Share

Desa Kabut

Penulis: Widanish
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-04 07:02:03

“Di sini Lita sudah sembuh, baru saja aku merasa bersyukur dan lega … sekarang langsung mendapat kabar duka Kak Titi meninggal dunia,” lanjut Mas Burhan.

Aku juga ikut kaget sekaligus sedih mendengarnya.

“Ini salah Ibu, Burhan. Harusnya Ibu dari kemarin ke sini untuk mengurus Titi, di sini Titi gak ada yang mengurus jadinya dia tidak tertolong,” isak ibu mertua di telepon.

“Sudah takdirnya, Bu. Memang sudah waktunya Kak Titi berpulang. Tidak ada yang perlu disesalkan,” balas Mas Burhan.

Tangisan ibu mertua semakin kencang terdengar. Memori di masa lalu kembali terkenang dalam benakku, saat di mana ibu dan Kak Titi selalu berselisih paham hingga berdebat hebat. Hubungan mereka bagai air dan minyak, sulit untuk menyatu meski dalam satu wadah yang sama. Melihat bagaimana sekarang mertuaku itu begitu terpukul kehilangan Kak Titi … membuatku terharu dan tak menyangka reaksi ibu mertua akan sesedih ini.

Memang seburuk apapun anggota keluarga kita, mereka tetaplah saudara yang tidak mungkin
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
TintaSepi84
kelanjutan nya jgn lama thor..aku peminat utama, ska banget dgn ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suamiku Bukan Manusia   Diikuti Ajal

    “Tempatnya angker. Maklum, penghuninya rata-rata penganut ilmu hitam yang pasti berkawan dengan setan dan jin,” jelas Kak Rudi.“Apa kalau kita ke sana nanti bakal celaka?” tanya Mas Burhan.“Bisa jadi, mereka jahil.”Terlintas keraguan dalam benakku untuk pergi ke sana. Bagiku, mendatangi tempat itu sangat beresiko. Setelah kejadian kemarin Mas Burhan tenggelam di lautan dan kejadian-kejadian mistis yang kualami setelahnya, aku tidak ingin lagi bergelut dengan hal-hal semacam itu. Sudah terbayang bagaimana jadinya nanti ketika tiba di Desa Kabut yang katanya angker itu, takut terjadi apa-apa. Belum lagi nanti ketika pulang pasti ada satu atau dua makhluk halus yang ikut dengan kami.“Jangan terlalu takut. Kita tidak berniat jahat datang ke sana,” ucap Kak Rudi padaku. Rupanya dia paham tentang apa yang kupikirkan. “Tujuan kita hanya untuk mencari kalung pusaka, untuk dikembalikan pada Risma agar kutukan kalung itu terhenti.”“Tetap saja hasilnya belum pasti. Daripada nanti malah dapa

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-05
  • Suamiku Bukan Manusia   Nyai Sabtu

    Mas Burhan dan Kak Rudi sontak menoleh padaku, ada perasaan khawatir yang terpancar dari ekspresi Kak Rudi, sedangkan Mas Burhan menggenggam tanganku lebih erat meski dia terlihat cukup tenang saat mendengar pernyataan Mbah Aki.“Kenapa takut?” Mbah Aki langsung mengarahkan pertanyaan itu padaku. Tentu saja dia dapat membaca pikiran dan isi hatiku yang memang tengah ketakutan. “Aku tidak sedang menakutimu. Yang kukatakan barusan itu memang suatu hal yang mutlak,” lanjutnya dengan warna suara yang khas.. Aku langsung menunduk, menyembunyikan wajahku yang mendadak kaku dan segan jika harus berhadapan langsung dengan Mbah Aki. Tak kurespon sepatah kata pun apa yang dinyatakannya.“Semua yang hidup pasti akan mati. Artinya, kita semua memang diikuti oleh ajal. Itu hal yang mutlak.” Dimas lah yang akhirnya menjawab dengan lantang, membutat Mbah Aki manggut-manggut saat mendengarnya.“Kamu memang bukan orang biasa,” ucap Mbah Aki pada Dimas. Sudah pasti dia mengetahui bahwa Dimas mempunyai

