"Jadi kayak mana Kang? Padahal itu kesempatan emas, malah hilang gitu aja," ucap Nauma sambil mengembuskan napasnya.
"Mau bagaimana lagi? Kartunya sudah hilang, sekarang kita pulang dulu, sebentar lagi sudah mau magrib," balas Azlan.Azlan juga merasa sedih karena sudah kehilangan kartu nama Agnes, kartu nama itu adalah harapan terbesarnya untuk bertahan hidup di kota besar ini. Mau tidak mau, Azlan dan Nauma harus ikhlas kehilangan kartu nama Agnes. Mereka berdua pulang ke mushola dengan langkah gontai."Kenapa kalian lesu seperti itu?" tanya Pak ustadz."Nggakpapa Pak ustadz, kami hanya kehilangan kartu nama saja," balas Azlan."Memangnya kartu nama itu penting sekali ya?""Bagi kami sangat penting Pak karena itu adalah kartu nama agensi, tadi ada yang menawariku untuk menjadi artis," jawab Azlan, wajahnya masih saja muram, dia bersedih karena tidak bisa menemukan kartu nama Agnes."Jangan disesali, jika memang itu masih rezeki kamu, maka Allah akan mengembalikannya dengan cara lain," ucap ustadz menenangkan mereka."Benar apa yang Bapak bilang, insyallah kami ikhlas, semoga Allah memberikan rezeki lebih buat kami.""Yasudah, kalian bersiap saja, sebentar lagi adzan maghrib, saya tinggal ke dalam dulu ya." Pak ustadz masuk ke dalam mushola dan mengumandangkan adzan.Mereka berdua langsung membersihkan diri dan berwudhu, lalu sholat bersama dengan jamaah yang lain. Setelah selesai shalat, mereka kembali ke kamar mereka. Pengurus mushola memberikan mereka kamar dengan kamar berukuran 2x2 meter. Ruangan yang hanya cukup untuk mereka berdua saja, meskipun begitu, mereka sangat bersyukur karena tidak terlunta-lunta di jalan."Akang mau ke mana?" tanya Nauma."Aku mau kembali ke parkiran, lumayan uangnya, untuk kita makan besok, kalau ada lebih akan aku sisihkan untuk tabungan kita, siapa tahu nanti kita mampu menyewa rumah," terang Azlan."Baiklah kalau begitu Kang, tapi aku boleh ikut nggak?" tanya Nauma.Azlan bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan Nauma. Jika saja Codet tidak menegurnya, maka dia dengan senang hati mengajak Nauma. Sekarang Azlan takut membawa Nauma, takut Codet berbuat hal yang lebih jahat lagi kepada mereka."Kamu di sini aja ya, kamu istrahat saja, aku janji hanya sebentar kok," balas Azlan.Nauma menyetujui ucapan Azlan dan dia mengambil tangan Azlan untuk dicium. Azlan tersenyum saat melihat Nauma tidak memaksakan keinginannya. Setelah berpamitan dengan Nauma, Azlan langsung pergi ke parkiran minimarket.Tidak semua orang memberikan tips kepadanya, bahkan tidak sedikit juga pengendara yang menghinanya. Azlan tidak memperdulikan itu, sambil menjaga parkiran, matanya terus mencari keberadaan kartu nama Agnes. Dia masih sangat penasaran di mana kartu nama itu terjatuh?"Masa iya sih hilang? Apa tertiup angin ya kartu namanya?" gumamnya sambil menggaruk kepala.Azlan tidak putus asa, dia terus mencari kartu nama Agnes, malam ini tidak banyak pengunjung yang datang ke minimarket. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, minimarket juga sudah tutup. Azlan memutuskan untuk pulang ke rumah, hari ini dia mendapatkan uang 170.000 ribu. Digenggamnya uang hasil kerja keras hari ini, berharap Codet tidak menghampirinya dan merampas uangnya."Untung Bang Codet tidak datang, mungkin dia mulai meminta uang setorannya besok," gumam Azlan.Saat sudah sampai di kamarnya, ternyata Nauma sudah terlelap. Azlan tidak berani membangunkan istrinya, dia membaringkan tubuhnya di samping Nauma dan ikut terlelap.