"Assalamualaikum ustazd" ucapku sambil mendekat ke arah Adit dan Ustadz Efendi. "Wa'alaikumussalam..." jawab ustadz dan Adit serempak sambil memandang ke arahku. "Adit sudah cerita sekilas kepada saya tentang masalah Ibu dan Bapaknya," ucap pak Ustadz. "Mohon maaf Ustadz karena kami menceritakan aib keluarga," ucapku ragu seraya duduk di atas karpet bersama mereka. "Masalahnya bukan tentang ceritanya Bu, tetapi tentang tujuan Ibu menceritakan hal tersebut,jika memang untuk mengumbar aib tentu saja salah, tapi jika untuk mencari petunjuk inshaAllah tidak salah," ucap Ustadz bijak. "Iya Ustadz, Adit juga bilang begitu kemarin,saya minta nasehatnya Ustadz," pintaku sopan. "Mohon maaf Bu, nama lengkap Bapaknya Adit siapa ya, sama nama perempuannya?" tanya Ustadz sopan. "Bapaknya Adit, Eko Bagas Antoro kalau perempuannya yang saya tau Anita, saya kurang tau nama lengkapnya Ustadz," jawabku tak kalah sopan. "Oh Iyah tidak papa,kalau begitu tunggu sebentar ya Bu saya sholat dulu sebe
"Assalamu’alaikum, Mas udah pulang." Aku segera mendekat dan mencium punggung tangan mas Bagas yang sedang duduk di ruang tamu. "Kamu dari mana Dek, udah maghrib gini baru pulang," tanya mas Bagas. "Tadi Rafif agak rewel jadi adek ajak jalan-jalan aja sampai ke masjid Mas,trus sekalian pulang bareng Adit pulang ngaji," jawabku mencari alasan. "Mas mau di buatkan kopi atau minum yang dingin-dingin aja," ucapku sambil berjalan menuju dapur. "Kopi aja Dek," jawabnya singkat. Aku segera membuat kopi tak lupa ku pakai air dari pak ustadz untuk menyeduhnya."Ini Mas kopinya, kita sholat maghrib dulu yuk Mas," ajakku pada Mas Bagas. "Kamu duluan aja Dek, aku masih capek," jawabnya beralasan. Karena Ustadz Efendi sudah menasehatiku agar tetap bersikap lembut, maka aku tidak akan memaksa Mas Bagas. Pagi harinya ku biarkan saja Mas Bagas tidak bangun untuk sholat subuh, dan aku baru sadar sepulangnya dari penjara Mas Bagas memang tidak pernah sholat.Tadinya ku pikir itu cuma karena dia
"Kok bisa ya Mas Bagas berubah, kenapa mantranya jadi gak mempan ya mbak," ucapku geram. "Gak tau lho Nis, terus sekarang gimana, apa aku memang gak bisa dapetin Mas Bagas ya," ujar mbak Ani putus asa. "Apa ada pantangan yang di langgar oleh mba Ani atau Mas Bagas sampai membuat mantranya jadi gak mempan gitu Mbak?" tanyaku berharap semua baik-baik saja. "Kayaknya enggak lho Nis, waktu itu si embah nya gak bilang ada pantangan apa-apa kok," jawab mbak Ani bingung. "Atau yang seperti itu ada masa berlakunya Mbak, apakah kita terlalu lambat dalam bertindak?" tanyaku dengan tak sabar. "Ya enggak lah Nis, setauku pelet itu gak ada masa berlakunya, kalau sudah kena ya selamanya kena lah," jawab mbak Ani. "Lha terus kenapa sekarang Mas Bagas jadi berubah gitu, apakah mbak Sari punya dukun juga buat menangkal mantranya ya?" tanyaku bingung. "Apa benar orang kayak Sari itu punya kenalan dukun hebat ya," ucap mbak Ani ragu. "Kayaknya enggak si,dari mana mbak Sari punya kenalan dukun be
