Tara sangat syok mendengar kata cerai dari mulut Mada, apalagi Mada sampaimengucapkan cerai talak tiga.
“Mada, kamu serius menceraikanku dengan talak tiga sekaligus?” tanya Tara, ia melihat dengan jelas kemarahan di wajah Mada.
“Aku tidak bercanda, Tara. Aku menikahimu sangat serius. Tetapi kini kamu malah mengkhianati pernikahan itu. Aku tak akan bisa kembali padamu,” amuk Mada sambil menuding Tara yang berurai air mata.
“Dengan mengucapkan talak tiga, kita akan sulit bersama lagi, Mada,” sahut Tara dengan tangisan yang memilukan hati.
“Justru lebih bagus, aku tak akan pernah melihat wajahmu lagi, Tara,” jawab Mada dengan tegas.
“Tetapi kamu salah paham, Mada. Dia menjebakku untuk datang ke apartemen ini,” Tara berusaha meyakinkan Mada kalau dirinya tidak bersalah.
“Cukup, Tara. Semuanya sudah terlambat. Pernikahan kita sudah hancur karena ulahmu, dan jangan harap kita akan bersatu lagi,” pungkas Mada. Kemudian ia pergi meninggalkan Tara dan Martin dengan hati yang sangat pedih.
Tara ingin mencegah Mada pergi, tetapi saat Mada mengucap ‘talak tiga’ pada dirinya. Langkah kakinya tertahan. Baru kali ini ia mendengar perkataan yang begitu menyakitkan hatinya.
Mada tak hanya meninggalkannya, tetapi mengakhiri pernikahan mereka dengan perceraian talak tiga yang ia ucapkan. T
ara tak sangka jika rumah tangganya yang baru berusia enam bulan harus kandas begitu saja, karena salah paham dan ulah jahat Martin.
Tara kemudian menatap Martin dengan sorot mata yang tajam seperti hendak menelannya bulat-bulat. Ia begitu benci dengan pria itu.
Plak!
Tiba-tiba Tara menampar pipi kiri Martin dengan sangat keras, sampai badan Martin ikut terhuyung.
“Kamu jahat, Martin! Kamu sudah menghancurkan pernikahanku dengan Mada hanya dalam sekejap,” amuk Tara. Namun di wajah Martin sama sekali tak ada perasaan bersalah, ia malah menyunggingkan senyum penuh kemenangan.
“Hahaha, tetapi aku senang kamu bisa berpisah dengan Mada. Saat ini aku begitu terluka dengan pernikahan kalian,” kata Martin sambil terkekeh.
Tara ingin kembali menampar wajah Martin untuk kedua kalinya, tetapi ia tak ingin mengotori telapak tangannya lagi, ia begitu merasa jijik dengan Martin.
“Kejahatanmu melebihi blis, Martin. Kamu sangat licik dan jahat. Semoga Tuhan membalas kejahatanmu, karena sudah menghancurkan pernikahanku,” kutuk Tara. Namun Martin tetap tidak merasa berdosa dengan apa yang baru ia lakukan.
“Sudahlah, Tara! Kamu lihat sendiri kalau Mada begitu emosi, sampai tidak mendengar penjelasanmu. Bahkan sampai ingin bercerai. Laki-laki macam apa itu!" olok Martin.
“Lebih baik kita lanjutkan ‘permainan panas’ yang tertunda!” ajak Martin seraya menggoda Tara. Tara yang semakin murka, langsung menendang betis kiri.
Duag!
“Aaargh!” Martin mengerang kesakitan sambil bertekuk lutut karena tendangan kaki Tara.
“Dasar pria kurang ajar! Aku bukan wanita murahan yang bisa kamu perdaya, Martin!” balas Tara dengan puncak kemarahan di dadanya.
“Camkan baik-baik perkataanku! Ketika kamu hancurkan kebahagiaan orang lain, maka kebahagiaanmu akan berakhir saat itu juga,” tandas Tara.
Tara segera membereskan alat kedokteran dalam tasnya, lalu pergi meninggalkan Martin yang masih meringis kesakitan.
Namun Martin merasa sangat senang, jika ia sudah berhasil membuat Mada merasa cemburu. Bahkan Mada sampai mengucapkan cerai talak tiga kepada Tara.
‘Tunggu saja waktunya, Tara! Aku yang akan memilikimu nanti,’ Martin membatin sambil bangkit perlahan, ia masih merasakan sakit di betis kirinya.
Sementara itu, Mada kini sudah sampai di apartemen yang ia tinggali bersama Tara. Mada segera mengemasi barang-barangnya, sebab ia harus pergi dari apartemen yang ia beli dengan Tara sebelum mereka menikah.
Mada sudah terlanjur mengucap cerai talak tiga kepada Tara, bahkan Mada sangat membenci Tara karena kejadian memalukan yang terlihat di depan netranya.
‘Aku benci padamu, Tara. Aku tak akan pernah memaafkanmu, apalagi menerimamu kembali sebagai istriku!” Mada bertekad tak akan pernah memaafkan Tara dan ia memastikan akan bercerai dengan Tara.
Meskipun hati Mada masih sangat mencintai Tara, tetapi apa yang dilakukan Tara dan Martin sangat membuat Mada sakit hati, dan Mada tidak ingin lagi melanjutkan jalinan pernikahannya bersama Tara. Mada merasa begitu trauma dengan pengkhianatan Tara.
Mada menyadari kalau Tara sudah memberikan penjelasan padanya, jika semua itu hanya salah paham.
Tetapi kejadian di atas tempat tidur Martin yang terekam di pikiran Mada, membuat alasan dari Tara adalah bohong belaka.
Hati Mada tertutup emosi, ia tak lagi mendengarkan nurani untuk bisa mendengar semua yang dikatakan dari Tara.
Namun Mada merasa bingung, harus ke mana ia sekarang. Sebab ia tak ingin jika ibunya tahu kondisi rumah tangganya yang berakhir begitu cepat.
Mada enggan untuk pulang ke rumah sang Ibu. Mada memutar otaknya untuk mencari tempat tinggal sementara. Terbesit di benak Mada untuk tinggal sementara di apartemen milik sahabat karibnya.
‘Baiklah, aku akan pergi ke apartemen Bujang Lapuk itu saja, dia kan tinggal seorang diri,’ pikir Mada.
Kemudian ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan meminta izin sahabatnya itu untuk tinggal sementara di apartemennya.
Setelah lama berbincang, sahabatnya mengizinkan Mada tinggal di apartemennya. Mada pun merasa senang ia bisa mendapatkan tempat berteduh untuk sementara.
Mada lalu menutup teleponnya dan melangkah keluar dari apartemen itu sambil membawa koper dan sebuah kardus. Namun baru beberapa langkah, Mada berhenti dan menoleh ke belakang.
Apartemen itu menyimpan banyak kenangan manis bersama Tara, setelah mereka mengikat janji suci pernikahan. Di sofa berwarna biru itu, biasanya Mada akan bermesraan dengan Tara.
Bahkan di dapur tersebut, Tara selalu menyajikan masakan yang enak untuk Mada. Walau Tara berprofesi sebagai seorang dokter, tetapi Tara sangat pandai memasak dan berusaha menjadi istri idaman bagi Mada.
Kini semuanya tinggal kenangan, Mada sudah menceraikan Tara dengan talak tiga sekaligus. Memang ada penyesalan dalam hati Mada, tetapi mengingat kembali apa yang Tara lakukan bersama Martin membuat hatinya kembali memanas.
Mada berpikir ia tak salah mengambil keputusan karena Tara sudah berkhianat. Bahkan Mada akan mendaftarkan perceraiannya ke Pengadilan Agama agar bisa diyrus secepatnya.
Mada segera mengunci pintu apartemen itu dengan kunci cadangan. Sebab kunci yang asli dibawa oleh Tara.
Ia lalu melangkah pergi sebelum Tara datang menyusulnya ke apartemen itu. Mada tahu, Tara pasti akan menuju apartemen tersebut untuk segera menemuinya.
