Beranda / Pernikahan / Suamiku Bocil Tajir / Makan Malam di Luar

Share

Makan Malam di Luar

Penulis: fitosyin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu tidak keberatan kita satu kamar, kan?”

Atika tahu Elang tidak bertanya, sebaliknya pria itu hanya menegaskan apa keinginannya.

“Terserah, aku gak peduli,” jawab Atika masih sambil menaruh pakaian yang ia bawa dari rumah ke dalam lemari yang besarnya hampir memenuhi satu sisi dinding kamar.

“Kalau bukan karena alasan sentimental, kamu boleh membuang baju-baju itu. Sepertinya mereka terlalu kontras dengan baju yang disiapkan Om Ardian,” kata Elang saat Atika terdiam menatap isi lemari mereka.

Sudah tiga kali Atika terlihat tak nyaman begitu menginjakkan kaki di rumah pemberian ayah Elang. Pertama, ketika Rika, kepala asisten rumah tangga menyambut mereka di halaman tadi. Atika hampir saja terjatuh karena tersandung kakinya sendiri saat Rika hendak membawakan tote bag milik Atika. Kedua, saat salah seorang pelayan yang entah sengaja atau tak sadar mengucapkan kalimat, “Lebih tua, ya.”

Semenjak itu, Atika terus melihat ujung sepatunya. Elang bersumpah, setelah ini ia akan mencari pelayan itu dan memecatnya saat itu juga. Dan terakhir, saat Atika merapikan baju-bajunya ke dalam lemari. Pakaian yang biasa Atika gunakan sehari-hari jauh terlihat lebih lusuh saat bersanding dengan pakaian baru yang berjejer apik di dalam lemari.

Inilah salah satu alasan Elang sempat menolak tawaran Ardian. Elang sudah paham benar rasa canggung serta tidak nyaman ketika memasuki kehidupan keluarga Barata. Walau kini ayah dan keluarga tirinya telah tiada dan mereka menempati rumah yang baru, tetapi nafas mereka serasa masih menghantui rumah itu melalui setiap inci bagian rumah.

Sepuluh tahun lalu, ketika menginjakkan kaki di rumah Barata, Elang merasa dunianya jungkir balik. Semua hal yang sebelumnya terasa normal dan baik-baik saja, berubah menjadi menyedihkan setelah berada di keluarga ayahnya. Sama seperti yang Atika rasakan sekarang.

“Ikut aku.”

Dengan cepat Elang menarik tangan Atika hingga terbangun dan membawa istrinya keluar dari kamar.

“Sebentar,” seru Atika kebingungan.

Kakinya mulai kesemutan setelah duduk bersila cukup lama lalu tiba-tiba Elang menyeretnya seperti sedang menyeret sekarung beras. Terkadang Atika harus mengingatkan diri bahwa suaminya tetap seorang anak kecil.

“Makan malamnya sudah siap,” kata Rika ketika Elang dan Atika tiba kaki tangga.

“Kami akan makan malam di luar,” jawab Elang tanpa menoleh pada perempuan yang mungkin seusia Anyelir.

Atika hendak meminta maaf pada Rika karena membuat pekerjaannya jadi sia-sia, tetapi Elang kembali menyeret Atika hingga setengah berlari.

“Kenapa buru-buru? Memangnya kita mau kemana?” Atika menghentakkan genggaman tangan Elang ketika mereka tiba di garasi mobil.

“Aku belum terbiasa berada di rumah itu, rasanya pengap. Aku ingin jalan-jalan sebentar, mau ikut?”

Mendengar tawaran Elang membuat Atika menyadari bahwa ia memang sempat kesulitan bernafas di rumah barunya, tanpa ragu perempuan itu mengangguk dan mengekori suaminya. Elang saat ini sudah kembali berjalan menyusuri barisan mobil mewah yang sebelumnya hanya pernah Atika lihat melalui layar ponsel Cindy.

Sepasang lampu depan mobil menyala menyinari garasi yang sebelumnya remang-remang. Perut Atika mencelos menyadari darimana lampu-lampu itu berasal.

