"Pak Gior, tunggu." Zea mengejar sang bos. Saat itu Gio berhenti dengan hati tidak tenang. Zea menghampiri dirinya sebab masih rada penasaran dengan apa yang terjadi tadi. Kecurigaan saat dia menelepon sang suami. "Ada apa?" Gio terlihat sangat dingin. Zea menjadi ragu mendekat atau bertanha. Apalagi Arga pun seolah-olah juga ingin tahu sedang apa dirinya. "Heh, Zea. Cuma kamu loh yang enggak sopan sama Pak Gior. Kamu naksir dia?" Arga tahu sang bos sekarang sedang tidak tenang menghadapi Zea. "Eh maaf Pak. Enggak begitu, saya cuma --" "Sini saya kasih tahu." Agra menarik Zea menjauh dari Gior. Gior memperhatikan sang asisten, jujur saja kesal saat dia menarik tangan istrinya. Namun, sepertinya Agra akan menyelamatkannya hari ini dari banyak pertanyaan Zea. Zea mencoba melepaskan tangan Arga dari lengannya. Dirinya merasa risih, apalagi saat bersirobok dengan netral Gio yang terlihat marah. "Pak, ih jangan padang saya. Ada apa sih?""Kamu jangan dekat-dekat dengan Pak Gior. D
"Apa enggak bisa lahiran normal saja?" tanya Farhat dengan memijit pelipisnya. Rasanya belum hilang pening di kepalanya kini sudah menerima gempuran baru. Nominal harga yang fantastis untuk melahirkan membuat dirinya pusing. Apalagi habis kehilangan 3 kontrak penting sekaligus. "Kok kamu bilang begitu? Kan aku bilang takut melahirkan, jadi aku maunya lahiran SC aja. Lagian sama aja kan?" Dara mulai bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Farhat mengusap wajah kasar. Lalu menatap sang istri dengan penuh iba. Memang sebagai seorang suami dirinya ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya, apapun ingin ia berikan, tapi sekarang posisinya dirinya baru saja terkenal masalah besar. Ia hanya ingin istrinya sabar saja dia tengah berusaha untuk membalikkan finansial mereka semua seperti sedia kala walaupun memang dirinya belum mengetahui harus dengan cara apa. "Aku habis kehilangan kontrak kerja. 3 kontrak sekaligus karena Zea." Farhat menoleh ke arah Dara. Dirinya benar-benar merasa begitu s
"Ngurus kepentingan saya, ngerti kamu?" Zea menunduk malu, lalu bersikap seolah-olah tak terjadi apa pin. "Eh iya. Ya sudah." Zea menjawab ragu. Zea masuk ke ruangan sang bos. Keinginannya bertanya tentang kontrak kerja sang mantan pun sepertinya bisa ditanyakan saat inj. "Pak, saya mau tanya kenapa Pak. Gior membatalkan kontrak kerja bersama dengan perusahaan Pak Abdullah? "Gior menatap Zea yang seperti ketakutan. Namun bagaimana juga harus di tanyakan. "Bukannya kamu bilang jangan terima si farhat? Harusnya senang dong, bisa balas dendam bukan?"Zea kaget lalu kembali menatap ke arah sang bos. "Balas dendam apa? kok Pak bos bisa bicara hal itu?" tanya Zea. Gior pun terdiam, lupa jika dia salah bicara. " Bukannya dia hampir melecehkan kamu?"Zea mengangguk, dia ingin berterima kasih tapi takut dengan tatapan Gior seperti itu. "Sudah keluar saja kamu, jangan ganggu saya lagi.""Ba-baik." Zea gegas keluar dari ruangan Zio, pantas saja Dara mengamuk. tiga kontrak yang dibata
Selesai meeting, Aleta menghampiri Zea. Lalu seperti biasa ada aja yang di lakukan Aleta. Dirinya merasa begitu sangat kesal, mengapa Zea yang orang baru justru ia harus mendapatkan tempat dalam perjalanan ke luar kota ini. Seharusnya dirinya saja yang menemani sang atasan untuk pergi. Rasanya ia sudah benar-benar begitu sangat muak sekali, ia takut jika sampai tempatnya justru tergeser."Kamu itu tidak pantas untuk ikut keluar kota, anak baru saja sudah songong seperti ini."Aleta menatap sinis ke arah Zea. Kali ini Zea tak mau diam saja, dirinya pun memutar kata untuk membuat kesal Aleta. Cukup sekali Aleta mempermainkannya, ia tidak mau jika sampai rekan kerjanya itu semakin berbuat semena-mena. Selama ini ia diam karena dirinya menganggap sikap sikap Aleta akan berubah, tetapi sayangnya justru adatnya semakin keterlaluan saja."Kamu marah sama Pak Gior saja. Jangan sama aku, ngerti enggak?" Dea langsung saja menjawab perkataan dari Aleta yang benar-benar begitu sangat menyebalkan
Saat keluar toilet lagi- lagi dia masih merasa jengkel. Apalagi saat bertemu dengan Gior sang bos. Karena bosnya itu dirinya menjadi bahan gunjingan karyawan-karyawan yang lain, rasanya benar-benar begitu sangat menyebalkan sekali. Zea melewati saja saat Gior berhadapan dengannya. Tanpa tersenyum apalagi menyapa ia benar-benar merasa begitu sangat kesal. "Zea tunggu mau ke mana?" tanya Gior dirinya merasa begitu sangat heran mengapa justru dia melewatinya begitu saja. Tidak menyapa atau hal lainnya. Gior menarik lengan Zea hingga membuat netra Zea membulat. "Pak Gior, lepas!" Zea berbicara cukup keras sekali. Ia benar-benar merasa begitu sangat emosi dengan apa yang dilakukan oleh sang atasan. "Iya saya lepas. Kamu ke ruangan saya cepat sekarang!" Gior cukup terkejut karena Zea berani membentaknya seperti itu. Lalu ia pun langsung saja memberikan perintah. "Mau apa?" tanya Zea. "Kamu kenapa si uring-uringan? Bukannya kamu harusnya senang sudah bisa balas dendam dan ikut ke l
"Hah, gila apa saya kaya gitu." Zea langsung saja melotot bisa-bisanya sang atasan menyarankan hal gila seperti itu. Mau bagaimanapun juga ia tidak akan pernah mau menerima tawaran gila itu, ia merasa begitu sangat lelah sekali lalu mengapa tiba-tiba justru Gior menawarkan hal yang membuatnya berada di dalam masalah besar. Jika dirinya menuruti perkataan dari sang atasan bisa-bisa ia benar-benar dicap sebagai wanita kegatelan dan tidak tahu diri. Namun, memang pesona Gior tidak bisa diabaikan. kali ini, rasanya entah dia merasa ada yang lain setiap pria itu memperhatikannya. "Jangan macam-macam. Pak Gior yang terhormat, cari saja wanita lain apa enggak laku sampe menggoda istri orang. Tapi, kenapa kalau saya lihat kok Anda mirip siapa Ya?" Zea tiba-tiba langsung terdiam, melihat sang atasan di depan matanya benar-benar membuat wajah familiar itu muncul lagi. Iya bukan orang yang mudah pelupa, ia juga sepertinya sangat hafal aroma tubuh apalagi tentang raut wajah dari sang atas
Tangan Zea menampar keras sang bos karena lancang mencium dirinya. Lalu, gegas dirinya berjalan cepat ke luar ruangan. Ya benar-benar merasa kembali lagi harus dilecehkan oleh bocah sendiri, bagaimana bisa sang bos terus saja bersikap lancang, memangnya ia wanita murahan yang begitu saja luluh hanya karena tahta dan juga ketampanan, ia berstatus sudah memiliki suami, ia tidak mungkin menghianati suaminya sendiri. Pantang bagi dirinya untuk berselingkuh, karena ia sangat mengetahui bagaimana rasa sakitnya dikhianati itu.Sementara, Gior berdiri mematung mengingat apa yang dia lakukan pada Zea. Bodoh bodoh, mengapa dirinya bisa sampai kelepasan lagi, sekarang ia Tengah menjadi bos dan bukan menjadi suaminya Zea, wajar saja jika dia menamparnya seperti itu. Ya benar-benar merasa begitu sangat kesal dengan kebodohan yang terus saja ia perbuat, bagaimana bisa dirinya tidak bisa menahan diri jika sedang berdekatan dengan Zea. Memerankan dua orang sekaligus benar-benar membuatnya begitu sang
Sesampainya di rumah, Zea kembali dihadapkan dengan sebuah masalah. Matanya langsung tertuju di halaman rumah. Mobil Farhat terparkir dengan sempurna. Bagaimana tidak berpikiran buruk jika sejak tadi sang kakak terus saja menghubunginya hanya karena kontrak kerja yang dibatalkan. Zea sepertinya sudah bisa memikirkan hal yang akan terjadi selanjutnya, yang tentu saja hal tersebut agar membuat moodnya semakin hancur lagi, sudah lengkap ternyata masalahnya hari ini bahkan benar-benar begitu sangat lengkap sekali. Mungkin sebentar lagi dirinya akan mendengar cerita yang begitu sangat panjang sekali, mungkin juga akan ada emosi yang membara benar-benar sangat menyebalkan hari ini. Memangnya semua orang tidak ada apa yang bisa membuat dirinya bahagia dan bukan terus-terusan tersiksa seperti ini. Zea menarik napas panjang, lalu masuk ke rumah. Sepertinya dirinya harus siap siaga untuk menyediakan mental, karena tentu saja pasti di dalam sana akan ada drama yang dibuat oleh Farhat. Lelaki
"Maksud kamu apa?" Bu Layla panik dengan ucapan Gior. Kekhawatiran mulai terlihat jelas di wajahnya.Tanpa berkata apa pun lagi, Gior mulai membuka kedoknya. Dia dengan tenang melepaskan tompel yang menempel di pipinya, kemudian membenarkan rambutnya, dan membersihkan wajahnya dari semua penyamaran. Dalam sekejap, sosok yang selama ini dianggap sebagai "si miskin" berubah menjadi pria elegan dengan aura otoritas.Semua yang ada di ruangan itu terdiam, mata mereka terpaku pada Gior. Mereka terkejut melihat perubahan drastis dari pria yang selama ini mereka remehkan."Ti-tidak mungkin si miskin itu adalah Pak Gior," ucap Sella dengan suara gemetar. Gadis itu merasa tubuhnya memanas dan dingin bersamaan, terutama setelah mengetahui bahwa dia baru saja mencoba menghancurkan Zea, istri seorang CEO.Dara, yang berdiri di sampingnya, tampak lebih terkejut. "Ma, ini enggak mungkin, kan?" tanya Dara dengan suara lemah pada Bu Layla, yang juga sama bingungnya.Pak Abdullah dan Farhat, yang sela
Pak Abdullah, dengan wajah penuh ketidakpercayaan, menghampiri Pak Wicaksono. "Pak, tidak salah dengar?" tanyanya, masih terkejut bahwa Pak Mansyur, yang dianggapnya hanya seorang pengusaha kecil, mendapatkan kontrak saham dengan perusahaan besar yang sebelumnya membatalkan kontrak mereka.Pak Wicaksono, dengan tenang, menatap Pak Abdullah. "Tidak, memang benar. Ada apa memangnya?" tanya Pak Wicaksono dengan nada datar, seolah tak terpengaruh oleh kekhawatiran Pak Abdullah.Pak Abdullah tak mau menyerah begitu saja. "Perusahaan Pak Mansyur itu masih kecil, Pak. Kemungkinan besar tidak akan memberikan benefit tinggi. Lebih baik batalkan saja dan bekerja sama dengan perusahaan saya, yang jelas-jelas sudah besar dan mapan," katanya, mencoba meyakinkan Pak Wicaksono sambil meremehkan kualitas perusahaan Pak Mansyur.Saat itu, Gior, yang mendengar percakapan mereka, menghampiri kakeknya. Dengan senyum kecil di bibirnya, ia tertawa pelan, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "P
Farhat menepis tangan Gior dengan kasar, lalu menepuk-nepuk kemejanya seolah jijik setelah disentuh oleh Gior. "Orang miskin tidak pantas di sini," katanya dengan nada penuh kebencian. "Satpam, usir mereka!" titahnya, seperti merasa dirinya pemilik acara dan berkuasa penuh atas tempat itu.Suasana semakin panas ketika Sella, yang sepertinya sengaja ingin memicu keributan, muncul dengan sebuah rencana liciknya. Dengan sengaja, dia menunjukkan foto-foto yang memfitnah Zea dan Pak Gior sedang bersama, mencoba menciptakan kesan bahwa mereka berselingkuh."Ini dia buktinya!" seru Sella dengan penuh semangat, memamerkan foto-foto itu kepada orang-orang di sekelilingnya. "Wanita ini munafik! Sudah punya suami, tapi malah berselingkuh. Dasar murahan!"Kerumunan mulai bergemuruh, desas-desus dan tatapan merendahkan mengarah kepada Zea. Namun, sebelum tudingan Sella semakin menggila, tiba-tiba Pak Mansyur, ayah Zea, muncul dari kerumunan. Dengan wajah penuh kemarahan, dia berdiri di depan Zea u
Setelah suasana mulai mencair, Pak Wicaksono keluar dari ruangan Gior dengan ekspresi yang sulit ditebak. Di luar, tampak Aleta, salah satu karyawan, berdiri menunggu dengan gelisah. Desas-desus tentang hubungan terlarang antara Zea dan Gior telah beredar dengan cepat, dan Aleta, yang sudah lama mencurigai sesuatu, tak sabar ingin tahu kebenarannya.Begitu Zea keluar dari ruangan, Aleta segera menghampirinya. "Zea, jadi benar kamu dan Pak Gior selingkuh? Ih, gila kamu! Sudah punya suami, masih saja menggoda bos kamu. Dasar murahan!" tuding Aleta dengan nada penuh kebencian.Zea menghentikan langkahnya, lalu menatap Aleta tajam. "Stop mengatakan aku murahan," balas Zea dengan tenang tapi tegas. "Jaga bicara kamu, atau aku akan meminta Pak Gior memecat kamu. Sama seperti aku meminta Pak Gior memutuskan kontrak dengan Pak Abdullah." Sebuah senyum kecil terlihat di bibir Zea, penuh kepastian.Aleta terkejut dengan respons Zea. Dia tak menyangka bahwa Zea, yang biasanya tampak pendiam dan
Pak Wicaksono merasa kecewa bukan karena cucunya, Gior, sudah menikah, melainkan karena Gior tidak terbuka sejak awal. Dengan nada marah tapi tegas, Pak Wicaksono menegur Gior atas kerahasiaannya."Aku hanya takut kakek tidak merestui," ujar Gior, dengan nada rendah.Pak Wicaksono menggeleng pelan, merasa kesal dengan alasan cucunya. "Kamu ini benar-benar membuat onar, Gior. Bereskan kabar miring yang sudah tersebar di luar. Kalau kamu masih ingin mempertahankan pernikahanmu, selesaikan semuanya. Jangan lari dari tanggung jawab."Gior mengangkat dagu dengan tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan membiarkan Zea disalahkan. Pak Wicaksono, kakeknya, menatap Zea dengan tatapan penuh pertanyaan. Dia merasa heran dengan menantunya yang memilih bekerja di perusahaan suaminya, padahal dengan statusnya sebagai istri cucunya yang kaya raya, seharusnya Zea bisa menikmati hidup dengan lebih santai tanpa perlu terlibat dalam urusan bisnis keluarga."Katakan, permainan apa yang sedang kalian maink
Situasi itu tak di sangka membuat Gior dan Zea tertangkap basah. Apalagi ada info yang menyudutkan mereka. Kedatangan sang kakek pun tak lepas membahas masalah itu. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka jika ternyata apa yang keduanya lakukan justru kini menjadi bumerang besar. Ia tidak tahu jika Aleta melihat hal tersebut bahkan bukan hanya aletta yang melihat tetapi kakek dari Gio juga melihat apa yang mereka berdua lakukan. Ya sudah benar-benar merasa bingung dirinya tidak bisa memikirkan alasan yang tepat apalagi orang-orang di kantor ini mengetahui jika dirinya sudah menikah dengan lelaki bertompel. Semua orang tidak mengetahui jika lelaki bertompel itu adalah Gio. Masa iya dirinya dikira selingkuh dengan suaminya sendiri? "Kalian berdua, saya tunggu di dalam!" titah sang kakek. Zea dan juga Gio hanya saling memandang, keduanya tidak banyak bicara daripada berdebat di hadapan semua orang lebih baik menurut. Gio benar-benar tidak menyangka jika hari ini akan tiba. Mere
Gior menghubungi Agra untuk mempersiapkan semua berkas yang akan di buat meeting siang ini. Dirinya akan hadir dan memberikan beberapa saham pada Pak Mansyur. Mungkin bukan saham besar, tapi saham kecil yang mungkin nanti akan menjadi besar. Dirinya tidak tega melihat perusahaan sang mertua yang sudah berada di ujung tanduk itu. Bagaimanapun juga ia ingin menjadi menantu yang baik dan walaupun Pak Mansyur tidak mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Tapi geo memang benar-benar berniat ingin membantu mengembangkan perusahaan milik ayahnya itu. Melihat Pak Mansyur yang sudah berubah menjadi baik kepada dirinya dan juga sang istri membuat hati Gio benar-benar sangat tergerak sekali.Setelah itu, Gio pun bersiap untuk pergi ke perusahaan. Dengan alasan akan makan siang. Sepertinya hanya alasan itu yang sangat masuk akal tidak mungkin jika dirinya mengatakan hal yang sebenarnya bisa-bisa sang ayah mertua akan sangat sok sekali mendengar apa yang dirinya katakan tersebut."Yah, aku m
Pagi hari menjelang siang, Pak Mansyur dan Gio sudah bersiap untuk pergi ke perusahaan. Zea juga sudah siap ke kantornya, setelah itu Gio mengirim pesan pada Arga untuk meng-handle semua urusan di kantor untuk beberapa hari. Pokoknya dirinya menginginkan jika tidak akan ada masalah baru dan masalah-masalah lainnya yang akan menghambat semuanya. Dirinya ingin berperan sebagai menantu yang baik, melihat mertuanya yang sudah hampir putus asa benar-benar membuatnya merasa begitu sangat kasihan sekali.Gio pun sampai di perusahaan sang mertua. Memang sudah sepi tak banyak karyawan yang setia. Rasanya benar-benar sangat miris melihat perusahaan Pak Mansyur yang berada di ujung tanduk ini, menurutnya Pak Mansyur orang yang mudah dibohongi dan orang yang tidak mahir dalam mencari klien."Boleh saya lihat file beberapa klien?" tanya Gio pada salah satu karyawan pak Mansyur. Kebetulan saat itu mertuanya sedang menemui investor di ruangannya. Gio lebih mudah mencari tahu dan mendalami apa yang
Gio benar-benar memberikan sebuah saran kepada ayahnya, tidak mungkin jika tiba-tiba perusahaannya langsung mengajukan investasi ke perusahaan Pak Mansyur, jika tidak ada proposal yang diajukan mungkin saja Pak Mansyur akan curiga. Maka dari itu ia memilih untuk mengatakan hal tersebut. Dirinya berharap jika mertuanya mau mengajukan proposal ke perusahaannya agar dirinya bisa menyuntikkan dana untuk bisa membantu perusahaan sang mertua yang memang sudah berada di ujung tanduk itu. Pak Mansyur hanya menoleh saja ke arah sang menantu seolah-olah saran yang diberikan menantunya itu hanya berujung sia-sia saja. Mana mungkin perusahaan besar seperti Gior bisa membantu perusahaannya yang sudah hampir gulung tikar. Perusahaan-perusahaan kecil saja tidak ada yang mau menaruh saham apalagi perusahaan besar yang tentu saja mereka akan memperhitungkan tentang untung dan ruginya lebih detail lagi dan sepertinya perusahaannya tidak akan menguntungkan sama sekali untuk perusahaan Gior itu."Mana m