Beranda / Pernikahan / Suamiku, Adik Iparku / Cerita 7 - Istri Tak Dianggap

Share

Cerita 7 - Istri Tak Dianggap

Penulis: Mentari Putri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Lionel, apa yang kau lakukan di sini?” Lia terkejut melihat kemunculannya di depan rumahnya bersamanya.

Lelaki penolongku tercekat, melemparkan pandangan secara bergantian kepada kami berdua.

“Lia?” Ekspresi Lionel sama kagetnya dengan ekspresi yang diperlihatkan oleh adikku.

“Kau mengenal adikku?” Kulontarkan tanya padanya.

“Dia adikmu?” Lionel tercekat mengetahui fakta tersebut. Kulihat dia kesulitan menelan salivanya, menghadapi kenyataan yang jelas menampar dirinya.

Ferry berdiri di depan pintu, tangannya terkepal di sisi tubuhnya, ekspresinya menegang. Aku melihat api kecemburuan membakar dari sorot matanya yang membara.

“Lia, masuk!” perintahnya. Suaranya terdengar sangat dingin dan tak terbantahkan.

“Ta-tapi, Mas ... “ Lia hendak membantah, namun Ferry menarik adikku dengan kasar, masuk ke dalam rumah.

Wajah Ferry memerah menahan gejolak amarah tanpa sebab pasti. Entah mengapa dia terlihat membenci situasi yang terjadi diantara aku dan penolongku.

“Kau juga, masuklah!” Kali ini perintah itu untukku. Aku tercekat. Untuk pertama kalinya kami saling berinteraksi.

“Eh, aku ... “

“Masuklah, temani Lia. Sepertinya dia syok tadi. Dia terus mengkhawatirkanmu, padahal kulihat kau baik-baik saja. Ya ‘kan?”

“Jadi, kau melihat kecelakaan itu juga tadi?” Lionel menimpali perbincangan kita.

“Bukan urusanmu!” Suara Ferry terdengar dingin. Terlihat jelas kebencian memancar dari lelaki itu.

“Maafkan sikapnya, ya?” Kuwakilkan permintaan maafku pada Lionel yang telah membantuku, tapi dia justru mendapatkan penolakan dari Ferry dan Lia. Aku memasang wajah masam pada Ferry, suamiku. Kesal atas sikapnya yang dingin dan tidak sopan menurutku.

“Ah, nggak pa-pa kok. Kalau gitu, aku pamit dulu ya?”

“Terimakasih banyak atas bantuanmu.” Aku bingung bagaimana harus memanggilnya. Dia belum memperkenalkan dirinya padaku meski aku sudah mengetahui namanya.

“Namaku Lionel. Panggil saja aku Lio.”

“Lionel.” Aku harus mengingatnya, “Namaku Saveria. Kau boleh memanggilku Ria.”

“Ria dan Lia?” Lionel bertanya-tanya. Aku tersenyum lembut padanya.

“Lia adikku. Dan dia ... “

Aku hendak melanjutkan bicara untuk memperkenalkan dirinya pada Lionel. Sayangnya, Ferry memotong ucapanku, "Aku suaminya Lia. Juga suami Ria.” Aku terheran-heran mendengar Ferry mengakui pernikahan siriku.

Seharusnya pernikahan kami menjadi rahasia, tapi berkat mulut ember Ferry, Lionel akhirnya mengetahui statusku yang sudah menikah.

Wajah kaget Lionel membuatku merasa bersalah. “Ng, aku ... “ Aku kehilangan kata-kata. Situasi ini membuatku canggung. Karena bukankah pernikahan ini hanyalah pernikahan siri biasa yang tidak melibatkan ikatan, tapi mengapa Ferry mengklaim bahwa diriku adalah istrinya. Padahal aku hanyalah istri yang tak dianggap.

Lionel terkekeh, “Apa itu artinya kalau kau menunjukkan ketidak mampuanmu mengurus satu wanita saja, hah?”

“Bukan urusanmu!"

Ferry menarikku menjauh dari Lionel. Aku melepaskan pegangannya yang erat. Menjaga jarak darinya. Kulambaikan tanganku ke arah Lionel.

“Terimakasih atas bantuanmu,” teriakku padanya.

Lionel membalas lambaianku, singkat sebelum sosoknya menghilang dari balik pagar. “Jangan lupa pijat sama tukang urut dan bawa motornya ke bengkel!” teriak Lionel sebelum pintu tertutup.

Ferry sengaja membanting pintu dengan keras. Suaranya memekakkan telinga. Kemarahan tergambar jelas di wajahnya, aku berjalan ke kamar, mengacuhkan dirinya.

“Ria,” panggilnya saat aku hendak berbalik pergi ke kamarku.

“Ya?” Berpaling aku menghadapnya, tanpa rasa bersalah.

“Seharusnya kau meminta izinku jika ingin pergi, hah?” Suara berat Ferry menyimpan peringatan.

Aku terbelalak, sejak kapan aku harus meminta izinnya setiap kali ingin berpergian. Kutatap dirinya dengan ekspresi kaget.

“Kau istriku. Jadi mau nggak mau, suka atau nggak, kau berada di bawah perlindunganku!”

Mulutku terbuka lebar, sejak kapan dia mengakui status pernikahan siri kami? Sedangkan tadi dia sama sekali tak peduli. Bahkan posisiku jatuh lebih menyedihkan dibandingkan posisi Lia, adikku yang hanya terkilir sedikit.

Sebelum motor kami terjungkal, aku sudah memastikan supaya kondisi adikku baik-baik saja, meski aku yang harus terjerembab jatuh. Tersungkur di saluran air kotor dan menjijikkan.

Ferry tahu kondisiku, tapi apakah dia peduli?

Jawabnya jelas sekali, TIDAK! Dia hanya memedulikan Lia. Mengajak istrinya itu pulang, tanpa sedikit pun bertanya bagaimana kondisiku kala itu.

Aku dibiarkan begitu saja, sedangkan keduanya pulang mengendarai motor Ferry tanpa rasa bersalah.

Sekarang dia terlihat tidak menyukaiku. Aku merasa kebencian berputar disekeliling kami. Semua itu berasal dari tatapan Ferry yang tajam dan juga dingin, memandang kami berdua.

Aku tak mengerti alasannya?

Padahal Lionel telah menolongku, namun fakta tersebut sangat dibenci oleh olehnya. Entah mengapa?

“Aku memang istrimu, Ferry. Tapi itu bukan berarti kau bisa mengatur hidupku!” Aku membalas kata-katanya.

Ferry terkejut oleh keberanianku melawannya.

“Aku di sini hanya ingin menolong kalian memiliki anak, jadi jangan harap apapun!”

“Aku tahu apa alasanmu memaksaku menikahimu. Berpura-pura kau peduli pada kami, padahal kau hanya mementingkan dirimu. Aku heran apa yang kau ucapkan pada Lia, sehingga dia menerima pernikahan ini.”

Sejenak aku hanya diam. Merespon ucapannya bukanlah jalan yang tepat untuk situasiku saat ini.

“Sejak dulu, kau menyukaiku, ‘kan?”

Tersentak. Kuatur napasku dengan tenang, tak ingin menunjukkan betapa bergemuruhnya perasaan di dadaku.

Jadi selama ini, Ferry mengetahui isi hatiku dan sengaja bersikap sedingin itu. Lagipula apa yang kuharapkan dari pernikahan yang sangat merugikan diriku.

Bodohnya aku yang harus berkorban untuk keduanya. Aku membenci diriku dan kepedulianku.

“Benar, ‘kan? Kalau kau menyukaiku.” Lelaki berstatus suamiku membuka mulutnya lagi. Menembakkan pertanyaan yang sulit aku elak. Situasi ini begitu canggung untukku, tapi Ferry terus mendesak. Seakan-akan dia memang sengaja melakukannya untuk melukaiku.

“Kau menikahiku karena ingin merebut hatiku dan menghancurkan pernikahanku dengan Lia, ‘kan?”

Seperti ada sengatan listrik super menyetrum aliran darahku. Seketika aku membeku.