“Lang, kamu pernah menyetir mobil sport?” tanya Atika sangsi.

Pria itu tampak ragu, namun akhirnya ia mengangguk pasti. “Aku bisa mengemudi. Di desa aku biasa bawa mobil pick up, mengantar sayuran ke pasar.”

***

“Terima kasih, Tuhan.”

Atika menghela nafas panjang saat mobil itu berhenti melaju tiga puluh menit kemudian.

“Berlebihan! Sudah kubilang aku bisa bawa mobil,” gerutu Elang.

“Tapi ini mobil sport dan aku manusia bukan seikat sayuran!” pekik Atika histeris. “Aku gak mau kehilangan nyawa karena egomu, tahu! Apa susahnya tadi putar balik dan ambil kunci mobil yang biasa? Paling hanya makan waktu lima menit.”

“Seandainya kamu bisa seperti ini juga di depan keluargamu.”

“Apa?” tanya Atika tak mengerti dengan respon yang Elang berikan.

“Sudahlah. Aku minta maaf, walau seharusnya kamu juga tidak perlu panik karena buktinya aku bisa membawamu sampai sini dengan selamat.” Elang melepaskan sabuk pengamannya dan turun dari dalam mobil.

Tidak berapa lama, Elang kembali masuk ke dalam mobil. Wajahnya pucat pasi, pria itu lalu menyalakan mesin mobil kemudian kembali melajukannya ke jalan raya.

“Baru lihat hantu?”

Elang menggeleng. “Aku lupa kalau tidak mungkin membawa mobil ini ke sini sekarang.”

Atika melihat ke belakang dan ikut panik seperti Elang. Mereka baru saja meninggalkan pasar malam yang sangat ramai pengunjung. Memang tidak ada larangan atau peraturan tertulis tentang kendaraan apa saja yang boleh memasuki kawasan itu. Tetapi mobil sport milik Elang bukanlah hal yang lumrah terlihat di sana.

“Aku menyadarinya saat melihat segerombolan preman berjalan mendekati kita. Aku mengemudi tanpa berpikir, saat melihat wahana dari kejauhan aku langsung berbelok masuk,” jelas Elang, ia ingin terus bicara untuk menghilangkan keterkejutannya.

Elang tak mampu membayangkan apa yang bisa para preman itu lakukan pada istrinya, kalau ia tidak cepat kembali.

“Jadi, kita pulang ke rumah saja, ya?” tawar Atika.

“Tidak, aku sudah janji mengajakmu makan di luar.”

Akhirnya, Atika dan Elang makan di luar. Benar-benar di luar dalam artian sesungguhnya. Mereka makan di atas hamparan rumput hijau di sebuah bukit yang berada di belakang rumah. Setelah berkeliling hampir dua jam, Elang kemudian memutuskan mengikuti saran Atika. Tetapi di detik terakhir, pria itu kembali memutar kemudi lalu berhenti di bukit belakang rumah.

“Makanannya sudah datang!” Elang berseru dan menaruh dua bungkus nasi goreng di hadapan Atika.

Atika menyunggingkan senyum teringat kemarin malam, ia menahan lapar saat mengorbankan Rupiah terakhirnya untuk Cindy. Dan malam ini, nasi goreng itu hadir bersama seorang suami.

“Kenapa kita gak makan makanan yang di rumah?”

“Bukan makan di luar namanya kalau masih ada aroma rumah,” jawab Elang mulai melahap nasi gorengnya.

Atika diam memerhatikan Elang. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Atika akan menikah dengan seorang pria yang jauh lebih muda darinya. Pria ini muncul begitu saja seperti sebuah mainan boneka yang muncul dari kotak kejutan, dan semenjak bertemu dengan Elang, kehidupan Atika selalu penuh kejutan.

“Aku…minta maaf, belum bisa memberikan yang terbaik,” kata Elang teringat tingkah konyolnya yang berakhir dengan membuat mereka makan malam dikelilingi nyamuk dan serangga malam.

“Memang yang terbaik itu seperti apa?” Atika balik bertanya, lalu mulai menggeser badannya melihat ke sekitar. “Tujuan kita keluar tadi ingin melepas penat.”

Atika menarik nafas dalam-dalam hingga dadanya membusung, lalu menghembuskannya perlahan. “Dan ini memang membuat rasa penatku hilang sempurna! Lihat, aku jadi tahu kalau di kompleks ini, setiap rumah memiliki bukit di belakang rumah mereka masing-masing. Aku jadi berpikir, bisa jadi ada artis atau pejabat yang tinggal di sini!”

Elang tersenyum melihat Atika yang berusaha menghiburnya, sama seperti sepuluh tahun lalu. Atika memang pandai menyingkirkan kesedihan seseorang, kesedihan Elang. Jantung pria itu tiba-tiba bertalu kencang, inikah saat yang tepat untuk mengungkapkannya?

“Aku senang kita berada di sini. Jujur, aku masih canggung diberi hormat para asisten rumah tangga. Awalnya aku merasa sendirian, tapi setelah kejadian barusan aku sadar kalau bukan hanya aku yang masih canggung. Kita berdua masih harus banyak beradaptasi dengan perubahan ini,” jelas Atika diakhiri cengiran lebar.

“Atika, apa kamu ingat di mana kita pertama bertemu?”

“Di kamar Papa.”

“Bukan, sebelum itu! Kamu benar-benar tidak ingat?” tanya Elang mulai menuntut.

“Kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Atika balik.

“Sudah, lupakan!” Elang kehilangan minatnya, pria itu tiba-tiba bangkit berdiri dan masuk ke dalam mobil, lagi-lagi meninggalkan Atika tanpa kata.

“Apa sebenarnya mau bocah itu?” desis Atika kesal.

Bab terkait

  • Suamiku Bocil Tajir   Kedatangan Tamu tak Diundang

    “Benar yang dikatakan orang-orang, percuma susah payah memungut anjing liar, pada akhirnya mereka akan selalu kembali pada kebiasaan aslinya!”Suara cempreng dan melengking menyambut Atika dan Elang di pintu gerbang rumah. Atika terpaksa harus memicingkan mata agar dapat melihat jelas siapa yang berdiri di ambang pintu, karena gemerlap perhiasan yang dikenakan perempuan itu berkolaborasi meriah dengan cahaya lampu gantung dari dalam rumah, membuat Atika seperti sedang melihat ke arah lampu 200 Watt.“Sungguh memalukan! Bagaimana bisa pemilik SJ Grup malah makan di tepi jalan seperti seorang gelandangan? Walau rindu pada kebiasaan lama, tapi berusahalah menahan diri! Jangan buat orang lain malu akan tingkahmu!”“Apa yang Tante lakukan di sini?” tanya Elang tanpa basa-basi, refleks pria itu menarik Atika ke belakang punggungnya.“Cih! Dasar bocah congkak! Baru satu hari jadi pewaris, sudah besar kepala! Kalau bukan atas usulku, namamu tidak mungkin ada di dalam surat warisan itu!”Elang

  • Suamiku Bocil Tajir   Keputusan Dewan Direksi

    “Nyonya, biar kami saja yang beberes. Ini tugas kami,” ucap pelayan berambut ikal seraya merebut gagang sapu dari tangan Atika. “Gak apa-apa. Aku gak sengaja memecahkan vas bunga ini, kalian lakukan pekerjaan yang lain saja.” Atika hendak kembali merebut sapu tapi sapu itu tiba-tiba berpindah ke tangan orang lain.“Kami mohon kerja sama Anda, Nyonya. Sudah tugas kami membersihkan rumah ini, kalau Nyonya ingin melakukannya sendiri, itu sama saja artinya Nyonya ingin memecat kami,” kata Rika tegas.Suara kaku kepala asisten rumah tangga itu membuat bulu kuduk Atika meremang. Secara hierarki, Rika adalah orang yang bekerja pada Atika tetapi pembawaan Rika membuat Atika menciut seketika.“Aku memang tidak cocok jadi bos,” batin Atika.“Bersihkan pecahan kacanya, jangan sampai ada yang tersisa!” perintah Rika pada asistennya, lalu menoleh pada Atika.“Nyonya, tadi Pak Elang menitipkan pesan agar Nyonya segera bersiap untuk makan siang bersama di luar dan Pak Elang juga bilang untuk menyal

