“Jangan pergi, Mada! Aku mohon dengarkan aku dulu!” sahut Tara, ia berusaha menahan Mada untuk masuk ke mobilnya. Namun Mada malah mendorong tubuh Tara sedikit keras untuk menjauh dari mobil berwarna silver itu.
Benar dugaan Mada, kalau Tara pasti akan segera menyusulnya ke apartemen itu. Tetapi sayangnya, Tara sedikit terlambat, sebab Mada sudah bersiap pergi dari sana.
“Mada, dengarkan aku, Sayang! Jangan pergi!” seru Tara. Tetapi Mada enggan untuk bertahan dan langsung duduk di bawah kemudi dan menutup pintu mobilnya.
Tara terus berusaha mencegah Mada pergi dengan memukul-mukul kaca mobil dan meminta Mada keluar dari mobilnya, tetapi Mada tetap tidak bergeming.
Mada langsung melajukan mobilnya meninggalkan Tara yang meneriakkan namanya. Hati Tara hancur saat melihat Mada pergi tanpa berucap sepatah kata pun dari bibirnya.
‘Ya Tuhan, inikah akhir kisah cintaku dengan Mada? Mengapa sesingkat ini?’ tangis Tara saat mobil Mada keluar dari basement itu.
Tara sudah merasa putus asa, harus menjelaskan salah paham ini kepada Mada. Sebab Mada sudah bersikeras untuk meninggalkannya. Bahkan talak tiga yang diucapkan Mada membuat Tara merasa pernikahannya tak akan pernah bisa diperbaiki.
Di basement itu, Tara menangis keras. Ia tak peduli ada beberapa orang yang menyaksikan Tara yang begitu dramatis.
Tara pun memutuskan kembali ke apartemennya dengan langkah gontai dan sepasang mata yang basah dan sembap.
Ia membuka pintu apartemen itu dengan kunci yang selalu ia bawa. Saat membuka pintu, apartemen itu terasa sangat lengang dan sunyi.
Tara segera masuk ke kamarnya, dan saat membuka lemari pakaian. Tara terkejut saat melihat semua pakaian Mada telah tiada, bahkan koper biru Mada tak lagi ada di tempatnya.
Bahkan Mada juga membawa serta laptop dan barang miliknya. Tara menangis sejadinya di malam itu. Hari-hari bahagianya terasa sudah berakhir seiring dengan kepergian Mada dari apartemen itu.
‘Mada, kenapa kamu tinggalkan aku? Aku tak bersalah, Mada. Aku dijebak oleh Martin,’ jerit batin Tara yang begitu terpukul karena kehilangan Mada.
Tara tak berputus asa, ia kemudian menghubungi Mada lewat ponselnya. Ia ingin bicara dengan Mada, Tara tak ingin pernikahannya dengan Mada kandas begitu saja.
Tetapi saat Tara menghubungi Mada, ternyata nomornya sudah diblokir oleh Mada, sehingga Tara tak bisa lagi menelepon dan mengirim pesan untuk Mada. Tara pun menangis lagi, ia merasa Mada sudah sangat membencinya.
Tetapi Tara lebih membenci Martin yang sudah sengaja menjebak dirinya agar bisa terpergok oleh Mada. Sehingga Mada mengira kalau Martin dan Tara terlibat perselingkuhan.
‘Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Sungguh, duniaku terasa berat jika Mada tak ada di sisiku. Apalagi dia sampai menceraikan aku seperti ini!’ Tara tak pernah menduga jika pernikahannya akan kandas.
Padahal tadi pagi, ia dan Mada baru saja bermesraan sebelum Tara berangkat ke tempat praktiknya, dan Mada pergi ke kantornya. Namun semua kemesraan itu tak akan terulang karena ulah Martin.
Setengah jam kemudian, Mada sudah sampai di apartemen milik Arya. Ia melangkah gontai menuju apartemen milik sahabatnya itu.