Mada segera mempercepat langkahnya menuju basement di mana mobilnya diparkirkan. Ia tak ingin bertemu dengan Tara lagi. Bahkan tak akan menginjakkan kakinya lagi di apartemen itu. Hatinya masih diliputi rasa marah dan kecewa.
Namun saat Mada sedang memasukkan semua barang-barang miliknya ke mobil, ada tangan yang menggenggam lengan Mada. Mada pun kaget dan menoleh pada seseorang yang menahannya pergi.
“Jangan pergi, Mada! Aku mohon dengarkan aku dulu!” sahut Tara, ia berusaha menahan Mada untuk masuk ke mobilnya. Namun Mada malah mendorong tubuh Tara sedikit keras untuk menjauh dari mobil berwarna silver itu.Benar dugaan Mada, kalau Tara pasti akan segera menyusulnya ke apartemen itu. Tetapi sayangnya, Tara sedikit terlambat, sebab Mada sudah bersiap pergi dari sana.“Mada, dengarkan aku, Sayang! Jangan pergi!” seru Tara. Tetapi Mada enggan untuk bertahan dan langsung duduk di bawah kemudi dan menutup pintu mobilnya.Tara terus berusaha mencegah Mada pergi dengan memukul-mukul kaca mobil dan meminta Mada keluar dari mobilnya, tetapi Mada tetap tidak bergeming.Mada langsung melajukan mobilnya meninggalkan Tara yang meneriakkan namanya. Hati Tara hancur saat melihat Mada pergi tanpa berucap sepatah kata pun dari bibirnya.‘Ya Tuhan, inikah akhir kisah cintaku dengan Mada? Mengapa sesingkat ini?’ tangis Tara saat mobil Mada keluar dari basement itu.Tara sudah merasa putus asa, ha
"Tidak, Bu. Ibu tenang saja. Aku tidak bermasalah sekali sama sekali dengan Mada," jawab Tara.Ia segera menghapus air matanya dan mencoba menahan isaknya agar ibu mertuanya itu tidak khawatir dengan masalah yang dihadapi oleh Tara."[Kamu yakin tidak ada terjadi sesuatu di antara kamu dan anakku, Tara?]" tanya Nana memastikan lagi.Namun Tara terdiam sejenak dan berusaha agar suaranya tidak parau di telepon. Ia mencoba untuk bisa lebih tenang."Tenang saja, Bu. Hubungan kami baik-baik saja kok," jawab Tara lagi."[Lalu kenapa kamu menanyakan keberadaan Mada di rumah Ibu?]" tanya Nana lagi dengan nada penasaran."Sebab ponsel Mada tak bisa dihubungi, jadi aku menghubungi Ibu. Siapa tahu dia mampir ke sana," jawab Tara setenang mungkin."Tetapi sepertinya Mada sebentar lagi akan segera pulang, karena sudah waktunya jam pulang kantor," sambung Tara."Aku minta maaf sudah menanyakan keberadaan Mada pada Ibu, mungkin Mada pulang sedikit terlambat," ucap Tara.Namun entah mengapa Nana mem
Melihat ada air mata yang menitik di pipi Mada membuat sepasang alis tebal Arya bertaut."Kamu menangis, Mada? Bukannya tadi kamu marah-marah?" Pertanyaan polos Arya seperti menyindir Mada.Hati Mada kini terasa sakit dengan keputusan yang dibuatnya sendiri."Benar juga apa katamu, Arya! Aku telah ambil keputusan yang salah," Jawaban Mada kembali membuat Arya terperanjat."Kenapa kamu baru menyadarinya sekarang, Mada? Aku percaya kalau Tara wanita yang setia, dia sangat mencintaimu. Bahkan Tara pernah menolak cinta Martin bukan?" Pertanyaan Arya membuat Mada semakin tersudutkan.Kepalanya menunduk lesu, ia sudah membuat rumah tangganya dengan Tara hancur karena emosi sesaatnya.'Maafkan aku, Tara. Aku sudah termakan bisikan setan untuk menceraikanmu,' ucap batin Mada. Ia ingin segera menemui Tara secepatnya, namun ia merasa malu dengan perbuatannya pada Tara.Melihat sahabatnya bersedih, Arya meletakkan puntung rokoknya di sela asbak. Ia kemudian menepuk bahu Mada."Sudahlah, Kawan. K
