Pov Bagas. "Sari!" Teriak Sinta di depan pintu gerbang sekolah Adit. Semua orang menoleh ke arahnya,tak terkecuali Sari.Aku yang hendak menghampiri Sari jadi berhenti di tempat. "Pasti kamu yang memberikan vidio itu ke mas Ardi kan? kamu lakukan itu supaya mas Ardi menceraikanku, sebab kamu iri padaku karna kamu ditinggal mas Bagas!" teriak Sinta. "Kenapa harus iri, semua orang punya jalan hidupnya masing-masing," jawab Sari sambil berlalu pergi menuju sekolah. "Eh tunggu, asal kamu tau ya, apapun yang kamu lakukan kamu tidak akan bisa mendapatkan mas Bagas lagi, dia sudah hidup enak bersama Ani!" ucap Sinta ketus. "Aku pun tidak mengharapkan mas Bagas kembali lagi tuh," jawab Sari cuek sambil melanjutkan jalannya. "Gak usah sombong kamu ya," ucap Sinta sambil menarik tangan Sari sampai terjatuh. Rafif pun hampir ikut terjatuh dan sekarang dia menangis ketakutan. Aku segera berlari berniat menolongnya, tapi sudah ada laki-laki yang menolong Sari, dia terlihat akrab dengan Raf
"Assalamu'alaikum," ucapku seraya masuk rumah Anita. "Wa'alaikumussalam,Mas besok ikut ke notaris ya buat tanda tangan," ucap Ani antusias. "Tanda tangan apa An?" tanyaku lesu seraya duduk di sofa ruang tamu. "Sertifikat kepemilikan toko Mas, apa lagi, kamu gimana sih?" kata Ani heran. "Gak usah aja lah, biar aja itu atas namamu," jawabku datar. "Jangan sungkan begitu Mas, aku benar-benar ingin menebus kesalahanku," ucap Ani serius. "Tapi percuma juga, lagipula aku sudah memaafkanmu, dan aku akan tetap bersamamu," jawabku meyakinkan. "Kamu jangan siksa dirimu sendiri Mas, aku tau kamu gak ada cinta sedikitpun untukku,cintamu hanya untuk Sari,bagaimanapun aku berusaha aku tau itu percuma," ucap Ani dengan penuh penekanan di setiap kata."Aku akan berusaha mencintaimu dan akan berusaha menghapus cinta untuk Sari," jawabku frustasi. "Cinta seperti apa yang kamu maksud Mas, bahkan untuk berpura-pura cinta saja kamu gak bisa Mas!" ucap Ani keras. "Tapi Sari sudah menemukan kebahag
"Assalamu'alaikum Sari," ucap Anita masuk ke warungku. "Wa'alaikumussalam," jawabku kaget. "Lancar Sar jualannya?" tanya Ani basa-basi. "Ya Alhamdulillah," jawabku singkat. "Kamu cari siapa An?" tanyaku bingung. "Aku cari kamu, aku ingin bicara sama kamu," ucapnya sopan. "Aku masih harus menunggui jualanku An," jawabku beralasan. Padahal aku gak ada minat ngobrol sama Anita. "Aku beli daganganmu ya Sar, ini semua nasinya di bungkus sama gorengannya dan juga kue-kuenya, aku ingin bagi-bagi ke orang-orang sekitar sini Sar," ucap Ani semangat. "Uangmu memang banyak An, tapi gak perlu sampai begitu lah," ucapku kesal. "Aku memang ingin berbagi Sar, kata Pak Ustadz Efendi kita tidak boleh menghalangi seseorang untuk berbuat baik, justru sebaliknya harus di dukung," ucap Sari bijak. "Kamu kenal Ustadz Efendi?" tanyaku penasaran. "Alhamdulillah sekarang aku ngaji sama beliau baru kemarin si, do'ain ya Sar, biar aku istiqomah sampai ajal menjemputku," ucap Ani sangat meyakinkan. A
"Aku sudah menjalani beberapa oprasi dan rangkaian pengobatan yang sangat panjang, dan dokter menyatakan bahwa umurku sudah tak panjang lagi, aku ingin bertobat Sari aku ingin minta maaf ke kamu juga mas Bagas," ucap Ani pilu. "Aku tau apa yang aku lakukan sangat salah, aku telah menghancurkan hidup kalian, karna itu aku ingin kalian kembali, tolong maafkan aku sebelum aku meninggal, aku mohon Sar," ucap Anita seraya menitikan air mata. "Tapi mas Bagas sepertinya tidak menginginkan itu An," ucapku pasrah. "Tidak begitu Sar, sungguh dia sangat tersiksa bersamaku, dulu aku sangat menginginkan menikah dengannya karena dia sangat perhatian padamu, meskipun dia bersamaku sehari semalam dia bahkan tidak pernah menyentuhmu sedikitpun," kata Ani meyakinkan. "Aku pikir jika aku memberinya banyak uang maka dia akan memilihku dan meninggalkanmu, tapi dia selalu menolak uang dariku kecuali sejumlah penghasilan yang biasa dia dapatkan setiap harinya," Terangnya. "Aku pernah memberinya obat ti
