Share

BAB 4

Author: Dazzling Michii
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Hmmm ... hmmm.” Suara Hanna hanya terdengar tak jelas. Ia sedikit menjingkatkan tubuhnya dan mendongak-dongakkan kepala, seolah memberi isyarat meminta sumpalan di mulutnya itu dibuka.

Pria misterius itu mengambil posisi seperti berlutut. Tangan satunya di atas lutut, dan ujung kaki satunya ditekuk di lantai sebagai penyanggah tubuh.

“Apa? Ngomong yang jelas, dong! Oh, iya, kau tidak bisa berbicara dengan jelas karena benda itu mengganggu bibir indahmu,” ujar pria muda misterius itu sambil menunjuk sehelai kain yang menyumpal mulut Hanna.

Kedua mata Hanna berlinang hingga akhirnya tak bisa lagi dibendung, pecah mengeluarkan bulir bening dari sudut matanya.

“Wah, kau bisa menangis, ya? Jangan merengek kepadaku! Baiklah, aku bantu kau sedikit,” ucap pria misterius.

Ia mengulurkan tangannya. Dengan satu tarikan kasar, merobek kain yang melekat di bahu Hanna. Hal itu membuat Hanna terkejut, bola matanya melebar, melirik bahunya yang kini terekspos, menampilkan kulit putih bersihnya. Air mata kian tumpah, Hanna mengerti dengan situasi saat ini bahwa pria itu mempunyai niat buruk. Menggeleng berkali-kali, Hanna mengerjap, menunjukkan rasa memelas, mengisyaratkan agar pria itu paham dan berhenti dengan aksi kotornya.

“Oops … aku salah meraih sesuatu sepertinya,” ucap pria misterius penuh kebohongan, padahal ia sengaja agar bisa melihat bagian tubuh gadis yang ia sandra. Kali ini ia sungguh-sungguh melonggarkan kain yang menempel pada bibir Hanna.

Belum sempat pria itu berbicara, Hanna menyela lebih dahulu. 

“Siapa kau? Aku tidak tahu kau siapa. Tolong, hentikan perbuatanmu! Aku mohon,” pinta Hanna dengan suara yang lirih.

Pria misterius bermaksud membicarakan Robby yang selama ini menjalani hubungan secara backstreet dengan Hanna. Robby hanya memanfaatkan Hanna demi harta dan melampiaskan nafsu bejatnya selama ini.

“Hmm, suaramu merdu juga, ya, berkata demikian, pantas saja lelaki itu tergiur akan dirimu. Melepaskanmu? Sebuah hal yang sia-sia, dong. Sayang kalau tubuh mulus indah begini, aku tidak bisa nikmatin sebelum …,” ucap pria misterius, jarinya menelusuri kulit mulus Hanna, dari pipi lembab Hanna, menjalar ke leher turun perlahan berhenti sampai ke bahu.

“Cih, jauhkan tangan kotormu itu!” sergah Hanna. Tak sudi tubuh miliknya sendiri di sentuh oleh pria tak dikenal, sudah jelek, berkelakuan mesum, apalagi tanpa rasa cinta sama sekali.

Percikan saliva Hanna mengenai salah satu pipi pria misterius itu. Pria itu membulatkan kedua matanya. Dengan rasa geram, mengelap air liur di pipinya dengan telapak tangan.

“Jangan kasar begitu, Cantik!” ucap pria misterius. Garis lengkung terbentuk dari kedua sudut bibir.

Ia menatap Hanna. Tujuan pria misterius itu ialah menyekap dan memperkosa Hanna selama berhari-hari sampai hari ditentukan untuk Hanna dilepaskan agar Robby tidak diminta pertanggung jawaban kelak. Agar Robby tidak terlihat terlibat mempunyai hubungan dengan Hanna di publik, sekaligus tidak ketahuan oleh istri yang baru ia nikahin. Dalang di balik semua kejadian penculikan ini sudah direncanakan oleh Robby dengan persiapan matang. Ia membayar Asep, pemuda misterius saat ini yang tidak dikenal Hanna.

“Lepaskan aku! Kau tidak tahu siapa aku? Aku adalah putri pewaris tunggal perusahaan terbesar dan ternama, Glorius Company Group. Jangan berani kau menyentuhku sekali lagi! Kalau tidak, kau akan tinggal nama setelah kejadian ini!” bentak Hanna dengan sisa tenaganya.

 “Aku mau mengompol setelah mendengar itu,” cibir Asep. Ia menutup mulut dengan kedua tangan dan mengeluarkan ekspresi pura-pura ketakutan.

“Hey, dengarkan ini baik-baik! Aku tidak takut dengan ancamanmu, mau pewaris tunggal, perusahaan besar atau apalah itu. Persetan! Aku sama sekali tidak tertekan mendengar semua itu,” sambung Asep. 

Membesarkan kedua bola netra. Tangannya menarik rambut Hanna hingga memperlihatkan wajah gadis itu yang menengadah ke atas sampai mereka berdua saling bertatapan, hanya beberapa sentimeter jaraknya.

Mendengar ucapan Asep, mental Hanna yang mengecil. Pikirannya kini menjadi kacau, ketakutan karena bisa saja ia terbunuh di tangan lelaki di hadapannya saat ini. Hanna tidak bisa berbuat apa-apa juga karena ia selama ini menghilang dari orang tuanya demi lelaki yang ia cintai selama ini. Yang tak lain adalah demi Robby. Namun, sebaliknya, ternyata lelaki itu hanya memanfaatkannya saja. 

Asep mendekatkan wajahnya ke leher jenjang Hanna. Mencium aroma tubuh wanita yang kini berada di genggaman. Kemudian, dengan beraninya Asep mencium leher itu. Hanna tersentak, menjauhkan secara paksa kepalanya. Sempat membuat Hanna merasakan sakit karena ia tidak bisa menghindar akibat rambut yang masih berada di genggaman Asep.

“Lepaskan tanganmu! Berapa pun akan aku bayar jika kau mau melepaskanku,” pinta Hanna dengan wajah memelas.

Mendengar perkataan Hanna, Asep tersenyum. Terlintas di pikirannya mengkhianati pekerjaannya saat ini.

“Tadi kau mengancamku, sekarang minta ingin dilepaskan,” sindir Asep.

“Ya, aku mohon sekarang kau lepaskan aku dan aku berjanji akan membayarmu berapa pun yang kau minta,” ujar Hanna. Merasakan seperti ada kesempatan untuknya.

“Berapa pun, ya?” ucap Asep. Ia meletakkan ujung jarinya di dagu. Sedang memikirkan sesuatu. 

“Bagaimana kalau aset perusahaanmu lima puluh persen untukku setelah melepaskanmu?” sambung Asep bertanya.

“Apa? Kau gila, ya?” Hanna berkata spontan setelah mendengar tawaran Asep.

“Aku memang sudah gila,” jawab Asep dengan entengnya.

“Hanya lima puluh persen, dari pada semuanya, sepertinya kebesaran, ya? Bagaimana kalau tujuh puluh lima persen,” sambung Asep sambil terkekeh mempermainkan Hanna.

“Lima puluh persen saja sudah kebesaran. Kau bukan mengurangi, malah menambah tawaranmu. Dasar gila!” bentak Hanna.

“Dasar sampah! Kau berani mempermainkanku begini,” sambung gadis itu yang terlihat kesal.

 “Bukannya bersyukur, nilai tujuh puluh lima persen itu sebanding dengan harga nyawamu di sini. Tidak mungkin orang tuamu juga tega tidak mau menyelamatkan putri semata wayangnya ditukar dengan harta,” timpal Asep.

Lelaki itu berpikiran lebih baik ia bernegoisasi dengan Hanna, mungkin saja ia dapat sebagian harta atau kekuasaan gadis itu. Setelah mendapatkannya, Asep tidak perlu melakukan hal kotor apa pun lagi. Mendapatkan tangkapan besar, Asep cukup duduk manis mengelola aset miliknya. Semudah itu Asep berpikiran ingin mengkhianati orang yang telah menyuruhnya.

Hanna mengira, laki-laki yang ada di depannya ini hanya akan meminta sejumlah uang tunai. Kenyataannya malah aset properti milik keluarga. Tidak dengan Hanna, pastinya ia tidak ingin memberikan lima puluh, bahkan sampai tujuh puluh lima persen hasil kerja keras papanya selama ini hanya untuk kepentingan menyelamatkan dirinya. 

Hanna berpikir, semua laki-laki sama saja. Hanya menginginkan harta, bukan kesetiaan yang tulus. Melihat kelakuan Robby apalagi lelaki di hadapannya sekarang ini, bisa berkhianat melepaskan dirinya hanya demi harta. Setelah melayangkan sebuah tawaran, Hanna berpikir pasti ada motif yang ia tidak tahu pasti siapa yang menyuruh seorang lelaki ini untuk menyekap lalu bisa saja membunuhnya.

 “Tidak, aku tidak akan memberikan nilai sebegitu besarnya untuk bajingan sepertimu!” ucap Hanna.

“Jadi, kau mengurungkan niatmu untuk dilepaskan dan mau aku siksa di sini, ya!” balasnya sekaligus ancaman kepada Hanna.

Lelaki itu hanya menggertak Hanna agar ia mau menerima tawaran sebelumnya. Jadi, Asep tidak perlu bekerja atau berhubungan lagi kepada orang-orang yang menyewa jasa kotornya.

“Dasar laki-laki bajingan! Aku tidak akan memberikan aset kekayaan keluargaku kepadamu. Aku tidak akan sudi!” tolak Hanna. Ia memelotot kepada Asep.

“Kau wanita sialan! Dikasih hati malah minta jantung. Aku tidak akan berbelas kasihan kepadamu,” sergah Asep.

Related chapters

  • Suami di Atas Kertas   BAB 5

    Asep kesal, ia menyumpal kembali mulut Hanna. Hendak melanjutkan aksi tak senonoh yang sempat tertunda. “Lebih baik mulutmu tersumpal begini,” ucap Asep. Mengikatkan sumpalan lebih kuat.Hanna meronta-ronta. Ia tahu bahwa akan terjadi hal yang tidak beres selanjutnya. Pikiran kotor lelaki itu. Berusaha melawan sekeras yang ia bisa, tetapi berakhir sia-sia. Fisik Asep sangat kuat, tak bisa dibandingkan dengan dirinya sendiri. Hanna lemah. Dress Hanna dilucuti dari tubuhnya. “Mmmm … mmmm.” Hanna bergumam tak jelas. Asep menggeleng lalu tersenyum miring, makin Hanna meronta, makin membuat Asep bernafsu. Apalah daya Hanna tidak sanggup melawan dalam kondisi terikat. Tubuh bagian atas Hanna dijamah oleh Asep. Saat ini kondisi Hanna setengah telanjang, baru bagian atas yang terbuka.Air mata mulai keluar dari kedua mata Hanna. Berharap terbangun dari mimpi buruk yang saat ini terjadi. Hanna, seseorang yang sangat disegani ketika berada di luar sana, malah dilecehkan di tempat kumuh sepert

  • Suami di Atas Kertas   BAB 6

    Bagus berhasil masuk ke kediaman Asep. Dirasakannya tempat tinggal tetangganya itu yang lembab dan minim cahaya. Sungguh membuat tidak nyaman bagi siapa pun yang menempati rumah ini. Meski penerangan yang sedikit, Bagus dapat melihat sosok wanita yang berada sejauh satu meter dari posisinya berdiri. Bagus memangkas jaraknya dengan Hanna yang masih duduk di kursi. Bagus terkejut ketika melihat gadis itu yang setengah telanjang. Namun, hasrat Bagus tidaklah langsung naik hanya gara-gara itu. Dirinya bukanlah Asep. Tujuan Bagus adalah murni ingin menyelamatkan gadis itu. Beragam asumsi sudah bersarang di kepala Bagus. Bisa saja Asep belum menuntaskan nafsu bejatnya terhadap wanita ini. Atau, bisa jadi sudah diperbuat Asep. Entahlah, Bagus tidak tahu. Ia mencoba membangun wanita itu agar secepatnya bisa bebas dari tempat ini, sebelum Asep datang. Bagus membuka kain yang menyumpal mulut Hanna.“Hey, kamu! Bangunlah. Ayo!” titah Bagus sambil menepuk-nepuk pipi Hanna. “Hey! Ayo, bangun! Kam

  • Suami di Atas Kertas   BAB 7

    “Dek, kita itu harus menolong sesama. Bisa jadi dia adalah korban Asep. Kalian sama-sama wanita. Coba kamu pikir jika kamu berada di posisinya. Pasti ingin ada seseorang yang menolong, kan? Tidak ada salahnya kita berbuat kebaikan, Dek,” ujar Bagus. Mendengar perkataan Bagus, Tyas pun merasa seperti sebuah aliran listrik mengalir di seluruh peredaran darahnya. Bisa Tyas bayangkan jika kejadian tersebut terjadi kepada dirinya sendiri.“Iya, Kak. Iya. Beliin Tyas sarapan, Kak. Tyas mau berangkat sekolah,” ucap Tyas. “Kakak belikan. Tapi kakak minta tolong, habis pulang sekolah, kamu jaga gadis itu, ya. Kasih dia makan juga,” pinta Bagus. Tyas menghela napas, “Siap, Kakakku,” kata Tyas. Bagus tersenyum. Diusapnya lembut kepala Tyas. Lantas, Bagus pergi untuk membeli sarapan untuk mereka sekeluarga. Namun, tiba-tiba saja ditahan oleh Tyas. “Kakak, tunggu!” Bagus menghentikan langkahnya lalu berbalik badan, menghadap Tyas kembali. “Iya, Dek, ada apa?” tanya sang kakak. Tyas mengarahk

  • Suami di Atas Kertas   BAB 8

    “Sudah tau pusing, lagi sakit. Sok-sokan pula kamu dengan kondisi lemah begini!” ujar Tyas sambil merangkul tubuh Hanna yang lemah.“Bisa mati aku dimarahin Kakak, kalau kau sampai mati di sini. Tentu juga sangat merepotkan kami mengurus biaya kematianmu,” sambung Tyas dengan perkataan yang tidak sopan.Hanna membulatkan kedua bola mata, seperti ingin keluar dari tempatnya. Seorang gadis berkata tidak sopan untuk ke sekian kali kepadanya. Namun, yang terlintas di pikiran Hanna, walaupun Tyas tidak sopan kepadanya, tetapi ia sangat menurutin perkataan Kakaknya. Membuat Hanna menjadi penasaran siapa sang kakak yang terus menerus diucapkan gadis itu.“Sebaiknya kamu makan, jika tidak makan kondisimu akan makin melemah. Maaf kami tidak bisa memberimu makan yang enak seperti yang kau makan sehari-hari di luar sana,” imbuh Tyas dengan intonasi yang pelan. ***Bagus tidak bisa tidur nyenyak selama beberapa hari terakhir. Ketika ia akhirnya bisa tidur, malah di tempat yang tidak nyaman. Di te

  • Suami di Atas Kertas   BAB 9

    Bagus menoleh. Entah sejak kapan Asep datang dan seenaknya menghardik dirinya begitu saja. Tak ubahnya seperti Julio tadi. Perkataan Asep lebih menohok. Namun, Bagus rasa Asep-lah orang yang tak tahu diri!“Tampangku masih lebih mending darimu, Asep,” batin Bagus. Bagus bangkit dari duduknya sambil mengontrol emosi di dada. “Mungkin kau sudah merasa kaya sekarang. Tapi, hartamu didapat dari jalan yang tidak halal. Harusnya kau sadar akan hal itu,” ucap Bagus. Untuk hal yang satu ini, ia berani melawan. Sebab Asep sama seperti dirinya. Bukan sombong, tetapi Bagus bisa mengatakan kalau dirinya lebih baik dari Asep. Tetangganya itu, entah berapa banyak keburukan yang ia buat, entah dari mana saja ia peroleh pundi-pundi kekayaannya. Terakhir kali, ia memergoki Asep yang menyekap seorang gadis dalam rumahnya. Bagus jadi teringat akan gadis itu. Bagaimana kondisinya sekarang? Pikir Bagus. “Berani kau melawan aku, Sialan!” umpat Asep. Hampir saja satu bogem mentah mendarat ke wajah Bagus,

  • Suami di Atas Kertas   BAB 10

    “Pak, apa benar di sini sedang membutuhkan kuli angkut?” tanya Bagus. Lelaki itu menatap Bagus dari atas sampai bawah lalu berkata, “Iya, benar.”“Saya mau menjadi kuli angkut di sini, Pak. Apa bisa?” tanya Bagus. Karena kesibukan melayani pembeli, pemilik toko itu tak sempat menginterogasi Bagus. Dia pun mengiyakan saja. Bagus amat senang, terlebih dia langsung bekerja hari itu juga. “Tolong angkat barang belanjaan ibu itu,” titah pemilik toko. Bagus mengangguk. Menghampiri seorang wanita yang dimaksud sang pemilik toko. Bagus menatap barang belanjaan wanita yang asyik berkipas itu sampai-sampai menelan ludah. Barang belanjaannya begitu banyak. Karena diam saja, membuat ibu berpenampilan modis tersebut tampak marah. “Kenapa kau diam saja? Cepat angkat barang-barang saya.” Bagus tersentak, tubuh gemetar melihat mengerikannya tatapan wanita itu. Bagus langsung mengangkat sepuluh karung beras di pungungnya. Satu karung beras, beratnya sepuluh kilo. Oh, tidak, Bagus merasakan ini le

  • Suami di Atas Kertas   BAB 11

    “Rese banget tuh orang. Dia bisa bawa kendaraan apa enggak, sih. Dikiranya jalan itu punya nenek moyangnya apa? Bukannya lihat-lihat dulu. Dasar. Baju Kakak sampai kayak gini, kan.” Bagus justru tertawa mendengar celotehan adiknya. Hiburan di tengah duka. “Sudahlah, tidak apa-apa. Berpikir positif. Mungkin dia lagi buru-buru, jadi tidak melihat kakak,” ujar Bagus. Tyas memanyunkan bibirnya beberapa sentimeter ke depan. “Kakak, mah, baik banget orangnya,” balas Tyas. Bagus tersenyum tipis. Mengacak-acak rambut panjang sang adik. Bagus beranjak ke kamar mandi, untuk membersihkan diri. Begitu usai, dia pun berganti baju dengan yang bersih. Baju kotor tadi, dia letakkan di keranjang. Bersatu dengan pakaian kotor lain. Setelahnya, lelaki itu menghampiri adiknya yang duduk termenung di lantai. “Dek, kenapa melamun?” tanya Bagus. Ikut duduk di samping gadis itu. “Lagi melamun, mau sampai berapa lama wanita yang Kakak bawa itu berada di rumah kita?” Tyas melemparkan pertanyaan. Bagus tam

  • Suami di Atas Kertas   BAB 12

    Kesedihan beserta kemarahan kini menyelimuti diri gadis itu. Menjerit dan meraung, dengan satu gerakan tangan menyapu seisi barang-barang yang ada di atas meja. Semua jatuh ke lantai. Pecah, berserak, termasuk foto kebersamaan mereka. Buat apa lagi masih dipajang, hubungan juga sudah kandas. Cairan berwarna merah keluar dari tangan Hanna akibat terkena goresan benda-benda tajam. Tangan yang terluka tidak terasa karena dikalahkan dengan perihnya luka hati. Terlihat darah menetes dari sayatan luka di tangan Hanna.Gadis itu melangkah gontai ke arah kamar mandi. Menghidupkan shower dan duduk di bawah derasnya air yang mengalir. Tubuhnya basah, meringkuk dengan kesedihan mendalam. Rasa dingin yang menyergap tak lagi dihiraukan. Air mata jatuh, bersatu dengan air dari shower yang mengalir. Darah masih mengucur, meninggalkan warna merah di lantai. Mengalir bersama air. Berakhir masuk ke saluran akhir. “Andai, andai aku bisa memutar waktu dan memperbaiki semuanya,” lirih Hanna. Menyigar ra

Latest chapter

  • Suami di Atas Kertas   Bab 80

    Banyak yang menoleh. Nada bicara yang sopan, membuat mereka heran."Ya, ada apa?" tanya salah seorang dari mereka. Lelaki berbaju hitam."Saya ingin bertemu dengan pemilik atau manager di kafe ini. Katanya di sini ada lowongan pekerjaan, apakah itu benar?" tanya Bagus."Oh, benar. Sebentar, aku panggil beliau dulu. Duduk saja," jawab lelaki tersebut.Bagus celingak-celinguk. Tak tahu harus duduk di mana. Banyak para wanita yang menguasai sofa dan melirik nakal ke arah Bagus. Membuatnya risi. Sementara bergabung dengan para lelaki di hadapannya, tatapan mereka tampak tak bersahabat."Kamu yang mau bertemu denganku?"Seorang pria dengan suara yang berat, menghampiri Bagus."Iya, benar, Pak," jawab Bagus."Aku Steven. HRD di kelab ini, katanya kamu mau bekerja di sini?" tanya sang HRD, bernama Steven.

  • Suami di Atas Kertas   Bab 79

    Hanna mengeluarkan sebuah dompet dari dalam tas lalu memberikan kartu ATM kepada sang pegawai.Penjaga toko itu hanya menggesek saja lalu mengatakan terima kasih karena sudah membeli di tempat tersebut dan sering-sering berlangganan.Bagus menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Dia tahu benda itu namanya ATM. Cara kerjanya sangat praktis, berbelanja memakai itu, tinggal gesek sudah beres. Bagus tak bisa menebak berapa banyak uang yang Hanna miliki."Ayo, kita pulang!" ajak Hanna setengah berbisik.Bagus lagi-lagi hanya bisa mengikuti dari belakang."Cincin ini, aku saja yang pegang. Urusannya sebentar, kan? Kamu bahkan tak perlu mengeluarkan uang se peser pun. Kamu tak akan sanggup membelinya," ledek Hanna."Ya. Memang aku tak punya uang untuk membelinya. Aku tak mampu menyamai atau menandingi kehidupan mewah kamu. Sedikit saja aku tidak mampu," balas B

  • Suami di Atas Kertas   Bab 78

    "Tidak ada yang salah. Karena aku akan menikahi kamu mahar itu sebagai pemberian aku untukmu," jawab Bagus."Sekarang aku tanya, kamu punya apa? Uang sepuluh miliar, tiket liburan ke sepuluh negara, mobil Alphard, rumah mewah, apartemen, vila, saham?" tanya Hanna.Bagus tengah disindir. Dia sadar kalau dia tidak punya itu semua."Memang tidak ada. Aku bukanlah orang kaya. Aku akan berusaha memberikan mahar yang kamu inginkan," ujar Bagus."Nggak usah terlalu serius dengan pernikahan ini. Cuma sebatas kertas saja. Kalau aku akan minta yang mewah, kamu tidak akan sanggup. Sadar diri sajalah! Rumah kamu kumuh, handphone tak punya, makan saja susah, kerjaan seadanya, mau menuruti kemauan aku, memberi mahar? Jangan mimpi!" ledek Hanna.Bagus menipiskan bibir. Kejam sekali perkataan Hanna menghinanya tanpa rasa kemanusiaan."Aku tahu ini adalah pernikahan

  • Suami di Atas Kertas   Bab 77

    "Harusnya nanya, dong. Gitu saja mesti dikasih tahu!" bentak Hanna. Melipat kedua tangan di depan dada.Hanya saat dalam keadaan duka saja mereka saling kalem. Sekarang, sudah kembali ke setelan pabrik."Berisik, Kakak ini. Kalau mau jumpa dengan Kak Bagus, tunggu saja di sini!" hardik Tyas."Ya, memang mau nunggu di sini!" Nada bicara Hanna tidak santai.Tyas memiringkan bibirnya. Mengejek Hanna.Hanna malas duduk bersebelahan dengan gadis tersebut meski sebenarnya dia merasa lelah. Dia hanya menyandarkan punggung ke dinding. Tyas bersikap biasa saja. Dia kembali membaca buku pelajaran."Berdirilah terus sampai pegel kaki! Padahal ada kursi kosong. Makan saja gengsi sampai mati," batin Tyas."Bagaimana keadaan ayah kamu?" tanya Hanna basa-basi. Mencairkan suasana yang menegang."Baik," jawab Tyas singkat tanpa berpal

  • Suami di Atas Kertas   Bab 76

    Awalnya, Hanna ragu apakah ini rumah Bagus atau bukan sebab dia lupa-lupa ingat. Bagus memang pernah menyebutkan alamatnya rumahnya. Di Jalan Pukat nomor tujuh. Dia pernah menginjakkan kaki di situ karena ditolong Bagus dari kasus penculikan. Karena dalam kondisi terpuruk, tidak banyak yang Hanna ingat.Kasus penculikan? Jantung Hanna berdegup kencang."Kakak aku yang menyelamatkan kamu dari orang yang menyekapmu di samping rumah ini."Kalimat tersebut terngiang kembali di ingatan Hanna. Siapa yang bisa lupa kasus penculikan yang begitu mengerikan?"Astaga, rumah penculiknya, kan, ada di …."Hanna menggantungkan ucapannya. Kedua mata melirik ke samping kiri rumah Bagus. Sebuah rumah yang tidak bagus-bagus amat, tetapi jauh lebih baik dari rumah Bagus, itu adalah rumah penculiknya Hanna.Seketika wanita itu berlari memasuki mobilnya dan melaju dengan ce

