"Model pendatang saja sudah banyak tingkah," sindir salah satu kru. Azlan langsung menatap wajah pria yang menyindirnya, tatapannya begitu tajam. Baginya ini adalah sebuah prinsip, dia tidak mau bersentuhan dengan wanita manapun selain istrinya. Terutama di bagian area yang sensitif, dia tidak mau mengkhianati pernikahannya. "Bukan masalah bertingkah atau tidak. Pokoknya aku tetap tidak mau ada sentuhan fisik yang berlebihan!" ucapnya lagi. "Sudahlah, waktu kita akan terbuang percuma jika meneruskan perdebatan ini, lakukan saja pose lainnya, yang penting terlihat mesra. Kamu juga harus profesional mulai sekarang," timpal fotografer. Jenifer masih memasang wajah kesal karena perlakuan Azlan tadi, dia menghentakkan kakinya lalu mendekat ke sisi Azlan. Mereka memulai lagi sesi pemotretan dengan pose lain, pose romantis yang hanya sekedar merangkul lengan dan saling menatap, tetapi terkesan natural, layaknya sepasang kekasih yang saling mencintai. "Begini juga bagus, pengambilan gamba
"Kamu kenapa?" tanya Agnes saat Azlan sudah tiba di kursinya. "Nggakpapa, aku hanya sedikit pusing saja," balas Azlan. Tidak berselang lama, Mr.Jhon mempersilahkan mereka untuk pulang terlebih dahulu. Keberuntungan bagi Azaln untuk cepat pulang ke hotel dan menelpon istrinya. "Jika kalian ingin pulang lebih dulu tidak mengapa, aku masih ada keperluan lain di sini," ucap Mr. Jhon. "Terima kasih Tuan, kalau begitu kami pamit undur diri," balas Agnes. Dia memegangi lengan Azlan sambil terus berjalan menuju lobi. Supir sudah siap sedia menunggu sang majikan di depan mobilnya, dan membukakan pintu untuk mereka. "Langsung ke hotel," ucap Agnes memberikan perintah. Mobil membelah jalan raya dengan kecepatan sedang. Azlan yang masih merasa pusing, menyenderkan tubuhnya ke sandaran jok. "Apakah kamu tidak pernah meminum alkohol?" tanya Agnes. "Tidak pernah," jawab Azlan tegas. "Pantas saja kamu jadi seperti ini, wajar kalau kamu mabuk, wine tadi memiliki kadar alkohol yang tinggi," uc
"Tapi kok baju wanita ini mirip baju Nauma ya, apa mungkin wanita ini Nauma? Tapi nggak mungkin banget Nauma bisa kenal Fero, mungkin hanya wanita lain yang kebetulan bajunya sama, gue nggak boleh mikir macam-macam. Nauma nggak mungkin dekat dengan pria lain," ucapnya lagi meyakinkan dirinya. Karena rasa pusing masih dirasa, Azlan memutuskan untuk beristirahat di kamarnya. Dia meletakkan ponselnya di atas nakas dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tidak berselang lama, Azlan mendapatkan mimpi yang dapat mengaduk-aduk emosinya. Bagaimana tidak, di dalam mimpi itu, Azlan melihat perut Nauma yang sudah membesar. Dia merasakan kebahgiaan saat melihatnya. Tetapi selang berapa waktu, Nauma menangis dan perutnya kembali mengecil. Tangisan Nauma mampu membuat hati Azlan seperti tersayat ribuan silet tak kasat mata. Yang lebih memilukan lagi, ada seorang anak kecil yang wajahnya mirip sekali dengannya, anak kecil itu sedang menatapnya sambil tersenyum. Kemudian anak kecil itu memasang waja
"Kenapa? Ada yang salah dengan pakaian ini?" tanya Agnes. "Kamu tanya kenapa? Jelas saja salah, mana mungkin aku hanya menggunakan celana ini saja, di depan khalayak umum seperti ini?" Azlan merasa kesal dengan Agnes, ada saja hal yang membuatnya marah. "Kenapa tidak mungkin? Di sini banyak yang menggunakan itu, sudah ganti saja, aku juga mau mengganti pakaianku dengan bikini, anggap saja kita sedang berlibur. Menyenangkan bukan, bekerja sambil berlibur seperti ini?" ucap Agnes. "Tidak, aku tidak mau memakainya, aku tidak biasa hanya mengenakan ini saja," tolak Azlan. "Kamu tidak bisa menolaknya, ini adalah pekerjaan, kamu juga sudah menyetujui semua yang tertera di kontrak kerja. Dan kamu juga sudah menyetujui untuk mengikuti semua yang diinstruksikan management produksi," balas Agnes, dia menekan Azlan dengan kontrak yang sudah ditandatanganinya. "Berengsek! Wanita sialan!" makinya. Meski begitu, Azlan tetap mengganti pakaiannya dengan celana renang yang diberikan Agnes. Begitu