  • Suamiku Bocil Tajir   Masa Lalu yang Kembali Hadir

    "Ada apa?" tanya Elang ketika Atika hanya diam tak menjawab. "Kamu tidak suka kita terus tinggal di sini?" Atika menaruh tangannya ke atas pangkuan, sebenarnya sejak hari pernikahan mereka ada pertanyaan yang bercokol di benak Atika, tetapi ia belum mendapatkan kesempatan yang tepat menanyakannya langsung. Sepertinya sekarang waktunya. "Ada satu hal yang ingin aku tahu darimu." "Tanyakan saja, aku suka kamu mulai penasaran tentangku." "Sebenarnya apa...." Baru saja Atika hendak bertanya, ponsel Elang berdering keras menginterupsi perkataan Atika. Tanpa berpikir Elang menekan tombol tolak dan berkata, "Lanjutkan." “Terima saja teleponnya, siapa tahu itu penting,” ujar Atika, sekilas ia melihat nama Ardian di layar ponsel Elang. “Tidak ada yang lebih penting, kita sedang bicara sekarang. Lanjutkan.” “Jantungku, jantungku...aku mohon berhenti berulah!” batin Atika mengutuki jantungnya yang tak berhenti menari sejak memasuki kamar hotel. “Itu, apa gak ada yang menunggu kamu di d

  • Suamiku Bocil Tajir   Salah Paham

    “Bagus, aku tahu kamu ada di sini! kenapa tidak menjawab panggilanku? Oh, tidak maafkan aku!” Ardian berdiri membeku di ambang pintu melihat pemandangan yang seharusnya tak ia lihat sekarang. Begitu pula dengan Atika yang segera bangkit bangun dari kursi menjauhi Elang. Jangan tanyakan seperti apa wajah Atika sekarang, kalau saja Atika bisa berubah menjadi hewan, Atika ingin berubah jadi undur-undur agar bisa bersembunyi di bawah tanah sekarang juga.“Ada apa Om ke sini?” tanya Elang ketus, tidak berusaha menyembunyikan kekesalannya.“Aku sudah mendapatkan informasi yang kamu cari. Tapi sepertinya kita tidak bisa membicarakannya sekarang.”Atika memahami dengan cepat maksud perkataan Ardian, ia meraih tas tangannya.“Kalian bicara saja di sini, aku akan pulang lebih dulu.”“Tidak, kamu tunggu di sini, Tika. Om Ardian bisa katakan sekarang saja,” kata Elang menahan pergelangan tangan Atika.Ardian menghela nafas panjang, mulai kesal melihat tingkah Elang yang kekanak-kanakan. Sepertiny

  • Suamiku Bocil Tajir   Duri itu Luka

    "Aku sudah menemukan orang yang kamu cari," ujar Ardian setelah Atika menghilang di balik pintu. Pria itu memperlihatkan ponselnya pada Elang. "Kamu harus mempersiapkan diri, musuhmu ternyata lebih dekat dari yang kamu duga. Dia manajer pengembangan produk yang baru."Elang menelusuri data yang diberikan Ardian. Semakin lama Elang membaca, semakin dalam kerutan di kening pria itu. "Pecat atau pindahkan dia ke luar kota secepatnya," perintah Elang kemudian menaruh ponsel Ardian ke atas meja."Aku tidak bisa menjanjikannya.""Kenapa? Seharusnya itu hal yang mudah, kan.""Mudah kalau Daffa bukan karyawan yang punya banyak prestasi. Bukannya sudah aku cantumkan terobosan apa saja yang pernah Daffa buat? Hampir semua produk kita yang laris di pasaran, buah ide Daffa," jelas Ardian. "Baru dua bulan lalu Daffa dipromosikan jadi manajer pengembangan produk di kantor pusat. Kalau kita memecatnya atau membuat Daffa dimutasi tanpa alasan yang jelas, Serikat pekerja tidak akan diam saja.""Lalu

  • Suamiku Bocil Tajir   Kejutan

    Debaman pintu yang dibanting tertutup menghentikan langkah Atika. Atika menghela nafas lelah, sepertinya ia belum terbiasa dengan emosi Elang yang labil. Untung saja tadi Atika masih memiliki jarak yang cukup dengan pintu, kalau tidak mungkin hidungnya sudah patah atau setidaknya memar karena terbanting pintu, akibat ulah Elang. "Nyonya, ada paket untuk Nyonya." Rika berjalan cepat menghampiri Atika. Di tangannya, Rika memeluk sebuah kardus coklat seukuran kamus besar."Paket?""Baru saja sampai, dikirim pakai ojek online."Atika memutar setiap sisi paket untuk mencari identitas si pengirim, tapi tidak ada tulisan apapun selain nama lengkap Atika di kotak itu. "Pak Ojolnya gak bilang apa-apa?"Rika menggeleng. "Yang antar satpam perumahan, apa perlu saya hubungi pos keamanan? kemungkinan ojolnya masih ada di sana."Atika tertegun, sekarang ia tinggal di kawasan elit sehingga kemungkinannya kecil benda-benda berbahaya bisa masuk dengan mudah ke rumah ini. Setiap orang atau paket yang

  • Suamiku Bocil Tajir   Kunjungan

    Mobil hitam yang dulu menjemput Atika, siang ini kembali terlihat di pelataran parkir rumah. Tanpa berpikir lagi, Atika meraih ponsel serta menyelempangkan tas di bahu lalu berlari cepat menghampiri mobil dan segera mengambil duduk di kursi penumpang, membuat supir perusahaan yang belum sempat turun menoleh kaget. "Antarkan aku ke kantor!" "Saya diminta Pak Elang mengambil berkas yang tertinggal." Baik Atika maupun supir perusahaan bicara dalam waktu yang bersamaan. "Aku tunggu, setelah itu antar aku menemui pria itu!" Kekesalan Atika sudah memuncak di ubun-ubun. Atika hafal betul janji Elang di depan ayahnya saat melamarnya dulu, Elang berjanji tidak akan membiarkan Atika merasa sendirian tapi apa yang terjadi? Sudah lima hari pria itu tidak menunjukkan batang hidungnya. Semua pesan yang Atika kirim sama sekali tidak Elang baca, jangan tanyakan tentang sambungan panggilan yang berakhir dengan suara operator yang menjemukan. Selain itu, Atika hanya mendengar kalau Elang sempat

  • Suamiku Bocil Tajir   Adu Tawar

    Ruang kerja Elang persis kapal pecah. Kertas berserakan memenuhi meja kaca yang terletak di tengah ruangan dan menara-menara berkas map bermunculan seperti rumpun jamur di hutan hujan. Atika sampai kesulitan melangkah dan ketakutan setengah mati menyenggol berkas-berkas penting itu."Duduk di mana saja kamu bisa duduk, dan jangan coba merapikan apapun! Walau terlihat berantakan, aku sengaja menyusunnya seperti ini agar mudah kuraih," kata Elang yang kini telah duduk di lantai dan menekuri layar laptopnya."Kamu selalu belajar seperti ini?" Jiwa pendidik Atika muncul melihat Elang sengaja membuat berantakan materi yang tengah ia pelajari, meski begitu tetap saja telapak tangannya gatal untuk merapikan semua kekacauan ini.Pertanyaan Atika hanya dijawab bunyi ketukan keyboard laptop. Suaminya itu menatap layar laptop tanpa berkedip. Atika lalu duduk di undakan tangga di antara sofa hitam dan lemari yang berisi plakat-plakat penghargaan.Dari kejauhan, Atika dapat melihat rambut-rambut h

