Setelah berusaha tak memikirkan soal masalah pagi ini, akhirnya Viona dengan tenang bertemu nyonya Melinda. Tepat di restoran China tak jauh dari boutique miliknya, Viona menyapa sosok wanita paruh baya yang memakai hijab yang anggun. Senyuman wanita paruh baya itu terkesan hangat dengan kedua mata tenggelam karena pipinya terangkat. Ada ketulusan yang tak bisa Viona jabarkan. "Akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Nona!" "Jangan terlalu formal, nyonya! Kita sudah sering bertemu, panggil nama saja," Segan Viona menolak halus. Hal itu membuat nyonya Melinda tersenyum geli tapi ia memang sudah dekat dengan Viona. "Aku sudah lama tak menemui mu karena memang sibuk di negara asal suamiku akhir-akhir ini. Tampaknya kau juga sibuk, nak!" "Begitulah, mengurus boutique memang cukup melelahkan," Jawab Viona sambil tersenyum. Sepertinya nyonya Melinda belum tahu kabar pernikahan Viona yang juga tak mau memberitahukannya. "Bagaimana kabarmu? Nak!" "Baik, nyonya! Dan ini beberapa desain ga
Melvin tengah sibuk di ruang kerjanya. Ia fokus pada tumpukan berkas itu mengabaikan Barbara yang sudah lama duduk di sofa menegguk vodka ke tiga. Lama kelamaan melihat Melvin yang terlalu sibuk, ia jadi bosan. "Kalian mulai tak asik. Justin sibuk dengan dunia liarnya dan kau sekarang sudah jadi pak tua di meja perusahaan. Siapa yang akan menemaniku minum?!" Rutuknya menaikan kaki ke atas meja sofa. Tanpa mengalihkan mata dari kertas di tangannya, Melvin menyahut. "Dimana Niko?" "Dia tadi ada di rumah sakit. Mungkin ada operasi besar pagi tadi, biasalah!" Jawab Barbara mendengus. Melvin hanya tersenyum kecut. Ia melonggarkan dasinya lalu mengambil ponsel yang sedari tadi berbunyi notif pesan hanya saja Melvin tak begitu fokus. "Pergilah bermain ke club.""Kalian ini sama saja. Apa setelah menikah kau jadi di kekang istri kecilmu?! Kuat sekali dia," Jengah Barbara tapi segera diam kala Melvin tampak serius menatap ponsel. "Ada yang mencuri sahammu?" "Niko menemui istirku?" Gumam
Melvin membawa Viona masuk ke mobil. Wajahnya di penuhi kemalut amarah sampai membanting pintu mobil keras mengejutkan Viona. "Kau kenapa?" Tanya Viona kala Melvin sudah duduk di kursi kemudi. Bukannya menjelaskan, Melvin justru membentaknya sampai Viona terperanjat. "APA KAU BEGITU SENANG BERADA BERSAMANYA?!!" "A..aku.." "Kau berani pamit padaku untuk berjalan bersama lelaki lain. Apa maksudmu dengan ini semua?" Geram Melvin terbawa emosi. Viona diam dan jujur ia takut dengan bentakan dan amarah Melvin. Tapi, ia tak merasa jika ini salah. "Ini di depan umum, Viona! Mereka tahu kau istriku dan kau dengan lantang bersenang-senang dengan pria lain, apa pandangan mereka terhadap keluargaku nanti?" Degg.. Hati Viona berdenyut sakit. Melvin marah hanya karena takut nama keluarganya tercoreng dan bahkan, tega membentaknya tanpa berbicara lembut di sedikitpun. "Mommy-ku tengah sakit. Dia sangat peduli pada nama baik keluarga kami dan bagaimana jika kau membuat ini semakin rumit. Wa