"Dasar wanita jalang, dengan mudahnya dia memancing gairah pria yang baru dikenalnya," gerutunya sambil terus berlari. Mau tidak mau, Azlan menuntaskan gairahnya dan menidurkan lagi inti tubuhnya dengan bermain solo sambil membayangkan wajah istrinya. "Aaahh... akhirnya kelar juga," erangnya. "Sungguh sangat menyiksa saat jauh dari Nauma," gumamnya setelah menuntaskan hasrat yang sangat menyiksa. "Gue jadi kangen sama Nauma, dia lagi apa ya?" tanyanya pada diri sendiri. Azlan melilit bagian bawah tubuhnya dengan handuk. Lalu dengan langkah gontai, dia berjalan ke tempat timnya berkumpul. Dia mengambil tas kecil yang ada di meja, lalu merogoh tasnya dan mengambil ponsel miliknya. Dia mencari nomor istrinya lalu mengusap icon telpon, sambil mencari bangku untuknya bersantai. "Harusnya di sana belum terlalu malam, semoga kali ini Nauma mengangkat panggilan ini," gumamnya penuh harap. Berulang kali dia menelpon istrinya, tetapi tetap saja suara operator yang menggema di telinganya. K
"Dasar wanita gila, hidup gue sial sekali bertemu dengan mereka berdua, tetapi karena mereka juga sih gue bisa punya uang sebanyak ini," gumamnya saat berlalu dari hadapan Jenifer. Tidak berselang lama, mereka bertiga menaiki pesawat dan mengudara menuju tanah air, Indonesia. Sepanjang perjalanan, Jenifer selalu saja mengganggu Azlan sampai Azlan merasa jengkel dengan ulah Jenifer yang terlalu lancang. Jenifer terus saja mendekatkan dirinya dan mencari kesempatan untuk meraih perhatian Azlan. Azlan menahan dirinya untuk tidak berbuat kasar pada Jenifer. Setibanya di Jakarta, Azlan langsung meninggalkan mereka berdua, dan dia pulang menggunakan taksi. "Gue udah nggak sabar untuk bertemu Nauma, semoga dia baik-baik saja dan menerima alasan gue," gumamnya saat sudah berada di dalam taksi. Dia melihat kantung belanjaannya sambil tersenyum, membayangkan senyuman Nauma saat menerima hadiah pemberiannya. 'Semoga dia suka,' ucapnya dalam hati. Begitu taksi sampai di depan apartemen, Azlan
"I-ini darah apa?" tanya Azlan panik. Saat Azlan mendengar teriakan Nauma, dia langsung berlari ke kamar dan melihat keadaaan Nauma. Dia sangat panik saat melihat ada begitu banyak darah di atas kasur, bahkan darah itu sudah membasahi kedua kaki Nauma. "T-tolong, Kang," rintih Nauma sambil memegangi perutnya. Nauma meringkuk kesakitan di bagian perutnya, tangannya selalu setia memeluk perutnya. Air mata sudah membasahi pipi, melihat itu semua, kemarahan Azlan sirna, bergantikan dengan rasa panik yang luar biasa. "Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Azlan panik, dia mencari pakaian Nauma di lemari dan memakaikannya ke tubuh Nauma. "Maaf, Neng. Maafkan aku," mohon Azlan sambil menangis, tangannya tidak berhenti berusaha mengenakan pakaian untuk istrinya. Tidak banyak membuang waktu karena yang dipakaikan ke tubuh Nauma adalah dress. Begitu selesai, Azlan langsung menggendong istrinya dan berlari tanpa menggunakan alas kaki. Dia terus berlari sambil menggendong Nauma yang sudah terku
"Benar, Tuan. Wanita yang bersama tuan tadi baru saja keluar dari rumah sakit ini bebrapa jam yang lalu, apa yang terjadi dengannya?" balas perawat. "Dia hanya berkunjung saja 'kan?" tanya Azlan. Pikirannya sudah berkelana, menolak untuk membayangkan kalau Nauma menjadi pasien di rumah sakit ini saat dirinya tidak ada di sisinya. "Tidak, Tuan. Wanita itu dirawat sekitar tiga hari di rumah sakit ini, saat dibawa ke sini, dia juga tidak sadarkan diri seperti tadi," jawab perawat yang ada di hadapannya. Hatinya hancur saat mendengar jawaban itu, dia menggauli istrinya dengan kasar saat Nauma baru saja pulih dan baru saja pulang dari rumah sakit. Terlebih lagi, dia sudah menghina istrinya dan menuduhnya berselingkuh. "Apa yang gue lakuin?" gumam Azlan sambil menjauh dari hadapan perawat. Dia seperti orang bodoh, berjalan tanpa ekspresi seakan-akan jiwanya hilang entah ke mana. Para perawat yang tadi berbicara dengannya merasa bingung dengan ekspresi yang dikeluarkan Azlan. Azlan terus
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang