Setelah memastikan wanita yang bernama Sasy itu keluar, Zea pun turun dari toilet. Dia memindik saat keluar toilet. Dirinya benar-benar tidak menyangka dengan apa yang baru saja ia dengar itu, bagaimana bisa di dunia ini ada wanita yang berpikiran licik seperti itu. Walaupun berusaha untuk tenang, tetapi ia tetap saja tidak bisa menyembunyikannya dirinya tetap melangkah dengan cepat takutnya jika Fahmi langsung berubah pikiran.Lalu menghampiri Fahmi lagi, teringat tadi dia menolak datang akan tetapi dia langsung mengatakan akan datang. "Yakin mau datang?" tanya Fahmi.Fahmi sedikit bingung karena tadi bukankah Zea menolak untuk datang menurutnya ia merasa tidak pantas dan juga bingung karena tidak memiliki teman di sana."Iya. Tapi aku enggak punya baju bagus." Lagi dan lagi Zea bingung dirinya ingin menyelamatkan sang bos tapi ia juga memiliki banyak kekurangan apalagi dirinya tidak pernah menghadiri acara-acara seperti itu."Memang kamu enggak di info?" tanya Fahmi lagi."Sudah,
Gio melepaskan pelukannya karena sang istri sama sekali tak menyambut dengan kehangatan. Bagaimana bisa dirinya merasakan rindu yang begitu sangat mendamba, tetapi istrinya justru tidak membalasnya sama sekali apakah sang istri tidak merindukannya apakah sang istri tidak memiliki rasa rindu kepadanya padahal selama ini ia merasakan jika sang istri selalu saja membalas semua yang ia lakukan termasuk rasa cinta yang ia berikan.Rasanya masih sama dengan Zea yang tadi pagi dia temui. Apa Zea masih marah padanya atau memang dia sedang terkejut dengan kehadirannya. Gio benar-benar sangat menduga-duga dengan apa yang terjadi kepada istrinya itu, Ia memang tidak bisa memahami apa yang dipikirkan oleh wanita dan dokumen Ia juga bukanlah seorang cenayang yang bisa mengetahui isi hati dari orang lain, di sini dirinya benar-benar merasa begitu sangat bingung."Sayang, kamu enggak senang dengan kedatangan Mas?" tanya Gio. Dirinya langsung saja menatap ke arah sang istri, apakah dia tidak senang
"Zea, Alan eh Pak Alan meminta aku untuk ketemu dia dulu. Nanti aku ke sini lagi," ujar Gio. Dirinya merasa kesal kenapa juga Arga menghubunginya saat sedang berdua dengan Zea. Entahlah mengapa lelaki itu menghubunginya disaat yang tidak tepat seperti ini. Baru saja ia bisa melihat senyuman di bibir sang istri lalu sekarang harus berpisah kembali, benar-benar sangat menjengkelkan sekali. Apa tidak bisa Arga memberikan waktu untuk dirinya berduaan dengan sang istri sebentar saja benar-benar sangat menyebalkan bukan.Gio menahan kesal dalam hati, rasanya ia benar-benar tidak rela meninggalkan sang istri sendirian di sini apalagi mereka baru saja bertemu, benar-benar kesempatan yang sangat sulit bagi dirinya untuk berpisah. Lagi dan lagi ia harus hidup di dalam permainan dan dipusingkan oleh permainan yang dirinya buat sendiri. Lalu ia mencium pipi sang istri dan memeluknya dan pamit untuk keluar. "Aku pergi sebentar ya." Dirinya benar-benar harus bisa memendam kesalahan yang begitu sa
Tidak ada yang aneh dari gelagat wanita sexy itu. Sasy terlihat biasa saja saat menghampiri Gior. Zea sedang berpikir apa yang akan dilakukan Sasy pada Gior. Tidak bisa menduga-duga, apa Sasy akan merayunya atau dengan cara lain. Sementara, Sasy berada di sisi Gior sangat senang. Apalagi saat Gior berbincang dengan beberapa klien. Seolah-olah dirinya adalah istri dari CEO itu. Setelah berbincang, Gior berbicara pada Sasy. "Bisa enggak kamu jangan di sini. Akun risih tahu.""Sayang, kamu kok ngomong kaya gitu. Aku kan calon istri kamu yang dipilih oleh kakek kamu."Tangan Gio mengepal keras. Sejak kapan ada wanita yang mengaku menjadi calon istrinya. Satu istri cukup baginya dan itu adalah Zea -"Jangan tegang gitu ah." Sasy memanggil writers untuk meminta dia minuman. "Sayang, kita minum dulu." Sasy memberikan satu gelas pada Gior. Gior menerimanya, lalu meminumnya karena memang dirinya sedang haus. "Lebih baik kita mengibrol di tempat lain. Aku janji setelah ini akan menjauh. B
"Ze--zea kamu bicara apa?" Gio terlihat sangat gugup. Pro yang masih nertelanjang dada itu mencoba mencari alasan agar bisa memastikan Zea. "Kamu pikir sendiri Mas. Mau sampai kapan kamu berbohong, aku seperti orang bodoh. Bertemu dengan satu orang dengan berbeda fisik. Kamu pikir itu lelucon Mas?" Bibir tipis itu bergetar hebat. Gior menegang mendegar ucapan Zea. Bahkan wanita itu belum beranjak dari tempatnya. Menatap tajam dengan napas naik turun. Haruskan semua terbuka, rahasia yang selama ini ditutupi. "Zea ---" "Katakan, Mas. Maksud kamu apa memperlakukan aku seperti ini? Berpura-pura menjadi pria miskin dan menikahi aku?" Lagi Zea bertanya dengan emosi memuncak. "Zea, dengarkan saya. Semua enggak kaya yang kami pikirkan. Saya Gior, bukan suami kamu!" Gior mulai meninggikan suaranya. "Berhenti berpura-pura Mas. Alan, dia bukan bos kamu kan, dia supir pribadi kamu. Dan uang 1 M itu memang uang kamu. Katakan Mas!"Histeris, Zea memukuli tubuh Gior. Pria itu akhirnya memeluk
Gior membawa Zea ke dalam mobilnya dan mengunci agar sang istri tak bisa ke luar. Bagaimana bisa dia tetap diam saja saat melihat Zea bersama dengan pria lain. Emosi dan cemburu membuat dirinya tidak terkendali. Entahlah dirinya tidak bisa mengontrol emosinya sendiri, saat melihat orang yang dia sayangi dekat dengan pria lain, jujur dirinya tidak menyukai jika apa yang ia miliki harus didekati oleh orang lain. Iya benar-benar sangat tidak rela dengan hal itu. Maka saat dirinya melihat Zea dengan pria lain tentu saja emosinya langsung tidak terkendali seperti ini."Aku mau turun, Pak Gior," ujar Zea dengan penuh penekanan. Dirinya tidak menyukai dengan apa yang dilakukan oleh atasannya itu. Bagaimana bisa Gior semena-mena kepada dirinya. Ia benar-benar tidak mau terus-terusan hidup di dalam tekanan oleh bosnya. Menurutnya Gior yang sudah membuatnya merasa tidak nyaman saja itu sudah sangat keterlaluan. Apalagi Gior yang sekarang suka memaksa ini dan itu, memaksa agar dirinya selalu me
"Apa kamu gila!" Zea benar-benar sudah tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. Zea merasa begitu sangat bosan sekali, mendapatkan kebohongan demi kebohongan yang selalu saja dilontarkan oleh suaminya tersebut, Ia juga sudah sangat lelah dengan semua ini. Bagaimanapun juga dirinya ingin adanya sebuah kejujuran di antara mereka berdua bukan seperti ini justru dirinya seperti begitu saja. Dirinya juga tidak mau membuat semuanya menjadi begitu sangat runyam.Akan tetapi semua ini berawal dari suaminya yang memang benar-benar mau berbohong. dirinya benar-benar tidak menyangka jika ternyata suaminya justru tega melakukan semua itu, bagaimana bisa Gior berbohong selama ini, menjadi dua karakter yang begitu sangat berbeda. Yang benar-benar merasa begitu sangat lelah sekali.Zea mendorong tubuh suaminya, Gio bingung harus menjelaskan apalagi pada Zea. Gior benar-benar merasa begitu sangat pusing, melihat Zea yang benar-benar terlihat begitu sangat emosi. Inilah yang diriny