Viona membawa Melvin kembali ke mobil. Barbara tadi menyusul dokter Niko yang pergi dalam keadaan marah membuat Viona tak enak hati. Walau ia tak tahu bagaimana harus bersikap, yang jelas Viona tak mau meninggalkan Melvin dalam keadaan bonyok seperti ini di jalanan. "Lukamu cukup parah. Ayo ke rumah sakit!" Ucap Viona mendudukan Melvin di kursi dekat kemudi. "Aku masih bisa mengemudi." "Aku saja," Jawab Viona seadanya. Viona masuk ke mobil lalu duduk di kursi kemudi dengan tas di atas pahanya. Melvin diam menatap wajah tenang Viona dengan rumit. Ia masih merasa bersalah soal pertengkaran tadi karena kelepasan mengatakan hal yang pasti sangat menyakiti Viona. "Maafkan aku." Viona tak menjawab. Ia fokus menyetir seakan tak mendengar perkataan Melvin barusan. Jika mengulik soal perdebatan tadi, hatinya hanya akan semakin sakit.Kebungkaman Viona tentu saja membuat Melvin gelisah, ia mengusap darah di hidungnya seraya ingin mengajak Viona bicara. "Maafkan aku. Soal tadi..aku..aku
Saat tiba di kamar, Melvin menurunkan Viona yang tadi memberontak di atas ranjang king size secara pelan. "Kau apa-apaan, ha??" Kesal Viona terduduk di tepi ranjang dengan Melvin berdiri di hadapannya. "Selesaikan dulu urusan kita." "Urusan apa?" Tanya Viona dengan ekspresi wajah datar. Melvin berjongkok di hadapan Viona. Kedua tangannya terulur menggenggam jari lentik Viona yang menghindar. "Kau ingin apa?" "Maafkan aku. Jangan marah lagi," Pinta Melvin dengan wajah melemah penuh penyesalan. Viona diam. Ia tak marah tapi kecewa, sulit baginya untuk mengambil sikap. "Tadi aku sangat emosi saat melihatmu sebahagia itu dengan pria lain. Sampai-sampai aku membentak mu dan.." "Kau masih menyukai Hellen?" Hanya itu tanggapan Viona atas penjelasan Melvin. "Tidak. Aku tak menyukainya." Senyum remeh Viona muncul. Ia mengambil tasnya yang tadi jatuh ke lantai lalu berdiri di ikuti Melvin. "Viona!" "Jangan membual lagi. Jika kau memang masih ada rasa dengannya maka selesaikan ini.
Malam ini Melvin tiba-tiba jadi begitu santai. Tak ada panggilan dari perusahaan bahkan, ia lebih banyak memperhatikan Viona yang justru menyibukkan diri. Melvin berbaring di atas ranjang dan ia mendesain di sofa. Walau Melvin kerap kali meminta maaf soal pertengkaran di mobil tadi, Viona masih merasa engan bahkan terkesan menghindar. "Sayang!" Panggil Melvin karena jenuh menunggu Viona selesai bekerja. Viona hanya menatap kilas lalu fokus lagi ke kertas dan ponselnya. Hal itu membuat Melvin turun dari ranjang lalu berjalan mendekati Viona. "Ini sudah malam, ayo tidur!""Kau duluan saja," Gumam Viona terkesan tak peduli tapi jujur, Viona sangat ingin momen lengang seperti ini bertahan lama. "Ayo, tidur!" "Aku masih banyak pekerjaan." "Akan-ku temani." Viona tersentak saat Melvin duduk di sampingnya bahkan lengan pria itu melingkar di pinggang Viona. "Kauu.." "Besok pagi, apa kau mau menemaniku melakukan perjalanan?" Tanya Melvin pada Viona terdiam. "Kemana?" "Ikut saja. Bi
Pagi ini Melvin sudah bersiap lebih awal dari Viona yang masih berendam di dalam bathub. Gadis berambut panjang sepunggung dengan tubuh mungil tapi tak bisa di remehkan itu sudah berganti menjadi wanita bersuami seutuhnya. Perasaan malu tapi juga bahagia memenuhi dada Viona dan Melvin. Penyatuan mereka tadi malam benar-benar membuat hubungan keduanya membaik. "Sayang! Sudah selesai?" Melvin muncul dari depan pintu kamar dan sudah rapi dengan stelan santai tapi kasual. "Sudah, bisa tolong ambilkan handukku?" Melvin masuk segera mengambil handuk di lemari kaca kamar mandi lalu mendekati Viona. Senyum puas Melvin tertuai melihat area leher dan dada Viona di penuhi bekas kissmark darinya. Merasa di pandangi seperti itu, Viona sontak menutup area dada dan bawahannya. "Kenapa memandangku seperti itu?" Malu bukan main. "Cih, kita menikah sudah lumayan lama tapi kau masih saja pemalu," Decah Melvin gemas mengecup kilas bibir Viona lalu membantu Viona keluar dari bathub. Agak kesusahan