"Kamu salah Sar, sebenarnya kemarin dia hendak menjemput Adit lalu mengantarnya pulang untuk bertemu denganmu," ucap Ani. "Kemarin aku juga ke sekolah Adit kenapa gak ketemu," jawabku tak percaya. "Ketika sampai di sekolah dia mendengar obrolanmu dengan Sinta bahwa kamu tak mengharapkan mas Bagas lagi, kemudian dia juga melihat gurunya Adit yang membelamu dan melindungimu, guru itu terlihat dekat dengan Adit dan juga Rafif," kata Ani menjelaskan. "Jadi mas Bagas pikir kalian benar benar berhubungan serius, karna itu mas Bagas mundur karena takut menghancurkan kebahagiaanmu bersamanya," lanjutnya panjang lebar. "Padahal selama bersamaku sedikitpun dia tak pernah berhenti mencintaimu," kata Ani meyakinkan. "Lalu kenapa gak segera kembali ketika tau kamu hanya pura-pura hamil?" tanyaku memastikan. "Dia bilang, sebelum dia pergi dari rumah, dia ketemu Nisa yang baru saja dari rumahmu, Nisa bilang kamu sedang mengeluh karena Rafif cuma bisa makan kerupuk dan kecap," kata Ani mulai b
Di rumah Anisa. "Nisa Nis...kamu di mana Nis, ini bantu Ibu bawain koper, banyak oleh-oleh juga, berat ini," teriak Ibu seraya masuk rumah. "Astagfirullah.... Bayu! kamu ngapain, siapa perempuan ini ha!" bentak Ibu. "Ya Allah apa yang terjadi ini, setelah kamu berzina dengan iparmu sekarang kamu lakukan lagi dengan orang lain," ucap Ibu sambil bersandar dan berpegangan ke pintu kamar. "Ada apa Bu, Ibu kenapa?" tanyaku panik sambil menopang tubuh Ibu. "Siapa wanita di kamarmu itu, kenapa Bayu melakukan hal laknat begitu, Ibu tidak ridho usir Bayu dari sini, usir dia," teriak Ibu sambil ngos-ngosan memegangi dadanya. "Iya Bu, iya Ibu sabar dulu, sebentar ya Bu," ucapku setelah meletakan kepala Ibu di atas jaketku di lantai. "Fina, tolong panggil taksi Fina cepat," teriaku sambil berlari ke arah toko. Taksi datang aku segera membawa Ibu ke rumah sakit dibantu fina dan supir taksi. Sepertinya Ibu shok berat melihat mas Bayu dengan perempuan lain. Aku tak pedulikan mas Bayu aku fo
"Nisa cepat ke rumah sakit,", ucap mas Bagas dari sambungan telepon dengan panik. "Iya Mas, aku ke sana sekarang," jawabku segera tanpa bertanya apa-apa lagi. Aku segera memanggil taksi untuk mengantarku. Aku sengaja menggunakan taksi karna takut gak fokus menyetir mobil. "Gimana Mas? Ibu kenapa?" tanyaku panik pada mas Bagas begitu sampai di rumah sakit. "Kamu yang ikhlas ya, Ibu sudah tak ada," ucap mas Bagas lemah. "Inalillahi Ibu... " teriakku seraya berlari ke ruangan Ibu di rawat. "Yang sabar ya Bu, Mudah-mudahan Almarhumah husnul khotimah," ucap salah satu perawat menenangkanku. "Sabar Nisa, kapanpun waktunya kita semua yang bernyawa pasti akan kembali pada Rabbnya," ucap mas Bagas seraya merangkul pundakku dan membimbing ke tempat duduk. "Ibu meninggal gara-gara aku," batinku. Aku tak berani bicara apa-apa pada mas Bagas aku hanya menangis dengan mengamati perawat yang sedang menyiapkan jenazah Ibu untuk di bawa pulang. "Sudah Nis, kuatkan dirimu, sekarang ayo kita s
"Aku pamit dulu Nis," ucap mbak Sari setelah selesai acara pengajian. "Bentar Mbak aku mau bicara," ucapku seraya menahan tangannya. Akhirnya mbak Sari pun kembali duduk di karpet di sebelahku. "Mas Bagas sini sebentar," panggilku pelan takut mbak Ani mendengar. "Iya Nis," jawab mas Bagas seraya duduk bersamaku dan mbak Sari. "Aku mau minta maaf pada kalian gara-gara aku hubungan kalian jadi hancur, sebenarnya apapun yang aku katakan tantang mbak Sari itu gak benar Mas, itu semua rekayasaku agar kalian bisa pisah," ucapku tulus sembari menangis. "Kamu kenapa lakukan itu pada kami Nis, memangnya apa salah Sari sampai kamu berbuat seburuk itu?" tanya mas Bagas terlihat kecewa. "Maaf Mas, aku dulu tidak suka mbak Sari karena aku pikir mbak Sari cuma ngincar hartamu, karena mbak Sari miskin, aku minta maaf aku benar-benar menyesal," lanjutku dengan terus menangis. "Kamu tau akibat dari perbuatanmu Nis, pernikahanku hancur," ucap mas Bagas emosi. "Sudahlah Mas, segala sesuatu yan