Tok tok tok! Mada mengetuk pintu apartemen Arya. Tak lama kemudian Arya membuka pintu dengan sepuntung rokok yang masih menyala di sela bibirnya.
“Wah, ada apa denganmu, Mada? Wajahmu kusut sekali seperti bajuku ini,” tanya Arya. Namun Mada tidak menjawab pertanyaan Arya. Ia langsung masuk ke apartemen itu.
Mada segera meletakkan kardus dan koper di sisi sofa dan kemudian duduk di sofa merah itu dengan lunglai.
“Ada apa? Kamu ada masalah dengan Tara sampai harus mengungsi ke sini?” tanya Arya lagi sambil mematikan rokoknya di asbak atas meja lalu duduk di samping Mada.
Mada menyandarkan kepalanya di sofa dan mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya lalu menghela napas berat. Ia masih diam seribu bahasa dan enggan untuk menjawab pertanyaan Arya.
Arya paham jika Mada tidak akan bicara sepatah kata pun jika hatinya sedang galau. Arya kemudian bangkit dan menuju kulkas. Ia kemudian mengeluarkan dua buah soft drink untuk diberikan pada Mada.
“Minum dulu, supaya hatimu tenang,” Arya membuka satu soft drink lalu menyerahkannya pada Mada. Mada menerimanya dan meneguk soft drink itu sampai habis setengahnya.
Arya kembali duduk di sampingnya, Arya lalu melepas ikat rambutnya dan mengibaskan rambutnya yang keriting dan panjang sebahu. Namun Mada merasa terganggu dengan aksi Arya itu.
“Hei, berapa bulan kamu tidak keramas? Bau rambutmu seperti bangkai tikus,” seru Mada sambil menutup hidungnya dan sedikit menjauh dari Arya. Arya yang cuek lalu mengikat rambutnya lagi.
“Nah, kalau kamu mau bicara kan enak! Aku kira lidahmu dicuri kucing,” ledek Arya sambil terkekeh. Arya memang sengaja bertingkah konyol seperti itu, agar Mada bisa bicara. Namun Mada malah terdiam lagi.
“Ada apa, Kawan? Ada masalah apa sampai kamu kabur dari istrimu?” tanya Arya lagi. Namun Mada kembali meneguk soft drink itu sampai habis. Hatinya masih diliputi kemarahan pada Tara.
“Ya sudah, kalau kamu tak mau bicara. Aku mau lanjut kerja lagi. Ada job dari klien yang harus aku selesaikan,” tandas Arya, ia lalu bangkit menuju meja kerjanya untuk menyelesaikan desain bangunan perumahan mewah.
Mada hanya menganggukkan kepalanya, namun ada air mata yang membendung di pelupuk netranya. Ia ingin sekali berteriak sekencang mungkin untuk melupkan kemarahan di hatinya.
Sementara itu, Tara semakin bingung ke mana Mada pergi. Bahkan Tara tak bisa melacak keberadaan Mada melalui aplikasi maps yang biasa dilakukan oleh Mada kepada dirinya.
Di benak Tara langsung terbesit Nana, Ibunda Mada. Tara berharap Mada pulang ke rumah ibunya. Tara segera menghubungi Nana melalui ponselnya.
“Assalamualaikum, Bu!’ ucap Tara saat Nana mengangkat telepon darinya.
“[Waalaikumsalam, Tara. Ada apa? Tumben kamu menelepon Ibu? Biasanya langsung datang ke rumah bersama Mada]” tanya Nana. Tara hanya terdiam sejenak.
“Ibu, apa Mada ada di rumah Ibu?” tanya Tara diliputi rasa kalut yang membuncah di dadanya.
“[Tidak, Sayang! Mada tidak ke mari, memangnya kenapa?]”Jawaban Nana membuat hati Tara semakin kecewa dan resah, lututnya lemas.
‘Astaga, Mada! Kamu pergi ke mana?’ tanya batin Tara.
“[Tara, apa kamu baik-baik saja? Kenapa kamu diam saja? Memangnya Mada tidak bisa dihubungi?]” tanya Nana. Tara tersadar dari lamunannya.