***Pagi hari.Mereka berdua bersiap untuk bekerja, saat ini mereka harus mengumpulkan uang demi kehidupan mereka nanti. Mereka tidak mau selamanya menumpang di mushola dan merepotkan Pak ustadz."Neng ke kedai dulu ya, Kang," pamit Nauma.Setelah berpamitan Nauma pergi dengan tas selempangnya, begitu juga dengan Azlan. Dia sudah siap untuk bekerja menjadi tukang parkir lagi, meskipun Codet meminta setoran. Dikalungkan handuk kecil ke lehernya, tidak lupa juga menggunakan topi untuk menghalangi cahaya matahari."Semoga hari ini ramai biar bisa setoran ke Bang Codet," ucap Azlan sambil berjalan ke minimarket."Widih... seger bener Akang tampan kita," sapa tukang ojek yang sedang mangkal."Selalu dong," balas Azlan sambil terkekeh."Kenapa lo nggak jadi tukang ojek aja? Gue liat lo punya motor?""Kagak Bang, motor gue butut, takut mati di tengah jalan, lagian gue nggak tahu jalan di sini.""Iya juga sih, yaudahlah, kerja apa aja yang penting halal, iya nggak?""Beh... Cakep... bener banget Bang, yasudah, aku markirin dulu ya Bang," pamit Azlan.Azlan memulai pekerjaannya dengan bersemangat, semua ini dilakukan demi istri tercinta. Meskipun terkena terik matahari, dia rela. Pekerjaannya tidak ada hambatan sedikitpun sampai menjelang sore. Sedangkan di tempat lain, ada yang gelisah karena menanti kehadiran Azlan."Apakah tidak ada pemuda yang datang ke sini untuk bertemu saya?" tanya Agnes kepada bawahannya."Tidak ada Nona.""Kenapa dia tidak datang? Apakah dia tidak mau menjadi artis?" gumam Agnes.Agnes tidak tahu kalau Azlan sudah menghilangkan kartu namanya. Meski begitu, Azlan masih terus berusaha mencari kartu nama Agnes, dia yakin kalau kartu nama itu masih berada di dekat minimarket. Saat Azlan sedang mencari kartu nama, Codet datang dengan anak buahnya."Nyari apa lo?" tanya Codet, dia menegapkan tubuh Azlan yang sedang menunduk."Eh Abang, nggak cari apa-apa Bang, tadi ada koin yang jatuh," jawab Azlan berbohong."Mana setoran hari ini?" pinta Codet, dia menengadahkan tangannya di hadapan Azlan."I-ini Bang." Azlan memberikan uang pecahan berjumlah seratus ribu."Apaan cuma segini! Setorannya sama yang kemarin dong, enak aja kemarin nggak setor!" bentak Codet.Codet tidak terima Azlan hanya memberikan uang seratus ribu, Dia memaksa Azlan untuk memberikan uang sebesar dua ratus ribu. Azlan merasa dirinya terancam, uang hasil parkir kemarin tidak dibawa dan sudah diberikan kepada Nauma."Maaf Bang, hari ini baru dapat sedikit, bagaimana kalau yang kemarin saya cicil," ucap Azlan bernegosiasi."Lo pikir gue rentenir pakai dicicil segala?! Gue nggak mau tahu, sekarang juga lo kasih uangnya ke gue, jangan dikira gue bodoh ya? Lo markirin di sini dari pagi, pasti udah dapat banyak, mana uangnya?""Memang banyak pengunjung Bang, tapi yang ngasih dikit, nggak semua ngasih.""Gue nggak mau tahu!" ucap Codet. Dia merogoh paksa saku celana Azlan, Azlan memberontak karena takut uang yang sudah susah payah dikumpulkan direbut oleh Codet."Jangan Bang, saya janji, malam akan saya berikan setoran yang kemarin," ucap Azlan.Codet sudah berhasil meraih sisa uang yang ada di saku Azlan. Dihitungnya uang pecahan itu oleh Codet, ternyata hanya sekitar tiga puluh ribu lebih."Uang ini gue ambil! Sisanya malam! Awas kalau malam nggak setoran!" ucap Codet sambil menunjukkan uang di hadapan Azlan."KEMBALIKAN UANGNYA! Kalau mau uang, kerja! Bukannya merampas seperti ini!""Siapa lo berani ngelarang gue?!" bentak Codet. "Gue Agnes! Gue bisa menjarain lo sekarang juga atas tuduhan pemerasan!" balas Agnes tak kalah membentak. Agnes adalah wanita yang menolong Azlan, dia mencari Azlan di tempat mereka bertemu kemarin. Agnes sangat tertarik pada Azlan dan dia mau Azlan menjadi artis di agensinya. Wajah tampan Azlan merupakan aset berharga baginya dan juga perusahaannya. Menurut Agnes, Azlan bisa mendapatkan ketenaran dengan wajah tampannya. "Pergi nggak lo dari sini!" usir Agnes. Codet merasa dirinya terancam karena Agnes sudah siap menelpon polisi. Penampilan Agnes juga sangat meyakinkan kalau dia mampu memenjarakan Codet. Tampilan layaknya pengusaha kaya raya, stelan jas dan juga kaca mata yang dikenakannya menambah kesan mewah. "Brengsek! Awas lo ya! Lo masih ada urusan sama gue!" bentak Codet, tangannya menunjuk wajah Azlan. Codet dan anak buahnya pergi karena takut dengan ancaman Agnes, Agnes berhasil merebut uang yang di rampas oleh Codet. Dia me
