"Siapa lo berani ngelarang gue?!" bentak Codet.
"Gue Agnes! Gue bisa menjarain lo sekarang juga atas tuduhan pemerasan!" balas Agnes tak kalah membentak.Agnes adalah wanita yang menolong Azlan, dia mencari Azlan di tempat mereka bertemu kemarin. Agnes sangat tertarik pada Azlan dan dia mau Azlan menjadi artis di agensinya. Wajah tampan Azlan merupakan aset berharga baginya dan juga perusahaannya. Menurut Agnes, Azlan bisa mendapatkan ketenaran dengan wajah tampannya."Pergi nggak lo dari sini!" usir Agnes.Codet merasa dirinya terancam karena Agnes sudah siap menelpon polisi. Penampilan Agnes juga sangat meyakinkan kalau dia mampu memenjarakan Codet. Tampilan layaknya pengusaha kaya raya, stelan jas dan juga kaca mata yang dikenakannya menambah kesan mewah."Brengsek! Awas lo ya! Lo masih ada urusan sama gue!" bentak Codet, tangannya menunjuk wajah Azlan.Codet dan anak buahnya pergi karena takut dengan ancaman Agnes, Agnes berhasil merebut uang yang di rampas oleh Codet. Dia memberikannya kepada Azlan."Kamu nggakpapa?" tanya Agnes sambil memberikan uang milik Azlan."Nggakpapa mba," balas Azlan."Oh iya, hampir lupa, saya ke sini sengaja ingin bertemu dengan kamu, kenapa kamu tidak datang ke perusahaan saya?""Maaf mba, kartu nama yang mba kasih hilang dan saya tidak bisa menemukannya, saya juga tidak tahu alamat perusahaan mba," jawab Azlan."Aku pikir kamu tidak mau menjadi artis, yasudah kalau begitu, ini kartu nama saya, besok jangan sampai tidak datang, saya akan menyiapkan surat kontraknya," ucap Agnes antusias."Terima kasih, terima kasih banyak mba, saya pasti akan datang." digenggam erat kartu nama Agnes agar tidak hilang seperti kemarin."Baiklah kalau begitu, saya permisi, masih ada yang harus saya lakukan." Agnes pergi dari hadapan Azlan.Azlan merasa sangat beruntung, dia langsung menghampiri Nauma di kedai tempat istrinya bekerja. Dia ingin memberitahukan kabar gembira kepada istrinya, kali ini dia bisa merasakan angin segar di dalam hidupnya."Neng ... Neng ...." Azlan masuk ke dalam kedai dengan memanggil-manggil istrinya."Ada apa Kang? Kenapa Akang berteriak seperti tu?""Lihat Neng ... Mba Agnes datang mencariku lagi, dia memberikan kartu namanya lagi," balas Azlan, dia menunjukkan kartu nama Agnes kepada Nauma."Beneran ini Kang? Subhanallah ... Ini sih yang dinamakan rezeki nggak akan ke mana, disimpan yang benar Kang." Nauma menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang Azlan katakan."Pasti Neng, pasti aku simpan, kali ini tidak boleh hilang lagi.""Semoga besok dipermudah ya Kang, Akang sudah makan belum?""Sudah kok tadi, kamu pulang jam berapa?""Sebentar lagi juga pulang Kang, Akang mau nungguin?" tanya Nauma."Akang tunggu depan ya," jawab Azlan sambil menunjuk ke arah luar kedai."Yasudah, tunggu sebentar ya Kang."Azlan keluar dari kedai, sedangkan Nauma kembali bekerja dan membereskan kedai. Mereka berdua merasa bahagia.Setelah Nauma selesai membereskan kedai, mereka berdua kembali ke mushola. Mereka berdua mengistirahatkan tubuhnya di kamar. Nauma memeluk Azlan dalam pembaringannya, begitu juga dengan Azlan. Dalam suasana hati yang bahagia, mereka membayangkan kehidupan mereka setelah Azlan menjadi artis."Kalau Akang jadi artis pasti kehidupan kita akan lebih mudah lagi, Ibu dan Bapak juga pasti mau menerima Akang," ucap Nauma."Semoga saja besok dipermudah ya Neng, aku juga berharap bisa membahagiakan kamu," balas Azlan dan dia mengeratkan pelukannya.Nauma menenggelamkan kepalanya di dada Azlan. Saat mereka sedang bermesraan, tiba-tiba pintu kamar mereka digedur dengan kasar oleh seseorang.Dorr ... Dorr ... Dorrr ..."Siapa Kang?" tanya Nauma."Aku juga nggak tau, kamu tunggu di sini." Azlan bangkit dan hendak membuka pintu. 