“Bagaimana jika kita menikah?”“Hah?!”Bukan hanya Rintik, Angel juga tiba-tiba membeku mendengar ucapan Langit. Reflek ia pun menatap pria yang sudah lama dikenalnya itu.“Menikah? Kita?” tanya Rintik dengan alis yang saling bertaut. Yang disusul dengan sebuah anggukan dari Langit.“Kita sedang serius, Lang. Tidak usah bercanda,” timpal Angel kesal.“Siapa yang bercanda? Aku serius. Aku ingin kita menikah.”“Ta- Tapi–”“Aku sudah tahu dari Angel. Tidak apa jika pernikahan kita hanya sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan,” terang Langit meyakinkan Rintik.“Maksudnya saling menguntungkan?” Angel yang sedari berdiri kini duduk di sebelah Langit dengan raut wajah yang penuh dengan rasa penasaran. Dia menatap pria yang sudah dia kenal selama lima tahun terakhir. Mencoba menyelami apa yang ada di pikirannya.“Ibuku memaksaku untuk segera menikah. Tapi aku belum mempunyai calon yang cocok denganku,” jawab Langit.Angel menautkan kedua alisnya. Dia tidak percaya dengan apa yang dikat
“Iya. Aku bersedia menikah denganmu. Maaf, Langit. Karena harus membuatmu terlibat dalam masalahku,” ucap Rintik tak enak hati. Senyum lebar terukir di bibir pria itu. Dia merasa lega karena Rintik menerima lamarannya. “Lalu aku akan segera datan kerumahmu untuk membicarakannya dengan keluargamu.”Rintik mengangguk menyetujui usul Langit. “Lalu, kapan aku bertemu dengan ibumu?” tanya Rintik kemudin.“Ah, ya, kita bisa atur nanti. Jika kamu sudah siap, kita akan bertemu dengan ibuku,” jawab langit dengan masih tesenyum. Ia tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya. Meski Rintik menganggap pernikahan mereka hanya sebuah kontrak pernikahan, tapi tidak bagi Langit. Ia menginginkan pernikahan dengan Rintik yang sesungguhnya. Dan ia berjanji pada dirinya sendiri jika keinginannya kan menjadi kenyataan suatu hari nanti.***Rintik tengah duduk santai menikmati sore yang cerah di taman belakang rumahnya. Lebih tepatnya adalah rumah paman dan bibinya. Taman belakang yang ditanami beberapa jen
'Apa Reka benar akan menikah dengan Iren?’ batin Rintik. Pikirannya terisi tentang undangan yang disebut-sebut sebagai undangan pernikahan Iren dan Reka. meskipun ia belum membaca isi dari undangan tersebut. Berita tersebut juga sudah menyebar di seluruh divisi. Selama jam kerja, pikiran Rintik tidak fokus. Otaknya masih memikirkan tentang undangan tersebut. Bahkan ia terus saja menghela nafas berat di hadapan makan siangnya.Tak lama, langit datang dengan membawa nampan berisi makan siang miliknya. Ia menghampiri Rintik. Kali ini tidak ada Angel diantara mereka.“Kenapa kamu mendesah di hadapan makanan? Itu tidak baik,” ucap Langit seraya mendaratkan bobot tubuhnya pada kursi di hadapan Rintik. tempat yang dipilih Rintik sangat strategis untuk mengobrol. Dia memilih tempat yang terletak di pojok kantin yang sedikit jauh dari keramaian.“Oh! hai.,” sapa Rintik canggung.Langit tersenyum merasa gemas ada Rintik yang merasa canggung terhadapnya.‘Kenapa? Tidak usah merasa canggung. Ber
“Aku hanya ingin mengatakan, kalau besok malam aku dan ibuku akan datang kerumahmu,” ucap Langit disertai dengan senyum.deg!Hati Rintik seakan berhenti sesaat. ‘Apa? Datang kerumah?’ batinnya. Tiba-tiba ia merasa gelisah mendengar ucapan Langit.“Kenapa?” tanya Langit ketika melihat wajah Rintik yang terlihat kebingungan.“Ka- kamu serius? Mau datang kerumah? Kok Emak tidak mengatakan apapun?” ucap Rintik di tengah kebingungannya.Langit tertawa kecil melihat Rintik yang kebingungan. Ia merasa gemas dengan sikap Rintik yang seperti itu. “Tentu saja serius,” jawabnya.Rintik mengerutkan keningnya. lalu berkata, “Tapi, bagaimana bisa?” Bukannya menjawab pertanyaan Rintik, Langit justru tersenyum penuh arti. “Ayo! Pintu lift sudah terbuka,” ajak Langit pada Rintik. Rintik yang masih dengan kebingungannya mengekor di belakang Langit menuju lift.***“Sepertinya kalian bahagia sekali,” cibir Iren pada RIntik dan Langit. Senyum milik Langit tiba-tiba pudar begitu saja melihat kedatangan
"Sebenarnya maksud dan tujuanmu mengajakku bertemu apa? Apa karena aku mengantar Rintik pulang atau bagaimana?"Pertanyaan Langit membuat Reka mengusap wajahnya kasar. Kemudian mendesah frustasi. "Aku tidak suka jika kamu dekat dengan Rintik," pangkas Reka.Langit memutar matanya malas seraya berdecih. Menertawakan sikap posesif Reka pada mantan istrinya. "Kalian sudah bercerai. Kamu tidak ada hak untuk melarangnya-""Tapi aku masih mencintainya, Lang!" seru Reka yang membuat Langit terdiam."Jika kamu memang mencintai Rintik, kenapa kamu melakukan hal hina itu? Kenapa? Kamu juga sudah menceraikannya. Kalian sudah bukan suami istri lagi." Langit sedikit emosi pada Reka."Tapi, Lang. Aku masih berharap bisa kemba-""Sepertinya aku salah, memutuskan untuk bertemu denganmu. Aku pikir kamu akan membicarakan sesuatu Yang penting. Ternyata…," potong Langit. Sehingga Reka tidak bisa melanjutkan kata-katanya.Langit beranjak dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan Reka yang masih merasa k
Langit mengangguk mantap sebagai jawaban dari pertanyaan paman Rintik. Karena tujuan mereka menikah adalah supaya Rintik bisa terbebas dari gangguan Reka dan juga mantan ibu mertuanya.“Seandainya diperbolehkan, bulan ini kami ingin segera melangsungkan pernikahan. Sederhana saja. Hanya syukuran dan tidak perlu adanya hajatan. Iya kan Rintik?” tanya Langit meminta persetujuan Rintik.Rintik mengangguk sembari menjawab dengan gugup, “I- iya, Paman. Tidak usah ada hajatan.”“Dan setelah kami menikah, Rintik akan tinggal dengan saya di rumah milik saya. Namun jika Paman dan Bibi ingin berkunjung, dengan senang hati kami akan menyambutnya,” imbuh Langit.Sejak pertama bertemu dengan Rintik, Sasmi tidak henti-hentinya memandang wajah calon menantunya itu. Wanita yang memakai baju gamis berwarna ungu muda yang dipadukan dengan hijab warna senada, membuat Rintik itu terlihat elegan. Sikap sopan santunya yang menghormati orang tua, membuat Sasmi merasa terpukau. Tutur kata yang lemah lembut me
Wajah Reka seketika berubah. Ternyata ibunya sedang berkunjung ke rumah. salahnya tidak bertanya terlebih dahulu.Reka di tuntun untuk masuk kedalam rumah. “Lang. Reka ini loh, datang!” seru sasmi dengan anda cukup tinggi. Tak lama, Langit pun muncul dari dalam kamarnya. Dan menghampiri Reka yang sudah duduk di sofa ruang tamu seraya mengerutkan keningnya.“Ibu sejak kapan datang?” tanya Reka basa-basi.“Kemarin. Langit meminta ibu datang untuk melamarkan kekasihnya," jawab Sasmi yang tidak lepas dari senyuman.Mendengar jawaban ibunya, membuat Langit berdecak dalam hati. ‘Kenapa juga ibu mengatakan jika habis melamar. Bisa kacau jika Reka bertanya,’ batin Langit.Sedangkan Reka merasa bingung, karena ia tidak tahu perihal lamaran Langit. Reka menatap Langit penuh pertanyaan.“Hanya acara sederhana. Dan tidak ada pesta. Aku pikir tidak perlu membuat heboh dengan mengundang banyak orang,” ucap Langit untuk menutup rasa penasaran Reka tentang lamaran Langit. Pertanyaan Reka selanjutnya t
“Aku dengar kamu sebentar lagi akan menikah, ya?” tanya Iren pada Rintik ketika mereka tengah berada di pantry. Di tempat itu juga ada beberapa karyawan lain yang sedang membuat kopi.“Bukan urusanmu,” jawab Rintik singkat.Karena mendengar ucapan Iren, karyawan lain yang berada di tempat yang sama dengan mereka saling berbisik. Dan Rintik sangat tidak menyukainya.“Kamu sudah gatel ya?” tanya Iren yang disertai dengan tawa mengejek. “Atau, kamu iri terhadapku karena aku akan segera menikah dengan Mas Reka. Itu sebabnya kamu menebar berita kalau kamu akan menikah. Itu karena kamu tidak mau tersaingi. Benar, bukan?” tanya Iren dengan nada mencibir.“Hey! Iren. Memang apa urusannya denganmu kalau Bu Rintik menikah lagi? Yang penting kan tidak menikah dengan suami orang,” cibir teman satu divisinya.“Aku tidak berbicara dengan kalian! Pergi kalian dari tempat ini!" seru Iren pada 2 karyawan lain. Yang membuat kedua orang itu sama-sama berdecak kesal dengan ucapan Iren.Rintik tersenyum. L