Malam ini Melvin membawa Viona pergi jalan-jalan di sekitar kota. Keduanya terlihat menikmati momen dimana ada festival di lapangan luas yang sudah di terangi banyak lampion cantik berbagai macam bentuk siap di terbangkan.
Bisa di katakan malam ini kencan pertama mereka. Biasanya baik Viona atau Melvin hanya bertemu ketika di suasana kerja atau beberapa waktu mendesak."Nyalakan lampionmu!" Pinta Viona berdiri di samping Melvin yang sudah memeggang lampion emas berbentuk love begitu juga yang di peggang Viona.Sudah banyak pasangan kekasih yang ada di sekitarnya. Penyedia lampion tak jauh dari tempat mereka berdiri tengah melayani pengunjung yang datang."KITA TERBANGKAN BERSAMA! SEBELUM ITU, BISA BUAT PERMINTAAN DULU!"Suara penyiar yang ada di tengah-tengah mereka. Semua orang memeggang lampion dengan bentuk kesukaan masing-masing.Viona memeggang lampionnya yang sudah menyala begitu juga Melvin dan yang lain. Mereka mulaiKepulangan Melvin langsung mendapat masalah besar. Nyonya Amber tiba-tiba saja kembali kambuh hingga pria itu bergegas ke kamar mommynya. Kambuhnya penyakit nyonya Amber tentu karena terlalu memikirkan soal pesta peresmian jabatan Melvin yang gagal. Dokter Farhat sampai datang langsung memeriksa wanita itu. "Mommy!" Paniknya mendekat ke arah ranjang dimana nyonya Amber di baringkan. "Melvin!" "Mom! Apa yang terjadi? Kenapa sampai begini?" Tanya Melvin duduk di tepi ranjang menatap dokter Farhat. Wajahnya cemas menyimpan kekhawatiran. Apalagi, nyonya Amber terlihat pucat dan begitu lemah di infus. "Tuan muda. Nyonya mengalami tekanan berat alhasil, berpengaruh pada organ dalamnya. Apalagi, nyonya punya penyakit jantung kronis jadi hal yang membuatnya syok dan tertekan akan sangat berdampak buruk.""Mom! Maafkan aku," Gumam Melvin menggenggam tangan nyonya Amber yang menatapnya sayu. "Melvin! Kau baru pulan
Awan gelap yang tadi menggumpal di atas sana sudah tak lagi menahan lama. Tepat saat mereka sudah masuk ke mobil, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Dokter Niko menyalakan penghangat di dalam mobil karena udaranya cukup dingin. "Untung saja kita cepat. Jika tidak pasti sudah basah," Gumam Viona memasang seatbelt dengan rapi. "Kalau kau menunggu di sana lebih dari 1 jam. Kau pasti akan jadi bebek beku." "Tapi, untungnya kau datang," Ujar Viona tersenyum tulus. Dokter Niko juga membalas senyum itu tak kalah hangat. Ia menghidupkan mesin mobil dan melaju stabil melewati jalanan yang tak begitu ramai. Viona memeluk dirinya sendiri seraya bersandar ke kursi. Ia melihat kaca jendela mobil yang di aliri butiran air yang memanjang dengan kosong. Untuk sesaat suasana jadi sunyi. Viona larut dalam pikiran sendiri sedangkan dokter Niko juga fokus berkendara. Saat merasa tak nyaman, dokter Niko melirik Viona dari ekor mata
Pagi ini Melvin merasa ada yang berbeda dari Viona. Setelah pulang semalam, Viona tiba-tiba jadi sangat pendiam. Ia mandi dan langsung tidur tanpa mengatakan apapun pada Melvin yang saat itu juga tak bertanya. Seperti sekarang, Viona mengisi paginya dengan sibuk di meja balkon. Ia membuat beberapa desain sedari subuh lalu sampai jam 8 pagi tetap fokus ke sana. "Apa dia marah padaku?!" Gumam Melvin yang sudah rapi dengan stelan jas formal miliknya berdiri di belakang kaca balkon yang terbuka setengah. Pakaian itu di sediakan oleh Viona yang tak lupa akan kewajibannya. Hanya saja, sedari tadi gadis itu tak pernah bicara sama sekali. Karena tak nyaman di kondisi seperti ini, Melvin berjalan mendekati meja balkon. "Ini hari pertamaku masuk perusahaan sebagai presdir. Kau tak ingin memberi semangat?" Ucap Melvin terus menatap wajah cantik Viona yang pagi ini memakai bathrobe santai. "Semangat!" Singkat tanpa mengalihkan pandangan dari lembaran-lembaran kertas yang ia susun rapi. "K
