Setelah melakukan perjalanan yang menyenangkan akhirnya mereka sampai ke Vio Boutique Fashion milik Viona yang tampak ramai. "Ini?" "Iya. Kecil memang, tapi cukup strategis," Jawab Viona dengan senang hati menunjukan tempat itu. dokter Niko memasukan mobil ke dalam gerbang di depan sana lalu berhenti untuk memarkir mobil. Ia melihat kiri kanan parkiran yang penuh. Senyumnya terulas senang dan kagum melihat ramai pengunjung disini. "Tempatmu luar biasa bisa seramai ini." "Bisa saja. Kau ingin masuk?" Tanya Viona seraya melepas seatbelt di tubuhnya. "Kalau boleh?" "Jelas boleh. Ayo!" Ajak Viona turun dari mobil. Dokter Niko tersenyum senang juga ikut turun lalu mendekati Viona yang terlihat selalu ceria. "Ini di bangun 1 tahun yang lalu. Setelah-ku selesai kuliah aku baru merintis boutique ini." "Kau kuliah desain?" Tanya dokter Niko seraya berjalan di samping Viona dan melihat ke sekeliling. "Iya. Kebetulan papaku punya pabrik kain yang kecil jadi, aku ingin membuat dua tempa
Menghabiskan waktu berjam-jam ada di ruangannya untuk mendesain tentu saja di lakukan Viona. Ia mengalihkan emosi yang tadi mengacaukan pikirannya pada goresan pensil di kertas. Tak terasa sudah pukul 7 malam. Tak ada yang menelpon Viona yang juga tak ingat lagi akan waktu pulang. "Nona!" Lily mengetuk pintu ruangan Viona. Tapi, sosok gadis berpita dengan wajah mungil cantik itu terlalu fokus tak begitu dengar. "Nona!" Dua ketukan terakhir menyadarkan Viona. Ia menghela nafas segera melirik jam di pergelangan tangannya. "Astaga!" Syok terperanjat. "Nona! Kau kenapa?" Suara Lily cemas dari luar. Viona bergegas membereskan meja dan beberapa kertas yang ia coret tadi. Tong sampah di dekat kursi sudah penuh menunjukan betapa keras ia berpikir. "Nona!" "Sebentar!" Jawab Viona segera mendekati pintu. Ia membuka pelan hingga tampaklah gadis muda yang tak begitu jauh darinya. "Nona!
Malam ini Melvin membawa Viona pergi jalan-jalan di sekitar kota. Keduanya terlihat menikmati momen dimana ada festival di lapangan luas yang sudah di terangi banyak lampion cantik berbagai macam bentuk siap di terbangkan.Bisa di katakan malam ini kencan pertama mereka. Biasanya baik Viona atau Melvin hanya bertemu ketika di suasana kerja atau beberapa waktu mendesak. "Nyalakan lampionmu!" Pinta Viona berdiri di samping Melvin yang sudah memeggang lampion emas berbentuk love begitu juga yang di peggang Viona. Sudah banyak pasangan kekasih yang ada di sekitarnya. Penyedia lampion tak jauh dari tempat mereka berdiri tengah melayani pengunjung yang datang. "KITA TERBANGKAN BERSAMA! SEBELUM ITU, BISA BUAT PERMINTAAN DULU!" Suara penyiar yang ada di tengah-tengah mereka. Semua orang memeggang lampion dengan bentuk kesukaan masing-masing. Viona memeggang lampionnya yang sudah menyala begitu juga Melvin dan yang lain. Mereka mulai
Kepulangan Melvin langsung mendapat masalah besar. Nyonya Amber tiba-tiba saja kembali kambuh hingga pria itu bergegas ke kamar mommynya. Kambuhnya penyakit nyonya Amber tentu karena terlalu memikirkan soal pesta peresmian jabatan Melvin yang gagal. Dokter Farhat sampai datang langsung memeriksa wanita itu. "Mommy!" Paniknya mendekat ke arah ranjang dimana nyonya Amber di baringkan. "Melvin!" "Mom! Apa yang terjadi? Kenapa sampai begini?" Tanya Melvin duduk di tepi ranjang menatap dokter Farhat. Wajahnya cemas menyimpan kekhawatiran. Apalagi, nyonya Amber terlihat pucat dan begitu lemah di infus. "Tuan muda. Nyonya mengalami tekanan berat alhasil, berpengaruh pada organ dalamnya. Apalagi, nyonya punya penyakit jantung kronis jadi hal yang membuatnya syok dan tertekan akan sangat berdampak buruk.""Mom! Maafkan aku," Gumam Melvin menggenggam tangan nyonya Amber yang menatapnya sayu. "Melvin! Kau baru pulan