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-06
  • Suamiku Bukan Manusia   Sumpah Pembawa Petaka

    “Aku merasa jadi korban, kenapa disalahkan?” tanyaku. “Ingat-ingat lagi apa yang kamu lakukan ketika tahu suamimu selingkuh dan apa yang kamu ucapkan!” perintah Mbah Aki.“Sumpah serapah?”“Itulah kesalahanmu!”“Di mana letak salahnya? Aku hanya merasa perlu mendapat keadilan dari sakit hati yang kuderita. Suamiku selingkuh dengan sahabatku sendiri, apa aku harus bahagia? Tentu saja aku merasa sakit hati, dan karena itu aku spontan mengucapkan sumpah itu.”“Dan sumpahmu itu menjadi kenyataan.”“Pasti lah. Karena doa istri yang terdzalimi kemungkinan besar akan dikabulkan.”“Itu menurutmu.”“Lalu menurut Mbah?”“Tanpa kamu sadari, sebenarnya sumpah yang kamu ucapkan itu juga berbalik pada dirimu sendiri. Lihatlah dirimu, dan ingat-ingat lagi kejadian dari mulai kamu dengar kabar suamimu tenggelam hingga kini kamu berada di sini meminta pertolonganku agar terlepas dari karma. Kamu juga ikut menderita, bukan?”Aku termenung lagi, tertampar lagi dengan pernyataan Mbah Aki. Sejauh ini hid

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-04
  • Suamiku Bukan Manusia   Dukun Taubat

    Akhirnya aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.“Karena dunia ini Tuhan-lah yang mengatur, bukan manusia. Kita tidak bisa tahu setiap misteri yang terjadi dalam hidup ini,” jawab Mbah Aki dengan tenang. Rupanya, tadi itu dia hanya menggertak saja. “Singkirkan berbagai macam pertanyaan dalam pikiranmu, itu hanya akan menyulitkanmu saja. Mulailah ber-aksi, ikuti nasihat-nasihat yang tadi kuberikan. Dan kalau kamu merasa tidak adil, hidup ini kadang memang tidak adil. Tapi gak apa-apa, tetap hidup saja hadapi setiap keadaan. Tak perlu banyak bertanya lagi. Paham?”Aku mengangguk. Sampai sini pemahamanku mulai bisa mencerna semuanya. “Di sini masyaraktnya hidup makmur semua,” celetuk Dimas menyela peribncanganku dengan Mbah Aki. Dimas melihat melalui jendela sekelompok orang yang beraktivitas d luar sana. “Pakaian dan kendaraan mereka mahal semua.”“Apa pekerjaan warga sini, Mbah?” Mas Burhan ikut bertanya.Kini topik pembicaraan beralih tentang Desa Kabut dan keseharian warganya.“Pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-13
  • Suamiku Bukan Manusia   Lastri

    “Mas Burhaaan!”Dari kejauhan mereka melambaikan tangan seraya memanggil nama suamiku. Tentu saja aku semakin penasaran dengan maksud kedatangan mereka.“Ada apa ya, Mas. Kok mereka ngumpul di depan rumah kita terus manggil-manggil nama kamu dengan antusias seperti itu?” tanyaku pada Mas Burhan.“Hadeuuhh …” gumam Mas Burhan sambil geleng-geleng kepala.“Siapa sih, Mas?”Mas Burhan hanya diam saja ketika kutanya karena fokusnya hanya tertuju pada ibu-ibu di depan sana yang terus-terusan memanggil namanya.Awalnya kupikir sekumpulan ibu-ibu itu adalah para tetanggaku yang menunggu kedatangan kami, mengingat kabar sakit non medis-ku beberapa hari kemarin ternyata sudah menyebar dan menjadi bahan perbincangan warga sekitar, kupikir mereka datang hendak menjenguk atau sekedar kepo dengan apa yang terjadi padaku. Tapi, setelah aku sampai di halaman rumah dan tepat berada di hadapan mereka … ternyata mereka bukan tetanggaku, aku sama sekali tidak mengenali mereka. “Mas, jawab dong, mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-02
  • Suamiku Bukan Manusia   Lastri (TAMAT)