Tok tok tok! Tara mengetuk apartemen Martin. Kemudian Martin membuka pintunya dan tersenyum semringah saat melihat Tara di depannya.“Mengapa aku yang harus datang ke apartemenmu? Kamu bisa kan langsung datang ke tempat praktik?” cecar Tara dengan nada kesal. “Maafkan aku,Tara. Aku sebenarnya ingin datang ke tempat praktikmu, tetapi aku sungguh benar-benar tidak bisa ke sana. Aku tidak sanggup berangkat karena sakitku ini,” jawab Martin sambil meringis kesakitan.“Lalu sebenarnya kamu sakit apa?” tanya Tara lagi.“Masuklah dahulu, nanti aku akan menceritakan keluhan kesehatanku,” jawab Martin. Tara pun menghela napasnya. Ia lalu masuk ke dalam apartemen Martin. Martin kemudian menutup pintu apartemennya. Dia kemudian menyunggingkan senyumnya lagi dan menatap Tara dari ujung kaki sampai ujung kepala.“Baiklah, Martin. Sekarang apa keluhanmu? Aku segera memeriksamu, setelah itu aku akan memberikan resepnya dan pergi dari sini,” papar Tara.“Aku merasa tidak enak, jika aku berduaan di
Melihat ada air mata yang menitik di pipi Mada membuat sepasang alis tebal Arya bertaut."Kamu menangis, Mada? Bukannya tadi kamu marah-marah?" Pertanyaan polos Arya seperti menyindir Mada.Hati Mada kini terasa sakit dengan keputusan yang dibuatnya sendiri."Benar juga apa katamu, Arya! Aku telah ambil keputusan yang salah," Jawaban Mada kembali membuat Arya terperanjat."Kenapa kamu baru menyadarinya sekarang, Mada? Aku percaya kalau Tara wanita yang setia, dia sangat mencintaimu. Bahkan Tara pernah menolak cinta Martin bukan?" Pertanyaan Arya membuat Mada semakin tersudutkan.Kepalanya menunduk lesu, ia sudah membuat rumah tangganya dengan Tara hancur karena emosi sesaatnya.'Maafkan aku, Tara. Aku sudah termakan bisikan setan untuk menceraikanmu,' ucap batin Mada. Ia ingin segera menemui Tara secepatnya, namun ia merasa malu dengan perbuatannya pada Tara.Melihat sahabatnya bersedih, Arya meletakkan puntung rokoknya di sela asbak. Ia kemudian menepuk bahu Mada."Sudahlah, Kawan. K
"Tidak, Bu. Ibu tenang saja. Aku tidak bermasalah sekali sama sekali dengan Mada," jawab Tara.Ia segera menghapus air matanya dan mencoba menahan isaknya agar ibu mertuanya itu tidak khawatir dengan masalah yang dihadapi oleh Tara."[Kamu yakin tidak ada terjadi sesuatu di antara kamu dan anakku, Tara?]" tanya Nana memastikan lagi.Namun Tara terdiam sejenak dan berusaha agar suaranya tidak parau di telepon. Ia mencoba untuk bisa lebih tenang."Tenang saja, Bu. Hubungan kami baik-baik saja kok," jawab Tara lagi."[Lalu kenapa kamu menanyakan keberadaan Mada di rumah Ibu?]" tanya Nana lagi dengan nada penasaran."Sebab ponsel Mada tak bisa dihubungi, jadi aku menghubungi Ibu. Siapa tahu dia mampir ke sana," jawab Tara setenang mungkin."Tetapi sepertinya Mada sebentar lagi akan segera pulang, karena sudah waktunya jam pulang kantor," sambung Tara."Aku minta maaf sudah menanyakan keberadaan Mada pada Ibu, mungkin Mada pulang sedikit terlambat," ucap Tara.Namun entah mengapa Nana mem
“Jangan pergi, Mada! Aku mohon dengarkan aku dulu!” sahut Tara, ia berusaha menahan Mada untuk masuk ke mobilnya. Namun Mada malah mendorong tubuh Tara sedikit keras untuk menjauh dari mobil berwarna silver itu.Benar dugaan Mada, kalau Tara pasti akan segera menyusulnya ke apartemen itu. Tetapi sayangnya, Tara sedikit terlambat, sebab Mada sudah bersiap pergi dari sana.“Mada, dengarkan aku, Sayang! Jangan pergi!” seru Tara. Tetapi Mada enggan untuk bertahan dan langsung duduk di bawah kemudi dan menutup pintu mobilnya.Tara terus berusaha mencegah Mada pergi dengan memukul-mukul kaca mobil dan meminta Mada keluar dari mobilnya, tetapi Mada tetap tidak bergeming.Mada langsung melajukan mobilnya meninggalkan Tara yang meneriakkan namanya. Hati Tara hancur saat melihat Mada pergi tanpa berucap sepatah kata pun dari bibirnya.‘Ya Tuhan, inikah akhir kisah cintaku dengan Mada? Mengapa sesingkat ini?’ tangis Tara saat mobil Mada keluar dari basement itu.Tara sudah merasa putus asa, ha
Tara sangat syok mendengar kata cerai dari mulut Mada, apalagi Mada sampaimengucapkan cerai talak tiga.“Mada, kamu serius menceraikanku dengan talak tiga sekaligus?” tanya Tara, ia melihat dengan jelas kemarahan di wajah Mada.“Aku tidak bercanda, Tara. Aku menikahimu sangat serius. Tetapi kini kamu malah mengkhianati pernikahan itu. Aku tak akan bisa kembali padamu,” amuk Mada sambil menuding Tara yang berurai air mata.“Dengan mengucapkan talak tiga, kita akan sulit bersama lagi, Mada,” sahut Tara dengan tangisan yang memilukan hati.“Justru lebih bagus, aku tak akan pernah melihat wajahmu lagi, Tara,” jawab Mada dengan tegas.“Tetapi kamu salah paham, Mada. Dia menjebakku untuk datang ke apartemen ini,” Tara berusaha meyakinkan Mada kalau dirinya tidak bersalah.“Cukup, Tara. Semuanya sudah terlambat. Pernikahan kita sudah hancur karena ulahmu, dan jangan harap kita akan bersatu lagi,” pungkas Mada. Kemudian ia pergi meninggalkan Tara dan Martin dengan hati yang sangat pedih.Tara
Tok tok tok! Tara mengetuk apartemen Martin. Kemudian Martin membuka pintunya dan tersenyum semringah saat melihat Tara di depannya.“Mengapa aku yang harus datang ke apartemenmu? Kamu bisa kan langsung datang ke tempat praktik?” cecar Tara dengan nada kesal. “Maafkan aku,Tara. Aku sebenarnya ingin datang ke tempat praktikmu, tetapi aku sungguh benar-benar tidak bisa ke sana. Aku tidak sanggup berangkat karena sakitku ini,” jawab Martin sambil meringis kesakitan.“Lalu sebenarnya kamu sakit apa?” tanya Tara lagi.“Masuklah dahulu, nanti aku akan menceritakan keluhan kesehatanku,” jawab Martin. Tara pun menghela napasnya. Ia lalu masuk ke dalam apartemen Martin. Martin kemudian menutup pintu apartemennya. Dia kemudian menyunggingkan senyumnya lagi dan menatap Tara dari ujung kaki sampai ujung kepala.“Baiklah, Martin. Sekarang apa keluhanmu? Aku segera memeriksamu, setelah itu aku akan memberikan resepnya dan pergi dari sini,” papar Tara.“Aku merasa tidak enak, jika aku berduaan di