Bab terbaru

  • Suamiku Bocil Tajir   Terpasung

    "Neng, jangan lupa nanti tanggal dua belas kontrakannya dilunasi, ya. Sekalian sama tunggakan dua bulan kemarin!"Atika yang baru saja membuang bungkusan popok kotor sekali pakai ke tong sampah tersentak kaget. "Eh, maaf bukan maksud ibu bikin si Neng kaget!" ujar ibu pemilik rumah petak tempat Atika mengontrak satu tahu terakhir. "Tapi, ibu gak tega kalau datang ke kamar si Neng langsung, takut bangunin adek Dian."Atika tersenyum singkat dan mengangguk paham. "Iya, Bu gak apa-apa. Kebetulan saya lagi agak melamun tadi. Uang kontrakannya akan saya usahakan, ya Bu. Saya minta maaf sekaligus terima kasih, ibu mengijinkan saya tetap tinggal padahal saya bukan penyewa yang baik.""Aduh, si Neng. Jangan bilang gitu, ibu malah tambah gak enak. Neng Tika biar telat bayar kontrakan tapi sering bantu bersihkan rumput-rumput liar, pilah-pilah sampah, bantu kebersihan lingkungan kontrakan ini. Ibu sebetulnya mau gaji Neng untuk itu, tapi tahu sendiri kalau ibu juga punya uang dari mana." Ibu p

  • Suamiku Bocil Tajir   Akhir Bahagia Bagi Keyla

    “Key, baju nya ganti ah jangan yang itu terus.” Mama mengomentari penampilanku. Sontak aku berhenti di ambang pintu dan melihat penampilanku sendiri di kaca jendela. Tidak ada yang aneh, biasa saja hanya celana bahan berwarna hitam dan kemeja merah bata.“Kenapa diganti, yang ini juga bagus.”Aku berputar-putar di depan mama memperlihatkan penampilanku dari depan lalu ke belakang.“Warnanya sudah kusam, lebih baik yang lain. Terus kamu gak dibedak?”Aku menyentuh wajahku, sedikit berminyak. Aku berlari ke depan cermin mematut bayanganku. Tanpa sengaja tatapanku jatuh pada foto Kim Jae Hee yang kutaruh di samping cermin. Aku mengusap lembut foto itu, foto yang kudapat setelah bersusah payah, berdesak-desakkan dengan ratusan penggemar lainnya.Kuyakini aku sanggup bertahan meski kau tak pernah di sampingku. Waktu yang membuatku bertahan. Aku berhasil menguasai kembali apa yang kumau, sama seperti sebelum aku sadar aku membutuhkan kehadiran mu, aku mampu bertahan sendiri. Kini aku percay

  • Suamiku Bocil Tajir   Tanda Tanya Besar

    Hari ini, kegilaanku terus berlanjut. Karena semalam Ga Eun dan Hye Na tak sempat bertemu Kim Jae Hee mereka bersikeras agar aku mau kembali mengikuti jadwal Kim Jae Hee. Kali ini aku tidak memakai atribut apa pun yang berbau Kim Jae Hee, mereka kelihatan kecewa tapi aku tak mau mengambil resiko membuat Kim Jae Hee semakin muak padaku. Tapi sungguhkah Kim Jae Hee tidak suka melihatku, ekspresinya sulit dibaca. Aku hanya melihat kesedihan di matanya, mungkin ia sedih melihatku hancur.“kau juga harus menjaga kesehatanmu.” Setidaknya kalimat Kim Jae Hee semalam, membuatku yakin Kim Jae Hee masih mengkhawatirkan keadaanku.“Cha, Kita sudah sampai!” Kata Ga Eun, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah rumah bergaya kontemporer. Setelah membayar ongkos taksi, aku ikut turun menyusul Ga Eun dan Hye Na. “Wah, kita beruntung, belum ada yang datang. Bebas pilih tempat!” Seru Hye Na, ia lalu mengeluarkan tikar tipis dari ranselnya.“Ini dimana?” Tanyaku.“Aish! Benar, kita belum bila