"Tapi Kang-" "Sudah jangan dipikirkan, ingat, ada aku di sini, aku yang akan bertanggung jawab dengan hidup kita, kamu tenang saja ya sayang," ucap Azlan memotong perkataan Nauma. Dia memeluk Nauma dan membelai rambut panjangnya. Nauma masih saja terisak, dia masih belum rela uang yang selama ini dikumpulkan dirampas begitu saja oleh Codet. Azlan juga sebenarnya merasa bingung, disaat kesempatan emas datang lagi, uang hasil tabungan mereka yang dirampas. Mau tidak mau, Azlan berpikir keras bagaimana caranya agar besok bisa menemui Agnes? Malam hari Azlan tidak pergi ke parkiran, dia menemani Nauma di kamar mushola. Dia takut Codet datang lagi dan mencelakai istrinya. Naumatidur dalam kesedihan, Azlan memeluk Nauma dengan sangat erat, bahkan dia sudah menahan pintu kamar mereka dengan lemari yang disediakan Pak ustadz. Azlan tidak bisa tidur, dia terus saja siaga karena ketakutannya. Apapun bisa terjadi kepada mereka disaat mereka lengah. Azlan mengusap-usap kepala Nauma, "Maafkan a
"Tidak! Tidak! Bagaimana mungkin saya menyembunyikan status istri saya sendiri? Mba sudah menjebak saya," ucap Azlan sambil menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya dengan kebodohan yang baru saja dilakukannya. "Saya sudah memperingatkan kamu untuk membacanya terlebih dahulu, tetapi kamu sendiri yang menandatangani tanpa membacanya," balas Agnes menyalahkan Azlan. "Sudahlah Kang, aku tidak masalah, sudah terjadi juga, lagi pula kita tidak memiliki uang untuk membayar dendanya," timpal Nauma, dia merangkul lengan Azlan. "Tetapi kami masih diperbolehkan tinggal satu rumah 'kan?" tanya Azlan memastikan. "Tentu saja boleh, tetapi publik tidak boleh mengetahui status kalian yang sebenarnya," jawab Agnes. "Baiklah kalau begitu, kontrak ini berlangsung berapa lama?" "Dua tahun, selama dua tahun kamu harus mengaku single, setelah kontrak ini selesai, kita akan perbaharui lagi kontraknya, itupun jika kamu masih mau menjadi artis." Azlan dan Nauma hanya terdiam, sudah tidak ada ka
"Bukankah begitu, Azlan?" tanya Agnes. Mata coklat Azlan menatap Agnes dengan penuh kemarahan, dia melirik Nauma. Mata Nauma membola saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Agnes. Azlan tidak menyangka kalau Agnes akan menganggap Nauma sebagai pembantunya. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal. Azlan melangkahkan kalinya, tetapi Nauma menghentikannya. Nauma menggelengkan kepala untuk mencegah perbuatan yang akan Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, maafkan perbuatan kami," ucap petugas keamanan dengan wajah penuh sesal. Azlan memalingkan wajahnya, tidak menjawab permohonan maaf penjaga yang ada di dekatnya. Azlan menatap wajah Nauma, dia melihat ada kesdihan di matanya. 'Kenapa jadi aku yang menjadi penyebab kesedihannya?' batin Azlan. Tidak berselang lama, para pengawal pergi meninggalkan luka di hati dan tubuh mereka. "Kenapa mba ngomong gitu? Kenapa mba memposisikan Nauma sebagai pembatu saya?" tanya Azlan, matanya juga menunjukkan kemarahan yang teramat sangat. "Memang