'Apa jangan-jangan yang datang ini Bang Codet ya,' batin Azlan. Azlan memberanikan diri membuka pintu kamarnya. Jantungnya berdetak dengan cepat, bahkan keringat dingin sudah mulai mengucur di pelipisnya. Dia takut kalau Codet mengikutinya sampai ke mushola."Mana uang setoran tadi?! Jangan coba-coba menghindar dan berlindung sama perempuan tadi!" bentak Codet. Benar apa yang ada di dalam pikiran Azlan, Codet datang ke musholah dan menagih uang setoran.Codet juga mencengkram baju Azlan, dia mendorong Azlan sampai masuk ke dalam kamar. Begitu mereka sudah masuk, Nauma ketakutan, dia tidak tahu harus berbuat apa."Wah ... Cantik juga istri lo," ucap Codet sambil memandangi Nauma dengan pandangan mesumnya."Jangan sentuh dia!" hentak Azlan."Lo mau nantangin gue?!" Codet semakin menarik baju Azlan, sedangkan Nauma berdiri ketakutan di pojok kamar."Abang mau uang 'kan? Saya kasih uangnya, tapi jangan sentuh istri saya.""Mana uangnya?!"Azlan mengambil uang yang ada di dompet Nauma, belum juga Azlan membuka dompet, Codet sudah merampas dompet Nauma dan mengambil semua uang yang mereka miliki. Azlan melepaskan dompet itu, dia menghampiri Nauma dan menyembunyikan Nauma di balik tubuhnya."Buruan Bang, Pak ustadz lagi jalan ke sini," ucap anak buah Codet mengingatkan."Berisik lo! Ini gue kembaliin dompet lo! Awas kalau besok lo nggak setoran!" ancam Codet. Codet mengambil semua uang yang mereka miliki, lalu keluar dari kamar mereka dengan seringai jahat."Siapa dia Kang? Kenapa dia mengambil uang kita? Dia mengambil semua uang yang kita miliki," tanya Nauma sambil menangis."Maaf Neng, dia pereman pasar," balas Azlan sambil memeluk tubuh istrinya."Lalu besok bagaimana Kang? Kita kan harus ke kantor mba Agnes, motor Akang saja tidak ada bensinya.""Kamu tenang dulu ya sayang, yang penting Bang Codet tidak kasar ke kamu tadi, masalah uang nanti aku yang cari.""Tapi Kang-" "Sudah jangan dipikirkan, ingat, ada aku di sini, aku yang akan bertanggung jawab dengan hidup kita, kamu tenang saja ya sayang," ucap Azlan memotong perkataan Nauma. Dia memeluk Nauma dan membelai rambut panjangnya. Nauma masih saja terisak, dia masih belum rela uang yang selama ini dikumpulkan dirampas begitu saja oleh Codet. Azlan juga sebenarnya merasa bingung, disaat kesempatan emas datang lagi, uang hasil tabungan mereka yang dirampas. Mau tidak mau, Azlan berpikir keras bagaimana caranya agar besok bisa menemui Agnes? Malam hari Azlan tidak pergi ke parkiran, dia menemani Nauma di kamar mushola. Dia takut Codet datang lagi dan mencelakai istrinya. Naumatidur dalam kesedihan, Azlan memeluk Nauma dengan sangat erat, bahkan dia sudah menahan pintu kamar mereka dengan lemari yang disediakan Pak ustadz. Azlan tidak bisa tidur, dia terus saja siaga karena ketakutannya. Apapun bisa terjadi kepada mereka disaat mereka lengah. Azlan mengusap-usap kepala Nauma, "Maafkan a