Perjalanan yang mereka lakukan cukup memakan waktu lumayan lama. Dari bandara internasional USA mereka kembali masuk ke mobil menuju resort yang sudah di konfirmasi oleh Melvin untuk di booking selama 1 minggu. Di sepanjang perjalanan ke resort, Viona tidur. Melvin menjadikan bahunya sandaran kepala wanita itu seraya menikmati pemandangan menuju resort. "Tuan! 10 menit lagi kita akan sampai!" Ucap supir yang di angguki Melvin. Setelah beberapa lama akhirnya mereka sampai ke resort mewah yang sangat dekat dengan pantai terindah pertama di negara ini. "Sayang!" Melvin menepuk pipi Viona halus hingga kedua kelopak mata Viona mengkerut. "Sayang, bangun! Kita sudah sampai." "Emm...sudah?" Tanya Viona meneggakan kepalanya dan melihat ke luar jendela mobil. Saat pemandangan laut biru dan suasana pantai yang asri ini tampak, Viona langsung mengucek kedua matanya. "Inii.." "Ini pantai dan kita akan menginap di resort. Kau suka?" Tanya Melvin memeluk bahu Viona yang menatapnya dengan
Tangan Viona gemetar memeggang test pack yang menampilkan dua garis merah. Viona bukanlah orang awam sampai tak tahu maksud dari tampilan benda itu sampai matanya mulai berkaca-kaca. "Kau sudah selesai?" Suara dokter Niko di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Bibir Viona bergetar hingga isak tangisnya luruh di depan kaca wastafel. Dokter Niko yang mendengar itu dari luar bergegas membuka pintu. "Viona!" Menghampiri wanita itu. Kedua tangannya memeggang bahu Viona yang bergetar sampai pupil matanya melihat dua garis test pack di tangan Viona. "A..aku..aku hamil.." Lirih Viona bergetar menatap dengan air mata wajah tenang dokter Niko. Sakit saat mendengar kabar jika wanita yang ia cintai hamil anak orang lain. Tetapi, di samping itu dokter Niko bahagia. "Yah. Kau hamil. Lalu, kenapa menangis, hm?" Mengusap pipi cubby menggemaskan Viona yang menggeleng tak tahu harus bagaimana. Antara senang dan s
Viona sudah di bawa ke apartemen miliknya oleh dokter Niko. Sesampainya di sana Viona berbaring sedangkan kopernya sudah dibawa ke walkcloset oleh dokter Niko yang menata pakaian Viona di lemari karena wanita itu sedang istirahat. "Apa kepalamu masih pusing?" Tanya dokter Niko dari ruang ganti. Viona tak menjawab. Dokter Niko buru-buru menyelesaikan pekerjaannya lalu keluar. Tapi, Viona tak ada di atas ranjang dan suara muntah seseorang di kamar mandi menyita perhatian dokter Niko. "Viona!" "Hoeekmm!!" Muntah di wastafel dengan keadaan lemah.Dokter Niko segera menopang bahu Viona yang ingin tumbang hingga tubuh wanita itu bersandar padanya. Wajah Viona pucat dengan perut bergejolak dan kembali memuntahkan isi perutnya walau hanya lendir putih yang keluar. "Hoeekmm..p..pergilah. A..aku muntah," Lirih Viona berusaha mendorong bahu kokoh dokter Niko yang tak bergerak sama sekali. Tak ada rasa jijik atau muak karena perasaan cemas lebih mendominasi. "Keluarkan saja. Aku akan memij
Sudah satu minggu lamanya Melvin mendampingi nyonya Amber di kediaman Harrison. Wanita paruh baya itu tak bisa keluar dari kamarnya dan hanya berbaring di atas ranjang dengan selang infus melekat. "Mom! Apa sudah baikan?" Tanya Melvin duduk di samping ranjang seraya menyuapi nyonya Amber bubur. "Kau pasti sangat repot ya, nak?" Mulai berkaca-kaca dengan wajah pucat dibuat-buat. "Mom! Bukan seperti itu. Aku ingin mommy sehat seperti semula," Ucap Melvin menggenggam tangan nyonya Amber penuh kasih sayang. Yah, Melvin memang sangat dekat dengan nyonya Amber di banding dengan adiknya yang sampai sekarang tak pernah memberi kabar apapun. "Seandainya Vero sama sepertimu, mommy pasti akan sangat bahagia." "Vero masih kuliah di luar negeri. Dia akan pulang sebentar lagi, mom! Jangan khawatir," Jelas Melvin mengusap lembut punggung tangan wanita itu. Nyonya Amber mengangguk. Sebenarnya ia jiga berharap seperti itu tapi Vero tak pernah mau pulang sama sekali. "Mom! Istirahatlah. Aku akan
Cahaya mentari di atas sana dengan lantang mengusik sepasang manusia yang masih asik berpelukan. Viona membuka matanya perlahan terbuka dan mengernyit karena tubuhnya terasa lumayan pegal.Namun, Viona terkejut saat dada bidang dokter Niko langsung terpampang jelas di wajahnya. Benar-benar seksi dan kekar sampai wajah Viona memerah namun ia dengan cepat sadar menarik diri dari dekapan dokter Niko yang terusik akan pergerakan Viona. "Kau sudah bangun?" Serak khas bangun tidur dokter Niko mengusap wajahnya. Viona sedikit menjauh. Tampilan dokter Niko terlihat lebih tampan dengan rambut acak-acakan dan kacamata masih bertengger rapi. "Maaf. Semalam kau demam dan kedinginan. Aku tak bermaksud untuk.." "Aku tahu. Terimakasih," Sela Viona percaya pada dokter Niko karena sekarang ia memakai kemeja pantai pria itu jadi tak ada yang terbuka atau berantakan. Dokter Niko duduk. Ia lega Viona tak berburuk sangka padanya. "Jik
Langit sudah berubah gelap tak berujung. Taburan bintang dan rembulan abu di atas sana bersinar dan cukup memberi penerangan bagi sepasang manusia yang sedang menikmati santapan seafood di panggang di atas bara api unggun. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda kedatangan team penyelamat sampai keduanya pasrah dan fokus mengisi perut. "Hati-hati. Masih panas," Ucap dokter Niko meniup-niup udang yang di tusuk dengan ranting kecil sudah matang lalu memberikannya pada Viona. "Kau juga makan. Jangan asik meniupkan makananku saja!" "Iya," Jawab dokter Niko mengambil kerang yang sudah matang dengan dedaunan basah sebagai alasnya. Dokter Niko makan tapi matanya menatap dalam dan hangat Viona yang sedang menikmati udang bakarnya. Vions makan dengan lahap walau bisa di katakan semua rasa yang ada memang begitu alami dan segar. "Kau seperti orang yang tak makan satu bulan," Kelakar dokter Niko seraya mengunyah daging kerangnya. Viona malu tapi ia tak bisa menghentikan mulutnya untuk mengu
Langit sudah mau berubah gelap. Bayang-bayang mentari akan terbenam di ufuk barat terlihat sangat indah di pandang. Nuansa jingga pekat yang sebentar lagi akan menghitam membentang di seluruh langit pulau. Sudah lama Viona dan Niko menunggu dengan duduk di tengah-tengah tulisan yang mereka buat tadi. Wajah keduanya terlihat lelah bahkan Viona bersandar ke bahu dokter Niko yang dengan senang hati membiarkan hal itu. "Ini sudah lama. Kenapa tak ada satu-pun orang mencari kita?" Gumam Viona memandangi mentari terbenam yang mengobati rasa bosannya. "Mungkin pulau ini memang terpencil. Mereka kesusahan mencari kita." Grrr.. Suara perut Viona berbunyi hingga membuat wajah cantiknya bersemu malu. Dokter Niko tersenyum gemas kala Viona menunduk seraya memeggangi perutnya yang sudah membuat kegaduhan. "Lapar?" "I..iya," Gumam Viona mengangguk malu-malu. Dokter Niko mengusap lembut kepala Viona lalu mengedarkan pandangan ke area laut dan pesisir pulau. "Tunggu disini. Aku akan coba men