Setelah berusaha tak memikirkan soal masalah pagi ini, akhirnya Viona dengan tenang bertemu nyonya Melinda. Tepat di restoran China tak jauh dari boutique miliknya, Viona menyapa sosok wanita paruh baya yang memakai hijab yang anggun. Senyuman wanita paruh baya itu terkesan hangat dengan kedua mata tenggelam karena pipinya terangkat. Ada ketulusan yang tak bisa Viona jabarkan. "Akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Nona!" "Jangan terlalu formal, nyonya! Kita sudah sering bertemu, panggil nama saja," Segan Viona menolak halus. Hal itu membuat nyonya Melinda tersenyum geli tapi ia memang sudah dekat dengan Viona. "Aku sudah lama tak menemui mu karena memang sibuk di negara asal suamiku akhir-akhir ini. Tampaknya kau juga sibuk, nak!" "Begitulah, mengurus boutique memang cukup melelahkan," Jawab Viona sambil tersenyum. Sepertinya nyonya Melinda belum tahu kabar pernikahan Viona yang juga tak mau memberitahukannya. "Bagaimana kabarmu? Nak!" "Baik, nyonya! Dan ini beberapa desain ga
Melvin tengah sibuk di ruang kerjanya. Ia fokus pada tumpukan berkas itu mengabaikan Barbara yang sudah lama duduk di sofa menegguk vodka ke tiga. Lama kelamaan melihat Melvin yang terlalu sibuk, ia jadi bosan. "Kalian mulai tak asik. Justin sibuk dengan dunia liarnya dan kau sekarang sudah jadi pak tua di meja perusahaan. Siapa yang akan menemaniku minum?!" Rutuknya menaikan kaki ke atas meja sofa. Tanpa mengalihkan mata dari kertas di tangannya, Melvin menyahut. "Dimana Niko?" "Dia tadi ada di rumah sakit. Mungkin ada operasi besar pagi tadi, biasalah!" Jawab Barbara mendengus. Melvin hanya tersenyum kecut. Ia melonggarkan dasinya lalu mengambil ponsel yang sedari tadi berbunyi notif pesan hanya saja Melvin tak begitu fokus. "Pergilah bermain ke club.""Kalian ini sama saja. Apa setelah menikah kau jadi di kekang istri kecilmu?! Kuat sekali dia," Jengah Barbara tapi segera diam kala Melvin tampak serius menatap ponsel. "Ada yang mencuri sahammu?" "Niko menemui istirku?" Gumam
Melvin membawa Viona masuk ke mobil. Wajahnya di penuhi kemalut amarah sampai membanting pintu mobil keras mengejutkan Viona. "Kau kenapa?" Tanya Viona kala Melvin sudah duduk di kursi kemudi. Bukannya menjelaskan, Melvin justru membentaknya sampai Viona terperanjat. "APA KAU BEGITU SENANG BERADA BERSAMANYA?!!" "A..aku.." "Kau berani pamit padaku untuk berjalan bersama lelaki lain. Apa maksudmu dengan ini semua?" Geram Melvin terbawa emosi. Viona diam dan jujur ia takut dengan bentakan dan amarah Melvin. Tapi, ia tak merasa jika ini salah. "Ini di depan umum, Viona! Mereka tahu kau istriku dan kau dengan lantang bersenang-senang dengan pria lain, apa pandangan mereka terhadap keluargaku nanti?" Degg.. Hati Viona berdenyut sakit. Melvin marah hanya karena takut nama keluarganya tercoreng dan bahkan, tega membentaknya tanpa berbicara lembut di sedikitpun. "Mommy-ku tengah sakit. Dia sangat peduli pada nama baik keluarga kami dan bagaimana jika kau membuat ini semakin rumit. Wa