"Tidak! Tidak! Bagaimana mungkin saya menyembunyikan status istri saya sendiri? Mba sudah menjebak saya," ucap Azlan sambil menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya dengan kebodohan yang baru saja dilakukannya. "Saya sudah memperingatkan kamu untuk membacanya terlebih dahulu, tetapi kamu sendiri yang menandatangani tanpa membacanya," balas Agnes menyalahkan Azlan. "Sudahlah Kang, aku tidak masalah, sudah terjadi juga, lagi pula kita tidak memiliki uang untuk membayar dendanya," timpal Nauma, dia merangkul lengan Azlan. "Tetapi kami masih diperbolehkan tinggal satu rumah 'kan?" tanya Azlan memastikan. "Tentu saja boleh, tetapi publik tidak boleh mengetahui status kalian yang sebenarnya," jawab Agnes. "Baiklah kalau begitu, kontrak ini berlangsung berapa lama?" "Dua tahun, selama dua tahun kamu harus mengaku single, setelah kontrak ini selesai, kita akan perbaharui lagi kontraknya, itupun jika kamu masih mau menjadi artis." Azlan dan Nauma hanya terdiam, sudah tidak ada ka
"Bukankah begitu, Azlan?" tanya Agnes. Mata coklat Azlan menatap Agnes dengan penuh kemarahan, dia melirik Nauma. Mata Nauma membola saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Agnes. Azlan tidak menyangka kalau Agnes akan menganggap Nauma sebagai pembantunya. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal. Azlan melangkahkan kalinya, tetapi Nauma menghentikannya. Nauma menggelengkan kepala untuk mencegah perbuatan yang akan Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, maafkan perbuatan kami," ucap petugas keamanan dengan wajah penuh sesal. Azlan memalingkan wajahnya, tidak menjawab permohonan maaf penjaga yang ada di dekatnya. Azlan menatap wajah Nauma, dia melihat ada kesdihan di matanya. 'Kenapa jadi aku yang menjadi penyebab kesedihannya?' batin Azlan. Tidak berselang lama, para pengawal pergi meninggalkan luka di hati dan tubuh mereka. "Kenapa mba ngomong gitu? Kenapa mba memposisikan Nauma sebagai pembatu saya?" tanya Azlan, matanya juga menunjukkan kemarahan yang teramat sangat. "Memang
"Neng!... kamu di mana?" Azlan mencari keberadaan Nauma. Dia baru sadar kalau Nauma tidak ada di sampingnya. Mendengar teriakan Azlan, Nauma menghapus jejak air matanya dengan kasar. Azlan mencari Nauma, satu persatu kamar dibuka olehnya. Dia panik karena tidak bisa menemukan Nauma. Saat dia membuka kamar terakhir, dia melihat Nauma yang sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tubuhnya terlihat gemetar dan itu membuat Azlan semakin panik. "Sayang... kamu kenapa?" tanya Azlan. Dia memeluk tubuh Nauma dan merasakan hawa panas dari tubuhnya. "Kamu sakit?" tanya Azlan sambil menyentuh kening Nauma dengan punggung tangannya. Nauma hanya terdiam, tubuhnya bergetar hebat karena deman yang dideritanya. "Kamu tunggu di sini ya, Neng. Aku beli obat dulu," ucap Azlan dengan panik. Dia langsung berlari ke luar apartemen dan mencari apotek untuk membeli obat. Azlan terus saja berlari, "Pasti Nauma sakit gara-gara aku, pasti kejadian hari ini menjadi pukulan berat baginya," racaunya saat sedan
"Maaf, saya belum terbiasa," jawab Azlan. "Kalau belum terbiasa berusaha lebih keras dong! Kalau seperti ini namanya kamu mengerjai kami!" Azlan mengepalkan tangannya dan berusaha tersenyum. Fotografer merasa kesal dengan Azlan yang selalu saja tidak bisa mengikuti instruksinya. "Yasudah kita mulai lagi, kali ini kamu harus lebih santai, jangan kaku seperti tadi," ucap Fotografer. Azlan berusaha santai dan mengikuti semua arahan yang diberikan, tetapi mereka semua masih belum puas dengan usaha Azlan. "Santai!... Santai!... Lo bisa santai gak? Jangan kaku gitu!" bentak fotografer. "Fero, kamu ke sana gantikan Azlan, dan kamu Azlan, lihat cara Fero berpose," timpal Agnes. Fero adalah pria yang tadi menghina Azlan, dia merasa bangga karena bisa menjadi artis yang selalu diutamakan oleh Agnes. Dia menunjukkan kebolehannya di depan kamera, dia ingin menunjukkan kepada Azlan kalau dia lebih baik darinya. Azlan fokus memperhatikan Fero dan pose-pose yang diperagakannya. "Bagus... pose