“Iya, Bu. Ponsel Mada tak bisa aku hubungi,” jawab Tara sambil menahan isak. Ia enggan menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya dan Mada saat itu. Namun Nana sepertinya mendengar isakan tangis Tara yang tertahan.
“[Apa kamu sedang ada masalah dengan Mada, Tara?]” cecar Nana.
"Tidak, Bu. Ibu tenang saja. Aku tidak bermasalah sekali sama sekali dengan Mada," jawab Tara.Ia segera menghapus air matanya dan mencoba menahan isaknya agar ibu mertuanya itu tidak khawatir dengan masalah yang dihadapi oleh Tara."[Kamu yakin tidak ada terjadi sesuatu di antara kamu dan anakku, Tara?]" tanya Nana memastikan lagi.Namun Tara terdiam sejenak dan berusaha agar suaranya tidak parau di telepon. Ia mencoba untuk bisa lebih tenang."Tenang saja, Bu. Hubungan kami baik-baik saja kok," jawab Tara lagi."[Lalu kenapa kamu menanyakan keberadaan Mada di rumah Ibu?]" tanya Nana lagi dengan nada penasaran."Sebab ponsel Mada tak bisa dihubungi, jadi aku menghubungi Ibu. Siapa tahu dia mampir ke sana," jawab Tara setenang mungkin."Tetapi sepertinya Mada sebentar lagi akan segera pulang, karena sudah waktunya jam pulang kantor," sambung Tara."Aku minta maaf sudah menanyakan keberadaan Mada pada Ibu, mungkin Mada pulang sedikit terlambat," ucap Tara.Namun entah mengapa Nana mem
Melihat ada air mata yang menitik di pipi Mada membuat sepasang alis tebal Arya bertaut."Kamu menangis, Mada? Bukannya tadi kamu marah-marah?" Pertanyaan polos Arya seperti menyindir Mada.Hati Mada kini terasa sakit dengan keputusan yang dibuatnya sendiri."Benar juga apa katamu, Arya! Aku telah ambil keputusan yang salah," Jawaban Mada kembali membuat Arya terperanjat."Kenapa kamu baru menyadarinya sekarang, Mada? Aku percaya kalau Tara wanita yang setia, dia sangat mencintaimu. Bahkan Tara pernah menolak cinta Martin bukan?" Pertanyaan Arya membuat Mada semakin tersudutkan.Kepalanya menunduk lesu, ia sudah membuat rumah tangganya dengan Tara hancur karena emosi sesaatnya.'Maafkan aku, Tara. Aku sudah termakan bisikan setan untuk menceraikanmu,' ucap batin Mada. Ia ingin segera menemui Tara secepatnya, namun ia merasa malu dengan perbuatannya pada Tara.Melihat sahabatnya bersedih, Arya meletakkan puntung rokoknya di sela asbak. Ia kemudian menepuk bahu Mada."Sudahlah, Kawan. K
Tok tok tok! Tara mengetuk apartemen Martin. Kemudian Martin membuka pintunya dan tersenyum semringah saat melihat Tara di depannya.“Mengapa aku yang harus datang ke apartemenmu? Kamu bisa kan langsung datang ke tempat praktik?” cecar Tara dengan nada kesal. “Maafkan aku,Tara. Aku sebenarnya ingin datang ke tempat praktikmu, tetapi aku sungguh benar-benar tidak bisa ke sana. Aku tidak sanggup berangkat karena sakitku ini,” jawab Martin sambil meringis kesakitan.“Lalu sebenarnya kamu sakit apa?” tanya Tara lagi.“Masuklah dahulu, nanti aku akan menceritakan keluhan kesehatanku,” jawab Martin. Tara pun menghela napasnya. Ia lalu masuk ke dalam apartemen Martin. Martin kemudian menutup pintu apartemennya. Dia kemudian menyunggingkan senyumnya lagi dan menatap Tara dari ujung kaki sampai ujung kepala.“Baiklah, Martin. Sekarang apa keluhanmu? Aku segera memeriksamu, setelah itu aku akan memberikan resepnya dan pergi dari sini,” papar Tara.“Aku merasa tidak enak, jika aku berduaan di