    “Apa maksudmu? Jangan bilang kamu suka sama gadis itu. Huh, gak kapok ya lirik-lirik perempuan terus,” kataku panas hati.“Jangan dulu cemburu. Aku biasa aja sama Lastri, tertarik bukan berarti suka.” Mas Burhan membela diri.“Udah lah, Mas. Kupikir setelah kejadian kemarin kamu akan berubah tapi ternyata sama aja. Aku gak nyangka kamu macam-macam selama keliling jualan, aku yakin kamu pasti suka main ke rumah Lastri, kan.”“Astaghfirullah. Dengar dulu—”“Capek ah, Mas!”Langsung kutinggalkan Mas Burhan sendirian, kugendong Syifa dan pindah menidurkannya di kamar. Cerita ibu-ibu pelanggan tadi siang membuatku kepikiran dan mumet, entah mungkin aku yang berlebihan meresponnya tapi perasaan cemburu ini tak dapat kuhindari. Bagaimana pun baiknya seorang suami terhadap istrinya, tidak jadi jaminan dia tidak akan tergoda perempuan lain di luar sana. Apalagi Mas Burhan ganteng, siapapun bisa terpikat meski profesinya hanya penjual pentol.Sengaja tak kututup pintu kamar, agar aku bisa mengi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-02
  • Suamiku Bukan Manusia   Lalu Apa?

    “Kalau bukan manusia, lalu apa?”“Bisa jadi itu arwahnya. Coba perhatikan mana mungkin suami kamu bersikap baik begitu, berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat!”Tiba-tiba saja ibu mertua membangunkanku di pagi buta dan mengatakan bahwa suamiku bukan manusia. Aku yang masih mengantuk tentu saja kaget dengan pernyataannya.“Kalau tidak percaya, ayo ikut ibu!” Ibu Mertua lanjut mengajakku ke dapur, dengan semangat bercampur sedikit rasa takut tangannya yang gemetaran menarik tanganku agar mengikuti langkahnya.Mas Burhan—suamiku—sedang sibuk mencetak pentol untuk jualan. Kami memang punya usaha pentol ojeg sebagai mata pencaharian, sudah dua tahun berjalan dan belum ada kemajuan, masih kecil-kecilan. Berbeda dengan pentol ojeg temanku yang kini sudah punya karyawan. Usahaku macet karena Mas Burhan sempat meninggalkanku selama setahun.“Biarkan saja,” bisikku pada ibu mertua yang nampak tak percaya dengan pemandangan di depannya. “Mungkin setelah kejadian kemarin, Mas Burhan ja

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13
  • Suamiku Bukan Manusia   Delivery Order

    “Mas, ibu pingsan, Mas!”Aku panik dan langsung menyuruh Mas Burhan membawa ibu ke kamarnya. Kugunakan kesempatan ini untuk meminta Mas Burhan mengurungkan niatnya menyuruh ibu mertua pulang, aku masih ingin ditemani karena sosok suamiku masih jadi teka-teki.“Kasihan ibu, Mas. Lebih baik kita izinkan ibu tinggal di sini beberapa bulan lagi, mungkin dia masih kangen cucunya dan gak mau jauh, makanya pingsan.”Saat tiba di kamar kucoba meyakinkan suamiku, padahal aku tahu ibu mertua pingsan karena dia terlalu merasa aneh dengan perubahan Mas Burhan, apalagi kata-katanya yang terakhir itu memang lebay.“Bukan, aku tahu ibu pingsan karena takut padaku,” jawab Mas Burhan, di luar dugaanku. Kukira dia tidak menyadari itu.“Ya apapun alasannya, tolong izinkan ibu tinggal di sini ya.”Mas Burhan akhirnya menyetujui permintaanku lalu dia berangkat jualan.*Menjelang duhur aku menyelinap ke kamar belakang tempat Mas Burhan biasa menghabiskan waktu sendirian jika sedang mencari ketenangan. Pad

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Manusia   Lastri (TAMAT)

    “Apa maksudmu? Jangan bilang kamu suka sama gadis itu. Huh, gak kapok ya lirik-lirik perempuan terus,” kataku panas hati.“Jangan dulu cemburu. Aku biasa aja sama Lastri, tertarik bukan berarti suka.” Mas Burhan membela diri.“Udah lah, Mas. Kupikir setelah kejadian kemarin kamu akan berubah tapi ternyata sama aja. Aku gak nyangka kamu macam-macam selama keliling jualan, aku yakin kamu pasti suka main ke rumah Lastri, kan.”“Astaghfirullah. Dengar dulu—”“Capek ah, Mas!”Langsung kutinggalkan Mas Burhan sendirian, kugendong Syifa dan pindah menidurkannya di kamar. Cerita ibu-ibu pelanggan tadi siang membuatku kepikiran dan mumet, entah mungkin aku yang berlebihan meresponnya tapi perasaan cemburu ini tak dapat kuhindari. Bagaimana pun baiknya seorang suami terhadap istrinya, tidak jadi jaminan dia tidak akan tergoda perempuan lain di luar sana. Apalagi Mas Burhan ganteng, siapapun bisa terpikat meski profesinya hanya penjual pentol.Sengaja tak kututup pintu kamar, agar aku bisa mengi

  • Suamiku Bukan Manusia   Lastri

    “Mas Burhaaan!”Dari kejauhan mereka melambaikan tangan seraya memanggil nama suamiku. Tentu saja aku semakin penasaran dengan maksud kedatangan mereka.“Ada apa ya, Mas. Kok mereka ngumpul di depan rumah kita terus manggil-manggil nama kamu dengan antusias seperti itu?” tanyaku pada Mas Burhan.“Hadeuuhh …” gumam Mas Burhan sambil geleng-geleng kepala.“Siapa sih, Mas?”Mas Burhan hanya diam saja ketika kutanya karena fokusnya hanya tertuju pada ibu-ibu di depan sana yang terus-terusan memanggil namanya.Awalnya kupikir sekumpulan ibu-ibu itu adalah para tetanggaku yang menunggu kedatangan kami, mengingat kabar sakit non medis-ku beberapa hari kemarin ternyata sudah menyebar dan menjadi bahan perbincangan warga sekitar, kupikir mereka datang hendak menjenguk atau sekedar kepo dengan apa yang terjadi padaku. Tapi, setelah aku sampai di halaman rumah dan tepat berada di hadapan mereka … ternyata mereka bukan tetanggaku, aku sama sekali tidak mengenali mereka. “Mas, jawab dong, mereka

  • Suamiku Bukan Manusia   Dukun Taubat

    Akhirnya aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.“Karena dunia ini Tuhan-lah yang mengatur, bukan manusia. Kita tidak bisa tahu setiap misteri yang terjadi dalam hidup ini,” jawab Mbah Aki dengan tenang. Rupanya, tadi itu dia hanya menggertak saja. “Singkirkan berbagai macam pertanyaan dalam pikiranmu, itu hanya akan menyulitkanmu saja. Mulailah ber-aksi, ikuti nasihat-nasihat yang tadi kuberikan. Dan kalau kamu merasa tidak adil, hidup ini kadang memang tidak adil. Tapi gak apa-apa, tetap hidup saja hadapi setiap keadaan. Tak perlu banyak bertanya lagi. Paham?”Aku mengangguk. Sampai sini pemahamanku mulai bisa mencerna semuanya. “Di sini masyaraktnya hidup makmur semua,” celetuk Dimas menyela peribncanganku dengan Mbah Aki. Dimas melihat melalui jendela sekelompok orang yang beraktivitas d luar sana. “Pakaian dan kendaraan mereka mahal semua.”“Apa pekerjaan warga sini, Mbah?” Mas Burhan ikut bertanya.Kini topik pembicaraan beralih tentang Desa Kabut dan keseharian warganya.“Pe