Belum ada sebulan kami ngontrak rumah di pinggiran kota, selama itu Mas Bagas kerja serabutan apa aja. Alhamdulilah seminggu ini Mas Bagas bekerja sebagai kuli bangunan di proyek desa.Meskipun upahnya tidak bisa di bilang besar tapi pendapatannya jelas dan pasti. Aku akan mengumpulkan modal untuk jualan nasi rames lagi, beruntungnya aku punya anak-anak yang tidak banyak minta, mereka juga bisa makan pakai apapun lauknya. Baru sedikit merasa lega sekarang ada masalah datang lagi. "Mbak Sari kenapa gak sedikit saja mengalah demi kebahagiaan Mas Bagas, selama ini Mas Bagas sudah banyak kesusahan demi hidup bersama mbak Sari," ucap Nisa menggebu-gebu padaku. "Aku dan Mas Bagas berjuang bersama demi keluarga kami, tidak ada yang dirugikan kami sama-sama berjuang demi kami," jawabku yakin. "Tapi kalau sudah begini dan mbak Sari tetap kekeh mempertahankan pernikahan kalian, itu berarti mba Sari memberi beban berat pada Mas Bagas," bujuk Nisa tak mau nyerah. "Justru aku harus memperta
"Bu... masa calon istrinya mas Bagas spg sih, Ibu nasehatin mas Bagas dong kalo nikah ya sama perempuan yang karirnya bagus gitu," ucapku pada Ibu. "Sari kelihatan baik kok, dia pasti akan baik sama kamu juga Nis," jawab Ibu dengan pandangannya tetap lurus ke layar televisi. “Baik aja gak cukup Bu,Nisa gak cuma butuh kakak yang baik tapi juga yang bisa ngasih Nisa uang, kebutuhan Nisa kan banyak,” ucapku kesal. "Apalagi dia itu dari keluarga miskin Bu, penghasilannya juga kecil kan cuma jadi spg gitu," ucapku sambil memanyunkan bibir. "Lha memang masmu punya pangkat jabatan apa, masmu juga cuma tukang sablon to?" jawab Ibu seraya menatapku lekat. "Penghasilan mas Bagas kan besar Bu,meskipun dilihat cuma usaha sablon tapi omzetnya gede gak bisa diremehin,” ujarku semangat. “Selama ini kan mas Bagas yang memenuhi segala macam kebutuhanku," ujarku pada Ibu. "Kalo mas Bagas sama mbak Sari ya nanti uang mas Bagas habis sama mbak Sari, lha wong penghasilan mbak Sari kecil," lanjutku
"Assalamu'alaikum..., "ucap mas Bagas berbarengan dengan mbak Sari dari depan. "Wa’alaikumsalam..." aku dan Ibu menjawab. "Nisa buatin minum buat mereka," Ibu menyuruhku dan langsung berjalan keluar menyambut kedatangan mas Bagas dan mbak Sari. "Hah merepotkan.. " lirihku. "Ini teh buat Ibu dan Mbak Sari, yang ini kopi buat Mas Bagas," ucapku sambil meletakan minuman di depan mereka masing-masing. "Silahkan Mbak Mas minumnya, ini kuenya enak lho, cobain deh Mbak, " sapaku sambil menyunggingkan senyum basa-basi. Aku duduk di sebelah Ibu dan menyenggol lengan Ibu memberi kode, Ibupun mengiyakan dengan tatapan matanya. "Nak Sari yakin mau menikah dengan anak Ibu, Bagas? " tutur Ibu lembut. "InshaAllah yakin Bu... " jawab mbak Sari dengan menganggukan kepala. "Bagas ini bukan pegawai yang punya gaji bulanan lho Nak," tutur Ibu. "Saya sudah cukup mengenal mas Bagas Bu, buat Saya kepribadian mas Bagas lebih penting, uang itu bisa diusahakan bareng-bareng Bu," jawab mbak Sari sopa
Akhirnya pernikahan mas Bagas dan mbak Sari berlangsung sederhana.Kemudian ditutup dengan bagi-bagi makanan dan bagi amplop untuk anak yatim piatu dan paket sembako berserta amplop untuk orang-orang sekitar yang dirasa membutuhkan."Bu, ternyata mbak Sari gak sepolos kelihatannya ya?" ucapku pada Ibu ketika sedang santai menonton tivi. "Apa maksudmu Nisa?" tanya Ibu seraya mengernyitkan dahi. "Liat aja sekarang, dulu Mbak Sari bilang sependapat dengan Ibu gak mau foya-foya dan lebih baik uang yang ada ditabung," ujarku. "Ternyata itu cuma basa-basinya di depan Ibu, di belakang dia malah minta bulan madu ke Bali segala," kataku tak terima. "Mana sampai seminggu lagi, itu biayanya gak sedikit lho Bu,iyakan?" cibirku. "Dia itu kan cuma spg ya Bu, kok bisa si cuti lama gitu, udah cuti nikahan masih ditambah cuti bulan madu segala sampai seminggu lagi?" ucapku sinis. "Katanya si Sari termasuk karyawan teladan dan selama bekerja hampir belum pernah mengajukan cuti, kecuali untuk hal