Lelaki berengsek. Aku membenci fakta mengapa aku menyukainya dulu. Seharusnya aku terima takdir saja kalau memang laki-laki itu tak layak kucintai.

Nasi sudah menjadi bubur, penyesalan yang tak berguna bagiku. Percuma aku meratap nasib. Luka di hatiku semakin terbuka lebar. Sakit, tapi tak berdarah.

Sekarang waktunya menyembuhkan kekecewaan serta rasa sakit ini.

Aku sangat membenci diriku sendiri. Kenyataan, mengapa aku begitu mencintai lelaki itu membuatku menyesalinya.

“Tenang saja, Ferry. Aku memang menyukaimu dulu, tapi itu tak mengubah fakta kalau kau suamiku. Lagipula kita tidak perlu berhubungan. Hanya butuh proses inseminasi kalian berdua. Menyimpannya di rahimku. Setelah itu aku akan pergi di kehidupan kalian. Terserah apa pikiranmu tentangku, tapi yang pasti, rasa sukaku terhadapmu tidak sebesar itu. Jadi jangan percaya diri kalau aku melakukan ini demi kamu," kataku menegaskan.

“Tentu saja aku bersyukur kalau kau sudah mengubur perasaanmu itu, Ria. Karena sampai kapan pun aku takkan pernah menganggapmu sebagau istriku, apalagi jatuh cinta padamu.”

Ucapan Ferry seperti belati tajam, menghujam dada dengan sangat kuat.

Mematikan.

***

Bab terkait

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 8 - Menjaga Jarak

    Cerita 8 - Menjaga JarakPagi yang cerah, meski suasana hatiku kelabu. Aku jarang sekali keluar kamar, kecuali hanya untuk mengambil makanan, mengisi kekosongan perut.“Teteh?” Lia mengetuk pintu kamar saat seorang tamu datang berkunjung.“Kenapa?”“Ada tamu buat Teteh,” ujar Lia. Aku melirik ke sekeliling, Ferry yang kala itu sedang duduk di meja makan, menatapku tajam dari sudut matanya. Aku mengabaikan dirinya.Toh, sejak saat itu, aku terus menjaga jarak darinya. Tak ingin membuat situasi ini semakin canggung.Apalagi kami sama sekali belum mendapat jadwal bertemu dokter kandungan, setidaknya aku tak perlu berinteraksi langsung dengannya.“Siapa?” tanyaku bingung. Seumur hidupku, aku nyaris tak pernah dikunjungi seorang tamu. Bahkan dari kalangan teman sekolahku dulu.“Nggak tahu. Coba Teteh temui aja dulu!”

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 9 - Kepedulian Ferry

    Cerita 9 - Kepedulian FerryBiasanya aku menjelma jadi makhluk tak kasat mata yang tinggal di rumah adikku. Sudah hampir seminggu aku tinggal disini, tapi aku berusaha untuk tidak begitu nampak di hadapan mereka. Aku berusaha menyembunyikan diri agar mereka tak merasa terusik oleh kehadiranku.Aku hanya ingin mengganggu keharmonisan rumah tangga adikku sendiri, meski status baruku menimbulkan polemik tak berujung.Mereka beraktivitas seperti biasa, seolah-olah aku tak bersama mereka. Suara ketukan pintu kamar terdengar. Aku buru-buru mengambil hijabku, membuka pintu perlahan.Kulihat Ferry, adik ipar sekaligus suamiku berdiri dibalik pintu. Tinggi menjulang beberapa senti dari tinggi badanku yang hanya seratus lima puluh delapan.Dibandingkan Lia adikku yang tinggi semampai, aku termasuk ukuran wanita mungil. Meski begitu beberapa bagian kewanitaanku tumbuh sempurna. Kusembunyika

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 10 - Lionel

    Cerita 10 - Lionel “Karena kau menutupi kecantikanmu, Ria.” Ucapan yang kudengar seperti sambaran petir di siang hari saat cuaca terik. Tentu saja sangat mengejutkanku. “Ja-jangan bercanda!” “Ria?” Suara familiar itu mengejutkan kami berdua. Di hadapan kami, Lionel muncul dengan tunggangan matik keren miliknya. “Ah, benar. Kau Ria. Apa yang kau lakukan di sini?” Sepertinya Lionel tidak menyadari kehadiran Ferry yang duduk di sebelahku. “Pergilah!” Ferry mengusirnya. Raut wajahnya terlihat menggambarkan ketidak sukaannya pada lelaki penyelamatku. “Lionel?” Aku berdiri, menyambut kehadirannya dengan wajah sumringah. Jelas, aku begitu semangat menghampirinya. “Kemarin terimakasih ya? Sudah mengirimkan Ibu Sri buat memijat seluruh badanku.” “Oh, iya. Aku lupa bilang padamu. Soalnya aku nggak punya nomor teleponmu.” “Pokoknya terimakasih

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 11 - Ciuman Pertama

    Cerita 11 - Ciuman Pertama Setelah peristiwa ke bengkel kemarin, aku terus menutup diri di kamar. Menolak keluar kecuali ada hal darurat. Kubuat kamarku senyaman mungkin untuk kutinggali selama dua puluh empat jam penuh. Kamar berukuran 3x4 meter persegi itu menjelma menjadi rumah bagiku. Di mana aku menyiapkan makanan, mengerjakan pekerjaanku sebagai penulis novel bestseller yang menghasilkan ribuan dollar per bulannya. Tidak ada seorang pun yang mengetahui pekerjaanku, bahkan keluargaku. Mereka hanya menganggapku seorang pengangguran tak berguna. Walau aku tidak pernah merengek meminta bantuan mereka. Di antara kami berdua, aku dan Lia, hanya Lia yang menempuh jenjang perguruan tinggi. Sedangkan aku terpaksa bekerja di minimarket untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tak lagi ditanggung orang tuaku.

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 12 - Ancaman

    Cerita 12 - Ancaman[Keluarlah, makan bersama kami]Pesan dari suamiku muncul di notifikasi layar. Tentu saja aku mengabaikannya. Kumatikan layar ponsel, kemudian pesan itu kembali muncul.[Apa aku perlu ke kamar sekarang?]Lelaki itu mulai mengancam. Aku menimbang-nimbang hal yang seharusnya kulakukan. Haruskah aku keluar dan bergabung makan malam bersama mereka? Atau justru tetap di kamarku, makan sendirian seperti biasa.Aku terpaksa berdiri, memaksa kakiku melangkah keluar dari area kamarku. Dengan langkah gontai, aku menuju ruang makan. Lia terkejut melihat kemunculanku. “Teteh? Tumben Teteh keluar?”Sejak dulu dia selalu tahu, aku gemar menyendiri. Meski begitu dia sangat menghargai privasiku.“Boleh aku makan bareng?” Aku melirik ke arah Ferry yang tersenyum kecil penuh arti. Aku seperti boneka yang sedang dimainkan. Terpaksa melakukan sesuatu diluar kehendakku.“Tentu saja boleh, Teh.” Lia men

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 13 - Hanya Kami Berdua

    Cerita 13 - Hanya Kami Berdua “Aku menuntut hakku sebagai suami.” Ferry mengulangi kata-katanya. Kewaspadaanku meningkat. Kututup area bagian dadaku dari pandangannya yang berkabut gairah. “Jangan main-main, Ferry!” seruku memperingatkan dirinya. Ferry terkekeh lebar, jelas menikmati permainan ini. “Tolong lepaskan aku!” pintaku memohon padanya. Aku tak ingin merusak kehidupan serta hubunganku dengan adikku sendiri. Merayu Ferry sama sekali tidak tercatat dalam kamusku. “Mengapa kau menolaknya, Ria?” “Karena kita bukanlah suami istri sebagaimana mestinya. Aku hanya menjalani tugasku, mengandung benih kalian. Setelah itu aku akan pergi.” “Bagaimana dengan perasaanmu?” Ferry mengelus pipiku, lembut. Mengirimkan getar ke seluruh tubuhk

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 14 - R dan F.A.

    Cerita 14 - R dan F.A.Aku mengepak semua pakaianku yang hanya berisi beberapa gamis sederhana, kerudung, dan perlengkapan mandiku. Tak lupa kemasukan pula laptop dan gawaiku yang satunya, yang khusus kugunakan untuk berkomunikasi dengan editor serta pada penulis lainnya."Mau kemana?" tanya Ferry curiga saat aku menentang tas hitam besar menuju area gerbang. "Jangan bilang kau mau pergi, Ria!" Aku mendengar suaranya bergetar oleh emosi yang entah datang dari mana?.Ferry menghampiriku lalu mengambil tas berisi pakaianku, juga kunci motor. Terpaksa aku kembali ke dalam rumah untuk merebutnya. Sayang, dia menaruh semua barang pribadi milikku di kamarnya.Tentu saja aku tak berani masuk, walau Ferry membuka pintu kamarnya lebar-lebar.“Masuklah jika kau mau mengambil tas dan kunci motormu.” Dia mempersilakanku, tapi aku menahan diri. Sambil mendengus, aku berbalik menuju kamar. Ha

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 15 - Cinta R untuk FA

    Aku menatapmu, di bawah jejak bayang mentari yang bersinar kuning—menghangatkan. Senyummu merekah laksana bunga di tengah musim semi. Sayangnya, bukan milikku, bukan untukku. Tidak apa-apa, kau menolak melihatku. Sebentuk makhluk tak kasat mata yang diam-diam memupuk benih cinta di hati. Mungkin nanti, kau akan sadari, kalau makhluk ini akan mati, tanpa sinar hangatmu. ~R~***Selesai mengetikkan kata-kata untuk tulisan novel romantisku, aku menghela napas lega, seakan beban yang bergelayut di punggungku terlepas. Aku merdeka. Kulirik ke arah jarum jam yang berdetak di dinding. Sudah pukul setengah sepuluh malam. Aku sampai melupakan berapa lama kuhabiskan untuk menulis kisahku. Bergerak dari kursi kerjaku, aku menuju dapur, hendak membuat secangkir coklat hangat, minuman favoritku. “Kopi?” Di ujung ruang makan yang terhubung dengan dapur bersih, kulihat Ferry tengah asyik menatapku dari kejauhan. Mengangk

Bab terbaru

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 16 - Puisi Untuk Seseorang

    Waktu berjalan lambat, meski perputaran bumi berlangsung begitu cepat. Sehari, dua puluh empat jam waktu yang manusia miliki sebagai perjanjian di dunia ini. Meski waktu terus berputar, menggilas semua makhluk yang terlena olehnya, tapi tidak dengan diriku dan cintaku yang tumbuh semakin besar tanpa seizinkku. Aku ingin membunuhnya, sebentuk perasaan yang kian melumatkanku. Sayangnya dia seperti memiliki nyawa sendiri diluar kendaliku. Tolong aku, tolong jiwaku yang makin sekarat oleh pupusnya harapan. Di atas nisan bertuliskan nama cinta untuk FA. Aku mungkin telah mati. *** Kata demi kata, terangkai menjadi bait puisi yang indah sekaligus menyakitkan. Ungkapan perasaan yang aku milik tak mudah hilang begitu saja, meski waktu terus menggerusnya. “Aaarrrggghhh ... “ aku menjerit frustrasi saat hendak melanjutkan kembali puisiku. Emosi menguasai, mengingat bahwa perasaanku telah tersampaikan

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 15 - Cinta R untuk FA

    Aku menatapmu, di bawah jejak bayang mentari yang bersinar kuning—menghangatkan. Senyummu merekah laksana bunga di tengah musim semi. Sayangnya, bukan milikku, bukan untukku. Tidak apa-apa, kau menolak melihatku. Sebentuk makhluk tak kasat mata yang diam-diam memupuk benih cinta di hati. Mungkin nanti, kau akan sadari, kalau makhluk ini akan mati, tanpa sinar hangatmu. ~R~***Selesai mengetikkan kata-kata untuk tulisan novel romantisku, aku menghela napas lega, seakan beban yang bergelayut di punggungku terlepas. Aku merdeka. Kulirik ke arah jarum jam yang berdetak di dinding. Sudah pukul setengah sepuluh malam. Aku sampai melupakan berapa lama kuhabiskan untuk menulis kisahku. Bergerak dari kursi kerjaku, aku menuju dapur, hendak membuat secangkir coklat hangat, minuman favoritku. “Kopi?” Di ujung ruang makan yang terhubung dengan dapur bersih, kulihat Ferry tengah asyik menatapku dari kejauhan. Mengangk

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 14 - R dan F.A.