"Tidak!... lepaskan." Nauma terus saja memberontak. Banyak pejalan kaki yang melintas tetapi mereka tidak ada yang berani menyelamatkannya. Bukan hanya pejalan kaki saja, para pedagang pasar dan juga tukang ojek tidak ada yang berani melawan Codet. Codet terus saja menarik Nauma dengan paksa, bahkan dia merangkul Nauma dengan erat. Nauma merasa sangat ketakutan, dirinya kini sedang dalam bahaya. Saat Nauma ditarik paksa oleh Codet, ada seorang pria yang melihat ketakutan Nauma dari dalam mobilnya. "Mengapa tidak ada yang menolong gadis itu?" gumamnya. Dia langsung menghentikan mobilnya lalu keluar dari dalam mobil. Pria itu terus berjalan dengan langkah lebar, dia juga tidak lupa mengenakan masker jika di depan khalayak umum. "Berhenti! Lepaskan wanita itu!" teriaknya. Codet menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan itu,dan Nauma merasa lega karena ada yang berani menyelamatkannya. "Siapa lo berani-beraninya ngelawan gue?" tanya Codet. Matanya juga menatap dengan tatapan memb
"Semua ini nggak akan terjadi kalau lo nggak hadir di hidup gue!" bentak Fero. "Sudah jangan bertengkar, salah kamu juga karena terlambat. Sudah tahu ada pertemuan penting, kamu malah menyepelekannya. Beruntung aku membawa Azlan," ucap Agnes. Dia terus saja menyalahkan Fero. Mendengar ucapan Agnes, Fero langsung pergi dari hadapan mereka. Dia tidak menyesal telah menyelamatkan Nauma dan melepaskan keinginan terbesarnya. Meskipun dia merasa kesal dengan Azlan, tetapi kekesalan itu tergantikan saat teringat senyuman Nauma. "Yasudah kalau gitu, kamu sudah bisa pulang," ucap Agnes setelah kepergian Fero. Azlan tidak membalas perkataan Agnes, dia malah memandangi sisa makanan yang masih utuh di atas meja. 'Pasti Nauma senang kalau aku bawa makanan seperti ini, tapi sayang, harganya mahal sekali,' ucapnya dalam hati. "Azlan! Kamu kenapa? Apakah kamu masih lapar?" tanya Agnes menyadarkan lamunan Azlan. "Eh, t-tidak mba, saya hanya berpikir kalau Nauma pasti senang jika saya membawa maka
"Aku kecewa banget sama kamu Neng." Azlan pergi dari hadapan Nauma. Hatinya sangat sedih dan kecewa kepada Nauma yang tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dia kembali duduk di balkon kamar, lalu menghidupkan rokok. Dia merasa tidak berguna sebagai suami yang tidak bisa menjaga istrinya. Jangankan menjaga, tahu soal pelecehan itu saja tidak. "Pantas saja tadi di studio perasaan gue nggak tenang, ternyata benar ada yang nggak beres, seharusnya gue terus nelpon Nauma dan memastikan keadaannya, bodoh! Bodoh kamu Azlan," gumam Azlan sambil mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Sudah banyak puntung rokok yang dihisap olehnya, sampai dia tidak sadar diri dan terlelap di balkon kamar. Pagi harinya, Nauma terkejut melihat keadaan Azlan yang sedang tertidur dengan posisi duduk, juga puntung rokok yang berserakan. "Akang... bangun... ini sudah pagi, kenapa Akang tidur di luar?" panggil Nauma, dia menggoyang-goyangkan tubuh Azlan agar Azlan terbangun. Azlan terbangun karena perg
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang