Share

Bab 3 Mengetahui Alasan Yang Sebenarnya

Siang hari, kantor begitu ramai dan sibuk. Suara mesin fotokopi serta telepon yang berdering menambah kegaduhan di ruangan itu. Seyra tampak sibuk di depan layar komputer dengan ke sepuluh jari-jarinya yang bergerak cepat di atas keyboard. Sudah satu tahun dia bekerja sebagai staf marketing di perusahaan Pratama Corp, atas rekomendasi Aldo.

"Seyra, tolong kamu antarkan dokumen laporan tentang hasil kampanye dan aktivitas pemasaran ke ruang direktur," ucap Nadia, salah satu rekannya.

Seyra menghentikan aktivitasnya. Wajahnya terangkat menatap rekan kerjanya yang berdiri di seberang bilik mejanya. "Kenapa kamu nggak antarkan sendiri saja?"

Rasanya Seyra sangat malas jika dia harus bertemu dengan sang direktur. Entah mengapa ia merasa jika Nadia seolah sengaja melakukan itu.

"Nggak bisa. Aku sibuk banget. Buruan sana!" Nadia melempar dokumen hingga mendarat tepat di atas meja Seyra.

Seyra berdecak. Meski begitu, ia mengambil dokumen tersebut dan membawanya ke ruang manajer.

Langkahnya semakin memelan, saat ia tidak melihat Tania berada di meja kerjanya. Seyra mengendikkan bahunya. Mungkin saja wanita itu sedang ada tugas di luar kantor.

Namun saat mendekati pintu ruangan direktur, Seyra merasa seperti ada sesuatu yang tidak beres. Dan ketika matanya menatap ke cela-cela pintu, ia melihat Aldo yang sedang menindih Tania di atas meja. Mereka berdua saling berciuman dengan mesra dan panas.

Sesuatu yang harusnya tidak terjadi ketika pria itu baru saja berusaha menyakinkan dirinya.

Pemandangan itu tentu saja membuat Seyra merasa panas. Bagaimana pun juga masih ada rasa cinta di hati Seyra untuk pria itu. Hubungan mereka sudah cukup lama. Tidak mudah bagi Seyra untuk melupakan kekasihnya itu.

Dengan hati-hati, Seyra membuka pintunya dengan pelan. Dia sudah menyiapkan ponselnya untuk mengambil gambar pengkhianatan Aldo dan kakak tirinya.

"Seyra."

Aldo panik dan segera menarik tubuhnya dari atas tubuh Tania. Pria itu segera menghampiri Seyra, berusaha ingin menjelaskan. Namun Tania menahan lengannya, mencegahnya untuk mendekat ke arah Seyra.

"Jadi ini alasan kamu sebenarnya nggak datang ke acara pernikahan kita?"

Dengan sekuat tenaga Seyra menahan rasa cemburunya ketika melihat tangan Tania melingkar erat di lengan Aldo.

"Seyra, aku bisa menjelaskan ini." Aldo melepas kedua tangan Tania dari lengannya. Tetapi saat pria itu hendak maju, Seyra mengangkat telapak tangannya, melarang Aldo untuk mendekat.

"Nggak perlu," ujar Seyra dengan tatapan tajam. "Aku nggak butuh penjelasan apa pun darimu. Mau kamu selingkuh dengan dia atau pacaran sama dia, aku sudah nggak peduli."

Aldo tidak menyerah. Meski sudah dilarang, pria itu tetap mendekati Seyra. "Kalau kamu nggak peduli sama aku, kenapa kamu datang ke sini? Kamu pasti berubah pikiran dan ingin kembali padaku kan?"

Seyra berdecih lalu membuang wajahnya ke arah lain. Dia benar-benar merasa muak melihat tingkat kepercayaan diri Aldo yang teramat tinggi.

"Jangan salah paham. Aku hanya ingin mengantar dokumen ini. Tapi sayangnya aku harus menyaksikan pemandangan menjijikkan kalian." Seyra membanting dokumen di tangannya ke atas meja. Lalu menatap Aldo dan Tania secara bergantian. "Harusnya kalian melakukannya di ranjang hotel bukan di meja kantor."

Tidak ingin berlama-lama, Seyra melangkah keluar dari ruangan pengap itu. Namun belum sempat Seyra membuka pintu, Aldo meraih pergelangan tangannya.

"Tunggu, Seyra!"

