Empat karyawan Grand Bay Resort yang bertugas melayani Aaron Fletcher dan istrinya berdiri dalam diam. Meski penasaran dengan alasan pria itu mengumpulkan mereka semua, tapi tak ada yang berani bersuara. Hanya Penelope yang berusaha mencari perhatian di depan Aaron.Sejak sepuluh menit yang lalu Aaron Fletcher mengumpulkan mereka berempat di resortnya."Kalian tidak perlu menyebarkan pada orang lain tentang hadiah yang diberikan istriku pada salah satu dari kalian kemarin!" Aaron tidak ingin berbasa-basi. Dia menunjuk pada belanjaan yang kemarin sengaja dibelinya."Ambil yang kalian suka!" titahnya tak ingin berlama-lama. Jika bukan karena pria itu mengkhawatirkan istrinya akan diserang oleh Grace jika kabar hadiahnya diberikan pada pelayan, Aaron tidak perlu turun tangan seperti ini."Ingat satu hal, apapun yang terjadi di tempat ini, tidak boleh tersebar keluar!" titahnya tegas. "B-baik, Tuan." Isabel menjadi orang yang paling takut. Seakan ancaman itu untuknya.Di menit berikutny
Terdengar suara bel yang membuat dua wanita yang sedang sibuk mengatur napas itu saling tatap beberapa saat."Jangan bilang pelayan tidak tahu aturan itu datang lagi!" dengkus Julia sebal. Dia tidak bisa terima, Grace begitu mudah mempercayai orang asing. Mempertaruhkan reputasi yang sudah dibangun bertahun-tahun dengan mempercayai orang asing begitu mudah menurut Julia adalah sebuah kebodohan.Mati-matian dia menemani Grace Harper dari nol, sekarang ada orang asing datang sesuka hati untuk mendikte dan memanfaatkan Grace. Mana mungkin dia tidak marah?Grace bangkit begitu Julia menyinggung pelayan yang bernama Penelope. Dia harus bisa meredakan kemarahan Julia."Aku akan mengusirnya jika dia tidak mengikuti aturanmu, Julia," balasnya penuh keyakinan.Julia hanya mengendikkan bahu acuh tak acuh. Dia ingin melihat bagaimana Grace menangani hal tersebut. Sosok tinggi ramping dengan body goal dambaan semua wanita di seluruh dunia itu bergegas menuju pintu. Setelah merapikan rambut yang
"Bulan madu apa ini?" dengkus Aaron sebal. Selepas menutup panggilan Floretta, Aaron mengomel tidak jelas. Begitu Floretta tahu tempat seindah apa Blue Sea, dia merengek minta diantar ke sana. Terpaksa, Rose menyanggupi. Demi cucu kesayangannya, tak mungkin Rose menolak permintaan Floretta.Pada akhirnya, CEO Morgan Co itu harus menyesali idenya sendiri yang mengalihkan kekesalan Eleanor dengan menelpon Floretta."Bukankah kamu sendiri yang tadi bertanya, apakah aku merindukan Floretta atau tidak? Kamu juga yang menelpon ke rumah, kenapa sekarang jadi menyalahkanku?" sahut Eleanor tanpa rasa bersalah."Hey, aku hanya ingin kalian berdua berbincang di telepon. Kamu malah meminta Floretta datang ke sini!?" Bisa-bisanya, Aaron lupa bahwa wanita yang telah dinikahinya itu sangat pandai mengambil peluang. Seharusnya, dia sudah mengantisipasi hal tersebut. "Tuan Muda Fletcher, apa telinga Anda tidak bisa mendengar dengan baik? Bukankah tadi Floretta yang merengek minta diantar ke sini?" E
Di ruangan rapat, Lucas begitu sibuk memimpin meeting untuk menyiapkan penyambutan. Tuan Fletcher Senior bersama Nyonya besar akan datang mengunjungi Grabd Bay Resort untuk pertama kalinya. Dengan menggelar rapat darurat, Lucas mengumpulkan beberapa orang yang telah ditunjuknya untuk melayani pemilik Grand Bay Resort, sebagaimana Aaron Fletcher. "Ingat-ingat dalam benak kalian, Ini adalah Nyonya Rose Fletcher, sedangkan yang ini Tuan Fletcher Senior. Lalu, si kecil ini namanya Floretta, putri dari mendiang Arthur dan Tifanny Fletcher," ulang Lucas sekali lagi. Entah sudah berapa kali dia mengatakan hal tersebut sebelumnya. Layar LCD di depan menunjukkan potret sepasang kakek nenek beserta cucu perempuannya yang berusia tujuh tahun. Semua karyawan yang akan ditugaskan untuk melayani mereka, menatap wajah ketiganya tak berkedip. Pertama kalinya mereka mengetahui wajah pemilik Grand Bay Resort. "Dengar, kalian tidak boleh mengecewakan mereka. Layani Tuan dan Nyonya Fletcher Senior d
Seorang pria duduk di tepi pantai hanya bersinarkan cahaya rembulan dan bintang yang berpesta pora di musim panas. Angin malam berembus lembut menerbangkan kemeja yang sengaja tak dikancingkan, menampilkan lapisan kaos warna putih yang ada di dalamnya.Di pasir keemasan, dua botol anggur mahal salah satunya hanya tersisa separuh. Isinya sudah habis ditegaknya dalam selang waktu puluhan menit yang lalu."Kenapa kamu harus menikahinya, Tifanny?" raungnya pecah di antara suara deburan ombak.Setelah sekian tahun berlalu, ternyata rasa itu belum hilang. Tifanny, wanita yang berhasil membuat Gavin patah hati. Lompatan waktu membawanya hinggap pada masa sembilan tahun silam, saat kekecewaannya memuncak karena pernikahan wanita yang teramat dicintainya di dunia ini.Tayangan demi tayangan kekecewaan itu hadir begitu saja di pelupuk mata. Membuka kembali balutan luka yang telah lama mengering. Sialnya, bekas luka itu tidak pernah hilang. Bahkan kini, kembali menganga."Kenapa, Tifanny. Kenapa
Adalah hal langka, keluarga Fletcher bisa bersama berkumpul di Resort mewah seperti hari ini, karena biasanya, mereka mempunyai kesibukan masing-masing. Berkat Floretta, terpaksa harus meluangkan waktu.Sarapan pagi outdoor dengan background birunya pantai dan pasir putih suasana paling istimewa bagi Floretta, sejak beberapa bulan terakhir. Ditambah lagi, kehangatan perhatian dari Fletcher senior maupun paman dan bibinya, membuatnya berwajah semringah sejak sampai Blue Sea."Selamat pagi, Flow," sapa Eleanor yang terlambat datang. Suami gilanya itu baru saja mengizinkan keluar dari kamar setelah semalaman mengurungnya sebagai hukuman."Pagi, Bibi. Anda terlihat sangat cantik pagi ini." Floretta yang tengah mengunyah roti memberikan pujian dengan mulut penuh makanan."Jangan bicara dengan mulut penuh, Flow." Rose menasihati."Iya, Oma." Floretta merasa bersalah pada sang Nenek yang begitu disiplin tentang tata krama di meja makan."Pagi, Ponakan cantikku," sapa Aaron sembari mendaratk
Seorang pemuda berdiri mengamati tiga orang yang sedang bermain di pantai dari kajauhan. Tatapan campur aduk yang membangkitkan dendam, karena patah hati. Sulit memadamkan dendam yang sudah terlalu lama bersemi."Kebahagiaan kalian membuatku iri," dengkusnya.Ekor matanya selalu mengikuti gerakan orang yang diamatinya. Aaron dan Eleanor tertawa gembira bersama anak tujuh tahun."Siapa anak kecil itu?" tanyanya lirih."Apa mungkin itu putrinya Tifanny?" Ada kilat teduh ketika Gavin mengucapkannya. Saat rindu dan dendam bercampur dalam hati, Gavin bahkan tak sanggup mengatur ekspresi."... tapi, kenapa mereka tidak ikut?" lanjutnya.Sejak kemarin, rasa heran belum juga enyah dari dalam dada. Kenapa Arthur dan Rifanny tidak ikut berlibur? Hanya ada putrinya saja bersama dengan Fletcher senior yang datang menyusul.Makin penasaran, Gavin makin tertarik untuk memperhatikan Floretta. Jika dia memang putri Tifanny, gadis kecil itu harusnya mewarisi kecantikan Tifanny. Sayangnya, jarak yang m
"Apa? Kalian pacaran?" Julia membelalak sempurna. Kekagetan yang sama sekali tidak dibuat-buat. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba dia haruz mendengar kabar yang sulit diterima logika.Bisa-bisanya, Grace semudah itu memutuskan untuk berpacaran dengan pria yang baru saja dikenalnya di tempat ini? Berapa kalipun Julia mencoba untuk memaklumi, logikanya masih saja menolak."Ya, aku jatuh cinta pada Gavin, Julia," lanjut Grace meyakinkan. Demi apa, Grace melakukan semua kebohongan ini?"Jangan berpikir kamu begitu pintar untuk membodohiku, Grace. Kamu pikir aku percaya?" Julia mendengus kesal. "No, aku tidak membohongimu, Julia." Grace tahu, tidak akan semudah itu untuk meyakinkan Julia. "Gavin sangat tampan. Aku hanya merasa nyaman di dekatnya. Semua kesedihan dan kecewaku, bisa menghilang tiba-tiba saat berada di dekatnya." Grace sudah merancang setiap kalimat yang harus diucapkan pada Julia. Gavin dan Grace mempunyai tujuan yang sama untuk menghancurkan pernikahan Aaron Fle