Tara sangat syok mendengar kata cerai dari mulut Mada, apalagi Mada sampaimengucapkan cerai talak tiga.“Mada, kamu serius menceraikanku dengan talak tiga sekaligus?” tanya Tara, ia melihat dengan jelas kemarahan di wajah Mada.“Aku tidak bercanda, Tara. Aku menikahimu sangat serius. Tetapi kini kamu malah mengkhianati pernikahan itu. Aku tak akan bisa kembali padamu,” amuk Mada sambil menuding Tara yang berurai air mata.“Dengan mengucapkan talak tiga, kita akan sulit bersama lagi, Mada,” sahut Tara dengan tangisan yang memilukan hati.“Justru lebih bagus, aku tak akan pernah melihat wajahmu lagi, Tara,” jawab Mada dengan tegas.“Tetapi kamu salah paham, Mada. Dia menjebakku untuk datang ke apartemen ini,” Tara berusaha meyakinkan Mada kalau dirinya tidak bersalah.“Cukup, Tara. Semuanya sudah terlambat. Pernikahan kita sudah hancur karena ulahmu, dan jangan harap kita akan bersatu lagi,” pungkas Mada. Kemudian ia pergi meninggalkan Tara dan Martin dengan hati yang sangat pedih.Tara
Melihat ada air mata yang menitik di pipi Mada membuat sepasang alis tebal Arya bertaut."Kamu menangis, Mada? Bukannya tadi kamu marah-marah?" Pertanyaan polos Arya seperti menyindir Mada.Hati Mada kini terasa sakit dengan keputusan yang dibuatnya sendiri."Benar juga apa katamu, Arya! Aku telah ambil keputusan yang salah," Jawaban Mada kembali membuat Arya terperanjat."Kenapa kamu baru menyadarinya sekarang, Mada? Aku percaya kalau Tara wanita yang setia, dia sangat mencintaimu. Bahkan Tara pernah menolak cinta Martin bukan?" Pertanyaan Arya membuat Mada semakin tersudutkan.Kepalanya menunduk lesu, ia sudah membuat rumah tangganya dengan Tara hancur karena emosi sesaatnya.'Maafkan aku, Tara. Aku sudah termakan bisikan setan untuk menceraikanmu,' ucap batin Mada. Ia ingin segera menemui Tara secepatnya, namun ia merasa malu dengan perbuatannya pada Tara.Melihat sahabatnya bersedih, Arya meletakkan puntung rokoknya di sela asbak. Ia kemudian menepuk bahu Mada."Sudahlah, Kawan. K
"Tidak, Bu. Ibu tenang saja. Aku tidak bermasalah sekali sama sekali dengan Mada," jawab Tara.Ia segera menghapus air matanya dan mencoba menahan isaknya agar ibu mertuanya itu tidak khawatir dengan masalah yang dihadapi oleh Tara."[Kamu yakin tidak ada terjadi sesuatu di antara kamu dan anakku, Tara?]" tanya Nana memastikan lagi.Namun Tara terdiam sejenak dan berusaha agar suaranya tidak parau di telepon. Ia mencoba untuk bisa lebih tenang."Tenang saja, Bu. Hubungan kami baik-baik saja kok," jawab Tara lagi."[Lalu kenapa kamu menanyakan keberadaan Mada di rumah Ibu?]" tanya Nana lagi dengan nada penasaran."Sebab ponsel Mada tak bisa dihubungi, jadi aku menghubungi Ibu. Siapa tahu dia mampir ke sana," jawab Tara setenang mungkin."Tetapi sepertinya Mada sebentar lagi akan segera pulang, karena sudah waktunya jam pulang kantor," sambung Tara."Aku minta maaf sudah menanyakan keberadaan Mada pada Ibu, mungkin Mada pulang sedikit terlambat," ucap Tara.Namun entah mengapa Nana mem