    Cerita 14 - R dan F.A.Aku mengepak semua pakaianku yang hanya berisi beberapa gamis sederhana, kerudung, dan perlengkapan mandiku. Tak lupa kemasukan pula laptop dan gawaiku yang satunya, yang khusus kugunakan untuk berkomunikasi dengan editor serta pada penulis lainnya."Mau kemana?" tanya Ferry curiga saat aku menentang tas hitam besar menuju area gerbang. "Jangan bilang kau mau pergi, Ria!" Aku mendengar suaranya bergetar oleh emosi yang entah datang dari mana?.Ferry menghampiriku lalu mengambil tas berisi pakaianku, juga kunci motor. Terpaksa aku kembali ke dalam rumah untuk merebutnya. Sayang, dia menaruh semua barang pribadi milikku di kamarnya.Tentu saja aku tak berani masuk, walau Ferry membuka pintu kamarnya lebar-lebar.“Masuklah jika kau mau mengambil tas dan kunci motormu.” Dia mempersilakanku, tapi aku menahan diri. Sambil mendengus, aku berbalik menuju kamar. Ha

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 13 - Hanya Kami Berdua

    Cerita 13 - Hanya Kami Berdua “Aku menuntut hakku sebagai suami.” Ferry mengulangi kata-katanya. Kewaspadaanku meningkat. Kututup area bagian dadaku dari pandangannya yang berkabut gairah. “Jangan main-main, Ferry!” seruku memperingatkan dirinya. Ferry terkekeh lebar, jelas menikmati permainan ini. “Tolong lepaskan aku!” pintaku memohon padanya. Aku tak ingin merusak kehidupan serta hubunganku dengan adikku sendiri. Merayu Ferry sama sekali tidak tercatat dalam kamusku. “Mengapa kau menolaknya, Ria?” “Karena kita bukanlah suami istri sebagaimana mestinya. Aku hanya menjalani tugasku, mengandung benih kalian. Setelah itu aku akan pergi.” “Bagaimana dengan perasaanmu?” Ferry mengelus pipiku, lembut. Mengirimkan getar ke seluruh tubuhk

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 12 - Ancaman

    Cerita 12 - Ancaman[Keluarlah, makan bersama kami]Pesan dari suamiku muncul di notifikasi layar. Tentu saja aku mengabaikannya. Kumatikan layar ponsel, kemudian pesan itu kembali muncul.[Apa aku perlu ke kamar sekarang?]Lelaki itu mulai mengancam. Aku menimbang-nimbang hal yang seharusnya kulakukan. Haruskah aku keluar dan bergabung makan malam bersama mereka? Atau justru tetap di kamarku, makan sendirian seperti biasa.Aku terpaksa berdiri, memaksa kakiku melangkah keluar dari area kamarku. Dengan langkah gontai, aku menuju ruang makan. Lia terkejut melihat kemunculanku. “Teteh? Tumben Teteh keluar?”Sejak dulu dia selalu tahu, aku gemar menyendiri. Meski begitu dia sangat menghargai privasiku.“Boleh aku makan bareng?” Aku melirik ke arah Ferry yang tersenyum kecil penuh arti. Aku seperti boneka yang sedang dimainkan. Terpaksa melakukan sesuatu diluar kehendakku.“Tentu saja boleh, Teh.” Lia men