Viona membawa Melvin kembali ke mobil. Barbara tadi menyusul dokter Niko yang pergi dalam keadaan marah membuat Viona tak enak hati. Walau ia tak tahu bagaimana harus bersikap, yang jelas Viona tak mau meninggalkan Melvin dalam keadaan bonyok seperti ini di jalanan. "Lukamu cukup parah. Ayo ke rumah sakit!" Ucap Viona mendudukan Melvin di kursi dekat kemudi. "Aku masih bisa mengemudi." "Aku saja," Jawab Viona seadanya. Viona masuk ke mobil lalu duduk di kursi kemudi dengan tas di atas pahanya. Melvin diam menatap wajah tenang Viona dengan rumit. Ia masih merasa bersalah soal pertengkaran tadi karena kelepasan mengatakan hal yang pasti sangat menyakiti Viona. "Maafkan aku." Viona tak menjawab. Ia fokus menyetir seakan tak mendengar perkataan Melvin barusan. Jika mengulik soal perdebatan tadi, hatinya hanya akan semakin sakit.Kebungkaman Viona tentu saja membuat Melvin gelisah, ia mengusap darah di hidungnya seraya ingin mengajak Viona bicara. "Maafkan aku. Soal tadi..aku..aku
Saat tiba di kamar, Melvin menurunkan Viona yang tadi memberontak di atas ranjang king size secara pelan. "Kau apa-apaan, ha??" Kesal Viona terduduk di tepi ranjang dengan Melvin berdiri di hadapannya. "Selesaikan dulu urusan kita." "Urusan apa?" Tanya Viona dengan ekspresi wajah datar. Melvin berjongkok di hadapan Viona. Kedua tangannya terulur menggenggam jari lentik Viona yang menghindar. "Kau ingin apa?" "Maafkan aku. Jangan marah lagi," Pinta Melvin dengan wajah melemah penuh penyesalan. Viona diam. Ia tak marah tapi kecewa, sulit baginya untuk mengambil sikap. "Tadi aku sangat emosi saat melihatmu sebahagia itu dengan pria lain. Sampai-sampai aku membentak mu dan.." "Kau masih menyukai Hellen?" Hanya itu tanggapan Viona atas penjelasan Melvin. "Tidak. Aku tak menyukainya." Senyum remeh Viona muncul. Ia mengambil tasnya yang tadi jatuh ke lantai lalu berdiri di ikuti Melvin. "Viona!" "Jangan membual lagi. Jika kau memang masih ada rasa dengannya maka selesaikan ini.
Tangan Viona gemetar memeggang test pack yang menampilkan dua garis merah. Viona bukanlah orang awam sampai tak tahu maksud dari tampilan benda itu sampai matanya mulai berkaca-kaca. "Kau sudah selesai?" Suara dokter Niko di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Bibir Viona bergetar hingga isak tangisnya luruh di depan kaca wastafel. Dokter Niko yang mendengar itu dari luar bergegas membuka pintu. "Viona!" Menghampiri wanita itu. Kedua tangannya memeggang bahu Viona yang bergetar sampai pupil matanya melihat dua garis test pack di tangan Viona. "A..aku..aku hamil.." Lirih Viona bergetar menatap dengan air mata wajah tenang dokter Niko. Sakit saat mendengar kabar jika wanita yang ia cintai hamil anak orang lain. Tetapi, di samping itu dokter Niko bahagia. "Yah. Kau hamil. Lalu, kenapa menangis, hm?" Mengusap pipi cubby menggemaskan Viona yang menggeleng tak tahu harus bagaimana. Antara senang dan s
Viona sudah di bawa ke apartemen miliknya oleh dokter Niko. Sesampainya di sana Viona berbaring sedangkan kopernya sudah dibawa ke walkcloset oleh dokter Niko yang menata pakaian Viona di lemari karena wanita itu sedang istirahat. "Apa kepalamu masih pusing?" Tanya dokter Niko dari ruang ganti. Viona tak menjawab. Dokter Niko buru-buru menyelesaikan pekerjaannya lalu keluar. Tapi, Viona tak ada di atas ranjang dan suara muntah seseorang di kamar mandi menyita perhatian dokter Niko. "Viona!" "Hoeekmm!!" Muntah di wastafel dengan keadaan lemah.Dokter Niko segera menopang bahu Viona yang ingin tumbang hingga tubuh wanita itu bersandar padanya. Wajah Viona pucat dengan perut bergejolak dan kembali memuntahkan isi perutnya walau hanya lendir putih yang keluar. "Hoeekmm..p..pergilah. A..aku muntah," Lirih Viona berusaha mendorong bahu kokoh dokter Niko yang tak bergerak sama sekali. Tak ada rasa jijik atau muak karena perasaan cemas lebih mendominasi. "Keluarkan saja. Aku akan memij