Wajah Viona masih mematung kosong seakan tak menyangka jika nyonya Amber tega melakukan itu. Ia kira selama ini ketidaksukaan mertuanya hanya sekedar belum menerima pernikahan mereka tapi, ternyata wanita itu mencoba melenyapkan dirinya dengan cara yang begitu kejam. Dokter Niko melihat keterkejutan Viona sampai wanita itu tak dapat berkata-kata. Kedua mata menyorot kosong dan seakan ini pukulan berat untuknya. "Maafkan aku. Jika tak memberitahumu aku hanya takut jika kedepannya akan ada lagi rencana pembunuh untukmu. Mungkin, saat itu aku tak bisa menghentikannya lagi." Viona hanya diam. Kenyataan ini terlalu berat baginya sampai kedua mata indah itu di genangi air bening siap tumpah kapan saja. Ibu mertuaku sendiri mencoba membunuhku. Apa aku seburuk itu sampai dia tak pernah sudi menerimaku jadi istri putranya?! Memikirkan itu Viona semakin tak bisa membendung air mata. Kepala tertunduk dengan tangan mengusap bulir bening yang jatuh tanpa di pinta. "A..apa aku seburuk itu?"
Gelombang air laut pantai ini perlahan lebih kuat kala sudah menjauh dari bibir pantai. Jet sky milik Viona masih melaju dengan stabil bahkan, tampaknya wanita itu menikmati suguhan pemandangan dan riak air yang dingin."Vionaa!!" Panggil dokter Niko setengah berteriak membuat Viona di depan sana menoleh. "Niko?" Gumam Viona bingung kala dokter Niko tampak mengejarnya dengan Jet Sky berkecepatan penuh. Raut wajah pria itu juga terlihat panik dan melambaikan tangan agar ia berhenti. "Vionaa!! Berhentii!!" "Ada apaa?" Tanya Viona ingin memelankan laju kendaraanya tapi, tiba-tiba benda ini sama sekali tak bisa berhenti. "Kenapa ini?!" Bingung Viona berusaha memelankan kecepatan benda itu tapi nihil. Jet sky yang Viona kendarai semakin melaju pesat melalang buana di lautan lepas. Bahkan, dokter Niko yang tadi ada di belakang seketika berusaha mengejar Viona yang sudah sangat menjahui wilayah aman di pantai. "Vionaa!!!" "Nikoo!! Ini..ini tak bisa berhenti!" Panik Viona mulai tak
Pagi ini Melvin mengajak Viona untuk bermain Jetski di pantai. Mentari hangat yang tak begitu panas juga mendukung kegiatan mereka seakan melupakan kejadian buruk tadi malam. Melvin sudah terlihat tampan dan gagah dengan celana pendek tanpa atasan memamerkan bentuk tubuh atletisnya berdiri di dekat Jetski. Sementara dokter Niko masih dengan kesantaian yang tak bisa di ganggu. Ia berbaring di atas kursi pantai dengan tampilan tak kalah mempesona walau berkacamata. Celana pendek selutut dengan atasan kemeja pantai lengan pendek. Dua kancing di atas terbuka memperlihatkan tonjolan otot dada bidang seksi tanpa bulunya. Di lihat dari segi tampilan, Melvin dan dokter Niko sudah jelas berbeda. Meski keduanya tampak begitu tampan penuh pesona hanya saja, dokter Niko tak begitu suka memamerkan bentuk tubuh. "Heeey!!! Kalian tak menunggukuu??" Suara Barbara datang dari arah resort berlari hanya menggunakan boxer membuat Melvin dan dokter Niko membelo jengah. "Istriku akan kesini! Pakailah