“Jangan pergi, Mada! Aku mohon dengarkan aku dulu!” sahut Tara, ia berusaha menahan Mada untuk masuk ke mobilnya. Namun Mada malah mendorong tubuh Tara sedikit keras untuk menjauh dari mobil berwarna silver itu.Benar dugaan Mada, kalau Tara pasti akan segera menyusulnya ke apartemen itu. Tetapi sayangnya, Tara sedikit terlambat, sebab Mada sudah bersiap pergi dari sana.“Mada, dengarkan aku, Sayang! Jangan pergi!” seru Tara. Tetapi Mada enggan untuk bertahan dan langsung duduk di bawah kemudi dan menutup pintu mobilnya.Tara terus berusaha mencegah Mada pergi dengan memukul-mukul kaca mobil dan meminta Mada keluar dari mobilnya, tetapi Mada tetap tidak bergeming.Mada langsung melajukan mobilnya meninggalkan Tara yang meneriakkan namanya. Hati Tara hancur saat melihat Mada pergi tanpa berucap sepatah kata pun dari bibirnya.‘Ya Tuhan, inikah akhir kisah cintaku dengan Mada? Mengapa sesingkat ini?’ tangis Tara saat mobil Mada keluar dari basement itu.Tara sudah merasa putus asa, ha
Tara sangat syok mendengar kata cerai dari mulut Mada, apalagi Mada sampaimengucapkan cerai talak tiga.“Mada, kamu serius menceraikanku dengan talak tiga sekaligus?” tanya Tara, ia melihat dengan jelas kemarahan di wajah Mada.“Aku tidak bercanda, Tara. Aku menikahimu sangat serius. Tetapi kini kamu malah mengkhianati pernikahan itu. Aku tak akan bisa kembali padamu,” amuk Mada sambil menuding Tara yang berurai air mata.“Dengan mengucapkan talak tiga, kita akan sulit bersama lagi, Mada,” sahut Tara dengan tangisan yang memilukan hati.“Justru lebih bagus, aku tak akan pernah melihat wajahmu lagi, Tara,” jawab Mada dengan tegas.“Tetapi kamu salah paham, Mada. Dia menjebakku untuk datang ke apartemen ini,” Tara berusaha meyakinkan Mada kalau dirinya tidak bersalah.“Cukup, Tara. Semuanya sudah terlambat. Pernikahan kita sudah hancur karena ulahmu, dan jangan harap kita akan bersatu lagi,” pungkas Mada. Kemudian ia pergi meninggalkan Tara dan Martin dengan hati yang sangat pedih.Tara
Tok tok tok! Tara mengetuk apartemen Martin. Kemudian Martin membuka pintunya dan tersenyum semringah saat melihat Tara di depannya.“Mengapa aku yang harus datang ke apartemenmu? Kamu bisa kan langsung datang ke tempat praktik?” cecar Tara dengan nada kesal. “Maafkan aku,Tara. Aku sebenarnya ingin datang ke tempat praktikmu, tetapi aku sungguh benar-benar tidak bisa ke sana. Aku tidak sanggup berangkat karena sakitku ini,” jawab Martin sambil meringis kesakitan.“Lalu sebenarnya kamu sakit apa?” tanya Tara lagi.“Masuklah dahulu, nanti aku akan menceritakan keluhan kesehatanku,” jawab Martin. Tara pun menghela napasnya. Ia lalu masuk ke dalam apartemen Martin. Martin kemudian menutup pintu apartemennya. Dia kemudian menyunggingkan senyumnya lagi dan menatap Tara dari ujung kaki sampai ujung kepala.“Baiklah, Martin. Sekarang apa keluhanmu? Aku segera memeriksamu, setelah itu aku akan memberikan resepnya dan pergi dari sini,” papar Tara.“Aku merasa tidak enak, jika aku berduaan di