"Assalamu'alaikum..., "ucap mas Bagas berbarengan dengan mbak Sari dari depan. "Wa’alaikumsalam..." aku dan Ibu menjawab. "Nisa buatin minum buat mereka," Ibu menyuruhku dan langsung berjalan keluar menyambut kedatangan mas Bagas dan mbak Sari. "Hah merepotkan.. " lirihku. "Ini teh buat Ibu dan Mbak Sari, yang ini kopi buat Mas Bagas," ucapku sambil meletakan minuman di depan mereka masing-masing. "Silahkan Mbak Mas minumnya, ini kuenya enak lho, cobain deh Mbak, " sapaku sambil menyunggingkan senyum basa-basi. Aku duduk di sebelah Ibu dan menyenggol lengan Ibu memberi kode, Ibupun mengiyakan dengan tatapan matanya. "Nak Sari yakin mau menikah dengan anak Ibu, Bagas? " tutur Ibu lembut. "InshaAllah yakin Bu... " jawab mbak Sari dengan menganggukan kepala. "Bagas ini bukan pegawai yang punya gaji bulanan lho Nak," tutur Ibu. "Saya sudah cukup mengenal mas Bagas Bu, buat Saya kepribadian mas Bagas lebih penting, uang itu bisa diusahakan bareng-bareng Bu," jawab mbak Sari sopa
Akhirnya pernikahan mas Bagas dan mbak Sari berlangsung sederhana.Kemudian ditutup dengan bagi-bagi makanan dan bagi amplop untuk anak yatim piatu dan paket sembako berserta amplop untuk orang-orang sekitar yang dirasa membutuhkan."Bu, ternyata mbak Sari gak sepolos kelihatannya ya?" ucapku pada Ibu ketika sedang santai menonton tivi. "Apa maksudmu Nisa?" tanya Ibu seraya mengernyitkan dahi. "Liat aja sekarang, dulu Mbak Sari bilang sependapat dengan Ibu gak mau foya-foya dan lebih baik uang yang ada ditabung," ujarku. "Ternyata itu cuma basa-basinya di depan Ibu, di belakang dia malah minta bulan madu ke Bali segala," kataku tak terima. "Mana sampai seminggu lagi, itu biayanya gak sedikit lho Bu,iyakan?" cibirku. "Dia itu kan cuma spg ya Bu, kok bisa si cuti lama gitu, udah cuti nikahan masih ditambah cuti bulan madu segala sampai seminggu lagi?" ucapku sinis. "Katanya si Sari termasuk karyawan teladan dan selama bekerja hampir belum pernah mengajukan cuti, kecuali untuk hal
“Trus nanti mereka jadi tinggal di perumahan milik Ibu?" tanyaku lagi. "Ya jadi lah, dari sejak bapak masih hidup juga sudah dibilang kan, kalau Bagas sudah menikah Bagas menempati rumah itu," ucap Ibu mulai mengalihkan pandangannya padaku. "Lagian Hastuti juga sudah ada rumah dari suaminya, kemudian di sini juga ada kamu sama Ardi," ucap Ibu mulai terlihat cemas. Aku semakin geram dibuatnya. Enak banget mbak Sari itu, semua biaya acara nikah dari mas Bagas setelah nikah langsung nempati rumah secara gratis. Mending kalau dirinya juga berpenghasilan bisa saling mengisi lha ini cuma numpang hidup doang. Mas Ardi baik si, dan sering kasih uang juga tapi mas Ardi kan karyawan biasa jadi penghasilannya standar aja. Ngasih uang juga sekedarnya saja, gak asik aah kalau yang ada cuma mas Ardi doang. *"Mas Bagas besok berangkat jam berapa Mas?" tanyaku saat kami duduk di teras rumah bersama mbak Sari juga. "Kami berangkat pagi, kenapa mau minta antar sekolah dulu? bisa kok, tenang aj
"Gas, sebenarnya Ibu agak khawatir lho," ucap Ibu setelah selesai makan malam. "Khawatir kenapa Bu?" tanya mas Bagas bingung. "Kamu baru menikah dua hari, masa mau melakukan perjalanan jauh," ucap Ibu khawatir. Semua masih diam tanpa komentar.Akupun harap-harap cemas. Aku khawatir mas Bagas bisa beralasan dan Ibu tidak bisa membantah lagi. "Pergi-pergi jauh buat penganten baru itu pamali Gas, takutnya ada hal buruk untuk keluarga baru Kalian," lanjut Ibu. "Ibu doakan saja yang terbaik buat kami, mudah-mudahan Allah selalu melindungi kita semua," jawab mas Bagas hati-hati. "Tentu saja Ibu selalu berdoa untuk anak-anak Ibu semua, tapi dari kemarin Ibu gak bisa tenang, bawaannya cemas terus, seperti ada firasat buruk," ucap Ibu terlihat sangat khawatir.“Lalu maksud Ibu?” ucap mas bagas terputus sembari mengangkat bahunya dan memandang Ibu lekat. “Kamu batalkan saja pergi ke Balinya,” ucap Ibu sambil membuang muka. Aku tahu Ibu sangat cemas, cemas bukan karena kekhawatirannya pad