Awan gelap yang tadi menggumpal di atas sana sudah tak lagi menahan lama. Tepat saat mereka sudah masuk ke mobil, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Dokter Niko menyalakan penghangat di dalam mobil karena udaranya cukup dingin. "Untung saja kita cepat. Jika tidak pasti sudah basah," Gumam Viona memasang seatbelt dengan rapi. "Kalau kau menunggu di sana lebih dari 1 jam. Kau pasti akan jadi bebek beku." "Tapi, untungnya kau datang," Ujar Viona tersenyum tulus. Dokter Niko juga membalas senyum itu tak kalah hangat. Ia menghidupkan mesin mobil dan melaju stabil melewati jalanan yang tak begitu ramai. Viona memeluk dirinya sendiri seraya bersandar ke kursi. Ia melihat kaca jendela mobil yang di aliri butiran air yang memanjang dengan kosong. Untuk sesaat suasana jadi sunyi. Viona larut dalam pikiran sendiri sedangkan dokter Niko juga fokus berkendara. Saat merasa tak nyaman, dokter Niko melirik Viona dari ekor mata
Pagi ini Melvin merasa ada yang berbeda dari Viona. Setelah pulang semalam, Viona tiba-tiba jadi sangat pendiam. Ia mandi dan langsung tidur tanpa mengatakan apapun pada Melvin yang saat itu juga tak bertanya. Seperti sekarang, Viona mengisi paginya dengan sibuk di meja balkon. Ia membuat beberapa desain sedari subuh lalu sampai jam 8 pagi tetap fokus ke sana. "Apa dia marah padaku?!" Gumam Melvin yang sudah rapi dengan stelan jas formal miliknya berdiri di belakang kaca balkon yang terbuka setengah. Pakaian itu di sediakan oleh Viona yang tak lupa akan kewajibannya. Hanya saja, sedari tadi gadis itu tak pernah bicara sama sekali. Karena tak nyaman di kondisi seperti ini, Melvin berjalan mendekati meja balkon. "Ini hari pertamaku masuk perusahaan sebagai presdir. Kau tak ingin memberi semangat?" Ucap Melvin terus menatap wajah cantik Viona yang pagi ini memakai bathrobe santai. "Semangat!" Singkat tanpa mengalihkan pandangan dari lembaran-lembaran kertas yang ia susun rapi. "K
Setelah berusaha tak memikirkan soal masalah pagi ini, akhirnya Viona dengan tenang bertemu nyonya Melinda. Tepat di restoran China tak jauh dari boutique miliknya, Viona menyapa sosok wanita paruh baya yang memakai hijab yang anggun. Senyuman wanita paruh baya itu terkesan hangat dengan kedua mata tenggelam karena pipinya terangkat. Ada ketulusan yang tak bisa Viona jabarkan. "Akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Nona!" "Jangan terlalu formal, nyonya! Kita sudah sering bertemu, panggil nama saja," Segan Viona menolak halus. Hal itu membuat nyonya Melinda tersenyum geli tapi ia memang sudah dekat dengan Viona. "Aku sudah lama tak menemui mu karena memang sibuk di negara asal suamiku akhir-akhir ini. Tampaknya kau juga sibuk, nak!" "Begitulah, mengurus boutique memang cukup melelahkan," Jawab Viona sambil tersenyum. Sepertinya nyonya Melinda belum tahu kabar pernikahan Viona yang juga tak mau memberitahukannya. "Bagaimana kabarmu? Nak!" "Baik, nyonya! Dan ini beberapa desain ga
Melvin tengah sibuk di ruang kerjanya. Ia fokus pada tumpukan berkas itu mengabaikan Barbara yang sudah lama duduk di sofa menegguk vodka ke tiga. Lama kelamaan melihat Melvin yang terlalu sibuk, ia jadi bosan. "Kalian mulai tak asik. Justin sibuk dengan dunia liarnya dan kau sekarang sudah jadi pak tua di meja perusahaan. Siapa yang akan menemaniku minum?!" Rutuknya menaikan kaki ke atas meja sofa. Tanpa mengalihkan mata dari kertas di tangannya, Melvin menyahut. "Dimana Niko?" "Dia tadi ada di rumah sakit. Mungkin ada operasi besar pagi tadi, biasalah!" Jawab Barbara mendengus. Melvin hanya tersenyum kecut. Ia melonggarkan dasinya lalu mengambil ponsel yang sedari tadi berbunyi notif pesan hanya saja Melvin tak begitu fokus. "Pergilah bermain ke club.""Kalian ini sama saja. Apa setelah menikah kau jadi di kekang istri kecilmu?! Kuat sekali dia," Jengah Barbara tapi segera diam kala Melvin tampak serius menatap ponsel. "Ada yang mencuri sahammu?" "Niko menemui istirku?" Gumam