  • Suamiku Bocil Tajir   Bergabung dengan Fanbase

    Aku merapikan ikatan rambutku saat hampir mendekati gerombolan fans Kim Jae Hee yang menunggu di depan gedung teater tempat Kim Jae Hee tampil hari ini. Lee Hye Na dan Jang Ga Eun, dua remaja yang baru kukenal tadi berjalan di depanku. Setelah sedikit mencari informasi, dua gadis itu akhirnya tahu jadwal keseluruhan Kim Jae Hee mulai hari ini hingga minggu depan. Dan kami, memutuskan untuk terus mengikuti Kim Jae Hee. Aku sadar aku bertindak terlalu jauh, tapi yang kulakukan kali ini karena hatiku yang mengatakannya. Aku hanya ingin melihat Kim Jae Hee, dan melihat bagaimana Kim Jae Hee saat melihatku. Setidaknya, aku ingin membuktikan bahwa waktu yang sempat kami habiskan cukup berarti untuk dipertahankan. “Onnie, kemari! Kita harus berbaris. Jangan sampai membuat fans lain marah.” Hye Na menarik lenganku dan memosisikanku di tengah di antara ia dan Ga Eun. Ga Eun lalu mengeluarkan kaus bergambar kartun Chibi Kim Jae Hee yang memenuhi seluruh bagian depan kaus dan menyodorkannya pad

  • Suamiku Bocil Tajir   Kenangan yang Terus Muncul

    “Jika tetap ingin pergi, maka pergilah! Kupastikan ini terakhir kalinya kita bertemu!” Teriak So Hee sebelum ia berlari pergi meninggalkan Kim Jae Hee sendirian di aula sekolah. Kim Jae Hee tak berniat sedikit pun mengejar So Hee. Bukan hanya Kim So Hee yang sedang kesal saat ini, Kim Jae Hee merasa ia yang lebih berhak kesal dibanding So Hee. Ia kesal pada Kim So Hee yang masih bersikap egois padahal usianya sudah menginjak 20. Acara reuni SMA mereka akar masalah pertengkaran mereka, sejak bulan lalu So Hee selalu melonjak kegirangan setiap membicarakan reuni SMA. So Hee bahkan bersedia menjadi sukarelawan agar acara itu bisa berjalan lancar. Sisa waktunya yang tidak digunakan untuk kuliah dihabiskan So Hee mengelilingi hampir seluruh penjuru Seoul, mengkoordinasikan semua pihak yang berhubungan dalam acara itu. Bobot tubuh So Hee sempat turun drastis karenanya, namun Kim Jae Hee tak mampu mencegah So Hee, karena sama sepertinya, So Hee akan semakin membangkang saat dilarang.Sepanj

  • Suamiku Bocil Tajir   Terbuka

    “Bagaimana kau bisa tahu aku sakit?” Tanya Kim Jae Hee setelah ia selesai makan bubur buatan Keyla. Keyla tidak segera menjawab, ia menaruh mangkuk dan mengambil segelas air lalu menyodorkannya tepat di depan wajah Kim Jae Hee. “Minum.”kata Keyla pelan, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang rasanya sangat panas sejak kejadian beberapa menit yang lalu. Kim Jae Hee mengambil gelas di tangan Keyla, dan ia hampir saja tersedak saat menyadari alasan Keyla yang tiba-tiba pendiam.“Ya! Tak kusangka kau bisa malu.” Kata Kim Jae Hee, dan akhirnya tawanya meledak ketika melihat Keyla semakin menundukan kepala hingga dagunya hampir menyentuh dada.“Diamlah, apa kau tak mengerti ini baru bagiku.”“Benarkah? Jadi sebelumnya kau belum pernah berpacaran? jadi aku yang pertama.”Kim Jae Hee menepuk-nepuk dadanya sendiri, senyum bangga tercetak sangat jelas di wajahnya. “Aish! Tinggi sekali rasa percaya dirimu. Siapa bilang kau yang pertama, aku pernah pacaran sebelumnya!” Kata Keyla sengit, ia l

  • Suamiku Bocil Tajir   Rahasia?

