidak enak juga duduk seintim ini di siang bolong. "Ra, Mas percaya padamu. Bahwa kamu tidak punya perasaan apapun lagi pada Priya. Dulu memang Mas cemburu pada Priya. Sebelum Mas tahu kalau Priya itu bukan anak kandung Om Bastian pun, Mas masih cemburu. Padahal waktu itu status Priya adalah sepupumu bukan? Yang artinya ia tidak boleh menikahimu." "Lantas sekarang Mas tidak cemburu lagi? Padahal Mas Priya terbukti bukan sepupu saya? Kok rasanya aneh, Mas?" Lara tidak mengerti jalan pikiran Bagas."Tidak aneh karena sekarang Mas

DMCA.com Protection Status