Setelah sekitar 5 tahun pernikahan mas Bagas, mas Ardipun akan menikah, mas Ardi menikah dengan teman kantornya, mereka hanya beda divisi, dengan jabatan calon istrinya lebih tinggi. "Ini lho baru keren, calon istrinya mas Ardi cantik banget Bu, barang-barang yang melekat di tubuhnya barang mahal semua Bu," ucapku penuh semangat. "Alhamdulillah yang lebih penting baik orangnya," jawab Ibu. "Jelas baik banget Bu, belum jadi istri aja udah ngasih kita barang-barang bagus, apalagi kalau nanti sudah menikah Bu," ucapku penuh semangat. "Besok Nisa akan bawa tas baru pemberian mbak Sinta ke kampus, akan Nisa pamerkan ke teman-teman," ucapku penuh semangat. "Nisa juga akan undang teman-teman ke acara resepsi mas Ardi," ucapku menggebu-gebu. "Apa bener acara resepsinya akan diadakan secara besar-besaran dan mewah Nis," tanya Ibu. "Ya harus dong Bu, malu dong sama teman-teman kantor mas Ardi dan mbak Sinta kalau acaranya sederhana," ucap ku yakin. "Tapi kan nanti butuh biaya besar untu
"Ini Dek uang upahku hari ini," ucap Mas Bagas sambil memberikan uang padaku. "Iya Mas, trimaksih," jawabku menerima uang dengan tersenyum. "Kalau uang segini biasanya kamu pakai buat apa aja Dek, apakah cukup untuk kebutuhan kita sehari-hari?" tanya Mas Bagas. "InshaAllah cukup Mas,kalau kurang ya di cukup2kan," jawabku dengan senyum lebar. "Hari ini Rafif makan krupuk sama kecap lagi Dek?" tanya Mas Bagas. "setelah ini mau pergi belanja Mas, nanti Rafif adek belikan telor," jawabku semangat. "Kamu gak pengen punya stok makanan yang banyak dan selalu punya susu buat Rafif, sekarang Rafif sudah jarang minum susu," keluh mas Bagas. "Bukan gak pengen Mas, tapi keadaanya memang begini kan Mas?” jawabku bingung. "Jadi kalau seandainya bisa,kamu pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak-anak kan Dek?" tanya mas Bagas. "Pasti lah Mas, orang tua mana yang tidak ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak nya" jawabku heran. "Kalau kita tinggal bersama Anita pasti anak-anak ga
"Apa Mamah sudah benar-benar memikirkan keputusan ini?" tanya Adit setelah keadaan kami sudah mulai tenang. "Bukankah waktu itu kamu bilang jika Papah mengambil keputusan tidak karena pengaruh pelet maka gak masalah, barangkali keputusannya baik buat Papah," jawabku gamang. "Tapi Papah sebenarnya gak mau berpisah sama Mamah, gak mau cerai sama Mamah," ujar Adit. "Kamu tau kan Dit, kalau tante itu sedang mengandung anak Papah,jadi salah jika Papah gak nikahin tante itu," jawabku menjelaskan. "Apa benar itu anaknya Papah Mah?" tanya Adit memastikan. "Mamah sudah liat buktinya Dit," jawabku meyakinkan. "Tapi bagaimana kita akan melewati hari tanpa Papah Mah?" tanya Adit sedih. "Apa Adit pengin ikut tinggal bersama Papah?" tanyaku memastikan. “Jika memang Adit pengin ikut Papah, mamah gak papa kok, inshaAllah mamah bisa jaga diri,” kataku meyakinkan Adit. "Bukan itu Mah, barangkali Mamah masih bisa tetap bersama Papah," ujar Adit dengan tertunduk lesu. "Maafkan Mamah Dit, untuk
"Dit rencananya besok mamah mulai siap-siap buat jualan,” kataku pada Adit setelah selesai makan malam. “Sekedar jualan kopi sama gorengan trus mi rebus gitu,gimana menurutmu Dit?" ujarku meminta pendapat. "Adit setuju Mah, nanti kalau ada tambahan modal sekalian jualan nasi aja Mah masakan mamah kan enak, Adit pasti bantuin Mah," jawab Adit antusias. "Iyah makasih ya nak, kita berjuang bersama ya," ucapku semangat. "Kira-kira apa yang kita butuhkan untuk bikin warung Mah?" tanya Adit tak sabar. "Sementara seadanya saja Dit, nanti kita keluarkan meja makan, kan besar tuh lalu meja yang di dapur buat naruh kompor," jawabku penuh semangat. "Kursi kayu panjang yang ada di dalam kita keluarkan,terus mamah akan beli beberapa kursi plastik, kompor sama panci kecil,alat-alat lain yang ada aja” jawabku.“Kemudian mamah beli terpal tenda deklit dan bambu sebagai penyangganya nanti kita minta tolong pak Slamet buat bantuin kita bikin atap terpal," lanjut ku menjelaskan. "Kalau begitu bes