  • Suamiku Bukan Manusia   Sumpah Pembawa Petaka

    “Aku merasa jadi korban, kenapa disalahkan?” tanyaku. “Ingat-ingat lagi apa yang kamu lakukan ketika tahu suamimu selingkuh dan apa yang kamu ucapkan!” perintah Mbah Aki.“Sumpah serapah?”“Itulah kesalahanmu!”“Di mana letak salahnya? Aku hanya merasa perlu mendapat keadilan dari sakit hati yang kuderita. Suamiku selingkuh dengan sahabatku sendiri, apa aku harus bahagia? Tentu saja aku merasa sakit hati, dan karena itu aku spontan mengucapkan sumpah itu.”“Dan sumpahmu itu menjadi kenyataan.”“Pasti lah. Karena doa istri yang terdzalimi kemungkinan besar akan dikabulkan.”“Itu menurutmu.”“Lalu menurut Mbah?”“Tanpa kamu sadari, sebenarnya sumpah yang kamu ucapkan itu juga berbalik pada dirimu sendiri. Lihatlah dirimu, dan ingat-ingat lagi kejadian dari mulai kamu dengar kabar suamimu tenggelam hingga kini kamu berada di sini meminta pertolonganku agar terlepas dari karma. Kamu juga ikut menderita, bukan?”Aku termenung lagi, tertampar lagi dengan pernyataan Mbah Aki. Sejauh ini hid

  • Suamiku Bukan Manusia   Nyai Sabtu

    Mas Burhan dan Kak Rudi sontak menoleh padaku, ada perasaan khawatir yang terpancar dari ekspresi Kak Rudi, sedangkan Mas Burhan menggenggam tanganku lebih erat meski dia terlihat cukup tenang saat mendengar pernyataan Mbah Aki.“Kenapa takut?” Mbah Aki langsung mengarahkan pertanyaan itu padaku. Tentu saja dia dapat membaca pikiran dan isi hatiku yang memang tengah ketakutan. “Aku tidak sedang menakutimu. Yang kukatakan barusan itu memang suatu hal yang mutlak,” lanjutnya dengan warna suara yang khas.. Aku langsung menunduk, menyembunyikan wajahku yang mendadak kaku dan segan jika harus berhadapan langsung dengan Mbah Aki. Tak kurespon sepatah kata pun apa yang dinyatakannya.“Semua yang hidup pasti akan mati. Artinya, kita semua memang diikuti oleh ajal. Itu hal yang mutlak.” Dimas lah yang akhirnya menjawab dengan lantang, membutat Mbah Aki manggut-manggut saat mendengarnya.“Kamu memang bukan orang biasa,” ucap Mbah Aki pada Dimas. Sudah pasti dia mengetahui bahwa Dimas mempunyai

  • Suamiku Bukan Manusia   Diikuti Ajal

    “Tempatnya angker. Maklum, penghuninya rata-rata penganut ilmu hitam yang pasti berkawan dengan setan dan jin,” jelas Kak Rudi.“Apa kalau kita ke sana nanti bakal celaka?” tanya Mas Burhan.“Bisa jadi, mereka jahil.”Terlintas keraguan dalam benakku untuk pergi ke sana. Bagiku, mendatangi tempat itu sangat beresiko. Setelah kejadian kemarin Mas Burhan tenggelam di lautan dan kejadian-kejadian mistis yang kualami setelahnya, aku tidak ingin lagi bergelut dengan hal-hal semacam itu. Sudah terbayang bagaimana jadinya nanti ketika tiba di Desa Kabut yang katanya angker itu, takut terjadi apa-apa. Belum lagi nanti ketika pulang pasti ada satu atau dua makhluk halus yang ikut dengan kami.“Jangan terlalu takut. Kita tidak berniat jahat datang ke sana,” ucap Kak Rudi padaku. Rupanya dia paham tentang apa yang kupikirkan. “Tujuan kita hanya untuk mencari kalung pusaka, untuk dikembalikan pada Risma agar kutukan kalung itu terhenti.”“Tetap saja hasilnya belum pasti. Daripada nanti malah dapa

