"Kakek sudah mendengar semuanya. Kelompok David sudah muncul bukan? Lalu bagaimana kau sudah mendapat siapa otak di balik hilangnya dana untuk proyek gedung kita?" Tanya sang kakek. Pak Wicaksono mengambil minumannya, sedangkan Gio hanya duduk menatap layar ponselnya. Bayangan Zea selalu menghantui ya. Dia takut terjadi sesuatu pada sang istri. Walau dia merasa akan aman saat Zea di kantor dan dia bisa memandangnya. Entahlah walaupun hubungannya dan juga sang istri memang baru saja dibangun dan belum lama tetapi ia sudah benar-benar merasa begitu sangat yakin jika dirinya tidak akan pernah main-main dengan Zea.Walaupun terkadang sikap istrinya itu sedikit menyebalkan, tetapi menurut Gio itu adalah bumbu-bumbu dalam sebuah pernikahan. Ia merasa begitu sangat kasihan kepada Zea dan ia terus saja memikirkannya rasa khawatir terus saja menggunung, mungkinkah ini adalah rasa khawatir seorang suami kepada istrinya begitu sangat mengkhawatirkan tentang keselamatan dari istrinya itu."Aw."
"Mas tidak usah didengarkan apa yang ibu katakan. Emang otak serakah kaya gitu," ujar Zea. Iya benar-benar merasa begitu sangat muak, bagaimana bisa ibu tirinya itu tidak pernah bisa menghargai semua keputusannya. Ibu tirinya itu hanya bisa mengambil keuntungan dari dirinya saja dan tidak pernah memikirkan tentang perasaan dan juga kebahagiaannya. Selama ini ia sudah benar-benar lelah menjadi tulang punggung di keluarga ini. Membayar hutang-hutang yang padahal tidak pernah ia gunakan uangnya sama sekali. Seharusnya ia bisa dengan mudah lulusan tetapi sayang sekali dirinya harus mengalah dengan anak dari ibu tirinya itu. Ayahnya pun tidak mau berbuat apa-apa dan tentu saja ayahnya akan terus saja menuruti kemauan dari istri barunya itu dan tidak pernah memikirkan dirinya lagi.Bu Layla benar-benar wanita yang begitu sangat serakah sekali. Padahal semuanya sudah ia miliki, jika dirinya kejang mereka semua dari rumah ini karena rumah ini adalah rumah peninggalan ibunya dan bukan milik a
Gio membonceng Zea dengan motor bututnya. Dia enggan mengganti dengan model terbaru karena lebih nyaman dan kesan miskin pun lebih melekat. Walaupun sebenarnya ia sudah muak dengan keadaan seperti ini, harga dirinya selalu saja diinjak-injak oleh mertua tirinya itu dan dirinya juga sangat kesal mengapa Pak Mansyur tidak ada sedikitpun itikad baiknya untuk membela sang anak kandung. Membuat Gio benar-benar merasa murka saja. Mungkin jika saatnya sudah tiba ia akan membawa Zea keluar dari rumah itu dan dirinya tidak akan pernah mengizinkan ibu tiri dari istrinya itu bisa hidup dengan tenang setelah apa yang sudah dilakukan Layla kepada Zea. Zea memeluknya dari belakang, Gio pun menikmati pelukan Zea yang mungkin akan dia rindukan dalam beberapa jam. Dirinya tidak pernah merasa malu dengan wajah suaminya ataupun pekerjaan dari suaminya, walaupun ibunya meminta mereka untuk bercerai, tetapi ia tidak akan pernah mengabulkan permintaan itu lagi pula dirinya sudah berkorban banyak dan
Mereka lari tunggang langang. Tidak menyangka jika mereka akan mendapatkan lawan yang begitu sangat tangguh padahal dari tampangnya terlihat jika Gio itu biasa-biasa saja seperti orang cupu yang buruk rupa, tetapi ternyata justru memiliki kekuatan hebat dan juga jago berkelahi apalagi orang yang membantu Gio benar-benar membuat mereka semua kewalahan. Sedangkan Alan mencoba membantu sang bos. Berharap. Pria itu baik-baik saja. Dirinya sedikit terlambat membantu sang bos, jika ia terlambat sebentar lagi mungkin Gio dan juga istrinya akan dalam bahaya. "Kamu tidak apa-apa?" Alan benar-benar merasa begitu sangat khawatir dengan keselamatan bosnya itu. Bisa berabe urusannya jika sampai Gio kenapa-kenapa. Bisa-bisanya iya sampai lengah seperti itu. Apalagi mereka keroyokan sedangkan Gio sendirian wajar saja jika bosnya harus kalah. "Aku tidak apa-apa." Gio melirik ke arah sang istri. Ia tidak mau jika sampai istrinya salah paham dan istrinya mengetahui semuanya. "Terima kasih," ujar G
Zea terlambat hari ini, Aleta pun sudah menunggu di depan meja kerja Zea dengan gelisah. Pasalnya beberapa jadwal Pak Gio kemarin dia serahkan pada wanita itu karena dirinya sedang banyak pekerjaan. Jika sampai Gio datang lebih awal bisa-bisa ia akan terkena masalah. Biasanya Zea selalu datang tepat waktu, tetapi mengapa sekarang justru wanita itu tidak datang tepat waktu, membuat dirinya merasa benar-benar sangat gelisah sekali. Namun, ternyata Zea datang terlambat. "Ke mana sih dia ini kok belum sampai apa dia tidak masuk kerja ah rasanya tidak mungkin mana mungkin anak baru bisa mendapatkan izin dengan mudah." Aleta benar-benar merasa begitu sangat bimbang, ia takut dan juga cemas bagaimana jika dia memang benar-benar tidak berangkat lantas apa yang harus dirinya lakukan. Bisa saja ia terkena murkanya sang atasan. Saat melihat Zea muncul, dirinya merasa lega lalu gegas menghampiri Zea. Pagi-pagi seperti ini dirinya sudah dibuat kesal oleh zea, ia tidak menyangka jika sang
"Sialan, bagaimana bisa kalian tidak berhasil membawa Zea ke hadapanku!" Rasanya sia-sia ia sudah menunggu beberapa lama dan juga sudah membayar mereka mahal-mahal, tetapi anak buahnya itu tidak bisa membawa wanita yang dirinya inginkan. Membawa seorang wanita saja mereka harus pulang dengan babak blur seperti ini. Pria tua itu sangat marah saat tahu anak buahnya gagal membawa Zea calon istri keempatnya. Untuk meluapkan kekesalan dan amarahnya juragan teh itu pun menendang kursi dengan begitu sangat keras lalu melampiaskan amarahnya kepada beberapa anak buah yang tidak tahu apa-apa itu. Memberikanmu untuk mereka semua. Bagaimana bisa mereka tidak berhasil membawa seorang wanita, padahal mereka semua adalah juara-juara preman yang ahli bela diri. "Maaf maaf tuan, tadi saat kami ingin membawa Zea pada seorang laki-laki yang mengaku sebagai suaminya lalu dia menghajar kami habis-habisan." Salah seorang dari anak buah juragan teh itu pun menceritakan tentang mengapa mereka tidak
cicitnya kecil saat menyebutkan nama Zea. Walau dirinya tahu akan berimbas kena omel lagi. " Tapi Zea memaksa membuat jadwal pak bos karena katanya semua yang berhubungan dengan bos dia yang buat." Lagi, Altea berdusta. Aleta tidak mau jika dirinya disalahkan terus-terusan. Ia tidak mau jika dirinya harus dianggap sebelah mata oleh Gio. Dirinya ingin menjadi orang kesayangan di perusahaan ini tentu aku memakai dari itu dirinya akan membalikkan semua fakta dan dokumen ia tidak mau jika sampai dirinya yang harus terkena imbasnya. Ia tidak mau terus-terusan disalahkan oleh bio, maka dari itu dirinya memilih untuk mengatakan hal tersebut lebih baik dia mencuci tangan daripada dirinya yang harus terkena imbasnya. Dia harus merasakan semua ini, ia takkan membiarkan wanita itu bisa hidup dengan tenang setelah kejadian ini. Gio mengernyit kan kening apa benar semua ucapan Aleta, Gio sedikit berpikir jika memanggil Zea, kemungkinan wajahnya akan terlihat. Namun, jika tidak mungkin Aleta aka
Apa mungkin istrinya melakukan hal itu, mengatakan jika dirinya yang harus membuat jadwal. Namun, Gio tidak begitu percaya karena walau baru mengenal Zea dia paham sikap sang istri. Mana mungkin Zea melakukan hal yang memalukan dan serakah.Rasanya ia memang benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Aleta itu, apalagi dirinya sudah mengetahui tabiat dari karyawan yang sudah 5 tahun bekerja di perusahaannya itu. Walaupun memang ia tidak pernah mengamati Aleta, tetapi dirinya mengetahui bagaimana tabiatnya tersebut. "Apa benar kamu yang sengaja meminta pada Aleta untuk mengatur jadwal saya?" Suara barito Gio membuat Zea tersadar dari lamunannya. Dirinya yang sudah benar-benar merasa begitu takut karena mendengar panggilan dari sang bos, membuat Zea tidak bisa berpikir jernih kali ini kesalahan apa yang dirinya perbuat sampai-sampai ia kembali lagi dipanggil ke ruangan sang bos. Ia benar-benar sangat tidak menyukai hal tersebut. Ruangan bosnya adalah ruangan yang paling
"Maksud kamu apa?" Bu Layla panik dengan ucapan Gior. Kekhawatiran mulai terlihat jelas di wajahnya.Tanpa berkata apa pun lagi, Gior mulai membuka kedoknya. Dia dengan tenang melepaskan tompel yang menempel di pipinya, kemudian membenarkan rambutnya, dan membersihkan wajahnya dari semua penyamaran. Dalam sekejap, sosok yang selama ini dianggap sebagai "si miskin" berubah menjadi pria elegan dengan aura otoritas.Semua yang ada di ruangan itu terdiam, mata mereka terpaku pada Gior. Mereka terkejut melihat perubahan drastis dari pria yang selama ini mereka remehkan."Ti-tidak mungkin si miskin itu adalah Pak Gior," ucap Sella dengan suara gemetar. Gadis itu merasa tubuhnya memanas dan dingin bersamaan, terutama setelah mengetahui bahwa dia baru saja mencoba menghancurkan Zea, istri seorang CEO.Dara, yang berdiri di sampingnya, tampak lebih terkejut. "Ma, ini enggak mungkin, kan?" tanya Dara dengan suara lemah pada Bu Layla, yang juga sama bingungnya.Pak Abdullah dan Farhat, yang sela
Pak Abdullah, dengan wajah penuh ketidakpercayaan, menghampiri Pak Wicaksono. "Pak, tidak salah dengar?" tanyanya, masih terkejut bahwa Pak Mansyur, yang dianggapnya hanya seorang pengusaha kecil, mendapatkan kontrak saham dengan perusahaan besar yang sebelumnya membatalkan kontrak mereka.Pak Wicaksono, dengan tenang, menatap Pak Abdullah. "Tidak, memang benar. Ada apa memangnya?" tanya Pak Wicaksono dengan nada datar, seolah tak terpengaruh oleh kekhawatiran Pak Abdullah.Pak Abdullah tak mau menyerah begitu saja. "Perusahaan Pak Mansyur itu masih kecil, Pak. Kemungkinan besar tidak akan memberikan benefit tinggi. Lebih baik batalkan saja dan bekerja sama dengan perusahaan saya, yang jelas-jelas sudah besar dan mapan," katanya, mencoba meyakinkan Pak Wicaksono sambil meremehkan kualitas perusahaan Pak Mansyur.Saat itu, Gior, yang mendengar percakapan mereka, menghampiri kakeknya. Dengan senyum kecil di bibirnya, ia tertawa pelan, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "P