“Trus nanti mereka jadi tinggal di perumahan milik Ibu?" tanyaku lagi. "Ya jadi lah, dari sejak bapak masih hidup juga sudah dibilang kan, kalau Bagas sudah menikah Bagas menempati rumah itu," ucap Ibu mulai mengalihkan pandangannya padaku. "Lagian Hastuti juga sudah ada rumah dari suaminya, kemudian di sini juga ada kamu sama Ardi," ucap Ibu mulai terlihat cemas. Aku semakin geram dibuatnya. Enak banget mbak Sari itu, semua biaya acara nikah dari mas Bagas setelah nikah langsung nempati rumah secara gratis. Mending kalau dirinya juga berpenghasilan bisa saling mengisi lha ini cuma numpang hidup doang. Mas Ardi baik si, dan sering kasih uang juga tapi mas Ardi kan karyawan biasa jadi penghasilannya standar aja. Ngasih uang juga sekedarnya saja, gak asik aah kalau yang ada cuma mas Ardi doang. *"Mas Bagas besok berangkat jam berapa Mas?" tanyaku saat kami duduk di teras rumah bersama mbak Sari juga. "Kami berangkat pagi, kenapa mau minta antar sekolah dulu? bisa kok, tenang aj
"Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go
"Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan
"Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T
"Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.
"Assalamu'alaikum.. " ucapku seraya mengetuk pintu rumah Nisa. "Wa'alaikumsalam.. Oh Om Ardi Rehan kira Ayah yang pulang," ucap Rehan sambil membuka pintu rumah.“Siapa yang datang Re?” tanya Nisa dari dalam. “Tania Bun,” jawab Rehan. "Eh Mas Ardi kok sama mbak Niar, ada Tania juga sini masuk," ucap Nisa mempersilahkan kami masuk. "Duduk Mas, Mbak aku ambil minum dulu ya," ucap Nisa seraya berjalan ke belakang. "Kopi ya Nis," ucap Niar sedikit berteriak. "Iya Mbak,Mas Ardi juga kopi?" ucap Nisa juga berteriak. "Ya boleh," jawabku. "Rehan kok sedih, Rehan gak suka ya aku datang ke sini?" tanya Tania murung. "Suka kok, aku cuma kangen Ayah, Ayah sudah lama gak pulang," ucap Rehan sedih. "Kamu telepon aja, vidio call sama Ayahmu," ucap Tania memberi saran. "Bunda sudah mencoba, tapi Ayah gak bisa di hubungi," jawab Rehan putus asa. "Pakai ponsel Ayahku aja sini," ucap Tania seraya menggandeng tangan Rehan mendekat padaku. "Ayah coba telepon Ayahnya Rehan Yah," pinta Tania pa
"Akhirnya bisa jalan-jalan dan makan di luar sama tante Niar, Tania seneng banget deh," ucap Tania semangat. "Jalan-jalannya memang udah tapi makannya belum, jangan bilang udah makan, tante lapar ini," ucap Niar seraya mengusap perutnya dengan ekspresi memelas. Niar nih lucu banget bersamanya bener-bener rame dan gak ada bosennya. "Oh iya kita baru mau makan ya, Tante jangan nangis dong yuk kita makan makanan kesukaan Tante," ucap Tania seraya menggandeng Niar ke dalam. "Mereka terlihat begitu kompak, Niar benar-benar memposisikan diri seperti teman bagi Tania," batinku. "Ayah kenapa senyum-senyum sendiri, ayo cepat masuk ini tante sudah kelaparan," ucap Tania mengagetkan dari lamunanku. "Aduh aw," teriak Niar karena tertabrak oleh orang tak di kenal. Untung saja aku sudah berada di dekatnya sehingga aku bisa menopang tubuhnya agar tidak jatuh. "Heh punya mata gak si, main tabrak aja!" teriak Niar. "Kamu gak papa?" tanyaku khawatir seraya membantunya berdiri tegak. "Heh berh
"Assalamu'alaikum mbak Sari gimana keadaanmu?" tanya Ardi masuk ruangan. "Wa'alaikumsalam Alhamdulillah baik Di, mas Bagas kasih tau kamu kalau aku di rumah sakit?" tanya mbak Sari. "Nggak Mbak, Tania merengek minta ke rumah Mbak Sari katanya pengin main sama tante Niar, waktu aku datang sepi, kata art nya Mbak lagi di rawat jadi aku langsung ke sini aja," jawabku jujur. "Tapi kalau di rumah sakit kan gak mungkin main, entar bisa di semprot sama pasien sebelah," jawab Niar sambil tertawa. "Ya gak papa gak main dulu nanti mainnya kalau tante Sari sudah sehat dan sudah di rumah," jawab Tania dengan logat lucunya. "Ini aku bawakan makanan buat mbak Sari buat Niar juga," ucapku seraya menyodorkan kantong makanan. "Aku sudah makan, makanan dari rumah sakit tadi Di, kalian aja makan kebetulan mbak Niar belum makan tuh," ucap mbak Sari. "Tapi kamu makan buahnya ya Sar, ini sudah aku kupasin," ucap Niar seraya menyodorkan buah yang sudah dipotong di piring. "Iya Mbak, ya sudah kalian
"Kok bayi si, Mbak Sari hamil lagi?" tanyaku tak percaya. "Iya Nis aku lagi hamil," jawab mbak Sari dengan tersenyum. "Kalau dia gak sedang hamil mana mungkin dia bertahan dengan kakamu yang kurang ajar itu," ucap mbak Niar emosi. "Jaga omonganmu Mbak, bagaimanapun mas Bagas itu suamiku, aku tetap gak terima kamu ngatain dia begitu," ucap mbak Sari terlihat emosi. "Iya Sar, maaf maaf, suasananya benar-benar membuatku gak bisa nahan emosi nih," jawab mbak Niar seraya cengengesan. "Alesan aja kamu Mbak, pokonya aku gak mau ya, denger kamu ngatain mas Bagas lagi," ucap mbak Sari tegas. "Iya Sari aku janji," jawab mbak Niar seraya nyengir. "Apakah Mbak Sari juga berniat untuk cerai sama mas Bagas?" tanyaku memastikan. "Ya waktu itu memang sempat terfikir untuk cerai, wanita mana yang tahan dimadu Nis," jawab mbak Sari dengan tertunduk."Tapi aku kan gak boleh egois, aku juga harus memikirkan bayiku ini, jadi aku coba berdamai dengan keadaan aku akan coba menerima takdir ini," ucap
"Apa kamu sungguh bisa bantu aku Mbak?" tanyaku tak sabar. "Yah kamu gimana udah pernah ngajuin buat cerai belum?" tanya mbak Niar seperti menuntutku. "Yah gimana, aku belum bisa cerai karena Bayu terus saja mempengaruhi anakku," keluhku. "Katanya sekarang sudah hampir sebulan gak pulang?" tanya mbak Niar menegaskan. "Iyah tapi pengaruhnya Bayu yang dulukan masih ada sampe sekarang, kalau aku cerai maka aku yang di salahkan sama Rehan dan bisa-bisa Rehan gak mau lagi sama aku," keluhku. "Eh kamu cari perempuan buat godain suamimu, kalau dia udah jatuh cinta suruh cewe itu buat rayu suamimu agar menceraikanmu dan meninggalkan anakmu," ucap mbak Niar."Kasih aja perempuan itu semua hartamu, perempuan macam itu pasti bakal seneng banget," lanjutnya yakin. "Nanti kamu tunjukkan ke anakmu kalau suamimu yang ngusir kamu, kasih liat dia kalau dia juga gak butuh anakmu, biar anakmu tau siapa yang salah," ucap mbak Niar mantab. "Tapi selama ini Bayu tuh gak pernah naruh hati sama peremp