  • Suamiku Bukan Manusia   Desa Kabut

    “Di sini Lita sudah sembuh, baru saja aku merasa bersyukur dan lega … sekarang langsung mendapat kabar duka Kak Titi meninggal dunia,” lanjut Mas Burhan.Aku juga ikut kaget sekaligus sedih mendengarnya.“Ini salah Ibu, Burhan. Harusnya Ibu dari kemarin ke sini untuk mengurus Titi, di sini Titi gak ada yang mengurus jadinya dia tidak tertolong,” isak ibu mertua di telepon.“Sudah takdirnya, Bu. Memang sudah waktunya Kak Titi berpulang. Tidak ada yang perlu disesalkan,” balas Mas Burhan.Tangisan ibu mertua semakin kencang terdengar. Memori di masa lalu kembali terkenang dalam benakku, saat di mana ibu dan Kak Titi selalu berselisih paham hingga berdebat hebat. Hubungan mereka bagai air dan minyak, sulit untuk menyatu meski dalam satu wadah yang sama. Melihat bagaimana sekarang mertuaku itu begitu terpukul kehilangan Kak Titi … membuatku terharu dan tak menyangka reaksi ibu mertua akan sesedih ini.Memang seburuk apapun anggota keluarga kita, mereka tetaplah saudara yang tidak mungkin

  • Suamiku Bukan Manusia   Kabar Duka

    “Ibu ke rumah Kak Titi saja, Lita biar aku yang jaga. Jangan khawatir,” jawab Mas Burhan. “Tapi kan kamu besok harus kerja, terus nanti Syifa siapa yang jagain? Kamu gak akan bisa ngurus bayi,” tolak Ibu. Mas Burhan terus meyakinkan ibu mertua hingga akhirnya ibu pun dengan terpaksa berangkat menuju rumah Kak Titi dan Kak Rudi. “Aku bisa mengurus semuanya, Bu,” ucap Mas Burhan saat mengantar ibunya hingga pintu depan rumah. Aku dapat mendengar karena suaranya lumayan nyaring terdengar hingga ke kamar. *Mungkin ada dua jam ini aku mendengar Mas Burhan menelepon orang-orang yang dikenalnya dulu saat masih nongkrong di belakang pasar. Suamiku itu menanyakan alamat rumah orang pintar yang dicurigainya membeli kalung pusaka itu dari Kak Titi. Namun tidak membuahkan hasil. “Gak ada yang tahu,” ucapnya kesal. “Padahal aku yakin sekali Kak Titi jual kalungnya pada orang ini.” Mas Burhan menunjukkan sebuah foto yang tampil di layar ponselnya padaku. Seorang wanita dalam foto itu, dia mo

  • Suamiku Bukan Manusia   Kesombongan Lita

    “Kamu selalu merasa dirimu baik, Lita! Menganggap dirimu adalah orang yang ramah, sopan, dan lembut pada setiap orang. Lama-lama muncul lah kesombongan dalam hati kecilmu,” jawabnya sinis, suaranya seperti suara nenek-nenek.Risma kemudian menghilang namun ular itu masih melilit leherku. Kini tidak terlalu mencekik, hanya saja tenggorokanku masih terasa panas.Aku masih terus terpikir apa dosaku pada Risma di masa lalu. Sejauh yang kuingat, aku tak pernah menyakiti orang lain. Selalu kujaga ucapan dan tingkah laku, bahkan orang-orang mengenalku sebagai anak yang sopan.Ah … selain karena menahan rasa sakit, aku pun jadi tidak bisa tidur karena kepikiran hal itu terus. Aku dan Risma berteman selama masa SMA, tiga tahun kami jadi teman sebangku. Selama itu pula tidak ada permasalahan yang membuat kami ribut, semua teman di sekolah mengenal kami sebagai bestie forever.*Dua hari berlalu namun sakitku tak kunjung sembuh, ular ini terus mencekik leherku. Tak ada yang dapat melihat ular in

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status