"Neng!... kamu di mana?" Azlan mencari keberadaan Nauma. Dia baru sadar kalau Nauma tidak ada di sampingnya. Mendengar teriakan Azlan, Nauma menghapus jejak air matanya dengan kasar. Azlan mencari Nauma, satu persatu kamar dibuka olehnya. Dia panik karena tidak bisa menemukan Nauma. Saat dia membuka kamar terakhir, dia melihat Nauma yang sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tubuhnya terlihat gemetar dan itu membuat Azlan semakin panik. "Sayang... kamu kenapa?" tanya Azlan. Dia memeluk tubuh Nauma dan merasakan hawa panas dari tubuhnya. "Kamu sakit?" tanya Azlan sambil menyentuh kening Nauma dengan punggung tangannya. Nauma hanya terdiam, tubuhnya bergetar hebat karena deman yang dideritanya. "Kamu tunggu di sini ya, Neng. Aku beli obat dulu," ucap Azlan dengan panik. Dia langsung berlari ke luar apartemen dan mencari apotek untuk membeli obat. Azlan terus saja berlari, "Pasti Nauma sakit gara-gara aku, pasti kejadian hari ini menjadi pukulan berat baginya," racaunya saat sedan
"Maaf, saya belum terbiasa," jawab Azlan. "Kalau belum terbiasa berusaha lebih keras dong! Kalau seperti ini namanya kamu mengerjai kami!" Azlan mengepalkan tangannya dan berusaha tersenyum. Fotografer merasa kesal dengan Azlan yang selalu saja tidak bisa mengikuti instruksinya. "Yasudah kita mulai lagi, kali ini kamu harus lebih santai, jangan kaku seperti tadi," ucap Fotografer. Azlan berusaha santai dan mengikuti semua arahan yang diberikan, tetapi mereka semua masih belum puas dengan usaha Azlan. "Santai!... Santai!... Lo bisa santai gak? Jangan kaku gitu!" bentak fotografer. "Fero, kamu ke sana gantikan Azlan, dan kamu Azlan, lihat cara Fero berpose," timpal Agnes. Fero adalah pria yang tadi menghina Azlan, dia merasa bangga karena bisa menjadi artis yang selalu diutamakan oleh Agnes. Dia menunjukkan kebolehannya di depan kamera, dia ingin menunjukkan kepada Azlan kalau dia lebih baik darinya. Azlan fokus memperhatikan Fero dan pose-pose yang diperagakannya. "Bagus... pose
"Tidak!... lepaskan." Nauma terus saja memberontak. Banyak pejalan kaki yang melintas tetapi mereka tidak ada yang berani menyelamatkannya. Bukan hanya pejalan kaki saja, para pedagang pasar dan juga tukang ojek tidak ada yang berani melawan Codet. Codet terus saja menarik Nauma dengan paksa, bahkan dia merangkul Nauma dengan erat. Nauma merasa sangat ketakutan, dirinya kini sedang dalam bahaya. Saat Nauma ditarik paksa oleh Codet, ada seorang pria yang melihat ketakutan Nauma dari dalam mobilnya. "Mengapa tidak ada yang menolong gadis itu?" gumamnya. Dia langsung menghentikan mobilnya lalu keluar dari dalam mobil. Pria itu terus berjalan dengan langkah lebar, dia juga tidak lupa mengenakan masker jika di depan khalayak umum. "Berhenti! Lepaskan wanita itu!" teriaknya. Codet menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan itu,dan Nauma merasa lega karena ada yang berani menyelamatkannya. "Siapa lo berani-beraninya ngelawan gue?" tanya Codet. Matanya juga menatap dengan tatapan memb
"Semua ini nggak akan terjadi kalau lo nggak hadir di hidup gue!" bentak Fero. "Sudah jangan bertengkar, salah kamu juga karena terlambat. Sudah tahu ada pertemuan penting, kamu malah menyepelekannya. Beruntung aku membawa Azlan," ucap Agnes. Dia terus saja menyalahkan Fero. Mendengar ucapan Agnes, Fero langsung pergi dari hadapan mereka. Dia tidak menyesal telah menyelamatkan Nauma dan melepaskan keinginan terbesarnya. Meskipun dia merasa kesal dengan Azlan, tetapi kekesalan itu tergantikan saat teringat senyuman Nauma. "Yasudah kalau gitu, kamu sudah bisa pulang," ucap Agnes setelah kepergian Fero. Azlan tidak membalas perkataan Agnes, dia malah memandangi sisa makanan yang masih utuh di atas meja. 'Pasti Nauma senang kalau aku bawa makanan seperti ini, tapi sayang, harganya mahal sekali,' ucapnya dalam hati. "Azlan! Kamu kenapa? Apakah kamu masih lapar?" tanya Agnes menyadarkan lamunan Azlan. "Eh, t-tidak mba, saya hanya berpikir kalau Nauma pasti senang jika saya membawa maka
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang