Share

BAB 5

Author: Dazzling Michii
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Asep kesal, ia menyumpal kembali mulut Hanna. Hendak melanjutkan aksi tak senonoh yang sempat tertunda.

 “Lebih baik mulutmu tersumpal begini,” ucap Asep. Mengikatkan sumpalan lebih kuat.

Hanna meronta-ronta. Ia tahu bahwa akan terjadi hal yang tidak beres selanjutnya. Pikiran kotor lelaki itu. Berusaha melawan sekeras yang ia bisa, tetapi berakhir sia-sia. Fisik Asep sangat kuat, tak bisa dibandingkan dengan dirinya sendiri. Hanna lemah. Dress Hanna dilucuti dari tubuhnya. 

“Mmmm … mmmm.” 

Hanna bergumam tak jelas. Asep menggeleng lalu tersenyum miring, makin Hanna meronta, makin membuat Asep bernafsu. Apalah daya Hanna tidak sanggup melawan dalam kondisi terikat. Tubuh bagian atas Hanna dijamah oleh Asep. Saat ini kondisi Hanna setengah telanjang, baru bagian atas yang terbuka.

Air mata mulai keluar dari kedua mata Hanna. Berharap terbangun dari mimpi buruk yang saat ini terjadi. Hanna, seseorang yang sangat disegani ketika berada di luar sana, malah dilecehkan di tempat kumuh seperti ini. Begitulah yang ada di pikirannya, merasa harga dirinya sudah ternodai oleh lelaki jahanam seperti Asep yang tidak dikenalinya.

Dengan kedua tangannya, Asep menjamah keindahan tubuh Hanna, tanpa perlawanan dari gadis itu. Ia mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu dan melanjutkan dengan menanggalkan celana yang masih melekat pada dirinya. Tindakannya terhenti saat merasakan getaran dan mendengar sebuah panggilan dari ponsel miliknya.

“Sialan! Siapa yang telah menggangguku lagi mau enak begini,” gerutu Asep. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.

Tertera nomor tak bernama dalam panggilan tersebut. Namun, Asep mengetahui nomor itu adalah milik orang yang menyewa jasanya. Dengan malas dan raut wajah masam, Asep mengangkat panggilan tersebut. Ia juga ingat, baru mendapat uang muka saja dari seseorang itu. Ternyata tadi Asep belum memberikan kabar kepada orang yang menyewanya. Orang yang menyewa Asep adalah Robby. Sekalian saja ia menagih sisanya, pikir Asep.

“Ada apa kau meneleponku?” tanya Asep memulai obrolan lewat telepon.

“Dasar dungu, berani juga kau bicara seperti itu kepadaku! Aku tentu ingin menanyakan bagaimana dengan tugas yang telah aku berikan kepadamu, Keparat!” maki Robby lewat percakapan telepon.

“Tentu saja dia sudah aku amankan. Dan, bagaimana dengan sisanya?” jawab Asep  sekaligus melayangkan pertanyaan. 

“Aku kira kau tidak menginginkan sisa pembayarannya karena suaramu tadi seperti kau sudah menjadi orang kaya dari pada aku sekarang,” hina Robby untuk Asep.

“Sialan!” umpat Asep.

“Aku menghubungi karena ingin membayarmu sekarang juga,” ujar Robby.

“Dini hari begini? Dan, di luar masih hujan, mengapa kau tidak transfer saja ke rekeningku? Repot sekali pemikiranmu!” cibir Asep.

“Aku tidak bisa mentransfermu, laporan keuanganku nanti pasti akan ditanya ini itu. Kalau secara tunai, aku bisa mempunyai alasan yang lain dan kalau besok-besok aku tidak janji bisa bertemu denganmu karena kesibukanku,” jelas Robby.

 “Dasar bodoh! Kalau kau tidak ingin dibayar, aku anggap urusan kita selesai sampai di sini,” sambung Robby. Terdengar kesal.

“Enak saja. Baiklah, di mana kita bertemu?” tanya Asep.

“Aku kirimkan lokasinya sekarang melalui pesan, cepat kau kemari! Aku tidak bisa lama-lama berada di sini,” jawab Robby yang langsung mengakhiri panggilan.

Belum sempat berbicara, Asep mengeluh karena panggilan yang terputus.

“Emang keparat! Sok berkuasa! Bajingan sialan,” maki Asep. Mengeluarkan sumpah serapah yang tertahan. Begitu si penelepon sudah mengakhiri panggilan secara sepihak, langsung diluapkannya secara bebas makiannya itu.

Melirik ponsel lalu menyimpan kembali dalam saku celananya. Asep merasa dilema karena dengan pilihan melanjutkan hasratnya atau sisa uang pembayaran. Memperhatikan Hanna yang sedang setengah telanjang, Asep terlihat bernafsu sekali. Namun, ia harus menahan nafsunya demi uang. Tubuh Hanna dan uang sama-sama membuatnya bernafsu, tetapi uang lebih menggiurkan. Toh, setelah mendapat uang, ia kembali ke sini dan bisa melanjutkan hasratnya kepada Hanna sepuasnya, pikir Asep.

Dengan terpaksa, ia memakai kembali pakaian dan meninggalkan Hanna sendirian di dalam ruangan. Hanna yang ditinggal sendiri hanya bisa menangis, keadaan mental Hanna tertekan. Apalagi ia belum makan beberapa hari, memperlihatkan wajah pucat Hanna.

Masih dalam keadaan terikat di sebuah kursi dalam keadaan setengah telanjang, bagian atas hanya ditutup sebuah bra dan celana dalam. Dalam keadaan lemah dan tak berkutik, Hanna hanya bisa menangis meratapi hidup yang telah salah memilih kepercayaan kepada Robby.

Penyesalan yang datang terakhir karena membantah ucapan sang papa masih melintas di kepala Hanna. Ia cuma bisa pasrah, berharap terbangun dari mimpi buruknya. Dalam ruangan lembab dan nyaris tanpa diterangin cahaya. Hanya terdengar isak tangis Hanna.

****

Bagus yang masih berada di luar kontrakan Asep, mencari posisi bersembunyi karena mendengar derap langkah yang mendekat. Di balik persembunyiannya, ia melihat Asep yang berjalan dari kejauhan memasuki mobil. Satu pertanyaan yang muncul di pikiran Bagus, apa yang sudah Asep lakukan kepada wanita yang dibawanya di dalam sana?

Sedangkan Asep yang sudah di dalam mobil, melihat ponsel genggamnya, membaca pesan yang dikirim oleh Robby. Tujuan lokasi mereka akan bertemu. Tampak banyak kerutan di wajah Asep. Ia amat kesal karena Robby mengganggu kesenangan yang ingin ia peroleh dari Hanna. Menikmati tubuh wanita itu karena butuh banyak uang bagi Asep untuk mendapatkan wanita secantik Hanna. 

Apalagi seorang putri pewaris tunggal sebuah perusahaan tersohor, mempunyai cabang besar di berbagai negara dengan produk-produk terkemuka dan berkualitas. Andai saja Asep di posisi Robby, pasti ia tidak akan tergiur oleh wanita lain karena kekayaan keluarga Hanna sangat besar dan disegani kalangan atas.

Tersentak dari lamunan, Asep menghidupkan mobil yang diberikan oleh Robby untuknya. Faktanya, bayaran yang cukup besar bagi Asep hingga mendapatkan satu unit mobil dan uang tunai melimpah dari Robby. Dengan mengerjakan tugas ringan dan tidak sulit baginya. Mobil pun melaju meninggalkan kediaman kontrakan kumuh dan lama milik Asep yang bertahun-tahun ia singgahi selama ini.

Mengetahui bahwa Asep telah benar-benar meninggalkan kediamannya, Bagus langsung mencari jalan untuk menerobos masuk. Mengusap wajah karena air hujan, lelaki itu melirik ke arah pintu depan. Menggoyangkan kenop pintu berulang kali, bermaksud membuka pintu secara paksa. Namun, hasilnya nihil, tidak terbuka sama sekali. Bagus tidak kehabisan akal. Rasa penasarannya amat tinggi untuk mengetahui bagaimana nasib seorang wanita di dalam kediaman Asep. Menyelamatkan wanita tersebut sebisa yang Bagus perbuat nanti.  

Masih mengitari sekeliling kawasan rumah itu, mencari celah agar dapat memasuki rumah yang ada di hadapannya. Dari pintu depan sampai pintu belakang rumah telah Bagus coba, tetapi ia belum juga menemukan titik celah. Ingin rasanya membuka rumah tersebut secara paksa. Tiba-tiba, niat Bagus terhenti, arah pandangnya tertuju pada sebuah jendela samping rumah Asep yang sepertinya tidak terkunci. Bagus mencoba membuka jendela itu. Benar saja, memang tidak terkunci. Dengan cepat, Bagus mengambil tindakan masuk lewat jendela, tanpa berpikir panjang. 

Memang kawasan tempat Bagus jika sudah dini hari suasananya terasa sunyi karena para penduduk sudah terlelap dalam buaian mimpi masing-masing. Dan, mereka juga tidak suka kelayapan karena takut hal tidak diinginkan terjadi. Gemuruh suara guntur menari di atas langit, diiringi dengan derasnya hujan. Ditambah dengan suara tangisan Hanna. Gadis itu kelelahan, kembali memejamkan mata. Tubuh yang sudah lemas tak berdaya, membuat gadis itu kembali jatuh pingsan untuk ke sekian kalinya. 

Related chapters

  • Suami di Atas Kertas   BAB 6

    Bagus berhasil masuk ke kediaman Asep. Dirasakannya tempat tinggal tetangganya itu yang lembab dan minim cahaya. Sungguh membuat tidak nyaman bagi siapa pun yang menempati rumah ini. Meski penerangan yang sedikit, Bagus dapat melihat sosok wanita yang berada sejauh satu meter dari posisinya berdiri. Bagus memangkas jaraknya dengan Hanna yang masih duduk di kursi. Bagus terkejut ketika melihat gadis itu yang setengah telanjang. Namun, hasrat Bagus tidaklah langsung naik hanya gara-gara itu. Dirinya bukanlah Asep. Tujuan Bagus adalah murni ingin menyelamatkan gadis itu. Beragam asumsi sudah bersarang di kepala Bagus. Bisa saja Asep belum menuntaskan nafsu bejatnya terhadap wanita ini. Atau, bisa jadi sudah diperbuat Asep. Entahlah, Bagus tidak tahu. Ia mencoba membangun wanita itu agar secepatnya bisa bebas dari tempat ini, sebelum Asep datang. Bagus membuka kain yang menyumpal mulut Hanna.“Hey, kamu! Bangunlah. Ayo!” titah Bagus sambil menepuk-nepuk pipi Hanna. “Hey! Ayo, bangun! Kam

  • Suami di Atas Kertas   BAB 7

    “Dek, kita itu harus menolong sesama. Bisa jadi dia adalah korban Asep. Kalian sama-sama wanita. Coba kamu pikir jika kamu berada di posisinya. Pasti ingin ada seseorang yang menolong, kan? Tidak ada salahnya kita berbuat kebaikan, Dek,” ujar Bagus. Mendengar perkataan Bagus, Tyas pun merasa seperti sebuah aliran listrik mengalir di seluruh peredaran darahnya. Bisa Tyas bayangkan jika kejadian tersebut terjadi kepada dirinya sendiri.“Iya, Kak. Iya. Beliin Tyas sarapan, Kak. Tyas mau berangkat sekolah,” ucap Tyas. “Kakak belikan. Tapi kakak minta tolong, habis pulang sekolah, kamu jaga gadis itu, ya. Kasih dia makan juga,” pinta Bagus. Tyas menghela napas, “Siap, Kakakku,” kata Tyas. Bagus tersenyum. Diusapnya lembut kepala Tyas. Lantas, Bagus pergi untuk membeli sarapan untuk mereka sekeluarga. Namun, tiba-tiba saja ditahan oleh Tyas. “Kakak, tunggu!” Bagus menghentikan langkahnya lalu berbalik badan, menghadap Tyas kembali. “Iya, Dek, ada apa?” tanya sang kakak. Tyas mengarahk

  • Suami di Atas Kertas   BAB 8

    “Sudah tau pusing, lagi sakit. Sok-sokan pula kamu dengan kondisi lemah begini!” ujar Tyas sambil merangkul tubuh Hanna yang lemah.“Bisa mati aku dimarahin Kakak, kalau kau sampai mati di sini. Tentu juga sangat merepotkan kami mengurus biaya kematianmu,” sambung Tyas dengan perkataan yang tidak sopan.Hanna membulatkan kedua bola mata, seperti ingin keluar dari tempatnya. Seorang gadis berkata tidak sopan untuk ke sekian kali kepadanya. Namun, yang terlintas di pikiran Hanna, walaupun Tyas tidak sopan kepadanya, tetapi ia sangat menurutin perkataan Kakaknya. Membuat Hanna menjadi penasaran siapa sang kakak yang terus menerus diucapkan gadis itu.“Sebaiknya kamu makan, jika tidak makan kondisimu akan makin melemah. Maaf kami tidak bisa memberimu makan yang enak seperti yang kau makan sehari-hari di luar sana,” imbuh Tyas dengan intonasi yang pelan. ***Bagus tidak bisa tidur nyenyak selama beberapa hari terakhir. Ketika ia akhirnya bisa tidur, malah di tempat yang tidak nyaman. Di te

  • Suami di Atas Kertas   BAB 9

    Bagus menoleh. Entah sejak kapan Asep datang dan seenaknya menghardik dirinya begitu saja. Tak ubahnya seperti Julio tadi. Perkataan Asep lebih menohok. Namun, Bagus rasa Asep-lah orang yang tak tahu diri!“Tampangku masih lebih mending darimu, Asep,” batin Bagus. Bagus bangkit dari duduknya sambil mengontrol emosi di dada. “Mungkin kau sudah merasa kaya sekarang. Tapi, hartamu didapat dari jalan yang tidak halal. Harusnya kau sadar akan hal itu,” ucap Bagus. Untuk hal yang satu ini, ia berani melawan. Sebab Asep sama seperti dirinya. Bukan sombong, tetapi Bagus bisa mengatakan kalau dirinya lebih baik dari Asep. Tetangganya itu, entah berapa banyak keburukan yang ia buat, entah dari mana saja ia peroleh pundi-pundi kekayaannya. Terakhir kali, ia memergoki Asep yang menyekap seorang gadis dalam rumahnya. Bagus jadi teringat akan gadis itu. Bagaimana kondisinya sekarang? Pikir Bagus. “Berani kau melawan aku, Sialan!” umpat Asep. Hampir saja satu bogem mentah mendarat ke wajah Bagus,

  • Suami di Atas Kertas   BAB 10

    “Pak, apa benar di sini sedang membutuhkan kuli angkut?” tanya Bagus. Lelaki itu menatap Bagus dari atas sampai bawah lalu berkata, “Iya, benar.”“Saya mau menjadi kuli angkut di sini, Pak. Apa bisa?” tanya Bagus. Karena kesibukan melayani pembeli, pemilik toko itu tak sempat menginterogasi Bagus. Dia pun mengiyakan saja. Bagus amat senang, terlebih dia langsung bekerja hari itu juga. “Tolong angkat barang belanjaan ibu itu,” titah pemilik toko. Bagus mengangguk. Menghampiri seorang wanita yang dimaksud sang pemilik toko. Bagus menatap barang belanjaan wanita yang asyik berkipas itu sampai-sampai menelan ludah. Barang belanjaannya begitu banyak. Karena diam saja, membuat ibu berpenampilan modis tersebut tampak marah. “Kenapa kau diam saja? Cepat angkat barang-barang saya.” Bagus tersentak, tubuh gemetar melihat mengerikannya tatapan wanita itu. Bagus langsung mengangkat sepuluh karung beras di pungungnya. Satu karung beras, beratnya sepuluh kilo. Oh, tidak, Bagus merasakan ini le

  • Suami di Atas Kertas   BAB 11

    “Rese banget tuh orang. Dia bisa bawa kendaraan apa enggak, sih. Dikiranya jalan itu punya nenek moyangnya apa? Bukannya lihat-lihat dulu. Dasar. Baju Kakak sampai kayak gini, kan.” Bagus justru tertawa mendengar celotehan adiknya. Hiburan di tengah duka. “Sudahlah, tidak apa-apa. Berpikir positif. Mungkin dia lagi buru-buru, jadi tidak melihat kakak,” ujar Bagus. Tyas memanyunkan bibirnya beberapa sentimeter ke depan. “Kakak, mah, baik banget orangnya,” balas Tyas. Bagus tersenyum tipis. Mengacak-acak rambut panjang sang adik. Bagus beranjak ke kamar mandi, untuk membersihkan diri. Begitu usai, dia pun berganti baju dengan yang bersih. Baju kotor tadi, dia letakkan di keranjang. Bersatu dengan pakaian kotor lain. Setelahnya, lelaki itu menghampiri adiknya yang duduk termenung di lantai. “Dek, kenapa melamun?” tanya Bagus. Ikut duduk di samping gadis itu. “Lagi melamun, mau sampai berapa lama wanita yang Kakak bawa itu berada di rumah kita?” Tyas melemparkan pertanyaan. Bagus tam

  • Suami di Atas Kertas   BAB 12

    Kesedihan beserta kemarahan kini menyelimuti diri gadis itu. Menjerit dan meraung, dengan satu gerakan tangan menyapu seisi barang-barang yang ada di atas meja. Semua jatuh ke lantai. Pecah, berserak, termasuk foto kebersamaan mereka. Buat apa lagi masih dipajang, hubungan juga sudah kandas. Cairan berwarna merah keluar dari tangan Hanna akibat terkena goresan benda-benda tajam. Tangan yang terluka tidak terasa karena dikalahkan dengan perihnya luka hati. Terlihat darah menetes dari sayatan luka di tangan Hanna.Gadis itu melangkah gontai ke arah kamar mandi. Menghidupkan shower dan duduk di bawah derasnya air yang mengalir. Tubuhnya basah, meringkuk dengan kesedihan mendalam. Rasa dingin yang menyergap tak lagi dihiraukan. Air mata jatuh, bersatu dengan air dari shower yang mengalir. Darah masih mengucur, meninggalkan warna merah di lantai. Mengalir bersama air. Berakhir masuk ke saluran akhir. “Andai, andai aku bisa memutar waktu dan memperbaiki semuanya,” lirih Hanna. Menyigar ra

  • Suami di Atas Kertas   BAB 13

    “Hah! Napas kau bau. Udah berapa lama kau tidak gosok gigi?” ucap lelaki tersebut lalu pergi meninggalkan Asep. “Dadah, Cantik. Hehe,” balas Asep sambil melambaikan tangan. Karena dalam kondisi tidak sadar, Asep sampai-sampai mengatakan lelaki berambut gondrong tersebut dengan kata cantik. Sebuah mobil berwarna hitam baru saja terparkir di salah satu rumah bercat putih. Suasana kawasan tersebut amat sepi karena seluruh warga masing-masing sudah terlelap dalam mimpi. Asep keluar dari dalam mobil, kondisinya sudah tidak semabuk tadi. Ia juga bisa mengendarai kendaraan beroda empat tersebut dalam keadaan selamat. Mungkin karena jalan raya jika sudah pukul 02.00 WIB agak lengang. Asep pun melangkah memasuki rumahnya, tetapi ia berpapasan dengan seseorang. Salah satu rumah tampak gelap gulita, membuat penghuninya mencari tahu penyebab lampu bisa padam. Hanya cahaya yang berasal dari senter bisa memberikan sedikit penerangan. “Apa mati lampu, ya?” tanya Bagus. Ia mendekat ke arah jendela

Latest chapter

  • Suami di Atas Kertas   Bab 80

    Banyak yang menoleh. Nada bicara yang sopan, membuat mereka heran."Ya, ada apa?" tanya salah seorang dari mereka. Lelaki berbaju hitam."Saya ingin bertemu dengan pemilik atau manager di kafe ini. Katanya di sini ada lowongan pekerjaan, apakah itu benar?" tanya Bagus."Oh, benar. Sebentar, aku panggil beliau dulu. Duduk saja," jawab lelaki tersebut.Bagus celingak-celinguk. Tak tahu harus duduk di mana. Banyak para wanita yang menguasai sofa dan melirik nakal ke arah Bagus. Membuatnya risi. Sementara bergabung dengan para lelaki di hadapannya, tatapan mereka tampak tak bersahabat."Kamu yang mau bertemu denganku?"Seorang pria dengan suara yang berat, menghampiri Bagus."Iya, benar, Pak," jawab Bagus."Aku Steven. HRD di kelab ini, katanya kamu mau bekerja di sini?" tanya sang HRD, bernama Steven.

  • Suami di Atas Kertas   Bab 79

    Hanna mengeluarkan sebuah dompet dari dalam tas lalu memberikan kartu ATM kepada sang pegawai.Penjaga toko itu hanya menggesek saja lalu mengatakan terima kasih karena sudah membeli di tempat tersebut dan sering-sering berlangganan.Bagus menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Dia tahu benda itu namanya ATM. Cara kerjanya sangat praktis, berbelanja memakai itu, tinggal gesek sudah beres. Bagus tak bisa menebak berapa banyak uang yang Hanna miliki."Ayo, kita pulang!" ajak Hanna setengah berbisik.Bagus lagi-lagi hanya bisa mengikuti dari belakang."Cincin ini, aku saja yang pegang. Urusannya sebentar, kan? Kamu bahkan tak perlu mengeluarkan uang se peser pun. Kamu tak akan sanggup membelinya," ledek Hanna."Ya. Memang aku tak punya uang untuk membelinya. Aku tak mampu menyamai atau menandingi kehidupan mewah kamu. Sedikit saja aku tidak mampu," balas B

  • Suami di Atas Kertas   Bab 78

    "Tidak ada yang salah. Karena aku akan menikahi kamu mahar itu sebagai pemberian aku untukmu," jawab Bagus."Sekarang aku tanya, kamu punya apa? Uang sepuluh miliar, tiket liburan ke sepuluh negara, mobil Alphard, rumah mewah, apartemen, vila, saham?" tanya Hanna.Bagus tengah disindir. Dia sadar kalau dia tidak punya itu semua."Memang tidak ada. Aku bukanlah orang kaya. Aku akan berusaha memberikan mahar yang kamu inginkan," ujar Bagus."Nggak usah terlalu serius dengan pernikahan ini. Cuma sebatas kertas saja. Kalau aku akan minta yang mewah, kamu tidak akan sanggup. Sadar diri sajalah! Rumah kamu kumuh, handphone tak punya, makan saja susah, kerjaan seadanya, mau menuruti kemauan aku, memberi mahar? Jangan mimpi!" ledek Hanna.Bagus menipiskan bibir. Kejam sekali perkataan Hanna menghinanya tanpa rasa kemanusiaan."Aku tahu ini adalah pernikahan

  • Suami di Atas Kertas   Bab 77

    "Harusnya nanya, dong. Gitu saja mesti dikasih tahu!" bentak Hanna. Melipat kedua tangan di depan dada.Hanya saat dalam keadaan duka saja mereka saling kalem. Sekarang, sudah kembali ke setelan pabrik."Berisik, Kakak ini. Kalau mau jumpa dengan Kak Bagus, tunggu saja di sini!" hardik Tyas."Ya, memang mau nunggu di sini!" Nada bicara Hanna tidak santai.Tyas memiringkan bibirnya. Mengejek Hanna.Hanna malas duduk bersebelahan dengan gadis tersebut meski sebenarnya dia merasa lelah. Dia hanya menyandarkan punggung ke dinding. Tyas bersikap biasa saja. Dia kembali membaca buku pelajaran."Berdirilah terus sampai pegel kaki! Padahal ada kursi kosong. Makan saja gengsi sampai mati," batin Tyas."Bagaimana keadaan ayah kamu?" tanya Hanna basa-basi. Mencairkan suasana yang menegang."Baik," jawab Tyas singkat tanpa berpal

  • Suami di Atas Kertas   Bab 76

    Awalnya, Hanna ragu apakah ini rumah Bagus atau bukan sebab dia lupa-lupa ingat. Bagus memang pernah menyebutkan alamatnya rumahnya. Di Jalan Pukat nomor tujuh. Dia pernah menginjakkan kaki di situ karena ditolong Bagus dari kasus penculikan. Karena dalam kondisi terpuruk, tidak banyak yang Hanna ingat.Kasus penculikan? Jantung Hanna berdegup kencang."Kakak aku yang menyelamatkan kamu dari orang yang menyekapmu di samping rumah ini."Kalimat tersebut terngiang kembali di ingatan Hanna. Siapa yang bisa lupa kasus penculikan yang begitu mengerikan?"Astaga, rumah penculiknya, kan, ada di …."Hanna menggantungkan ucapannya. Kedua mata melirik ke samping kiri rumah Bagus. Sebuah rumah yang tidak bagus-bagus amat, tetapi jauh lebih baik dari rumah Bagus, itu adalah rumah penculiknya Hanna.Seketika wanita itu berlari memasuki mobilnya dan melaju dengan ce

  • Suami di Atas Kertas   Bab 75

    "Untuk 1000 orang saja," jawah Hanna."Ummm, oke. Konsepnya mau bagaimana?" tanya Sisi."Kalau soal itu, terserah kamu saja. Yang penting pestanya bagus dan mewah, oke," jawab Hanna."Oke. Catering mau makanan apa? Souvenir mau apa? Surat undangan mau model yang bagaimana?" tanya Sisi."Sisi, kalau soal itu, aku serahkan ke kamu, ya. Aku hanya bagian feeting baju pengantin dan mahar saja," jawah Hanna."Baiklah. Jadi, kapan kamu akan melaksanakan pesta pernikahan itu?" tanya Sisi."Dua Minggu lagi."Jawaban dari Hanna, membuat Sisi terkejut bukan main. "Apa? Secepat itu? Gila! Lama nggak berjumpa, nggak berkabar apa pun, sekalinya komunikasi langsung bilang nikah saja, ya," cerocos Sisi."Nggak usah berlebihan. Aku minta kau rahasiakan dulu soal pernikahanku," ucap Hanna."Ciee,

  • Suami di Atas Kertas   Bab 74

    "Kamu bisa tanya ke bagian administrasi, ya," jawab Dokter Frans."Baik, Dok. Terima kasih," balas Bagus.Karena sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Bagus pamit dari ruangan tersebut. Dokter Frans memberikan semangat untuk Bagus. Begitu keluar, Bagus langsung bertolak menuju bagian administrasi."Bu, berapa biaya pengobatan ayah saya bernama Yanto?" tanya Bagus.Salah seorang pekerja tampak memainkan jarinya di keyboard, menatap layar. Mencari data yang ditanyakan oleh Bagus."Totalnya dua juta rupiah, Pak," jawab seorang pekerja di bagian administrasi.Bagus mengucapkan terima kasih dengan nada rendah. Dia berbalik badan, alangkah lemasnya. Kepala sesekali menunduk. Kondisi rumah sakit saat ini tampak ramai, seramai isi kepala Bagus saat ini.Selintas wajah Hanna di pikirannya. Perjanjian itu tertera kalau Hanna akan me

  • Suami di Atas Kertas   Bab 73

    "Aku makan di kursi, nggak mungkin makan di sini," ucap Tyas. Dia mengambil plastik berisi beberapa bungkus roti yang terletak di atas meja.Ketika dia sudah berada di luar, Tyas melihat seorang dokter dan suster berjalan mendekat. Suster itu melewati Tyas, masuk ke ruang rawat ayahnya. Sementara dokter tersebut mengajak Tyas berbincang."Di mana kakak kamu?" tanya Dokter."Kakak saya sedang bekerja, Dok. Memangnya kenapa?" jawab Tyas lalu bertanya."Dokter, kondisi pasien stabil." Seorang suster keluar dari dalam ruangan Yanto, bergabung dengan pembicaraan mereka.Dokter mengangguk kecil. "Oh, begitu. Baiklah, nanti tolong Suster beri obat rutin kepada pasien, ya," balasnya."Baik, Dok," kata Suster patuh."Obat apa, ya, Dok?" tanya Tyas. Menyangkut tentang ayahnya, dia ingin tahu."Pasien harus diberi obat yang baru

  • Suami di Atas Kertas   Bab 72

    Melihat Bagus yang diam, membuat Hanna khawatir. "Kenapa? Aku harap kamu tidak membatalkan kesepakatan ini. Jika iya, kamu harus menggantikan uang yang sudah aku keluarkan, saat ini juga." Hanna menekannya.Bagus sulit menelan saliva. Memang dia tidak ada niat untuk lari dari perjanjian. Dia hanya tidak bisa membayangkan, pernikahan sakral yang hanya sekali seumur hidup, dia permainkan seperti ini. Menikah dengan seorang wanita yang tidak Bagus cintai."Kamu tidak perlu takut. Aku akan tandatangani ini. Tapi sebelum itu, aku mau bertanya satu hal," ucap Bagus.Hanna menaikkan satu alisnya. "Apa?" tanyanya."Kamu benar-benar bersedia ingin membayar juga biaya perawatan ayahku setelah operasi?" tanya Bagus."Tentu saja. Tidak hanya itu, aku akan membiayai kehidupan kamu dan adikmu. Tenang saja," jawab Hanna."Oke, satu pertanyaan lagi. Jika aku mampu mengembali

DMCA.com Protection Status