"Mau apa lagi?" Seyra menyentak keras tangan Aldo hingga terlepas. Dan ketika pria itu hendak kembali meraih tangannya, Seyra segera menjauhkannya.

"Seyra, aku dan Tania nggak memiliki hubungan apa-apa. Aku hanya serius denganmu saja." Tidak bisa menjangkau tangannya, Aldo memegang kedua bahu Seyra.

"Cukup, Aldo! Aku nggak peduli. Aku sudah menikah dengan Regan. Jadi mulai sekarang jangan ganggu aku lagi."

Aldo kesal saat Seyra menyebut nama Regan. Ia benar-benar merasa buruk dan tersaingi saat Seyra lebih memilih seorang satpam dibanding dengan dirinya.

"Aku tahu kamu terpaksa menikah dengannya, hanya untuk membalasku. Kamu menjadikan dia sebagai tameng untuk menyelamatkan harga dirimu."

Dalam hati, Seyra membenarkan ucapan Aldo. Dia menikahi Regan hanya semata untuk menyelamatkan harga dirinya dan juga membalas keluarga Aldo yang sempat mempermalukannya di depan para tamu.

Namun Seyra tentu saja tidak akan mengakui itu.

"Aku nggak peduli apa yang kamu katakan. Yang jelas saat ini aku sudah menjadi istri Regan. Apa pun pekerjaannya, setidaknya dia lelaki yang bertanggung jawab dan lebih baik ketimbang kamu."

Seyra melepas paksa kedua tangan Aldo dari bahunya. Buru-buru Seyra melangkah cepat berusaha menghindari Aldo yang masih mengejarnya.

Saat tangan Aldo hendak kembali meraih pundak Seyra, ada tangan besar lain yang mencegahnya.

"Jangan ganggu dia!" Regan mencengkram tangan Aldo dan nyaris mematahkan tulangnya.

"Lepaskan!" Aldo berusaha melepaskan tangan Regan. Namun cengkeraman Regan semakin kuat seolah ingin meremukkan tulang-tulangnya.

"Hei, satpam, berani sekali kamu melakukan ini padaku. Apa kamu ingin aku tendang?" Aldo menatap Regan dengan tatapan tajam.

Namun, Regan tidak terpengaruh sama sekali. Sorot matanya dingin dan terlihat misterius.

"Aku peringatkan untuk tidak mengganggu Seyra lagi, atau kamu akan menyesal," ucap Regan dengan makna tersirat.

"Apa maksudmu? Kamu berani mengancamku?" Nada suara Aldo terdengar mencibir. "Jangan konyol! Kamu ini hanya seorang satpam tapi sudah berlagak seperti seorang bos besar. Justru kamu yang akan menyesal karena aku akan memecatmu."

Aldo tertawa mencemooh Regan. "Kau akan menjadi pengangguran dan pria tidak berguna."

Regan hanya menyeringai tajam, tersenyum misterius seolah apa yang diucapkan Aldo barusan hanya lelucon semata.

"Terserah."

Satu kata itu mampu membungkam mulut Aldo dan memperjelas jika Regan tidak peduli sama sekali jika nantinya dia kehilangan pekerjaan.

Regan menghempaskan tangan Aldo dengan kasar. Lalu melenggang pergi setelah memastikan Seyra sudah aman.

Di sisi lain, Seyra baru saja sampai di meja kerjanya. Gadis itu kembali melakukan pekerjaannya, sambil menggerutu panjang lebar.

"Kamu kenapa si, Ra? Dari tadi ngomel-ngomel mulu seperti nenek-nenek saja." Nadia yang berada di meja bilik bersebrangan dengan Seyra, tampak berkomentar ketika rekan kerjanya itu tidak berhenti menggerutu.

"Lain kali jangan suruh aku buat ngantar laporan ke ruang direktur," ucap Seyra dengan kekesalan yang terpancar jelas di wajahnya.

"Kenapa? Belum move on atau masih sakit hati karena masalah kemarin?" Nadia tampak tertawa saat Seyra melotot ke arahnya. "Atau baru nyesel karena sudah nikah sama satpam?"

Seyra berdecih, memilih mengabaikan ejekan rekan kerjanya.

Di tengah fokus pekerjaannya, mata Seyra menangkap ponselnya yang bergetar di samping komputer. Dengan cepat ia mengangkat panggilan saat nomer ibunya tertera di layar.

Begitu mendengar suara di seberang sana, wajah Seyra berubah panik dan pucat.

"Ibu ..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status