Pria itu terus menatap keduanya dengan sorot mata membunuh. Terutama pada Alsya. Tatapannya sarat akan rasa kebencian dan dendam.“Sya, kenapa?” tanya Aiden ketika istrinya diam mematung.Alsya terkesiap, tubuhnya seketika berputar ke arah Aiden dan membelakangi lelaki itu.“Nggak papa. Ayo pulang,” ajak Alsya menarik tangan Aiden agar segera ke mobil.Hatinya tidak tenang berada lama-lama dalam satu ruangan dengan orang yang telah membuat dirinya trauma."Kita ke apartement dulu ya, nanti baru aku antar pulang," kata Aiden menoleh ke arah Alsya yang membisu.“Sya!” Aiden menepuk pundak Alsya, sampai gadis itu terperanjat.“Bisa jangan ngagetin aku nggak kak?” berang Alsya.Melihat Alsya yang langsung marah, Aiden lebih dulu mengucap maaf sebab ia sama sekali tidak bermaksud membuat sang istri terkejut.“Habisnya kamu melamun terus. Kayak orang lagi banyak pikiran. Ada masalah apa?” tanya Aiden dengan suara lembut.“Nggak lagi mikirin apa-apa kok. Cuma ngantuk aja,” elak Alsya memali
Suasana di antara keduanya kian menegang. Hawa panas dan gerah semakin terasa setelah Aiden mendengar ucapan sang istri. Tubuhnya membeku, sebelum perlahan tatapannya berubah ragu.“Kamu nggak lagi bercanda atau nyari-nyari alasan aja kan, Sya?” tanya Aiden.“Nggak guna Alsya cari-cari alasan aja, Kak. Makanya kalo Alsya cerita dengerin dulu. Jangan maunya didenger aja,” cetus Alsya sambil mendorong tubuh Aiden serta melepas cengkeramannya.Tanpa menunggu respon dari suaminya, Alsya langsung berjalan ke arah pintu. Hendak pulang menuju kost yang ia tinggali.“Sya, tunggu! Ceritain dulu semuanya dengan jelas, Sya,” pinta Aiden berlari mendahului langkah Alsya dan merentangkan kedua tangannya. Menghalangi langkah Alsya agar tidak pergi.“Awas! Aku mau pulang,” ketusnya.Aiden menggeleng cepat. Akan tetapi ia teringat jika apartement yang ia tempati hanya dapat dibuka dan dikunci menggunakan sidik jari dan sandi. Sedang wanita di hadapannya tidak tahu sandi apartement ini.“Baik. Silakan
"Nggak jadi pulang?" tanya Aiden menyadarkan Alsya yang kini terpaku di depan pintu apartement.Gadis itu cepat-cepat berjalan keluar dan bergegas menuju lift. Meninggalkan Aiden yang terkekeh pelan melihat tingkah sang istri.Di dalam lift, Alsya terus menatap angka yang semakin lama kian turun. Tidak memperhatikan Aiden hingga mereka tiba di lantai satu.Karena Alsya yang terlalu banyak pikiran, membuat dirinya menjadi tidak fokus. Ditambah Aiden begitu suka menjahilinya.***Tepat pukul setengah sembilan malam, Alsya tiba di kost-an. Tentu dengan kehadiran Bu Yati yang sudah menunggu di dekat pagar besi yang melingkupi seluruh area kost."Kamu dari mana, Sya?" tanya Bu Yati sudah seperti seorang ibu yang menunggu kepulangan anak gadisnya."Maaf, saya terlambat mengantar Alsya pulang, Bu. Tadi ada sedikit kejadian di jalan. Jadi Alsya menemani saya," jawab Aiden mewakili.Bu Yati menatap keduanya bergantian, lalu kembali fokus pada Alsya. "Benar begitu, Sya?" tanya beliau memastikan
Dengan napas terengah-engah, dan kepala yang sedikit sempoyongan, Cakra dapat melihat jika kini sang kekasih yang tengah marah menoleh ke arahnya. “Ayo balik ke aku, Sya,” lirih Cakra berharap permintaannya kali ini terkabul.Namun, baru saja matanya berbinar karena Alsya benar-benar berputar balik ke arahnya, cahaya di mata Cakra meredup, sebab gadis itu justru mengeluarkan ponsel dan terlihat sedang bicara dengan seseorang di balik telepon.*** Alsya masih tidak yakin dengan ucapan kekasihnya. Lagi pula untuk apa Cakra begadang di dekat kostnya jika tidak ada keperluan apa-apa. Tetapi, baru saja dia hendak bertanya lebih jelas, ponsel dalam tote bagnya lebih dulu berdering.“Iya, Alsya udah berangkat ke kampus,” jawab Alsya ketika sang suami ternyata sedang mencari keberadaannya.[“Kamu sudah bilang sama Cakra kalau aku mau ketemu dia?”] tanya Aiden.Alsya lalu melirik Cakra yang masih terpaku di tempatnya. Ia merentangkan kelima jarinya, meminta pria itu untuk menunggu sejenak.“H
Alsya mendelikkan mata pada Aiden, agar sang suami tidak tersinggung dengan sapaan Cakra padanya."Panggil Kak aja, Ka," ucap Alsya setelah berdeham pelan agar tidak tertawa."Ini aku udah pesanin menu untuk kamu. Nasi goreng seafood sama lemon tea," ujar Alsya menyodorkan makanan pada Cakra dan langsung disambut dengan senyuman lebar oleh kekasihnya."Makasih ya calon makmum," balas Cakra semakin membuat Aiden mengeram menahan marah.Tatapannya berubah tajam pada Alsya yang kini wajahnya merona merah. Sedang bersama dirinya, gadis itu selalu memasang raut muka sinis, tidak suka, dan wajahnya kerap merah padam."Oke, Kak Aiden," sapa Cakra memalingkan wajah dari kekasihnya dan menatap pria lain di meja mereka."Bisa kamu ceritakan tentang pria bernama David, yang kata Alsya adalah teman kamu itu?" Ucap Aiden to the point.Tidak betah duduk berlama-lama dengan kekasih istrinya. Ditambah Alsya terlihat lebih bahagia, dibandingkan saat mereka hanya berdua."Tepatnya mantan teman. Karena
"Kamu sudah siap-siap untuk jadi imam buat Alsya?" Sorot mata Aiden yang dalam, memperlihatkan dengan jelas jika kali ini dirinya serius. Keduanya dapat memahami isi hati dan pikiran satu sama lain, karena tahu jika Alsya dan keluarganya tidak sembarang memilih lelaki."Ini sambil siap-siap, Kak," aku Cakra.Pria itu sama sekali tidak menampik atau menyombongkan diri dengan berbohong di hadapan Aiden. Karena pada kenyataannya dia memang masih belajar untuk menjadi imam yang baik bagi Alsya, meski justru Alsya lah yang banyak membuat dirinya berubah.Tidak ingin membuat suasana di antara mereka menjadi dramatis, Alsya pun mencari inisiatif lain."Gimana kalo kita ke rumah sakit? Jenguk korban yang kemarin," ajak Alsya dengan mata berbinar pada Aiden dan Cakra."Jangan mengalihkan pembicaraan, Sya," peringat Aiden hanya diganggap angin lalu oleh Alsya.Gadis itu meraih tote bagnya dan beranjak dari bangku kafe."Ayo, Ka. Kamu pasti mau kan temenin aku? Kalo Kak Aiden sibuk, Alsya berd
Alsya dan Radika terlonjak mendengar bentakan Tomi kakak dari Radika."Kalian pikir uang yang kalian beri bisa mengembalikan nyawa ayah saya hah?!" sergah Tomi menunjuk tamu di hadapannya.Cakra pun tak kalah terkejut saat mengenali siapa tamu yang bertandang ke rumah almarhum Pak Sudrajat tersebut.Di sebelah Cakra, Aiden langsung mendekati Tomi dan berkata, "Sudah, Tom. Tidak enak didengar orang," bujuk Aiden menepuk pelan pundak Tomi."Dia orang tua David, Kak," ujar Cakra memberitahu Aiden.Sepasang suami istri itu lantas menoleh ke arah Cakra. Pria yang mereka anggap telah membuat anaknya menjadi berandalan seperti sekarang.Sedang di dalam bilik, Alsya dan Radika yang mendengar ucapan Cakra pun memilih untuk keluar dari persembunyian mereka.Tatapannya lalu bertemu dengan manik mata Tante Ratna—Mama David yang sempat mengatainya wanita sok suci.Meski ini merupakan pertemuan kedua mereka, dan situasi yang hampir serupa, Alsya masih dapat merasakan kebencian di mata beliau.Tidak
