SUAMI WARISAN
142 – Terlalu Singkat
“Kenapa tiba-tiba?” tanya Narendra heran.
Dia benar-benar tidak menyangka akan mendengar kalimat itu meluncur dari bibir Rengganis. Pun tidak menyangka bahwa Rengganis mengutarakan keinginannya yang tidak biasa pada pertemuan mereka setelah dua minggu tak bersua.
Buat apa Rengganis memintanya untuk membawanya ke masa lalu?
Sial, ketika dia benar-benar penasaran dengan isi otak Rengganis, kemampuannya sudah hilang.
Narendra mengerutkan keningnya memandang Rengganis lekat-lekat, berharap menemukan secercah jawaban dalam biji mata bening yang balik menatapnya.
Senyum cantik merekah di bibir Rengganis, dia bertanya, “Kamu bisa ‘kan bawa aku?”
“Buat apa?” tanya Narendra heran.
Mata Rengganis mengerling pada pintu dan berbisik, “Aku enggak bisa jelasin sekarang. Yang jelas, kamu mau ‘kan bawa aku ke sana?”
SUAMI WARISAN143 – Istri TerakhirMobil SUV hitam dengan kaca gelap itu berhenti di depan pintu basement. Rengganis keluar dari dalaml lift dengan kepala tertunduk yang tertutupi topi baseball. Sebuah tas gym tersampir di bahunya, kelihatan penuh dan berat.Tanpa banyak bicara dan toleh kiri-kanan, Rengganis membuka pintu bagasi dan menaruh tas gymnya kemudian bergegas membuka pintu penumpang depan.“Hai,” sapanya begitu duduk di jok depan dan meraih seatbealt.“Sayangku.” Narendra mencondongkan kepalanya dan mencium Rengganis tanpa permisi.“Ooops…!” Rengganis terkaget-kaget tapi kemudian tertawa, dia mendorong dada Narendra sedikit menjauh darinya agar dia bisa bernapas “cepat pergi dari sini sebelum ada yang lihat.”Narendra tersenyum dan mengangguk. Moodnya yang beberapa hari ini berantakan, kini membaik begitu ada penawarnya. Dia bergegas menyetir mobil k
SUAMI WARISAN144 – Mesin WaktuKicau burung melayang menggoda pendengaran Rengganis ketika akhirnya kesadaran menerpa dirinya. Sinar mentari pagi yang hangat jatuh di atas kulitnya yang terbuka. Rengganis membuka matanya dan menyadari bahwa dia tertidur di atas dada Narendra.Kepalanya naik turun seiring dengan dada Narendra yang menarik dan mengembuskan napas teratur. Lelaki itu masih lelap dalam tidurnya. Sebelah tangannya memeluk punggung Rengganis, telapak tangannya yang hangat terasa di atas kulitnya.Selimut tipis hanya menutupi setengah badan mereka. Rengganis bisa merasakan ‘morning wood’ Narendra di dekat pahanya.Rengganis mengerjapkan matanya, kantuk masih mendekapnya, namun perlahan-lahan peristiwa semalam membanjiri ingatannya. Dia mengembuskan napas lelah namun puas.Narendra tidak pernah gagal memuas hasratnya. Semalaman lelaki itu menikmati tubuhnya, memberikan kehangatan yang didambakan Rengg
SUAMI WARISAN145 – Pakuan PajajaranMemburu menjangan bukan hal yang sulit bagi Narendra.Dia tau harus mencari kemana dan bagaimana cara menangkapnya. Tidak kurang dari dua jam, dia sudah berhasil menangkap seekor menjangan muda yang dia panggul di atas bahunya.Darah menetes-netes di belakang langkahnya ketika Narendra membawa menjangan yang sudah mati itu turun gunung menuju pasar.Bola matanya yang besar terbuka lebar memandang langit ketika kepala menjangan itu lunglai berada di atas bahu Narendra. Menjangan yang ditangkapnya kebetulan jantan, jadi harganya bisa lebih tinggi. Narendra berencana membeli satu stel pakaian dan sandal untuk Rengganis, aksesoris rambut dan kain agar Rengganis bisa berbaur dengan wanita-wanita lainnya.Dia juga akan membeli lauk pauk untuk persediaan makan mereka.Pasar yang ramai ketika Narendra melangkahkan kaki memasuki kawasan jual-beli. Orang-orang sibuk melakukan transaksi. N
SUAMI WARISAN146 – Mojang SundaMakan malam mereka sangat sederhana; nasi setengah gosong dengan ayam bakar minim bumbu. Narendra lupa membeli bumbu, yang ada di dapur hanya garam jadinya mereka harus puas makan seadanya.Keduanya sama-sama cemberut. Makan dalam diam.Rengganis mengunyah perlahan-lahan, aroma nasi yang gosong berpadu dengan bakaran ayam yang hanya berasa asin sama sekali bukan seleranya, namun terpaksa dia telan karena lapar.Narendra sebaliknya, dia mengganyang sisa potongan ayam sebagai kompensasi nasi yang gosong. Seandainya tadi dia sempat memetik sayur untuk lalapan dan cabai, pasti makan malam mereka bisa diselamatkan rasanya.Setelah berjibaku menyalakan tungku api untuk bakar ayam dan menyelamatkan sisa nasi yang masih bisa dimakan, diselingi oleh omelan Narendra dan Rengganis yang membela diri, akhirnya pasangan itu duduk di atas dipan menikmati makan malam mereka.Ini malam pertama merek
