Share

Bab 4

Aku mengangkat bahu dengan acuh tak acuh.

“Tentu saja operasi aborsi.”

Mendengar aku mengatakannya dengan begitu enteng, mata Lukas mulai memerah.

Dia berusaha keras menahan emosinya, mencoba tetap tenang.

Namun ketika bicara, tetap saja terdengar rasa sakit dari suaranya.

“Erni, kenapa kamu menggugurkan anak kita? Kenapa?”

Seketika, aku memandangnya seolah dia orang bodoh.

“Kenapa? Lukas, kamu seorang petugas pemadam kebakaran. Kamu nggak tahu berapa banyak gas beracun dalam asap itu?”

“Aku sudah memberitahumu kalau aku sedang hamil, tapi kamu tetap memberikan masker itu ke Lisa. Sekarang kamu bertanya kenapa padaku? Apa kamu pura-pura bodoh?”

Aku tak ingin melihatnya lagi, bahkan sedetik lebih lama pun membuatku mual.

Tangan Lukas bergetar, ingin memelukku, tapi tiba-tiba Lisa memegang kepalanya dan dengan lemah jatuh ke arah Lukas.

Tepat jatuh di pelukannya.

Tangan yang tadinya hendak meraihku dengan cepat ditarik kembali untuk menahan tubuh Lisa.

Lisa memandangku dengan lemah, tampak menyesal, lalu berkata,

“Erni, maafkan aku. Aku nggak bermaksud menghancurkan keluargamu, aku hanya merasa sedikit pusing.”

“Lukas juga tahu, kesehatanku memang selalu lemah.”

Aku melihat dia berakting dengan tenang, tersenyum kecil dan mengangguk seolah mengerti.

Lalu, tanpa memedulikan panggilan cemas dari Lukas dan Kendrik, aku menggandeng tangan Charles dan pergi tanpa menoleh.

Sejak bertemu Lukas dan Kendrik di koridor, mereka mulai peduli padaku lagi.

Mereka sering mengunjungi kamarku, bahkan sikap mereka terhadap Charles juga jadi lebih baik.

Aku tak ingin memperkeruh suasana sebelum cerai, jadi tidak menolak kedatangan mereka, hanya saja sikapku selalu dingin.

Sebaliknya, Charles selalu cemberut setiap kali mereka datang.

Setelah mereka pergi, dia baru kembali ceria seperti biasa.

Suatu hari, dia bertanya padaku,

“Ibu, bolehkah aku nggak berteman dengan Kendrik?”

Aku tersenyum melihatnya.

“Tentu saja boleh, tapi kenapa kamu nggak suka dengannya?”

Kupikir di usianya, anak-anak biasanya suka bermain bersama teman sebaya.

“Karena dia pernah menyakitimu!”

Tangannya mengepal dengan wajah penuh ketidakpuasan.

“Kalau aku menjadi anakmu, aku nggak akan pernah membiarkanmu dalam bahaya.”

“Lagipula … “

Dia mendongak, menatapku dengan penuh kasih sayang.

“Aku bisa merasakan, kamu nggak bahagia setiap kali bertemu dengannya.”

“Tapi dia nggak peduli dengan perasaanmu, hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri.”

Aku terdiam sejenak. Dulu, Lukas pernah berkata bahwa tidak ada yang akan mencintaiku karena aku wanita yang egois.

Namun sekarang, ada Charles yang mencintaiku.

Yang paling penting, aku juga mulai belajar mencintai diriku sendiri.

Awalnya, aku pikir Kendrik dan Charles bisa akur sampai aku keluar dari rumah sakit.

Namun akhirnya, mereka berkelahi juga.

Hari itu, Lukas tidak ada. Kendrik datang sendiri ke kamarku, bersikeras tidak mau pergi.

Saat aku ke kamar mandi, mereka sudah saling bergulat.

Ketika aku kembali, Kendrik sudah menindih tubuh Charles.

Aku dengan cepat mendorong Kendrik ke samping dan memeluk Charles.

Kendrik yang didorong, tiba-tiba berkaca-kaca dan air matanya mulai mengalir dengan penuh rasa sakit.

“Ibu, aku nggak memukulnya.”

“Tapi dia bilang … “

Aku memotong ucapannya sebelum dia selesai,

“Nggak peduli apa yang Charles katakan dan membuatmu marah, aku minta maaf untuknya.”

Saat aku berbicara, Lukas masuk dengan senyuman di wajahnya.

Namun, senyuman itu segera lenyap saat melihat situasi di kamar.

Amarah di matanya tampak sulit disembunyikan.

Nada suaranya juga aneh saat menegurku,

“Erni, kamu meminta maaf pada anakmu sendiri atas nama orang lain?”

Aku merangkul Charles, dengan lembut menghapus air mata di sudut matanya.

“Lukas.”

Aku menatapnya dengan tenang.

“Charles memang bukan anak kandungku, tapi aku sudah memutuskan untuk mengadopsinya.”

“Jadi … dia adalah anakku.”

Tatapanku yang penuh tekad tampaknya membuat Lukas terguncang, tubuhnya mulai gemetar.

Setelah beberapa saat hening, dia memaksakan senyumannya.

“Baiklah, kalau kamu sudah memutuskan untuk mengadopsinya, mulai sekarang dia akan menjadi anak kita.”

“Saat kamu keluar dari rumah sakit, kita bisa siapkan kamar gudang di rumah untuknya.”

“Erni, kita adalah keluarga, kita harus tetap bersama.”

Begitu selesai dia bicara, Charles langsung mengangkat kepalanya.

Nada suaranya terdengar tegas, seolah takut terlambat mengucapkannya.

“Aku nggak butuh ayah, aku hanya butuh ibu.”

Aku tertawa kecil, mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.

“Iya, hanya ibu, nggak perlu ayah!”

Saat aku mendongak, senyuman di wajahku menghilang.

“Lukas, begitu keluar dari rumah sakit, kita langsung mengurus perceraiannya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status