Zea akhirnya turun setelah bernegosiasi dengan Gior. Pria itu juga turun dengan masih berpenampilan Gio si miskin yang menikahi Zea. "Mau kamu aku seperti ini bukan? Tampil di depan semua orang dan mengakui kalau aku suami kamu. Bagaimana?" tanya Gior. Zea menatap kesal, bukan ini yang dia mau. Akan tetapi dia ingin sejak awal Gio mengakui siapa dirinya tanpa dia tahu dari seseorang atau mencari tahu dan akhirnya dirinya merasa kecewa karena dibohongi. "Mau apa dengan seperti ini?" Lagi Zea menyorot dengan tatapan tajam. "Aku mau semua orang tahu kalau kamu sudah punya suami."Egois, yah Gio sangat egois. Harusnya dia memperkenalkan Zea dengan status aslinya. Namun, entah dirinya belum memiliki keberanian. Lagi pula juga Zea tak mau bersamanya dengan wajah Gior sang CEO muda yang tampan dan kaya raya. Harusnya Zea bangga karna suminya sering diimpikan oleh wanita-wanita lainnya."Zea, kamu dari mana?" Fahmi menyalanya setelah sejak tadi mencari keberadaan wanita itu. Gio gesit m
"Maksud kamu apa?" Bu Layla panik dengan ucapan Gior. Kekhawatiran mulai terlihat jelas di wajahnya.Tanpa berkata apa pun lagi, Gior mulai membuka kedoknya. Dia dengan tenang melepaskan tompel yang menempel di pipinya, kemudian membenarkan rambutnya, dan membersihkan wajahnya dari semua penyamaran. Dalam sekejap, sosok yang selama ini dianggap sebagai "si miskin" berubah menjadi pria elegan dengan aura otoritas.Semua yang ada di ruangan itu terdiam, mata mereka terpaku pada Gior. Mereka terkejut melihat perubahan drastis dari pria yang selama ini mereka remehkan."Ti-tidak mungkin si miskin itu adalah Pak Gior," ucap Sella dengan suara gemetar. Gadis itu merasa tubuhnya memanas dan dingin bersamaan, terutama setelah mengetahui bahwa dia baru saja mencoba menghancurkan Zea, istri seorang CEO.Dara, yang berdiri di sampingnya, tampak lebih terkejut. "Ma, ini enggak mungkin, kan?" tanya Dara dengan suara lemah pada Bu Layla, yang juga sama bingungnya.Pak Abdullah dan Farhat, yang sela
Pak Abdullah, dengan wajah penuh ketidakpercayaan, menghampiri Pak Wicaksono. "Pak, tidak salah dengar?" tanyanya, masih terkejut bahwa Pak Mansyur, yang dianggapnya hanya seorang pengusaha kecil, mendapatkan kontrak saham dengan perusahaan besar yang sebelumnya membatalkan kontrak mereka.Pak Wicaksono, dengan tenang, menatap Pak Abdullah. "Tidak, memang benar. Ada apa memangnya?" tanya Pak Wicaksono dengan nada datar, seolah tak terpengaruh oleh kekhawatiran Pak Abdullah.Pak Abdullah tak mau menyerah begitu saja. "Perusahaan Pak Mansyur itu masih kecil, Pak. Kemungkinan besar tidak akan memberikan benefit tinggi. Lebih baik batalkan saja dan bekerja sama dengan perusahaan saya, yang jelas-jelas sudah besar dan mapan," katanya, mencoba meyakinkan Pak Wicaksono sambil meremehkan kualitas perusahaan Pak Mansyur.Saat itu, Gior, yang mendengar percakapan mereka, menghampiri kakeknya. Dengan senyum kecil di bibirnya, ia tertawa pelan, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "P
Farhat menepis tangan Gior dengan kasar, lalu menepuk-nepuk kemejanya seolah jijik setelah disentuh oleh Gior. "Orang miskin tidak pantas di sini," katanya dengan nada penuh kebencian. "Satpam, usir mereka!" titahnya, seperti merasa dirinya pemilik acara dan berkuasa penuh atas tempat itu.Suasana semakin panas ketika Sella, yang sepertinya sengaja ingin memicu keributan, muncul dengan sebuah rencana liciknya. Dengan sengaja, dia menunjukkan foto-foto yang memfitnah Zea dan Pak Gior sedang bersama, mencoba menciptakan kesan bahwa mereka berselingkuh."Ini dia buktinya!" seru Sella dengan penuh semangat, memamerkan foto-foto itu kepada orang-orang di sekelilingnya. "Wanita ini munafik! Sudah punya suami, tapi malah berselingkuh. Dasar murahan!"Kerumunan mulai bergemuruh, desas-desus dan tatapan merendahkan mengarah kepada Zea. Namun, sebelum tudingan Sella semakin menggila, tiba-tiba Pak Mansyur, ayah Zea, muncul dari kerumunan. Dengan wajah penuh kemarahan, dia berdiri di depan Zea u
Setelah suasana mulai mencair, Pak Wicaksono keluar dari ruangan Gior dengan ekspresi yang sulit ditebak. Di luar, tampak Aleta, salah satu karyawan, berdiri menunggu dengan gelisah. Desas-desus tentang hubungan terlarang antara Zea dan Gior telah beredar dengan cepat, dan Aleta, yang sudah lama mencurigai sesuatu, tak sabar ingin tahu kebenarannya.Begitu Zea keluar dari ruangan, Aleta segera menghampirinya. "Zea, jadi benar kamu dan Pak Gior selingkuh? Ih, gila kamu! Sudah punya suami, masih saja menggoda bos kamu. Dasar murahan!" tuding Aleta dengan nada penuh kebencian.Zea menghentikan langkahnya, lalu menatap Aleta tajam. "Stop mengatakan aku murahan," balas Zea dengan tenang tapi tegas. "Jaga bicara kamu, atau aku akan meminta Pak Gior memecat kamu. Sama seperti aku meminta Pak Gior memutuskan kontrak dengan Pak Abdullah." Sebuah senyum kecil terlihat di bibir Zea, penuh kepastian.Aleta terkejut dengan respons Zea. Dia tak menyangka bahwa Zea, yang biasanya tampak pendiam dan
Pak Wicaksono merasa kecewa bukan karena cucunya, Gior, sudah menikah, melainkan karena Gior tidak terbuka sejak awal. Dengan nada marah tapi tegas, Pak Wicaksono menegur Gior atas kerahasiaannya."Aku hanya takut kakek tidak merestui," ujar Gior, dengan nada rendah.Pak Wicaksono menggeleng pelan, merasa kesal dengan alasan cucunya. "Kamu ini benar-benar membuat onar, Gior. Bereskan kabar miring yang sudah tersebar di luar. Kalau kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu, selesaikan semuanya. Jangan lari dari tanggung jawab."Gior mengangkat dagu dengan tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Zea disalahkan. Pak Wicaksono, kakeknya, menatap Zea dengan tatapan penuh pertanyaan. Dia merasa heran dengan menantunya yang memilih bekerja di perusahaan suaminya, padahal dengan statusnya sebagai istri cucunya yang kaya raya, seharusnya Zea bisa menikmati hidup dengan lebih santai tanpa perlu terlibat dalam urusan bisnis keluarga."Katakan, permainan apa yang sedang kalian maink
Situasi itu tak di sangka membuat Gior dan Zea tertangkap basah. Apalagi ada info yang menyudutkan mereka. Kedatangan sang kakek pun tak lepas membahas masalah itu. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka jika ternyata apa yang keduanya lakukan justru kini menjadi bumerang besar. Ia tidak tahu jika Aleta melihat hal tersebut bahkan bukan hanya aletta yang melihat tetapi kakek dari Gio juga melihat apa yang mereka berdua lakukan. Ya sudah benar-benar merasa bingung dirinya tidak bisa memikirkan alasan yang tepat apalagi orang-orang di kantor ini mengetahui jika dirinya sudah menikah dengan lelaki bertompel. Semua orang tidak mengetahui jika lelaki bertompel itu adalah Gio. Masa iya dirinya dikira selingkuh dengan suaminya sendiri? "Kalian berdua, saya tunggu di dalam!" titah sang kakek. Zea dan juga Gio hanya saling memandang, keduanya tidak banyak bicara daripada berdebat di hadapan semua orang lebih baik menurut. Gio benar-benar tidak menyangka jika hari ini akan tiba. Mere