  • Suami di Atas Kertas   Bab 75

    "Untuk 1000 orang saja," jawah Hanna."Ummm, oke. Konsepnya mau bagaimana?" tanya Sisi."Kalau soal itu, terserah kamu saja. Yang penting pestanya bagus dan mewah, oke," jawab Hanna."Oke. Catering mau makanan apa? Souvenir mau apa? Surat undangan mau model yang bagaimana?" tanya Sisi."Sisi, kalau soal itu, aku serahkan ke kamu, ya. Aku hanya bagian feeting baju pengantin dan mahar saja," jawah Hanna."Baiklah. Jadi, kapan kamu akan melaksanakan pesta pernikahan itu?" tanya Sisi."Dua Minggu lagi."Jawaban dari Hanna, membuat Sisi terkejut bukan main. "Apa? Secepat itu? Gila! Lama nggak berjumpa, nggak berkabar apa pun, sekalinya komunikasi langsung bilang nikah saja, ya," cerocos Sisi."Nggak usah berlebihan. Aku minta kau rahasiakan dulu soal pernikahanku," ucap Hanna."Ciee,

  • Suami di Atas Kertas   Bab 74

    "Kamu bisa tanya ke bagian administrasi, ya," jawab Dokter Frans."Baik, Dok. Terima kasih," balas Bagus.Karena sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Bagus pamit dari ruangan tersebut. Dokter Frans memberikan semangat untuk Bagus. Begitu keluar, Bagus langsung bertolak menuju bagian administrasi."Bu, berapa biaya pengobatan ayah saya bernama Yanto?" tanya Bagus.Salah seorang pekerja tampak memainkan jarinya di keyboard, menatap layar. Mencari data yang ditanyakan oleh Bagus."Totalnya dua juta rupiah, Pak," jawab seorang pekerja di bagian administrasi.Bagus mengucapkan terima kasih dengan nada rendah. Dia berbalik badan, alangkah lemasnya. Kepala sesekali menunduk. Kondisi rumah sakit saat ini tampak ramai, seramai isi kepala Bagus saat ini.Selintas wajah Hanna di pikirannya. Perjanjian itu tertera kalau Hanna akan me

  • Suami di Atas Kertas   Bab 73

    "Aku makan di kursi, nggak mungkin makan di sini," ucap Tyas. Dia mengambil plastik berisi beberapa bungkus roti yang terletak di atas meja.Ketika dia sudah berada di luar, Tyas melihat seorang dokter dan suster berjalan mendekat. Suster itu melewati Tyas, masuk ke ruang rawat ayahnya. Sementara dokter tersebut mengajak Tyas berbincang."Di mana kakak kamu?" tanya Dokter."Kakak saya sedang bekerja, Dok. Memangnya kenapa?" jawab Tyas lalu bertanya."Dokter, kondisi pasien stabil." Seorang suster keluar dari dalam ruangan Yanto, bergabung dengan pembicaraan mereka.Dokter mengangguk kecil. "Oh, begitu. Baiklah, nanti tolong Suster beri obat rutin kepada pasien, ya," balasnya."Baik, Dok," kata Suster patuh."Obat apa, ya, Dok?" tanya Tyas. Menyangkut tentang ayahnya, dia ingin tahu."Pasien harus diberi obat yang baru

  • Suami di Atas Kertas   Bab 72

    Melihat Bagus yang diam, membuat Hanna khawatir. "Kenapa? Aku harap kamu tidak membatalkan kesepakatan ini. Jika iya, kamu harus menggantikan uang yang sudah aku keluarkan, saat ini juga." Hanna menekannya.Bagus sulit menelan saliva. Memang dia tidak ada niat untuk lari dari perjanjian. Dia hanya tidak bisa membayangkan, pernikahan sakral yang hanya sekali seumur hidup, dia permainkan seperti ini. Menikah dengan seorang wanita yang tidak Bagus cintai."Kamu tidak perlu takut. Aku akan tandatangani ini. Tapi sebelum itu, aku mau bertanya satu hal," ucap Bagus.Hanna menaikkan satu alisnya. "Apa?" tanyanya."Kamu benar-benar bersedia ingin membayar juga biaya perawatan ayahku setelah operasi?" tanya Bagus."Tentu saja. Tidak hanya itu, aku akan membiayai kehidupan kamu dan adikmu. Tenang saja," jawab Hanna."Oke, satu pertanyaan lagi. Jika aku mampu mengembali

DMCA.com Protection Status