Sudah satu minggu lamanya Melvin mendampingi nyonya Amber di kediaman Harrison. Wanita paruh baya itu tak bisa keluar dari kamarnya dan hanya berbaring di atas ranjang dengan selang infus melekat. "Mom! Apa sudah baikan?" Tanya Melvin duduk di samping ranjang seraya menyuapi nyonya Amber bubur. "Kau pasti sangat repot ya, nak?" Mulai berkaca-kaca dengan wajah pucat dibuat-buat. "Mom! Bukan seperti itu. Aku ingin mommy sehat seperti semula," Ucap Melvin menggenggam tangan nyonya Amber penuh kasih sayang. Yah, Melvin memang sangat dekat dengan nyonya Amber di banding dengan adiknya yang sampai sekarang tak pernah memberi kabar apapun. "Seandainya Vero sama sepertimu, mommy pasti akan sangat bahagia." "Vero masih kuliah di luar negeri. Dia akan pulang sebentar lagi, mom! Jangan khawatir," Jelas Melvin mengusap lembut punggung tangan wanita itu. Nyonya Amber mengangguk. Sebenarnya ia jiga berharap seperti itu tapi Vero tak pernah mau pulang sama sekali. "Mom! Istirahatlah. Aku akan
Cahaya mentari di atas sana dengan lantang mengusik sepasang manusia yang masih asik berpelukan. Viona membuka matanya perlahan terbuka dan mengernyit karena tubuhnya terasa lumayan pegal.Namun, Viona terkejut saat dada bidang dokter Niko langsung terpampang jelas di wajahnya. Benar-benar seksi dan kekar sampai wajah Viona memerah namun ia dengan cepat sadar menarik diri dari dekapan dokter Niko yang terusik akan pergerakan Viona. "Kau sudah bangun?" Serak khas bangun tidur dokter Niko mengusap wajahnya. Viona sedikit menjauh. Tampilan dokter Niko terlihat lebih tampan dengan rambut acak-acakan dan kacamata masih bertengger rapi. "Maaf. Semalam kau demam dan kedinginan. Aku tak bermaksud untuk.." "Aku tahu. Terimakasih," Sela Viona percaya pada dokter Niko karena sekarang ia memakai kemeja pantai pria itu jadi tak ada yang terbuka atau berantakan. Dokter Niko duduk. Ia lega Viona tak berburuk sangka padanya. "Jik
Langit sudah berubah gelap tak berujung. Taburan bintang dan rembulan abu di atas sana bersinar dan cukup memberi penerangan bagi sepasang manusia yang sedang menikmati santapan seafood di panggang di atas bara api unggun. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda kedatangan team penyelamat sampai keduanya pasrah dan fokus mengisi perut. "Hati-hati. Masih panas," Ucap dokter Niko meniup-niup udang yang di tusuk dengan ranting kecil sudah matang lalu memberikannya pada Viona. "Kau juga makan. Jangan asik meniupkan makananku saja!" "Iya," Jawab dokter Niko mengambil kerang yang sudah matang dengan dedaunan basah sebagai alasnya. Dokter Niko makan tapi matanya menatap dalam dan hangat Viona yang sedang menikmati udang bakarnya. Vions makan dengan lahap walau bisa di katakan semua rasa yang ada memang begitu alami dan segar. "Kau seperti orang yang tak makan satu bulan," Kelakar dokter Niko seraya mengunyah daging kerangnya. Viona malu tapi ia tak bisa menghentikan mulutnya untuk mengu
Langit sudah mau berubah gelap. Bayang-bayang mentari akan terbenam di ufuk barat terlihat sangat indah di pandang. Nuansa jingga pekat yang sebentar lagi akan menghitam membentang di seluruh langit pulau. Sudah lama Viona dan Niko menunggu dengan duduk di tengah-tengah tulisan yang mereka buat tadi. Wajah keduanya terlihat lelah bahkan Viona bersandar ke bahu dokter Niko yang dengan senang hati membiarkan hal itu. "Ini sudah lama. Kenapa tak ada satu-pun orang mencari kita?" Gumam Viona memandangi mentari terbenam yang mengobati rasa bosannya. "Mungkin pulau ini memang terpencil. Mereka kesusahan mencari kita." Grrr.. Suara perut Viona berbunyi hingga membuat wajah cantiknya bersemu malu. Dokter Niko tersenyum gemas kala Viona menunduk seraya memeggangi perutnya yang sudah membuat kegaduhan. "Lapar?" "I..iya," Gumam Viona mengangguk malu-malu. Dokter Niko mengusap lembut kepala Viona lalu mengedarkan pandangan ke area laut dan pesisir pulau. "Tunggu disini. Aku akan coba men
Wajah Viona masih mematung kosong seakan tak menyangka jika nyonya Amber tega melakukan itu. Ia kira selama ini ketidaksukaan mertuanya hanya sekedar belum menerima pernikahan mereka tapi, ternyata wanita itu mencoba melenyapkan dirinya dengan cara yang begitu kejam. Dokter Niko melihat keterkejutan Viona sampai wanita itu tak dapat berkata-kata. Kedua mata menyorot kosong dan seakan ini pukulan berat untuknya. "Maafkan aku. Jika tak memberitahumu aku hanya takut jika kedepannya akan ada lagi rencana pembunuh untukmu. Mungkin, saat itu aku tak bisa menghentikannya lagi." Viona hanya diam. Kenyataan ini terlalu berat baginya sampai kedua mata indah itu di genangi air bening siap tumpah kapan saja. Ibu mertuaku sendiri mencoba membunuhku. Apa aku seburuk itu sampai dia tak pernah sudi menerimaku jadi istri putranya?! Memikirkan itu Viona semakin tak bisa membendung air mata. Kepala tertunduk dengan tangan mengusap bulir bening yang jatuh tanpa di pinta. "A..apa aku seburuk itu?"
Gelombang air laut pantai ini perlahan lebih kuat kala sudah menjauh dari bibir pantai. Jet sky milik Viona masih melaju dengan stabil bahkan, tampaknya wanita itu menikmati suguhan pemandangan dan riak air yang dingin."Vionaa!!" Panggil dokter Niko setengah berteriak membuat Viona di depan sana menoleh. "Niko?" Gumam Viona bingung kala dokter Niko tampak mengejarnya dengan Jet Sky berkecepatan penuh. Raut wajah pria itu juga terlihat panik dan melambaikan tangan agar ia berhenti. "Vionaa!! Berhentii!!" "Ada apaa?" Tanya Viona ingin memelankan laju kendaraanya tapi, tiba-tiba benda ini sama sekali tak bisa berhenti. "Kenapa ini?!" Bingung Viona berusaha memelankan kecepatan benda itu tapi nihil. Jet sky yang Viona kendarai semakin melaju pesat melalang buana di lautan lepas. Bahkan, dokter Niko yang tadi ada di belakang seketika berusaha mengejar Viona yang sudah sangat menjahui wilayah aman di pantai. "Vionaa!!!" "Nikoo!! Ini..ini tak bisa berhenti!" Panik Viona mulai tak
Pagi ini Melvin mengajak Viona untuk bermain Jetski di pantai. Mentari hangat yang tak begitu panas juga mendukung kegiatan mereka seakan melupakan kejadian buruk tadi malam. Melvin sudah terlihat tampan dan gagah dengan celana pendek tanpa atasan memamerkan bentuk tubuh atletisnya berdiri di dekat Jetski. Sementara dokter Niko masih dengan kesantaian yang tak bisa di ganggu. Ia berbaring di atas kursi pantai dengan tampilan tak kalah mempesona walau berkacamata. Celana pendek selutut dengan atasan kemeja pantai lengan pendek. Dua kancing di atas terbuka memperlihatkan tonjolan otot dada bidang seksi tanpa bulunya. Di lihat dari segi tampilan, Melvin dan dokter Niko sudah jelas berbeda. Meski keduanya tampak begitu tampan penuh pesona hanya saja, dokter Niko tak begitu suka memamerkan bentuk tubuh. "Heeey!!! Kalian tak menunggukuu??" Suara Barbara datang dari arah resort berlari hanya menggunakan boxer membuat Melvin dan dokter Niko membelo jengah. "Istriku akan kesini! Pakailah