“Aku yang keberatan!” serobot Alsya mendekati Aiden dan Cakra.“Kenapa, Sya? Ini juga demi kebaikan kamu. Atau kamu mau aku nginap di depan kost lagi?” tawar Cakra tidak menghiraukan tubuhnya yang sangat lelah.Alsya menggeleng cepat. Sedang Aiden menatap bingung sepasang kekasih di samping mobilnya. Terutama pada Cakra. Pertanyaan sekaligus pernyataan itu terdengar rancu.Ditambah Alsya pula tidak memberitahunya apa pun yang dilakukan Cakra hari ini sebelum mereka bertemu.“Apa ini ada kaitannya dengan omongan dia tadi?” terka Aiden menduga-duga.“Kalo sekarang itu buru-buru banget. Nanti dikira penghuni kost aku ada apa-apa,” kritik Alsya.“Pokoknya Alsya baru pindah tiga hari lagi. Lagian kan dia juga ada di penjara. Mana mungkin dia ngapa-ngapain Alsya,” lanjut Alsya menjelaskan semua persepsinya.“Kamu itu aneh ya. Tadi kamu tanya aku, kamu harus tidur di mana. Aku tawarin tidur di apartementnya Kak Aiden kamu malah nolak,” ujar Cakra diiringi kekehan pelan.“Pokoknya Alsya tetap
Seorang pria dengan setelan serba hitam, serta topi juga masker berwarna senada, perlahan mengikuti mobil yang Cakra dan Alsya bawa, tanpa sepengetahuan mereka.Seringaian licik terbit di balik masker yang masih menutupi separuh wajahnya. Seolah mendapat kesempatan emas melihat kebersamaan sepasang kekasih itu.“Kita mau dinner di mana?” tanya Alsya dengan wajah berseri, secerah cahaya rembulan malam ini.“Ke restaurant Mediterranea. Mama sama papa minta di sana,” jawab Cakra.Rekahan senyum itu tak memudar, hingga sebuah mobil melaju kencang dari arah belakang, dan mendahului mereka.WUSSH!!Alsya berjingkat, ketika mobil di belakang mereka tiba-tiba melesat secepat kilat di sisi kanan jalan.Cakra menghela napas lega, walau tak kalah terkejutnya dengan Alsya. “Hampir aja kena,” katanya.“Iya. Tuh orang mau balapan apa gimana sih. Jalan umum dipake buat kebut-kebutan,” gerutu Alsya berdecak sebal.Setelahnya, tak lagi dua sejoli itu menjumpai mobil yang melaju kencang seperti orang ba
CIIIIT!!!Suara decitan yang timbul dari pergesekan antara ban mobil dengan kanvas rem membuat tubuh Alsya terhuyung ke depan.Aksi rem mendadak Aiden cukup membuat gadis itu hampir jantungan. Beruntung di belakang mereka tidak banyak kendaraan, dan laju kemudi pun tidak terlalu kencang.“Kakak gila ya?!” Wajah Alsya merah padam. Kepalanya nyaris membentur dashboard jika saja saat dalam perjalanan tidak memakai seat belt.Aiden yang masih syok dalam keterkejutan mendengar ucapan Alsya, masih membeku. Tiba-tiba kepalanya tertoleh dengan kelopak mata terbuka lebar.“Mau apa ketemu mereka?” Jemari tangan Alsya terkepal sampai buku-buku tangannya memutih.Bukan meminta maaf, pria di hadapannya justru menanyakan hal tidak penting.“Ya silaturahmi lah! Memangnya mau apa lagi kalo ketemu sama orang?” tandas Alsya.Aiden berusaha untuk menenangkan diri dan rileks. Ya, apalagi yang dilakukan Alsya selain silaturahmi? Begitulah pikiran Aiden membenarkan.Menyadari jika reaksinya terlalu berleb
Angin segar menyeruak memenuhi rongga dada Cakra. Bak kata pepatah, menyelam sambil minum air, dan sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Tanpa pikir panjang Cakra langsung menyetujui syarat sang mama.“Oke. Nanti aku kabarin Alsya, untuk atur jadwal kapan bisa ketemunya sama Mama. Tapi kayaknya kapan aja sih bisa,” jawab Cakra dengan hati berbunga-bunga.[“Lusa mama sama papa berangkat sekalian bawa uangnya.”] Bersamaan dengan itu, berakhir pula perbincangan Cakra bersama mamanya.*** Sesuai syarat mama, Cakra pun menemui Alsya hari ini untuk membincangkan hal tersebut.“Tante Safira mau ketemu sama aku?” tanya Alsya menunjuk diri.Masih tidak percaya jika wanita yang selalu sibuk mengikuti kemanapun sang suami pergi, meminta syarat aneh seperti yang Cakra lontarkan.Pria di sisi Alsya mengangguk cepat. Binar di matanya memperlihatkan dengan jelas jika Alsya tidak akan menolak. Karena menurutnya tidak ada alasan untuk tidak memenuhi persyaratan menguntungkan itu.Cakra menyatukan
Mengelilingi kota Jogja, dengan keindahan kota yang begitu memikat mata, Aiden hampir lupa jika sang istri sendirian di apartment terlalu lama.“Yud, gue balik dulu ya. Thanks untuk hari ini. Nanti gue pikirin lagi lokasi strategis awal untuk pembangunannya di mana,” lontar Aiden setelah mengantar temannya kembali ke rumah.Di tengah perjalanan, Aiden berniat untuk menghubungi sang istri. Bertanya apa ada sesuatu yang ingin dititip atau tidak.Sayang, saat menyalakan ponsel, ponselnya lebih dulu kehabisan baterai.“Nanti ajalah, sekalian jalan malam-malam,” ujar Aiden kembali menyimpan ponsel ke dalam saku jasnya.Usai memarkirkan mobil di area basement apartement, langkah besar Aiden mempercepat dirinya sampai di lift. Ia menekan angka 12, lantai di mana unit apartement yang dia tempati berada.Meski lelah, Aiden tetap memasang raut muka berseri, karena ada banyak hal yang akan ia ceritakan pada Alsya nanti.“Assalamualaikum Alsya,” ujar Aiden sambil menutup pintu.Alih-alih mencari
“Sya, aku akan bertemu dengan temanku hari ini. Jadi, kamu diam di sini dan jangan ke mana-mana. Kalau mau pergi kabarin dulu,” pamit Aiden setelah mereka sarapan bersama.“Beneran ketemu temen? Bukan untuk terlibat sama David lagi kan, Kak?” selidik Alsya.Sejak Alsya jujur tentang David pada Aiden dan Cakra. Perasaan Alsya selalu menjadi tidak tenang, dan sulit percaya pada keduanya.“Iya. Buat apa aku mau ketemu temen kerja aja mau bohong. Memangnya kamu,” sindir Aiden sambil memakai jas dan arlojinya.“Ya kan bisa aja cuma mau buat Alsya tenang jadi Kakak bohong sama aku,” protes Alsya tidak terima dengan sindiran sang suami.Sampai sekarang pun ia tidak mengatakan jika dirinya ketahuan telah memberitahu Aiden dan Cakra, maka hubungannya bersama Aiden akan terungkap.Sebelum pergi, Aiden kembali mendekati istrinya dan berdiri tepat di depan Alsya yang beranjak dari sofa.“Nggak akan ada apa-apa. Aku pastiin dia nggak akan bisa nyakitin kamu di sini,” ujar Aiden merasa jika Alsya m
Netra cokelat Alsya membeliak. Jemari tangannya terpekal, meremas baju tidur yang ia kenakan. Diteguknya salivanya dengan kasar, ketika Aiden semakin mendekat ke arahnya.“Jawab, Sya. Kenapa kamu diem aja,” desak Aiden mengguncang pelan pundak Alsya.Refleks gadis itu langsung menghempaskan tangan Aiden dengan kasar, lalu bergerak mundur beberapa langkah.“Memang jatuh di mall. Terus ketendang pas ada orang lewat. Jadinya rusak,” elak Alsya.Aiden lantas tertawa renyah mendengar jawaban istrinya. “Terus kamu nggak marah sama orang itu atau minta ganti rugi?” Alsya menggeleng pelan. “Aku nggak tau pasti orang yang nendang yang mana. Orang tadi mallnya rame,” kilah Alsya lagi.Ia terus meminta maaf dalam hati karena terpaksa berbohong. Terutama berbohong pada imamnya sendiri.‘Aih! Kenapa aku rasanya nyesel banget ya udah bohong. Bohongin perasaan sendiri aja aku bisa, masa ini susah banget,’ gerutu Alsya dalam hati.Di hadapannya, Aiden terus menelisik gerak-gerik Alsya. Masih tidak s
Suami Alsya.Begitulah nama kontak dari nomor yang Alsya ketik.Kepala Alsya terangkat, menatap Bu Yati dengan tatapan bingung dan ragu.‘Apa Bu Yati tau aku menikah dengan Kak Aiden?’Sayangnya Alsya tidak memiliki keberanian untuk menanyakan hal itu secara langsung pada beliau.“Ada apa, Sya? Kamu nggak hapal nomor dia?” tanya Bu Yati membuat kedua ujung mata Alsya semakin menyipit.Jikalau Bu Yati memang menyimpan kontak Aiden, harusnya sudah sejak awal beliau memberitahu dan tidak bertanya seperti tadi.‘Pasti ada yang nggak beres,’ batin Alsya mulai merasa janggal.“Nggak papa, Buk. Saya izin telpon sebentar ya, Buk.” Alsya berjalan menjauh dari Bu Yati dan menghubungi Aiden.[“Assalamualaikum, Buk. Apa Alsya sudah pulang, Buk?”] tanya Aiden lebih dulu.Tanpa sadar senyum di wajah Alsya terkembang. Suara Aiden terdengar sangat khawatir.“Waalaikumsalam. Ini Alsya, Kak,” jawab Alsya.***Aiden yang saat itu tengah mencari keberadaan Alsya bersama Cakra, menghela napas lega mendeng
“Welcome Alsya. Akhirnya gue bisa ketemu lo sendirian. Tanpa ada mereka,” ucap supir taksi gadungan yang telah membawa lari Alsya.Alsya yang dilanda rasa cemas, bergegas mengeluarkan ponselnya. Hendak menghubungi Cakra maupun Aiden. Sayang, belum sempat gadis itu menyalakan layar ponsel, supir taksi di hadapannya sudah lebih dulu menepis tangan Alsya dengan kuat. Membuat ponsel miliknya terpental dan menghantam kaca mobil.“Jangan coba-coba hubungi mereka! Atau lo bakal mati sekarang,” ancam supir di depan Alsya.“Stop David! Kamu mau apa? Bukannya kamu di penjara?” tanya Alsya menarik tubuh mundur. Berusaha menjauh dari pisau yang diacungkan David padanya.“Ya! Gue sebelumnya memang di penjara. Tapi sekarang gue ada di depan lo Alsya Elviana Cantika,” jawab David dengan senyum iblis terpancar jelas di wajahnya.Alsya bergidik ngeri. David tidaklah seperti orang normal biasanya. Mata lelaki itu memerah dan sedikit berair. Namun, Alsya yakin jika pria itu bukan sedang sakit mata.“Le
“Aku yang keberatan!” serobot Alsya mendekati Aiden dan Cakra.“Kenapa, Sya? Ini juga demi kebaikan kamu. Atau kamu mau aku nginap di depan kost lagi?” tawar Cakra tidak menghiraukan tubuhnya yang sangat lelah.Alsya menggeleng cepat. Sedang Aiden menatap bingung sepasang kekasih di samping mobilnya. Terutama pada Cakra. Pertanyaan sekaligus pernyataan itu terdengar rancu.Ditambah Alsya pula tidak memberitahunya apa pun yang dilakukan Cakra hari ini sebelum mereka bertemu.“Apa ini ada kaitannya dengan omongan dia tadi?” terka Aiden menduga-duga.“Kalo sekarang itu buru-buru banget. Nanti dikira penghuni kost aku ada apa-apa,” kritik Alsya.“Pokoknya Alsya baru pindah tiga hari lagi. Lagian kan dia juga ada di penjara. Mana mungkin dia ngapa-ngapain Alsya,” lanjut Alsya menjelaskan semua persepsinya.“Kamu itu aneh ya. Tadi kamu tanya aku, kamu harus tidur di mana. Aku tawarin tidur di apartementnya Kak Aiden kamu malah nolak,” ujar Cakra diiringi kekehan pelan.“Pokoknya Alsya tetap