    Kang Dong Jin tidak segera menjawab pertanyaan Keyla, ia menatap Keyla sejenak dengan alis bertaut lalu sedikit berdeham membersihkan tenggorokan.“Itu benar. Kim Jae Hee pernah mendorong seorang siswa dari lantai tiga. Tapi bukan karena siswa itu meminjam bukunya. Kim Jae Hee melakukannya karena ia lelah terus di bully. Semasa SMU Kim Jae Hee berbeda jauh dari Kim Jae Hee yang sekarang. Ia siswa dengan kacamata bulat tebal dengan buku yang selalu menempel di hidungnya. Lalu, anak-anak itu entah kesalahan apa yang dibuat Kim Jae Hee pada mereka, setiap hari Kim Jae Hee –kau tahu apa yang bisa mereka lakukan. Hingga hari itu, saat Kim Jae Hee sendirian di ruang seni di lantai tiga, mereka datang dan merobek buku yang sedang Kim Jae Hee baca. Mereka tidak tahu buku itu pemberian mendiang Kakek Kim Jae Hee. Akhirnya Kim Jae Hee berontak, ia berusaha mengambil kembali bukunya, salah satu siswa itu terus mengolok-olok Kim Jae Hee dan tak sadar ia sudah di ujung tangga. Anak itu jatuh, haru

  • Suamiku Bocil Tajir   Pergi ke Pesta

    “Bagaimana penampilanku?” Tanyaku pada Cellia, ia duduk di atas tempat tidurku. Sore ini, aku memintanya datang untuk membantuku berdandan ke pesta Girlband Dreams.“Baik, seperti Keyla biasanya.” Jawab Cellia sambil mengacungkan jempol kanannya, aku mendesah dan duduk di samping Cellia.“Aku merasa tak enak, seperti akan ada hal buruk. Apa mungkin aku salah kostum?” “Bagaimana mungkin, kamu bilang dress code nya casual. Tentu ini baik-baik saja.” Kata Cellia, ia menunjuk kaus putih dan celana jeans yang kupakai. “Ayolah, nyaman dengan dirimu sendiri. Ini resiko yang harus kamu hadapi karena bergaul dengan artis. Menghadiri pesta sudah makanan sehari-hari mereka.” Lanjut Cellia, ia lalu menyeringai jahil. “Apa penyanyi itu sudah menyatakan perasaanya?” Aku terkesiap dengan pertanyaan Cellia, “Apa maksudmu? Perasaan apa?”“Keyla, otakmu mungkin hanya diciptakan untuk membaca apa yang ditulis dalam buku. Baiklah kali ini aku akan berbaik hati menerangkannya, seorang laki-laki terlebi

  • Suamiku Bocil Tajir   Menghindar

    Aneh sekali, jelas-jelas ia sendiri yang mengajak Keyla datang ke pesta ulang tahun ayahnya. Tapi kenapa hari ini Kim Jae Hee ingin menghindari gadis itu? memang, sejak awal pertemuan mereka Kim Jae Hee memang selalu bersikap dingin pada Keyla sama seperti pada gadis-gadis lain. Namun kali ini, Kim Jae Hee tak mampu mengambil sikapnya yang biasa. Ia seperti ada yang menyiramkan air dingin dalam hatinya saat bersama dengan Keyla. Kim Jae Hee merasa asing dengan rasa itu. Di tangannya, Kim Jae Hee memegang dua gelas cocktail. Minuman yang menjadi alasannya menghindar dari Keyla. Dan kini ia masih berdiri di tempatnya mengambil minuman. Apa yang selanjutnya ia lakukan? Memberikan minuman ini pada Keyla, mengobrol kemudian mengajak Keyla berdansa seperti yang tamu-tamu lain lakukan. Dan Kim Jae Hee yakin, keluarganya sedang mengamati gerak-geriknya.Ada sebuah suara yang berteriak meyakinkannya bahwa itu ide bagus. Apalagi yang dilakukan di pesta selain berdansa? Toh Kim Jae Hee tak meng

DMCA.com Protection Status