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 11 - Ciuman Pertama

    Cerita 11 - Ciuman Pertama Setelah peristiwa ke bengkel kemarin, aku terus menutup diri di kamar. Menolak keluar kecuali ada hal darurat. Kubuat kamarku senyaman mungkin untuk kutinggali selama dua puluh empat jam penuh. Kamar berukuran 3x4 meter persegi itu menjelma menjadi rumah bagiku. Di mana aku menyiapkan makanan, mengerjakan pekerjaanku sebagai penulis novel bestseller yang menghasilkan ribuan dollar per bulannya. Tidak ada seorang pun yang mengetahui pekerjaanku, bahkan keluargaku. Mereka hanya menganggapku seorang pengangguran tak berguna. Walau aku tidak pernah merengek meminta bantuan mereka. Di antara kami berdua, aku dan Lia, hanya Lia yang menempuh jenjang perguruan tinggi. Sedangkan aku terpaksa bekerja di minimarket untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tak lagi ditanggung orang tuaku.

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 10 - Lionel

    Cerita 10 - Lionel “Karena kau menutupi kecantikanmu, Ria.” Ucapan yang kudengar seperti sambaran petir di siang hari saat cuaca terik. Tentu saja sangat mengejutkanku. “Ja-jangan bercanda!” “Ria?” Suara familiar itu mengejutkan kami berdua. Di hadapan kami, Lionel muncul dengan tunggangan matik keren miliknya. “Ah, benar. Kau Ria. Apa yang kau lakukan di sini?” Sepertinya Lionel tidak menyadari kehadiran Ferry yang duduk di sebelahku. “Pergilah!” Ferry mengusirnya. Raut wajahnya terlihat menggambarkan ketidak sukaannya pada lelaki penyelamatku. “Lionel?” Aku berdiri, menyambut kehadirannya dengan wajah sumringah. Jelas, aku begitu semangat menghampirinya. “Kemarin terimakasih ya? Sudah mengirimkan Ibu Sri buat memijat seluruh badanku.” “Oh, iya. Aku lupa bilang padamu. Soalnya aku nggak punya nomor teleponmu.” “Pokoknya terimakasih

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 9 - Kepedulian Ferry

    Cerita 9 - Kepedulian FerryBiasanya aku menjelma jadi makhluk tak kasat mata yang tinggal di rumah adikku. Sudah hampir seminggu aku tinggal disini, tapi aku berusaha untuk tidak begitu nampak di hadapan mereka. Aku berusaha menyembunyikan diri agar mereka tak merasa terusik oleh kehadiranku.Aku hanya ingin mengganggu keharmonisan rumah tangga adikku sendiri, meski status baruku menimbulkan polemik tak berujung.Mereka beraktivitas seperti biasa, seolah-olah aku tak bersama mereka. Suara ketukan pintu kamar terdengar. Aku buru-buru mengambil hijabku, membuka pintu perlahan.Kulihat Ferry, adik ipar sekaligus suamiku berdiri dibalik pintu. Tinggi menjulang beberapa senti dari tinggi badanku yang hanya seratus lima puluh delapan.Dibandingkan Lia adikku yang tinggi semampai, aku termasuk ukuran wanita mungil. Meski begitu beberapa bagian kewanitaanku tumbuh sempurna. Kusembunyika

  • Suamiku, Adik Iparku   Cerita 8 - Menjaga Jarak

    Cerita 8 - Menjaga JarakPagi yang cerah, meski suasana hatiku kelabu. Aku jarang sekali keluar kamar, kecuali hanya untuk mengambil makanan, mengisi kekosongan perut.“Teteh?” Lia mengetuk pintu kamar saat seorang tamu datang berkunjung.“Kenapa?”“Ada tamu buat Teteh,” ujar Lia. Aku melirik ke sekeliling, Ferry yang kala itu sedang duduk di meja makan, menatapku tajam dari sudut matanya. Aku mengabaikan dirinya.Toh, sejak saat itu, aku terus menjaga jarak darinya. Tak ingin membuat situasi ini semakin canggung.Apalagi kami sama sekali belum mendapat jadwal bertemu dokter kandungan, setidaknya aku tak perlu berinteraksi langsung dengannya.“Siapa?” tanyaku bingung. Seumur hidupku, aku nyaris tak pernah dikunjungi seorang tamu. Bahkan dari kalangan teman sekolahku dulu.“Nggak tahu. Coba Teteh temui aja dulu!”

DMCA.com Protection Status