“Kau mau kemana ditengah badai salju seperti ini?” tanya Juan dengan suara yang tegas.Milia menelan salivanya dengan kesulitan, wanita itu tidak dapat menyembunyikan ketegangan diwajahnya kala kedua orang tuanya secara bersamaan melihatnya dengan tatapn mengintimidasi.Ragu-ragu Milia terus melangkah dan mendekat. “Aku memiliki janji dengan temanku untuk membicarakan pekerjaan,” jawab Milia dengan suara bergetar.“Sebaiknya adakan pertemuan di rumah saja, kau jangan keluar rumah sampai hari pernikahanmu, dan jangan pernah lagi berusaha menemui Noah,” tegur Juan.Bibir Milia menekan kuat menahan kemarahannya mendengar nama lelaki yang dicintainya kembali diungkit. Sejak kejadian dimalam itu, Milia tidak lagi bertemu dengan Noah meski dia berusaha mencari, kabar Noah simpang siur, ada yang mengatakan jika dia terlibat kecelakaan hebat, ada pula yang mengatakan jika dia pergi keluar negeri.Hari ini Milia harus kembali mencari Noah dan menjelaskan keadaannya. Berharap Noah akan mengerti
Suara deringan telepon terdengar di atas meja, mata Matteo yang sempat terpejam kembali terbuka. Dilihatnya layar handpone yang menunjukan nama putra keduanya, Simon. “Ada apa Simon?” “Aku mendengar kabar jika keponakanku mengalami kecelakaan, apa itu benar?” tanya Simon. Napas Matteo tertahan didada, sudah dia duga, pasti setiap kabar buruk tentang Noah akan sampai dengan cepat kepada Simon meski Matteo telah menyelesaikan masalahnya. Simon adalah putra kedua Matteo, meskipun begitu hubungan mereka tidaklah begitu baik. Berdasarkan pengalaman dan kemampuan, Simon jauh lebih unggul dari Noah, dulu Matteo juga sempat berencana untuk menjadikan Simon peminpin selanjutnya saat nanti dia pensiun. Namun, sifat Simon yang sebrono, senang berpesta dan sering terlibat skandal dengan beberapa perempuan hingga memiliki anak diluar nikah, Matteo jelas akan menyerahkan posisi kepeminpinan selanjutnya pada Noah yang bertanggung jawab dalam pekerjaan. Keputusan Matteo tampak tidak bisa di
Evelyn beranjak dari tempat duduknya, melangkah tenang mendekati jalan untuk menunggu Daniel di penyebrangan, menantinya dengan jantung berebar, menebak-nebak apa yang sebenarnya ingin Daniel berikan padanya. Butuh waktu sepuluh menit menunggu, Daniel akhirnya kembali datang dengan sebuah paper bag kecil dan sekantung jeruk yang sering Evelyn makan akhir-akhir ini. Suara tawa malu lolos dari mulut Evelyn, rupanya Daniel tahu jika jeruk yang sering Evelyn makan akhir-akhir ini telah habis di lemari pendingin. Senyuman cerah Daniel dapat Evelyn lihat disebrang jalan, dengan mata berbinar cerah pria itu melambaikan tangannya seperti seorang anak kecil menemukan ibunya digerbang sekolah untuk menjemput. Evelyn tidak kuasa kembali tertawa, terhibur oleh sikap kekanakan yang sering kali Daniel tunjukan padanya didepan umum. Lalu lalang kendaraan yang bergerak mulai berhenti, rambu lalu lintas berubah, dengan langkah ringannya Daniel segera menyebrang. Suara tawa Evelyn menghilang dalam