Farhat menepis tangan Gior dengan kasar, lalu menepuk-nepuk kemejanya seolah jijik setelah disentuh oleh Gior. "Orang miskin tidak pantas di sini," katanya dengan nada penuh kebencian. "Satpam, usir mereka!" titahnya, seperti merasa dirinya pemilik acara dan berkuasa penuh atas tempat itu.Suasana semakin panas ketika Sella, yang sepertinya sengaja ingin memicu keributan, muncul dengan sebuah rencana liciknya. Dengan sengaja, dia menunjukkan foto-foto yang memfitnah Zea dan Pak Gior sedang bersama, mencoba menciptakan kesan bahwa mereka berselingkuh."Ini dia buktinya!" seru Sella dengan penuh semangat, memamerkan foto-foto itu kepada orang-orang di sekelilingnya. "Wanita ini munafik! Sudah punya suami, tapi malah berselingkuh. Dasar murahan!"Kerumunan mulai bergemuruh, desas-desus dan tatapan merendahkan mengarah kepada Zea. Namun, sebelum tudingan Sella semakin menggila, tiba-tiba Pak Mansyur, ayah Zea, muncul dari kerumunan. Dengan wajah penuh kemarahan, dia berdiri di depan Zea u
Setelah suasana mulai mencair, Pak Wicaksono keluar dari ruangan Gior dengan ekspresi yang sulit ditebak. Di luar, tampak Aleta, salah satu karyawan, berdiri menunggu dengan gelisah. Desas-desus tentang hubungan terlarang antara Zea dan Gior telah beredar dengan cepat, dan Aleta, yang sudah lama mencurigai sesuatu, tak sabar ingin tahu kebenarannya.Begitu Zea keluar dari ruangan, Aleta segera menghampirinya. "Zea, jadi benar kamu dan Pak Gior selingkuh? Ih, gila kamu! Sudah punya suami, masih saja menggoda bos kamu. Dasar murahan!" tuding Aleta dengan nada penuh kebencian.Zea menghentikan langkahnya, lalu menatap Aleta tajam. "Stop mengatakan aku murahan," balas Zea dengan tenang tapi tegas. "Jaga bicara kamu, atau aku akan meminta Pak Gior memecat kamu. Sama seperti aku meminta Pak Gior memutuskan kontrak dengan Pak Abdullah." Sebuah senyum kecil terlihat di bibir Zea, penuh kepastian.Aleta terkejut dengan respons Zea. Dia tak menyangka bahwa Zea, yang biasanya tampak pendiam dan
Pak Wicaksono merasa kecewa bukan karena cucunya, Gior, sudah menikah, melainkan karena Gior tidak terbuka sejak awal. Dengan nada marah tapi tegas, Pak Wicaksono menegur Gior atas kerahasiaannya."Aku hanya takut kakek tidak merestui," ujar Gior, dengan nada rendah.Pak Wicaksono menggeleng pelan, merasa kesal dengan alasan cucunya. "Kamu ini benar-benar membuat onar, Gior. Bereskan kabar miring yang sudah tersebar di luar. Kalau kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu, selesaikan semuanya. Jangan lari dari tanggung jawab."Gior mengangkat dagu dengan tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Zea disalahkan. Pak Wicaksono, kakeknya, menatap Zea dengan tatapan penuh pertanyaan. Dia merasa heran dengan menantunya yang memilih bekerja di perusahaan suaminya, padahal dengan statusnya sebagai istri cucunya yang kaya raya, seharusnya Zea bisa menikmati hidup dengan lebih santai tanpa perlu terlibat dalam urusan bisnis keluarga."Katakan, permainan apa yang sedang kalian maink
Situasi itu tak di sangka membuat Gior dan Zea tertangkap basah. Apalagi ada info yang menyudutkan mereka. Kedatangan sang kakek pun tak lepas membahas masalah itu. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka jika ternyata apa yang keduanya lakukan justru kini menjadi bumerang besar. Ia tidak tahu jika Aleta melihat hal tersebut bahkan bukan hanya aletta yang melihat tetapi kakek dari Gio juga melihat apa yang mereka berdua lakukan. Ya sudah benar-benar merasa bingung dirinya tidak bisa memikirkan alasan yang tepat apalagi orang-orang di kantor ini mengetahui jika dirinya sudah menikah dengan lelaki bertompel. Semua orang tidak mengetahui jika lelaki bertompel itu adalah Gio. Masa iya dirinya dikira selingkuh dengan suaminya sendiri? "Kalian berdua, saya tunggu di dalam!" titah sang kakek. Zea dan juga Gio hanya saling memandang, keduanya tidak banyak bicara daripada berdebat di hadapan semua orang lebih baik menurut. Gio benar-benar tidak menyangka jika hari ini akan tiba. Mere
Gior menghubungi Agra untuk mempersiapkan semua berkas yang akan di buat meeting siang ini. Dirinya akan hadir dan memberikan beberapa saham pada Pak Mansyur. Mungkin bukan saham besar, tapi saham kecil yang mungkin nanti akan menjadi besar. Dirinya tidak tega melihat perusahaan sang mertua yang sudah berada di ujung tanduk itu. Bagaimanapun juga ia ingin menjadi menantu yang baik dan walaupun Pak Mansyur tidak mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Tapi geo memang benar-benar berniat ingin membantu mengembangkan perusahaan milik ayahnya itu. Melihat Pak Mansyur yang sudah berubah menjadi baik kepada dirinya dan juga sang istri membuat hati Gio benar-benar sangat tergerak sekali.Setelah itu, Gio pun bersiap untuk pergi ke perusahaan. Dengan alasan akan makan siang. Sepertinya hanya alasan itu yang sangat masuk akal tidak mungkin jika dirinya mengatakan hal yang sebenarnya bisa-bisa sang ayah mertua akan sangat sok sekali mendengar apa yang dirinya katakan tersebut."Yah, aku m
Pagi hari menjelang siang, Pak Mansyur dan Gio sudah bersiap untuk pergi ke perusahaan. Zea juga sudah siap ke kantornya, setelah itu Gio mengirim pesan pada Arga untuk meng-handle semua urusan di kantor untuk beberapa hari. Pokoknya dirinya menginginkan jika tidak akan ada masalah baru dan masalah-masalah lainnya yang akan menghambat semuanya. Dirinya ingin berperan sebagai menantu yang baik, melihat mertuanya yang sudah hampir putus asa benar-benar membuatnya merasa begitu sangat kasihan sekali.Gio pun sampai di perusahaan sang mertua. Memang sudah sepi tak banyak karyawan yang setia. Rasanya benar-benar sangat miris melihat perusahaan Pak Mansyur yang berada di ujung tanduk ini, menurutnya Pak Mansyur orang yang mudah dibohongi dan orang yang tidak mahir dalam mencari klien."Boleh saya lihat file beberapa klien?" tanya Gio pada salah satu karyawan pak Mansyur. Kebetulan saat itu mertuanya sedang menemui investor di ruangannya. Gio lebih mudah mencari tahu dan mendalami apa yang
Gio benar-benar memberikan sebuah saran kepada ayahnya, tidak mungkin jika tiba-tiba perusahaannya langsung mengajukan investasi ke perusahaan Pak Mansyur, jika tidak ada proposal yang diajukan mungkin saja Pak Mansyur akan curiga. Maka dari itu ia memilih untuk mengatakan hal tersebut. Dirinya berharap jika mertuanya mau mengajukan proposal ke perusahaannya agar dirinya bisa menyuntikkan dana untuk bisa membantu perusahaan sang mertua yang memang sudah berada di ujung tanduk itu. Pak Mansyur hanya menoleh saja ke arah sang menantu seolah-olah saran yang diberikan menantunya itu hanya berujung sia-sia saja. Mana mungkin perusahaan besar seperti Gior bisa membantu perusahaannya yang sudah hampir gulung tikar. Perusahaan-perusahaan kecil saja tidak ada yang mau menaruh saham apalagi perusahaan besar yang tentu saja mereka akan memperhitungkan tentang untung dan ruginya lebih detail lagi dan sepertinya perusahaannya tidak akan menguntungkan sama sekali untuk perusahaan Gior itu."Mana m