Share

Suami Yang Kusangka Satpam Ternyata Bos Besar
Suami Yang Kusangka Satpam Ternyata Bos Besar
Penulis: Fairy Tia

Bab 1 Menunjuk Tamu Sebagai Pengantin

"Dasar gadis tidak tahu diri!" teriak seorang wanita dengan memakai riasan tebal sembari menunjuk seorang gadis yang berdiri di depannya dengan mengenakan gaun pengantin.

"Putraku tidak akan datang ke acara pernikahan ini. Kau hanya melakukan hal sia-sia saja. Harusnya kamu mengaca pada dirimu sendiri," sambung Mira, wanita memakai riasan tebal itu dengan suara lantangnya.

"Tapi, Tante, Aldo sudah berjanji akan menikahiku hari ini." Seyra, gadis yang mengenakan gaun putih anggun itu tampak membalas sorot mata dingin Mira, seorang wanita paruh baya di depannya yang dia pikir akan menjadi mertuanya.

"Menikahimu?" Mira dengan gaya angkuhnya tampak terkikik remeh. Dia menatap Seyra dari atas hingga bawah dengan pandangan merendahkan. "Apa kamu tidak malu mengatakan hal tersebut?"

Mira menggeleng masih dengan tatapan merendahkannya. Dia maju mendekat ke arah Seyra dan berhenti tepat satu langkah di depannya. "Kau terlalu menganggap dirimu tinggi. Kau tidak sepadan dengan Aldo. Kau dari golongan rendah. Sementara Aldo dari golongan kelas atas. Kalian benar-benar sangat tidak cocok."

Suara bernada hinaan itu membuat suasana hati Seyra menjadi buruk. Semula ia mengira jika pernikahan ini akan berlangsung dengan bahagia. Sebab, Seyra dan Aldo sudah merencanakan pernikahan mereka dari beberapa bulan lalu. Namun, semua impian itu hancur seketika saat Mira menghina dan merendahkannya di depan para tamu.

Bisik-bisik para tamu mulai naik ke permukaan. Sebagian dari mereka tampak menggunjing Seyra. Namun sebagian lainnya merasa kasihan melihat Seyra yang dipermalukan.

"Di mana Aldo sekarang, Tante?" tanya Seyra dengan kedua tangannya terkepal kuat berusaha menahan emosinya. Sudah cukup ia mendapat penghinaan seperti ini. Dia harus meminta penjelasan dan ketegasan pria itu.

"Untuk apa? Apa kau ingin merengek dan memohon untuk menikahimu?" Mira bersedekap sambil tersenyum sinis. "Dengar, Seyra, wanita itu harus punya rasa malu dan harga diri sedikit. Sudah tahu miskin, harusnya mencari pria yang sepadan denganmu. Jangan bergantung pada orang kaya seperti putraku. Itu namanya tidak tahu malu."

Wajah Seyra sudah merah padam. Sejak tadi dia berusaha membendung emosinya saat Mira menghina dan menginjak-injak harga dirinya.

Terlebih, Aldo yang diharapkan tidak datang di hari pernikahan mereka, membuat Seyra benar-benar merasa sakit hati, merasa dikhianati oleh pria yang selama ini dia cintai. Dia merasa dicampakkan seperti barang rongsokan yang tidak berharga sama sekali.

Dan Seyra sudah tidak tahan lagi.

Melihat Seyra yang masih terdiam, Mira kembali melanjutkan hinaannya. "Kamu itu nggak pantas bersanding dengan Aldo. Perbedaan status sosial kalian bagai langit dan bumi. Mau jadi apa Aldo kelak jika menikah denganmu. Apalagi asal usulmu dari keluarga berantakan. Kamu hanya akan__"

"CUKUP!"

Suara teriakan kemarahan Seyra berhasil membungkam mulut Mira. Beberapa tamu tampak terperangah melihat keberanian Seyra yang tampak meneriaki Nyonya besar dari keluarga Pratama.

Ratih, Ibu Seyra dan beberapa kerabat lainnya yang sejak tadi terdiam pun dibuat tercengang melihat tindakan Seyra. Sementara Darwin, ayah Seyra yang baru tiba bersama istri dan putri lainnya, tampak ikut terkejut.

"Nyonya nggak ada hak untuk menghina saya. Memang Nyonya pikir Nyonya siapa? Mentang-mentang Nyonya dari keluarga terpandang lalu seenaknya sendiri menghina orang lain? Sungguh, perilaku Nyonya saat ini menjatuhkan martabat Nyonya sendiri."

Seyra membalas perkataan Mira dengan suara tak kalah tajam. Dia sudah tidak berniat lagi untuk melanjutkan pernikahannya bersama Aldo. Dia sangat menyesal karena sempat percaya dan menaruh harapan pada pria itu.

"Kamu akan menyesal setelah ini. Tidak ada yang akan mau dengan wanita yang gagal menikah di hari pernikahannya. Itu benar-benar sangat memalukan," ucap Mira dengan tatapan sinis.

"Oh iya? Kalau begitu aku akan membuktikannya."

Di tengah kekalutan dan keputusasaan Seyra, dia berjalan mendekat ke arah seorang tamu pria yang sejak tadi memperhatikannya. Dia tahu siapa pria itu. Sudah beberapa minggu ini dia sering bertemu dan menyapanya saat akan memasuki kantor. Pria itu merupakan seorang satpam baru di tempat kerja Seyra.

Dan satu minggu ini Seyra sudah mengenalnya.

"Regan, aku nggak minta mahar apa pun. Tolong menikahlah denganku!" Seyra menatap Regan yang sedang duduk bersama tamu lainnya. Tatapan Seyra terlihat memohon disertai tangan yang gemetar.

"Asalkan kamu mau menyelamatkan harga diriku, aku janji akan melakukan apa pun untukmu." Tangan gemetar Seyra menjulur ke depan berharap Regan mau menyambutnya. Dia benar-benar sudah putus asa dan bingung harus dengan cara apa lagi untuk menyelamatkan harga dirinya.

Seyra terpaksa melakukan itu.

Regan memandangi tangan gemetar Seyra yang masih mengapung di udara. Pandangannya terangkat, hingga matanya bertabrakan langsung dengan mata berembun Seyra.

Regan yang sebenarnya tertutup hatinya, akhirnya menyambut tangan Seyra, merasa setuju untuk menjadi pengantinnya.

"Di mana aku mengucapkan ijab kabul?" Suara berat Regan mulai terdengar, seolah membawa angin segar bagi Seyra.

Akan tetapi, Darwin yang merupakan ayah Seyra berteriak seolah tidak menyetujui keputusan putrinya. "Seyra, apa otakmu sudah rusak?"

Seyra menoleh, membalas tatapan tajam sang ayah. "Otakku memang sudah rusak saat ayah meninggalkan aku dan ibu demi keluarga lain."

Seyra tertawa sumbang, menertawakan hidupnya yang berantakan. Ditinggalkan seorang ayah demi membahagiakan keluarga lain. Dan sekarang nasibnya tidak jauh berbeda dari ibunya. Dirinya ditinggalkan oleh kekasihnya di hari pernikahannya.

"Pa, restui saja Seyra menikah dengan pria tidak jelas itu. Setidaknya papa tidak akan malu karena pernikahan Seyra gagal." Miranda berusaha membujuk Darwin untuk menyetujui keputusan gegabah anak tirinya.

"Benar, Pa. Mending nikahkan saja mereka." Tania, saudara tiri Seyra ikut menimpali perkataan ibunya.

Darwin terdiam sesaat, masih menimang-nimang keputusannya. Setelah beberapa detik, akhirnya Darwin menyetujui pendapat istri dan anak tirinya.

Tanpa membuang waktu, Darwin menikahkan Seyra dengan Regan. Hingga keduanya kini resmi menjadi pasangan suami istri.

"Apa-apaan ini? Kau berusaha ingin membalasku?" Mira merasa dipermalukan saat Seyra dalam sekejap berhasil mendapat pengantin pengganti pria.

"Kau sudah sakit jiwa. Gagal menikah dengan putraku, lantas kau memungut pria sembarangan yang tidak jelas asal usulnya. Dasar gegabah! Kau akan menyesal setelah ini." Selesai mengatakan itu, Mira berlalu pergi. Dia tidak berminat untuk berlama-lama di tempat itu.

"Tugasku sudah selesai. Jadi, aku tidak bisa berlama-lama di sini." Setelah melirik Ratih, istri pertamanya, Darwin segera beranjak meninggalkan tempat itu yang diikuti oleh Miranda.

Sementara Tania tampak tersenyum mengejek. Dia menatap Seyra dan Regan secara bergantian. "Selamat yah. Kamu memang sangat cocok bersanding dengan seorang satpam. Paling nggak, itu sudah menunjukkan derajatmu."

Tania langsung melenggang pergi setelah sempat menertawakan nasib Seyra yang malang.

Ratih yang sejak tadi hanya menyaksikan, kini berjalan mendekati putrinya. "Ibu tidak tahu, apakah keputusanmu ini benar atau tidak. Ibu hanya berharap, jangan menganggap pernikahan ini adalah sebuah permainan. Kamu paham kan, maksud ibu?"

Seyra mengangguk. Matanya lurus ke depan, menatap wajah ibunya yang nampak pucat. Sejak ayahnya menikah lagi, Seyra tinggal bersama ibunya yang menderita penyakit kronis.

"Aku akan bertanggung jawab dengan keputusanku, Bu." Meski merasa ragu, Seyra berusaha menyakinkan ibunya.

Drrtt!

Seyra mendengkus kesal saat menatap ponselnya. Matanya menyorot dingin saat nama Aldo tertampang jelas di layar genggamannya.

Seyra hendak menolak pangilan itu. Namun setelah dipikir-pikir, sepertinya dia perlu memberi penegasan pada pria pengecut itu.

"Dasar pecundang! Jangan ganggu aku lagi! Kita putus," teriak Seyra pada Aldo di seberang sana. Dengan napas naik turun, ia segera mematikan panggilan ponselnya.

Sementara Regan yang sejak tadi memperhatikan Seyra, kini memberanikan diri untuk bersuara. "Apa rencana kita selanjutnya?"

Seyra menoleh cepat, menatap Regan yang sedang menunggu jawabannya. "Kita akan melakukan apa yang mesti kita lakukan. Kita sudah menjadi suami istri. Jadi, kita akan tinggal bersama."

"Kamu yakin?" tanya Regan memastikan.

Seyra meremas ke sepuluh jarinya yang berkeringat, sebelum ia menjawab, "Aku nggak seyakin ini sebelumnya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status