“Aku sudah berbicara secara pribadi dengan peminpin rumah sakit untuk memberimu cuti panjang. Kau harus fokus menjaga Noah sebagai isteri sekaligus dokter pribadinya,” kata Matteo. Pupil mata Evelyn melebar tidak dapat menutupi keterkejutannya. Rupanya ini alasan Terry secara tiba-tiba memberikan cuti panjang padanya. Evelyn tidak dapat berkata-kata, dia menyerahkan segelas kopi buatannya kepada Matteo. Matteo menyesap kopinya dengan perlahan, sepasng matanya yang tajam kembali tertuju pada Evelyn. Jika diperhatikan dengan seksama, Evelyn jauh lebih cantik dari Milia, kepribadiannya yang dewasa dan tenang akan menyeimbangi sikap Noah yang selama ini selalu dimanja Sarah. “Tampaknya, Noah langsung tertarik padamu dan menerima kehadiranmu lebih cepat dari apa yang dibayangkan. Aku harap kau bisa membuka hatimu juga untuknya, tidak ada salahnya jika kalian benar-benar menjadi suami isteri sesungguhnya.” Tangan Evelyn terkepal kuat menahan sumpah serapah yang sudah diujung lidah. E
“Apa ada sesuatu yang telah mengganggu hatimu Noah?” tanya Matteo dengan serius, sejak tadi dia berbicara namun Noah tidak menggubris dan lebih sibuk dengan pikirannya sendiri. Noah memutar cincin yang terpasang di jari manisnya, pria itu termenung tidak dapat berhenti memikirkan kejadian di kamar saat mengecup bibir Evelyn. Noah terpesona oleh kecantikan Evelyn yang terus memikatnya, dia tidak berusaha menahan diri karena Evelyn adalah isterinya. Sebagai sepasang suami isteri, seharusnya sebuah kecupan dan hubungan intim adalah sebuah interaksi yang wajar. Mereka telah menikah selama satu tahun dan sekarang Evelyn tengah mengandung anaknya. Bukankah mereka menikah karena saling mencintai? Tapi mengapa reaksi Evelyn begitu marah dan terhina ketika Noah mengecup bibirnya? Masih bisa Noah ingat dengan jelas, tatapann Evelyn yang tajam menusuk begitu dalam sampai ke relung hati, hingga Noah merasakan kebenciannya yang tidak terhingga Evelyn terhadap dirinya. Meski Evelyn telah men
Suhu dingin semakin meningkat menjelang larut malam, suara angin terdengar kencang diluar dan membekukan pepohonan yang ada disekitarnya. Ini adalah malam pertama Evelyn tidur di rumah orang lain, meninggalkan apartementnya yang selama ini menjadi tempat ternyaman dalam hidupnya. Evelyn tidak nyaman dengan tempat asing ini.. Tempat yang penuh duri disetiap langkah yang akan Evelyn ambil. Evelyn ingin pulang.. Pulang ke rumahnya yang sesungguhnya, terbenam dalam kenangannya dengan Daniel, terbaring diantara jejak aromanya yang dapat menenangkan Evelyn dari malam yang mencekam karena mimpi buruk. Evelyn meringis dalam senyuman, tidak berani memejamkan matanya. Jika mimpi buruk itu kembali datang, dia akan menangis histeris dan Noah akan mengetahui kelemahannya. Evelyn tidak tahu, akan sampai kapan kesakitan seperti ini berakhir? Evelyn tidak bisa terpuruk seperti ini selamanya. Terjebak dalam kesedihan batin dan terjebak dalam penyiksaan keluarga Sylvester! Tapi Evelyn tidak
Derap langkah suara terdengar di kesunyian malam, Evelyn sedikit membuka matanya untuk melihat waktu yang telah menunjukan pukul empat pagi. Evelyn tersenyum samar menatap pintu kamar mandi yang terbuka, melihat kedatangan Daniel yang telah bertelanjang dada selesai mandi. Daniel memiliki pekerjaan sampingan sebagai petugas kebersihan, setiap pagi buta dia akan berkeliling mengambil setiap kantung sampah di penjuru toko-toko dan pulang menjelang pagi. Derap langkah suara terdengar mendekat, kehadiran Daniel yang duduk disisi ranjang menghalangi cahaya lampu kamar yang menyala. Senyuman Evelyn kian lebar begitu merasakan dingin tangan Daniel yang mengusap pipinya. “Aku pulang Eve, aku merindukanmu,” bisik Daniel berbisik lembut dipipi. Tubuh Evelyn tersentak kuat, terbangun dari tidurnya dengan wajah pucat berkeringat dingin dan degup jantung berdebar kencang. Evelyn mengedarkan pandangannya melihat kepenjuru arah, mencari-cari keberadaan Daniel yang begitu jelas dan nyata. Tapi,
“Buatkan makanan kesukaan Noah, siapkan juga untuk dia makannya siang nanti.”“Baik Nyonya.”“Sudah sampai dimana Daisy? Rumah ini harus segera dibersihkan, terlalu banyak jejak kuman yang akan mengganggu kesehatan Noah,” ucap Sarah lagi menaikan nada suaranya, sesekali melirik kearah Evelyn yang duduk tidak jauh darinya. “Dia terjebak badai salju, mungkin akan datang terlambat,” jawab Asina ditengah kesibukannya.“Nanti saat Daisy datang, minta dia untuk meletakan alat-alat makan Noah di tempat terpisah agar tidak dipakai gelandangan. Pisahkan semua makanannya agar tetap higenis.”“Baik Nyonya.”Sarah melipat tangannya didada, sekali lagi dia melihat kearah Evelyn yang tidak bereaksi apapun, wanita itu terlampaui tenang seakan tidak terpengaruh oleh ucapan Sarah yang dengan sengaja terus menyindirnya.Evelyn justru menikmati waktunya yang minum teh sambil membaca buku.Melihat ketenangan Evelyn yang tidak terpengaruh, entah mengapa kini justru membuat Sarah sangat kesal sendiri.“N
Michaelin melajukan kendaraannya dengan cepat melintasi jalanan khusus, Noah yang tengah dia bonceng sesekali melihat ke belakang memastikan jika roda sepeda listrik tidak meledak karena muatan yang berat.Siapapun yang melihat pasti akan merasa kasihan pada sepeda listrik itu karena harus menanggung dua manusia sebesar beruang diatasnya.Kaki Noah yang panjang mulai dia tumpangkan di atas ranjang karena pegal, sudah lebih dari dua puluh menit berkendara namun dia masih belum mengerti kemana sebenarnya Michaelin akan membawanya pergi.Insting Noah merasakan sesuatu yang buruk, semakin jauh Michaelin berkendara, jantungnya berdebar tanpa alasan seakan merasakan sesuatu yang berbahaya.“Kau akan membawaku kemana sebenarnya?” tanya Noah mulai menyadari bahwa Michaelin membawanya kearah yang berlawanan.Michaelin menarik gas lebih dalam, mempercepat laju kendaraannya. “Tentu saja berburu.”“Wilayah hutan ada sebelah barat!”“Memangnya aku sudah bilang padamu, kemana kita akan berburu?”“M
Jam diatas nakas menunjukan pukul tiga pagi.Suara deringan telepon terdengar, Evelyn terbangun dari tidur lelapnya dan langsung terjaga. Terbiasa dengan keadaan darurat, Evelyn sangat mudah waspada meski tertidur.Dengan hati-hati Evelyn bergeser melepaskan diri dari pelukan Noah dan duduk disisi ranjang dalam keadaan tanpa sehelai benangpun.“Hay Indila, ada yang bisa aku bantu?” sapa Evelyn.“Maaf aku menelponmu sepagi ini Eve. Aku mendapatkan kabar jika kamp tempatmu dulu bertugas sekarang akan dipindahkan karena perang meluas dan salah satu rekan kita terkena altileri. Semua anggota relawan yang bertugas akan segera dipulangkan besok.”Deg!Tubuh Evelyn menegang, sejenak jantung berhenti berdetak dan pikirannya langsung tertuju pada Edgar yang tinggal wilayah kamp yang sama.“Bagaimana dengan keadaan pengungsinya?” “Mereka akan pergi ke tempat penampungan lain.”“Terima kasih informasinya Indila.”“Sama-sama Eve,” jawab Indila memutuskan sambungan teleponnya.Evelyn termangu, bu
Sebuah handpone bergetar diatas meja, Alex menyeka wajahnya yang basah dengan handuk kecil. “Milia, ada yang menelponmu,” panggil Alex melihat kepenjuru arah. Tidak seperti biasanya Milia lupa membawa handponenya, biasanya dia selalu membawa handpone sekalipun ke kamar mandi.Milia yang tidak datang sampai panggilan telepon itu berakhir. Alex memutuskan pergi berpakaian, dan tidak berapa lama panggilan telepon di handpone Milia kembali terdengar, membuat Alex berinisiatif untuk mengambil handponenya, melihat layar, tertera sebuah panggilan tanpa nama.“Milia!” panggil Alex sekali lagi.Sebelum panggilan telepon berakhir, akhirnya Alex memutuskan untuka menerima telepon itu. “Selamat malam Bu Milia, kami sudah menemukan dokter yang akan membantu, saya harap Anda segera mengkonfirmasi waktu telah dokter jadwalkan.”Alex terdiam dengan wajah kebingungan. Alex tahu, Milia memiliki kebiasaan suka melakukan berbagai jenias perawatan kecantikan untuk menunjang kariernya karena sering ters
“Kau yakin akan pergi berburu dengan Michael?” tanya Evelyn diantara suara mesin pengering rambut.Noah yang tengah duduk dipinggir ranjang, terlihat fokus dengan tabletnya karena harus menyelesaikan pekerjaan untuk besok. Tidak hanya Noah yang tidak akan pergi masuk bekerja, Lisa pun sudah dipastikan pasti tidak akan datang.“Memangnya kenapa Eve? Aku sudah terbiasa berkuda di hutan,” jawab Noah tidak mengalihkan perhatiannya dari tab.“Aku khawatir Michael terluka, tolong jaga dia,” pinta Evelyn dengan serius.Kening Noa mengerut samar. “Tentu saja,” jawabnya tidak begitu yakin dengan ucapannya sendiri. Evelyn boleh saja terkecoh oleh Michaelin yang masih muda dan butuh bimbingan, prilakunya yang terlihat polos berbanding balik dengan kepribadian aslinya.Pada kenyataannya, kemungkinan justru Noah yang akan dilindungi Michaelin.Kerutan di kening Noah kian dalam, sekelebat pikiran buruk langsung muncul di kepalanya.Apa alasan Michaelin tiba-tiba baik dan mengajaknya pergi berburu
Langit sudah gelap, setengah hari penuh Evelyn menghabiskan waktunya untuk membeli pakaian, memesan cincin pernikahan dan mencari ginseng. Segala persiapan untuk pesta keluarga terselesaikan dengan baik meski harus dengan beberapa drama kecil yang dilakukan Noah karena rencana kencan mereka kembali dibatalkan.Mobil yang ditumpangi melesat pergi menuju sebuah restaurant ditepi pantai.Suara lonceng terdengar berdering kala pintu kaca restaurant terbuka, Noah dan Evelyn mengambil tempat duduk disisi jendela yang langsung mengarah pada suasana pantai buatan dan sekumpulan yacht yang terparkir di dermaga.Samar-samar terdengar alunan musik dari gedung opera yang hanya terhalang satu blok dari keberadaan restaurant.Noah menyandarkan bahu kokohnya pada kursi kayu, dibawah lampu-lampu yang kekuningan dia melihat Evelyn tengah membuka handponenye untuk membalas pesan sambil menunggu pesanan makanan mereka datang. Pandangan Noah bergerak turun, melihat jemari ramping Evelyn yang tidak meng
Evelyn menyandarkan punggungnya di cermin, ruangan yang kecil membuatnya tidak memiliki banyak ruang gerak. Tirai besar yang tinggi tertutup dan lampu otomatis menyala menandakan bahwa ruangan itu tengah diisi.Terburu-buru Evelyn melepas satu-persatu kancing kemeja Noah untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dan pergi keluar. Evelyn tidak ingin terjebak untuk yang kedua kalinya dalam tipu daya Noah seperti apa yang sempat terjadi tempo hari di toilet restaurant.“Sabarlah Eve, kenapa terburu-buru, apa kau sudah tidak tahan?” tegur Noah menangkap tangan kecil Evelyn.Wajah Evelyn terangkat seketika, matanya mendelik kesal. “Kau jangan berpikiran macam-macam Noah! Memangnya siapa yang menyeretku masuk kedalam sini?” gerutu Evelyn.Noah menghela napasnya dengan berat, pria itu kembali menunjukan wajah rapuh sambil meremas sisi kepalanya. “Ya sudah jika kau tidak sudi membantuku, silahkan keluar saja, aku bisa sendiri,” jawab Noah dengan suara yang dia coba serakkan agar terdengar benar
Evelyn menurunkan tas yang telah menutupi wajahnya, dia tidak dapat menghindar begitu Noah berjalan kearahnya dengan langkah cepat.“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Evelyn canggung.“Aku melakukan kunjungan ke supermarket, sekalian membeli pisau yang bagus untuk adikmu,” jawab Noah seraya menunjukan paper bag ditangannya. “Kau sendiri, kenapa sendirian disini?” Noah balik bertanya.Evelyn mengedarkan pandangannya dengan bibir terkatup, perasaannya masih sedikit dongkol setelah bertemu dengan Milia. “Aku sedang mencari gaun.”“Kau sudah menemukannya?”Evelyn menggeleng memaksakan diri untuk tersenyum. Noah mendekat dalam beberapa langkah, menyadari ada sesuatu yang telah terjadi pada Evelyn. “Ayo aku temani.”“Tidak perlu Noah kau pasti sibuk,” tolak Evelyn memelan.“Aku bisa.”Tidak memberi kesempatan Evelyn untuk menjawab lagi, Noah meraih tangan Evelyn dan menariknya pergi melewati kerumunan banyak orang. Membawanya pergi menaiki sebuah taksi.Evelyn tidak banyak protes, jauh
Noah memang sangat irit bicara jika itu bukan tentang pekerjaan, namun diamnya Noah kali ini terasa berbeda. Lisa merasakan kulitnya sedikit meremang, terintimidasi oleh kesunyian dibalik keramaian kota.Langkah Noah perlahan terhenti, menghadap jalan buntu tanpa Lisa tahu apa alasannya.Lisa terdiam merasakan sesuatu berbahaya yang mengintainya, tapi Lisa tidak begitu yakin dengan perasaan gelisah yang menjalar di seluruh nadinya.Noah berbalik, menempatkan angannya dibelakang punggung. “Sepertinya kita salah berbelok,” ucap Noah beralasan.Lisa menghembuskan napasnya dengan penuh kelegaan, tenyata dia hanya mengalami kegelisahan semu. Noah hanya salah jalan, jadi Lisa tidak perlu mengkhawatirkan apapun, lagipula Lisa harusnya bersyukur bukan karena kini dia memiliki banyak waktu untuk bersama Noah? “Kau sudah lama mengenal ibuku?” tanya Noah berdiri dalam ketenagan, tidak menunjukan tanda-tanda akan segera pergi meninggalkan jalan buntu itu.Lisa menyampirkan rambut panjangnya di
“Aku tidak bisa melakukan apa yang kau minta Noah. assistant barumu dipilih melalui prosedur yang benar, aku tidak bisa memecatnya begitu saja tanpa alasan karena itu melanggar kontrak,” tolak Ester tidak bisa memenuhi keinginan Noah yang meminta untuk memecat Lisa.“Carikan saja assistant baru untukku dan pindahkan dia ke devisi lain.”“Meski kau tidak menyukainya, cobalah untuk bertahan karena masa kerjanya hanya tinggal tinggal tiga minggu lagi. Tidak mudah menyesuiakan semua pekerjaanmu pada pada pekerja baru,” nasihat Ester.Noah mengetuk-ngetuk permukaan jendela. “Masalahnya aku tidak bisa menunggu tiga minggu lagi.”“Apa sebenarnya masalahmu Noah?” tanya Ester dengan serius, tidak seperti biasanya Noah mengeluh tentang pekerjaan, apalagi tentang rekan kerjanya. Noah selalu bisa menyesuaikan diri dengan siapapun jika itu tentang pekerjaan, rasanya aneh jika kini tiba-tiba dia meminta pergantian assistant padahal mereka baru bertemu dua hari.“Katakan saja pada intinya, kau tidak