Gior menghubungi Agra untuk mempersiapkan semua berkas yang akan di buat meeting siang ini. Dirinya akan hadir dan memberikan beberapa saham pada Pak Mansyur. Mungkin bukan saham besar, tapi saham kecil yang mungkin nanti akan menjadi besar. Dirinya tidak tega melihat perusahaan sang mertua yang sudah berada di ujung tanduk itu. Bagaimanapun juga ia ingin menjadi menantu yang baik dan walaupun Pak Mansyur tidak mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Tapi geo memang benar-benar berniat ingin membantu mengembangkan perusahaan milik ayahnya itu. Melihat Pak Mansyur yang sudah berubah menjadi baik kepada dirinya dan juga sang istri membuat hati Gio benar-benar sangat tergerak sekali.Setelah itu, Gio pun bersiap untuk pergi ke perusahaan. Dengan alasan akan makan siang. Sepertinya hanya alasan itu yang sangat masuk akal tidak mungkin jika dirinya mengatakan hal yang sebenarnya bisa-bisa sang ayah mertua akan sangat sok sekali mendengar apa yang dirinya katakan tersebut."Yah, aku m
Pagi hari menjelang siang, Pak Mansyur dan Gio sudah bersiap untuk pergi ke perusahaan. Zea juga sudah siap ke kantornya, setelah itu Gio mengirim pesan pada Arga untuk meng-handle semua urusan di kantor untuk beberapa hari. Pokoknya dirinya menginginkan jika tidak akan ada masalah baru dan masalah-masalah lainnya yang akan menghambat semuanya. Dirinya ingin berperan sebagai menantu yang baik, melihat mertuanya yang sudah hampir putus asa benar-benar membuatnya merasa begitu sangat kasihan sekali.Gio pun sampai di perusahaan sang mertua. Memang sudah sepi tak banyak karyawan yang setia. Rasanya benar-benar sangat miris melihat perusahaan Pak Mansyur yang berada di ujung tanduk ini, menurutnya Pak Mansyur orang yang mudah dibohongi dan orang yang tidak mahir dalam mencari klien."Boleh saya lihat file beberapa klien?" tanya Gio pada salah satu karyawan pak Mansyur. Kebetulan saat itu mertuanya sedang menemui investor di ruangannya. Gio lebih mudah mencari tahu dan mendalami apa yang
Gio benar-benar memberikan sebuah saran kepada ayahnya, tidak mungkin jika tiba-tiba perusahaannya langsung mengajukan investasi ke perusahaan Pak Mansyur, jika tidak ada proposal yang diajukan mungkin saja Pak Mansyur akan curiga. Maka dari itu ia memilih untuk mengatakan hal tersebut. Dirinya berharap jika mertuanya mau mengajukan proposal ke perusahaannya agar dirinya bisa menyuntikkan dana untuk bisa membantu perusahaan sang mertua yang memang sudah berada di ujung tanduk itu. Pak Mansyur hanya menoleh saja ke arah sang menantu seolah-olah saran yang diberikan menantunya itu hanya berujung sia-sia saja. Mana mungkin perusahaan besar seperti Gior bisa membantu perusahaannya yang sudah hampir gulung tikar. Perusahaan-perusahaan kecil saja tidak ada yang mau menaruh saham apalagi perusahaan besar yang tentu saja mereka akan memperhitungkan tentang untung dan ruginya lebih detail lagi dan sepertinya perusahaannya tidak akan menguntungkan sama sekali untuk perusahaan Gior itu."Mana m