SUAMI WARISAN147 – Perlindungan Leluhur“Punten, abdi…” duh, Rengganis menyesal kenapa enggak les Bahasa Sunda dulu sama Narendra untuk memulai percakapan.Citra memandang perempuan cantik yang kelihatan kebingungan itu. Dia bisa menangkap garis wajah yang terasa tidak asing, sepertinya pernah melihat di suatu tempat, namun entah dimana.“Abdi…” Rengganis memeras otaknya mencari kosakata bahasa Sunda yang dia ingat. Namun semakin otaknya dipaksa untuk mengingat semakin kosong isinya.(Citra berbicara dalam bahasa Sunda, namun untuk memudahkan pembaca dari luar daerah, author tulis dalam bahasa Indonesia)“Neng tersesat?” tanya Citra dengan lembut, suaranya halus dan mendayu. Matanya bergerak mencari-cari seseorang yang kira-kira bisa dia mintai bantuan.Rengganis menggeleng, “Saya cari kamu.” Rengganis merasa kurang ajar menyebut Citra dengan sebutan ka
SUAMI WARISAN 148 – Bahasa Cinta “Hah…! Hah…! Hah…!” napas Rengganis tersengal-sengal bersaman dengan langkah kakinya yang mulai terseok-seok menerobos semak-semak. Narendra menariknya tanpa berperasaan, memaksanya mengikuti ritme langkah kakinya yang cepat. Mereka berdua berlari layaknya dikejar setan. Kaki Rengganis berkali-kali terantuk batu dan tergores oleh belukar yang diterobos mereka. “Stop! STOP!” pinta Rengganis dengan napas terengah-engah, dia menyentakkan tangan Narendra. Langkah mereka berhenti di tengah hutan, namun Narendra kelihatan masih gusar. Kepalanya menoleh kiri-kanan memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka. Sementara itu Rengganis berusaha mengatur napasnya. Kedua tangannya bertumpu pada lutut ketika dia menghardik Narendra, “Kenapa tadi kabur, hah?!” Narendra melonjak kaget. Dia menoleh dan langsung bertatapan dengan pelototan Rengganis yang bengis. “Saya tidak kabur…”
SUAMI WARISAN149 – Pasangan SejiwaAngin malam menerpa wajah Narendra ketika dia melompati tembok dan langsung berhadapan dengan dua orang prajurit yang sedang berpatroli mengelilingi tembok Istana.Mereka memandang Narendra sejenak sebelum menyadari bahwa lelaki yang memakai caping itu adalah seorang penyusup.Belum sempat mereka melakukan sesuatu, Narendra sudah bergerak cepat melumpuhkan keduanya. Kakinya seakan terbang tak menjejak tanah ketika dia berlari meninggalkan dua prajurit yang terkapar pingsan.Dia berhasil mengelabui prajurit yang berjaga di depan gerbang desa kemudian masuk ke hutan. Bunyi kresek-kresek terdengar ketika dia menerobos semak-semak menuju tengah hutan. Jantungnya bertalu-talu di dada ketika dia memacu kakinya untuk berlari lebih cepat. Walaupun tau bahwa tidak ada yang mengejarnya, Narendra ingin buru-buru kembali ke pondok sebelum Rengganis menyadari dia tidak ada.Istrinya itu pasti bakal
SUAMI WARISAN150 – Napak TilasCinta pertama Narendra memang Citra Prameswari, dia pikir kisah mereka akan bertahan selamanya.Namun Narendra tidak pernah mengucapkan kata cinta pada Citra.Di masa itu, mengucapkan kata cinta bagaikan hal yang tabu. Mereka disatukan oleh ikatan yang sakral, yang seringkali diikat bukan karena keinginanan pribadi.Ikatan antara Narendra dan Citra memang semestinya di mata masyarakat. Bahkan jika mereka tidak bersama, seakan itu adalah dosa.Narendra menerima hubungannya dengan Citra karena sepertinya salah jika menolak perjodohan itu. Lagipula dia masih terlalu muda dan naïve. Melihat calon istrinya yang datang dari keluarga bangsawan dan cantik sudah membuatnya puas ketika itu.Hidupnya memuaskan. Semua orang mengaguminya. Semua lelaki di Kerajaan iri padanya. Namun manusia tidak pernah merasa cukup.Terlalu sering menghabiskan waktu di Istana membuatnya jatuh cinta pa
KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha
SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha
SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan
SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan
SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya
SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.
SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld
SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis
SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada