Adalah hal langka, keluarga Fletcher bisa bersama berkumpul di Resort mewah seperti hari ini, karena biasanya, mereka mempunyai kesibukan masing-masing. Berkat Floretta, terpaksa harus meluangkan waktu.Sarapan pagi outdoor dengan background birunya pantai dan pasir putih suasana paling istimewa bagi Floretta, sejak beberapa bulan terakhir. Ditambah lagi, kehangatan perhatian dari Fletcher senior maupun paman dan bibinya, membuatnya berwajah semringah sejak sampai Blue Sea."Selamat pagi, Flow," sapa Eleanor yang terlambat datang. Suami gilanya itu baru saja mengizinkan keluar dari kamar setelah semalaman mengurungnya sebagai hukuman."Pagi, Bibi. Anda terlihat sangat cantik pagi ini." Floretta yang tengah mengunyah roti memberikan pujian dengan mulut penuh makanan."Jangan bicara dengan mulut penuh, Flow." Rose menasihati."Iya, Oma." Floretta merasa bersalah pada sang Nenek yang begitu disiplin tentang tata krama di meja makan."Pagi, Ponakan cantikku," sapa Aaron sembari mendaratk
Seorang pemuda berdiri mengamati tiga orang yang sedang bermain di pantai dari kajauhan. Tatapan campur aduk yang membangkitkan dendam, karena patah hati. Sulit memadamkan dendam yang sudah terlalu lama bersemi."Kebahagiaan kalian membuatku iri," dengkusnya.Ekor matanya selalu mengikuti gerakan orang yang diamatinya. Aaron dan Eleanor tertawa gembira bersama anak tujuh tahun."Siapa anak kecil itu?" tanyanya lirih."Apa mungkin itu putrinya Tifanny?" Ada kilat teduh ketika Gavin mengucapkannya. Saat rindu dan dendam bercampur dalam hati, Gavin bahkan tak sanggup mengatur ekspresi."... tapi, kenapa mereka tidak ikut?" lanjutnya.Sejak kemarin, rasa heran belum juga enyah dari dalam dada. Kenapa Arthur dan Rifanny tidak ikut berlibur? Hanya ada putrinya saja bersama dengan Fletcher senior yang datang menyusul.Makin penasaran, Gavin makin tertarik untuk memperhatikan Floretta. Jika dia memang putri Tifanny, gadis kecil itu harusnya mewarisi kecantikan Tifanny. Sayangnya, jarak yang m
"Apa? Kalian pacaran?" Julia membelalak sempurna. Kekagetan yang sama sekali tidak dibuat-buat. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba dia haruz mendengar kabar yang sulit diterima logika.Bisa-bisanya, Grace semudah itu memutuskan untuk berpacaran dengan pria yang baru saja dikenalnya di tempat ini? Berapa kalipun Julia mencoba untuk memaklumi, logikanya masih saja menolak."Ya, aku jatuh cinta pada Gavin, Julia," lanjut Grace meyakinkan. Demi apa, Grace melakukan semua kebohongan ini?"Jangan berpikir kamu begitu pintar untuk membodohiku, Grace. Kamu pikir aku percaya?" Julia mendengus kesal. "No, aku tidak membohongimu, Julia." Grace tahu, tidak akan semudah itu untuk meyakinkan Julia. "Gavin sangat tampan. Aku hanya merasa nyaman di dekatnya. Semua kesedihan dan kecewaku, bisa menghilang tiba-tiba saat berada di dekatnya." Grace sudah merancang setiap kalimat yang harus diucapkan pada Julia. Gavin dan Grace mempunyai tujuan yang sama untuk menghancurkan pernikahan Aaron Fle
Selepas makan malam, Floretta tidak bergegas ke kamarnya. Dia malah mengajak Aaron untuk duduk bersama di balkon."Paman, malam ini apa aku boleh tidur bersama Bibi?" cicit Floretta. Sejak pernikahan Aaron dan Eleanor, gadis tujuh tahun itu tidur sendirian. Dia merasa rindu dengan cerita yang sering dibacakan oleh Eleanor sebelum mereka tidur.Mendengar permintaan keponakannya, Aaron tidak menjawab. Dia malah melirik Eleanor yang berada di hadapannya, ingin tahu bagaimana ekspresi istrinya.Tak ingin saling bersitatap dengan Aaron, Eleanor hanya bisa berpura-pura tidak mendengar ucapan Floretta."Sayang, aku akan mengambilkan minuman dan kue untuk kalian berdua." Eleanor memutuskan untuk menghindar. Daripada harus ikut terjebak dalam situasi yang bisa merugikannya, lebih baik melarikan diri.Tak menunggu jawaban Aaron atau Floretta, dia bergegas bangkit dan melangkah menjauh. Aaron mengembuskan napas kesal. "Paman, apa aku boleh pinjam Bibi malam ini?" tanya Floretta sekali lagi. Ter
Begitu terdengar suara dengkur halus, sepasang netra Aaron yang sebelumnya tertutup rapat perlahan terbuka. Perlahan, Aaron beringsut duduk. Diamatinya paras cantik Eleanor saat terlelap. Hal paling disukainya dari wanita ini adalah saat terlelap. Aaron bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengamati wanitanya. Andai Eleanor tahu dengan hobi baru Aaron Fletcher ini, dia pasti tidak mau tidur satu ranjang dengan pria itu.CEO Morgan Co itu mendekatkan wajah. Sepasang netranya mengamati rambut panjang berwarna jagung dan mengelusnya lembut. Sebentuk alis yang tersulam indah dipadukan dengan bentuk hidung dan bibir sensual yang memabukkan. Aaron Fletcher bahkan tak bisa mengendalikan diri jika sudah terjebak dalam pesona Eleanor."Mulut pedasmu itu baru bisa diam kalau tertidur," dengkusnya sembari mengelus bibir sang Istri.Merangsek mendekat, Aaron merengkuh Eleanor erat. Rasa nyaman saat mencium aroma wangi rambut Eleanor membuatnya ketagihan. Hanya dalam posisi seperti itu,
"Selamat siang, Tante." Saat makan siang, Grace menemui Tuan dan Nyonya besar Fletcher di restoran. Seakan sebuah pertemuan yang tak disengaja. Padahal, Grace sudah mendapatkan informasi sangat detail dari Penelope sebelumnya bahwa siang ini Fletcher senior akan makan siang di tempat ini. Wanita Pelayan itu sudah menjadi orang kepercayaan Grace sepeninggal Julia Harper. Sepertinya, Grace sudah mulai memikirkan akan memberi posisi asisten pribadi pada Penelope."Grace, kamu ada di sini?" balas Rose sedikit terkejut. Meski sudah mendapatkan informasi dari Aaron tentang kedatangan Grace Harper di Blue Sea, wanita tua itu berpura-pura tak mengetahui."Aku menikmati liburan di tempat ini bersama kekasihku, Tante." Grace mengenalkan pria tampan yang berdiri di sisinya pada Fletcher senior."Selamat siang, Nyonya, Tuan." Gavin menundukkan kepala sopan. Dalam hati, dia mengutuk semua keluarga Fletcher, termasuk pasangan senior yang merupakan orang tua dari orang yang paling dibencinya di du
"Tifanny tidak mungkin meninggal, kan?" Gavin tanpa sadar bergumam. Grace memicing curiga. Kenapa ekspresi Gavin berubah? Pria yang biasanya terlihat santai itu berubah serius, menyisakan tanda tanya di hati Grace."Apa kamu mengenal Tifanny?" telisiknya curiga.Tak segera menjawab, Gavin mengubah ekspresinya terlebih dahulu. Aah, ternyata, masih sedalam itu rasa cintanya untuk Tifanny. Panik tiba-tiba saja hadir dari bawah sadar. "Apa maksudmu, Grace? Aku tidak mengenal mereka semua." Gavin sudah kembali tersenyum untuk memupus kecurigaannya.Grace masih diam saja. Dia hanya merasa Gavin sedikit aneh barusan. Jika tidak kenal, kenapa tampak begitu panik?Gavin menghela napas panjang. Dia tahu Grace masih curiga."Aku hanya merasa terkejut. Gadis sekecil Floretta, masih membutuhkan orang tuanya. Sesayang apapun Nyonya dan Tuan Besar Fletcher, tetap tidak bisa menggantikan kedudukan seorang ibu. Bukankah begitu?" Tahu Grace masih curiga, Gavin berusaha membuat penjelasan masuk akal.
Sebelum Floretta mengulurkan tangan untuk menerima gelas orange jus dari Gavin, salah satu bodyguard yang mengawal Floretta maju."Maaf, Tuan. Nona kami, tidak bisa menerima kebaikan Anda."Menjadi bodyguard putri mahkota dari keluarga kaya raya, pastinya tanggung jawabnya sangat besar. Tidak semua orang mempunyai niat baik. Apalagi, di tempat yang jauh dari London. Dua bodyguard itu sangat waspada. Tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada majikannya."Aah, kami sudah saling mengenal sebelumnya. Tadi, saya makan siang bersama dengan Nyonya dan Tuan Besar Fletcher di restoran. Benar, kan, Flow? Kalian tidak perlu begitu waspada." Gavin mengaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa tidak nyaman. Dia dicurigai sebagai orang jahat oleh para bodyguard yang mengawal Floretta."Benar, Matt. Paman ini adalah kekasih Bibi Grace Harper." Floretta menatap dua bodyguard-nya memberi pengertian."Maaf, Tuan, Nona Floretta. Pesan dari Tuan Aaron Fletcher, kami tidak boleh membiarkan orang