"Tidak!... lepaskan." Nauma terus saja memberontak. Banyak pejalan kaki yang melintas tetapi mereka tidak ada yang berani menyelamatkannya. Bukan hanya pejalan kaki saja, para pedagang pasar dan juga tukang ojek tidak ada yang berani melawan Codet. Codet terus saja menarik Nauma dengan paksa, bahkan dia merangkul Nauma dengan erat. Nauma merasa sangat ketakutan, dirinya kini sedang dalam bahaya. Saat Nauma ditarik paksa oleh Codet, ada seorang pria yang melihat ketakutan Nauma dari dalam mobilnya. "Mengapa tidak ada yang menolong gadis itu?" gumamnya. Dia langsung menghentikan mobilnya lalu keluar dari dalam mobil. Pria itu terus berjalan dengan langkah lebar, dia juga tidak lupa mengenakan masker jika di depan khalayak umum. "Berhenti! Lepaskan wanita itu!" teriaknya. Codet menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan itu,dan Nauma merasa lega karena ada yang berani menyelamatkannya. "Siapa lo berani-beraninya ngelawan gue?" tanya Codet. Matanya juga menatap dengan tatapan memb
"Semua ini nggak akan terjadi kalau lo nggak hadir di hidup gue!" bentak Fero. "Sudah jangan bertengkar, salah kamu juga karena terlambat. Sudah tahu ada pertemuan penting, kamu malah menyepelekannya. Beruntung aku membawa Azlan," ucap Agnes. Dia terus saja menyalahkan Fero. Mendengar ucapan Agnes, Fero langsung pergi dari hadapan mereka. Dia tidak menyesal telah menyelamatkan Nauma dan melepaskan keinginan terbesarnya. Meskipun dia merasa kesal dengan Azlan, tetapi kekesalan itu tergantikan saat teringat senyuman Nauma. "Yasudah kalau gitu, kamu sudah bisa pulang," ucap Agnes setelah kepergian Fero. Azlan tidak membalas perkataan Agnes, dia malah memandangi sisa makanan yang masih utuh di atas meja. 'Pasti Nauma senang kalau aku bawa makanan seperti ini, tapi sayang, harganya mahal sekali,' ucapnya dalam hati. "Azlan! Kamu kenapa? Apakah kamu masih lapar?" tanya Agnes menyadarkan lamunan Azlan. "Eh, t-tidak mba, saya hanya berpikir kalau Nauma pasti senang jika saya membawa maka
"Aku kecewa banget sama kamu Neng." Azlan pergi dari hadapan Nauma. Hatinya sangat sedih dan kecewa kepada Nauma yang tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dia kembali duduk di balkon kamar, lalu menghidupkan rokok. Dia merasa tidak berguna sebagai suami yang tidak bisa menjaga istrinya. Jangankan menjaga, tahu soal pelecehan itu saja tidak. "Pantas saja tadi di studio perasaan gue nggak tenang, ternyata benar ada yang nggak beres, seharusnya gue terus nelpon Nauma dan memastikan keadaannya, bodoh! Bodoh kamu Azlan," gumam Azlan sambil mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Sudah banyak puntung rokok yang dihisap olehnya, sampai dia tidak sadar diri dan terlelap di balkon kamar. Pagi harinya, Nauma terkejut melihat keadaan Azlan yang sedang tertidur dengan posisi duduk, juga puntung rokok yang berserakan. "Akang... bangun... ini sudah pagi, kenapa Akang tidur di luar?" panggil Nauma, dia menggoyang-goyangkan tubuh Azlan agar Azlan terbangun. Azlan terbangun karena perg
"Ugh... le-lepas," ucap Agnes, dia memberontak dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman Azlan. Dia terus berusaha meskipun napasnya tertahan. "K-kamu sudah gila? Semua ini aku lakukan demi karir kamu, hanya dengan cara ini kamu bisa mendapatkan ketenaran, dan bisa mengumpulkan uang dengan cepat," sambungnya lagi setelah Azlan melepaskan cekikannya. Agnes terus saja memegangi lehernya karena masih merasakan cekikan itu. Azlan merasa sangat frustasi, dia mengusap wajah dengan kedua tangannya. Berulang kali dia mengingatkan diri untuk terus bertahan, agar cepat mendapatkan uang demi membahagiakan Nauma. "Baiklah, berapa lama kita ke Paris?" tanya Azlan. "Paling cepat seminggu jika tidak ada kendala, sekarang kita lakukan dulu pemotretan di sini agar tidak diburu waktu," balas Agnes. Mereka berdua berjalan besisian menuju studio pemotretan. Jhon Company, perusahaan yang bekerjasama dengan mereka adalah perusahaan yang bergerak di bidang fashion, dan produknya sudah mendunia. Azlan
"Izinkan saya pulang sebentar saja, Mba," pinta Azlan. "Tidak bisa, waktu kita sangat sedikit sekali, perjalanan ke bandara saja memakan waktu empat puluh lima menit, yang ada nanti kita ketinggalan pesawat," balas Agnes. Azlan merasa dilema dengan keberangkatannya, dia tidak tega meninggalkan Nauma begitu saja tanpa mengabarinya. 'Bagaimana mungkin aku pergi tanpa berpamitan?' ucapnya dalam hati. "Ayo cepat, waktu kita tidak banyak," ajak Agnes tidak sabaran. Dia menarik tangan Azlan. "Tapi mba, bagaimana dengan pakaian saya?" Azlan memberikan alasan agar dia bisa menemui Nauma, walau hanya sebentar saja. "Pakaian yang mana? Pakaian lusuh kamu? Semua keperluan kamu sudah disiapkan, kamu tidak perlu membawa apa-apa." Agnes menarik Azlan dengan langkah terburu-buru. Azlan terpaksa mengikuti langkah Agnes, pikirannya semakin tidak tenang mengingat Nauma. Seharian ini dia sibuk dengan pekerjaannya dan belum sempat menghubungi Nauma sama sekali. 'Bagaimana ini? Nauma pasti menunggu k
"Terus, uangnya sudah diberikan kepada Nauma?" tanyanya lagi. "Sudah, cepat bersiap, jangan sampai Mr. Jhon yang menunggu kita," balas Agnes. Azlan masuk ke dalam kamarnya lagi dan bersiap untuk menemui Mr. Jhon. Baru kali ini dia menginjakkan kaki di negara ini. Sepanjang perjalanan dia, terkagum-kagum dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Mereka tiba di kantor pusat Jhony Company, gedung pencakar langit yang sangat megah sekali. "Gue nggak percaya kalau gue bisa menginjakkan kaki ke negara ini dengan begitu mudah," gumam Azlan sambil memandangi gedung yang ada di hadapannya. "Ayo kita masuk, tegakkann wajah kamu," suruh Agnes. Azlan masuk dengan kepercayaan dirinya. dengan langkah matap dia melangkahkan kakinya memasuki gedung yang akan menjadi saksi perjuangannya untuk menjadi sukses. Mereka mengikuti arahan dari salah satu pegawai, hingga langkah mereka terhenti tepat di depan pintu berwarna emas yang sangat elegan. "Permisi tuan, Nona Agnes dan Tuan Azlan sudah tiba,
"Tidak akan! Pria seperti ini tidak akan bisa merebut hatiku," ucap Jenifer sombong. 'Siapa juga yang mau sama lo, lebih cantikkan juga istri gue ,' ucap Azlan dalam hati. "Kok bisa sih Mr. Jhon milih dia? Memangnya nggak ada model lain yang lebih baik?" tanya Jenifer. "Kamu nggak tahu aja kemampuan Azlan di depan kamera, kalau kamu tahu, pasti kamu juga bakalan suka," jawab Agnes. "Permisi, maaf mengganggu, tim kami sudah siap dan kita akan segera melakukan sesi pemotretan terlebih dahulu untuk majalah, Para model harap segera bersiap," timpal salah satu kru. Sontak mereka semua menolehkan wajahnya menghadap kru tersebut, tidak terkecuali Azlan. "Dan kamu, kamu langsung ke ruangan itu saja, itu akan menjadi ruang ganti kamu saat melakukan pemotretan di sini," sambung kru tadi sambil menunjuk Azlan, lalu memberi tahu ruang ganti yang akan Azlan kenakan. "Baik," jawab Azlan. dia langsung melangkahkan kakinya ke ruangan yang di tunjuk kru tadi. Setibanya di ruangan, dia disambut o
"Model pendatang saja sudah banyak tingkah," sindir salah satu kru. Azlan langsung menatap wajah pria yang menyindirnya, tatapannya begitu tajam. Baginya ini adalah sebuah prinsip, dia tidak mau bersentuhan dengan wanita manapun selain istrinya. Terutama di bagian area yang sensitif, dia tidak mau mengkhianati pernikahannya. "Bukan masalah bertingkah atau tidak. Pokoknya aku tetap tidak mau ada sentuhan fisik yang berlebihan!" ucapnya lagi. "Sudahlah, waktu kita akan terbuang percuma jika meneruskan perdebatan ini, lakukan saja pose lainnya, yang penting terlihat mesra. Kamu juga harus profesional mulai sekarang," timpal fotografer. Jenifer masih memasang wajah kesal karena perlakuan Azlan tadi, dia menghentakkan kakinya lalu mendekat ke sisi Azlan. Mereka memulai lagi sesi pemotretan dengan pose lain, pose romantis yang hanya sekedar merangkul lengan dan saling menatap, tetapi terkesan natural, layaknya sepasang kekasih yang saling mencintai. "Begini juga bagus, pengambilan gamba
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang