"Aku nggak tahu apa maksud kedatangan kalian ke sini. Tapi aku mohon, jangan ganggu istriku. Kalian silakan istirahat di kamar tamu. Tak perlu aku antar, kalian pasti tahu di mana tempatnya. Aku beri kalian waktu dua hari menginap di sini, setelah itu tolong keluar dari rumahku."
Rony berjalan mendekati adiknya. Dua orang berwajah tampan dengan postur tubuh yang hampir sama saling berhadapan. Dengan nada yang merendahkan, Rony mengatakan sesuatu yang membuat Riko naik darah.
"Istrimu? Istrimu yang jelek itu? Tak ada lagikah wanita cantik di dunia ini sampai kamu memilih seorang pelayan restoran menjadi istrimu? Dan ini ... rumahmu? Ini rumah peninggalan orangtua kita. Aku masih ber--."
"Jangan bermimpi! Bahkan aku sudah memberimu uang lebih dari harga rumah ini. Kamu juga sudah berjanji padaku, tak akan menggangguku lagi. Apalagi sampai meminta berbagi rumah, aku tak sudi. Aku masih menyimpan bukti dan surat perjanjian itu. Ingat! Jangan main-main denganku. Aku tak peduli meskipun kamu kakakku. Dan satu lagi. Jangan kalian usik istriku. Mau jelek atau cantik, itu bukan urusanmu. Jika kalian mengganggunya, aku akan langsung mengusir kalian dari sini. Ingat itu!" Riko memotong ucapan kakaknya. Kali ini dia tak mau menuruti kehendak Rony. Riko tak akan membiarkan laki-laki itu menindasnya lagi. Ditambah adanya Naila yang sekarang sudah menjadi istrinya, Riko harus melindunginya.
Rony diam tak berkutik dengan ucapan adiknya. Bahkan dia lupa dengan surat perjanjian yang sudah ditandatanganinya. Namun, Rony akan menyusun rencana dengan Vella. Dia tak akan membiarkan adiknya sendirian menikmati rumah dan harta peninggalan orangtuanya.
Setelah masuk kamar, Riko langsung mengunci pintu. Dia tahu sekali dengan sifat kakaknya yang sering masuk kamar seenaknya. Riko juga tahu kedatangan kakaknya ada maksud tertentu dan sudah pasti masalah harta.
Bersyukur semua surat berharga sudah dia amankan dan tidak ada yang tahu meskipun itu Naila. Perasaan Riko mulai tak tenang, orang-orang di masa lalunya mulai berdatangan. Bahkan sehari ini sudah dua kali hadir tamu tak diundang. Tamu yang membuat dirinya naik pitam.
Semua ini karena foto dirinya dan Naila yang viral. Riko dan Naila bukan orang yang suka memamerkan wajah mereka di media sosial. Meskipun Riko sangat tampan, tak satu pun foto dirinya ada di dunia maya. Bahkan dia selalu berusaha menghindar dari orang-orang yang sudah lama mengenalnya.
Duduk di tepi ranjang, memandang Naila yang masih tertidur pulas, karena pengaruh obat. Bahkan istrinya tak mendengar keributan di ruang tamu. Riko melepas baju kerjanya yang dari tadi masih menempel di tubuh. Berjalan ke kamar mandi, membersihkan diri dan berwudhu. Melaksanakan kewajiban empat rakaatnya karena suara adzan yang sudah berlalu.
Melipat alat sholat, membangunkan istri tercinta. Meskipun tak tega, tapi Naila juga harus menjalankan kewajiban sholatnya.
"Sayang, bangun, sholat dulu." Riko mengecup bibir Naila, sehingga istrinya langsung bangun seketika. Naila pun tersenyum dan bangun untuk menjalankan kewajibannya. Riko selalu membangunkan tidurnya dengan cara yang romantis, membuat hati Naila berbunga-bunga. Melupakan rasa sakitnya yang sudah mulai reda.
Sementara Rony dan Vella akhirnya berjalan menuju kamar tamu, meletakkan barang-barang mereka dan merebahkan tubuh di ranjang dengan gelisah. Mereka tak mengira jika Riko bersikap seperti itu pada mereka.
"Tak kusangka Riko sudah berubah padahal belum satu tahun kita meninggalkannya," ucap Rony dengan pandangan mata yang tertuju pada langit-langit kamar yang berwarna biru muda.
"Aku juga terkejut tadi, biasanya dia selalu diam dan menuruti keinginanmu. Apa semua ini karena istrinya?" tanya Vella dengan heran.
"Entahlah, sepertinya tak mungkin perempuan seperti dia bisa membuat Riko sampai berubah. Tapi jika itu benar, aku tak akan membiarkannya. Pasti istrinya tak tahu masa lalu adikku. Aku akan buat dia meninggalkan Riko dengan sendirinya," ucap Rony dengan ekspresi wajah liciknya.
"Tapi bagaimana caranya? Aku yakin Riko tak akan membiarkan istrinya sendirian di rumah bersama kita. Apalagi dia sudah mengancam agar kita tak mengganggunya," sahut Vella yang membuat Rony harus berpikir keras saat ini. Rencananya pasti tak mudah seperti yang dibayangkannya.
Dari cara bicara Riko pada mereka, Vella tahu kalau Riko akan melindungi istrinya. Entah itu karena sebuah tanggung jawab atau karena sebuah cinta, Vella tak tahu pastinya. Vella hanya tahu Riko adalah laki-laki yang sangat sulit jatuh cinta. Bahkan dirinya yang dulu selalu berusaha mendekati, tak pernah dihiraukannya.
Tak dapat adiknya, dapat kakaknya juga tak masalah. Sama-sama tampan dan sama-sama kaya. Tapi sayangnya, Vella dan Rony adalah pasangan yang serasi, sama-sama bergaya hidup tinggi. Harta yang berlimpah pun tak bersisa karena mereka berdua tak suka bekerja. Hanya ingin hidup mewah dan berfoya-foya dengan cara yang mudah.
"Itu tugasmu karena kamu sama-sama perempuan. Berpura-puralah kamu jadi kakak ipar yang baik. Dekatilah dia dan ambil hatinya. Aku yakin perempuan desa itu pasti bodoh dan lugu," kata Rony pada istrinya yang terlihat mulai ragu.
"Ish ... males banget sih aku deketin dia. Nggak level. Apalagi suruh jadi kakak ipar yang baik, aku nggak bisa." Vella sangat tahu bagaimana wajah adik iparnya itu walaupun belum pernah bertemu. Wajah dan penampilan yang kampungan, tak selevel dengan dirinya yang bertubuh seksi dan menawan.
"Ayolah, demi misi kita. Setelah Riko percaya padamu, dia pasti akan membiarkan istrinya bersama kita di saat dia bekerja. Setelah itu baru aku yang akan membuatnya pergi. Untuk sementara ini kita harus mengalah dan pura-pura baik di depan Riko dan istrinya." Rony berusaha merayu Vella untuk melancarkan semua rencananya.
"Baiklah, akan aku coba. Semoga saja Riko tak curiga padaku. Aku juga lelah hidup berpindah-pindah. Kalau bisa kita tinggal saja di sini selamanya. Aku akan mencoba membuat adik iparmu itu dekat denganku. Dan kamu juga jangan terlalu terlihat ambisi begitu. Kamu juga harus berpura-pura berubah di depan Riko. Sudahlah, aku lelah. Aku mau mandi lalu istirahat," kata Vella sambil berdiri melangkahkan kakinya ke kamar mandi.
Rony hanya memandangi tubuh indah Vella dengan wajah mesumnya. Namun, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk bercinta. Memikirkan sebuah rencana untuk menyingkirkan istri adiknya tanpa harus bermain fisik. Membuat Riko kembali menjadi ATM berjalannya dengan cara yang licik. Itulah yang dipikirkan Rony saat ini.
Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, semua masih sama sebelum ditinggalkan. Rumah peninggalan orangtuanya memang hanya berlantai satu, tapi luas dan mewah. Semua bahan yang terbaik di kelasnya membentuk sebuah bangunan dengan sempurna.
Meskipun bukan berada di perumahan elit, kalau dijual harganya sudah milyaran rupiah. Betapa bodohnya dia dulu mau menandatangani surat perjanjian jual beli dan juga surat perjanjian agar tak mengganggu adiknya.
Waktu itu Rony diam-diam berniat menjual rumah ini pada temannya dan Riko mengetahuinya. Akhirnya Riko yang membelinya dengan harga lebih dengan syarat dirinya tak lagi mengganggunya. Entah dapat uang dari mana, yang Rony tahu adiknya memang seorang pekerja keras.
Mungkin juga Riko membayarnya dari deposito peninggalan orangtuanya yang dibagi rata dengan dirinya. Dan Rony yakin saat ini tabungan adiknya pasti tak terhitung jumlahnya. Karena Rony tahu selain menjadi staff keuangan biasa, Riko juga mempunyai usaha. Hanya saja kehidupan adiknya terlalu sederhana baginya, bahkan mobil pun dia tak punya.
Sementara hartanya sendiri habis untuk foya-foya dengan istri cantiknya. Itulah tujuan utamanya kembali ke rumah ini, mengambil lagi sesuatu yang pernah dilepasnya meskipun Riko sudah menggantinya dengan uang yang lebih jumlahnya.
Namun, namanya manusia serakah, tak akan pernah puas dengan yang sudah didapatnya. Apalagi Rony sekarang sudah tak punya apa-apa. Dia bertekad akan mengambil dengan paksa jika Riko tak memberikan apa yang dimintanya.
"Mas, kenapa pintunya dikunci?" Naila merasa heran dengan tingkah suaminya yang dari tadi hanya di kamar saja. Bahkan saat dirinya ingin keluar, ternyata pintu kamarnya terkunci dan kuncinya entah ke mana. Riko yang sedang fokus dengan ponselnya terkejut dengan pertanyaan istrinya. Dirinya tak sadar kalau Naila sudah berdiri di depan pintu dan akan membukanya. "Sini, Sayang. Aku akan menjelaskan dulu sebelum kamu keluar kamar. Aku ingin kamu mengetahui sesuatu dan aku harap kamu mematuhi semua yang aku katakan padamu." Riko meminta istrinya mendekat dan duduk di sampingnya. Naila yang merasa heran hanya bisa mengikuti perintah suaminya. Riko memegang lembut tangan istrinya lalu mencium keningnya. Menghirup napas panjang, membuangnya secara perlahan, agar pikirannya tenang. "Naila, kita kedatangan tamu, kakakku dan istrinya. Namanya Rony dan Vella, barangkali saja aku lupa memberitahumu nama mereka. Maaf kalau aku tak pernah menceritakan apa pun soal kak
Setelah sholat subuh berjama'ah, Riko mendekati istrinya yang sudah terlihat cerah, tak pucat lagi. Naila memakai gamis dan jilbab panjangnya karena di rumah ada kakak iparnya. Naila adalah perempuan desa yang taat agama."Bagaimana kabarnya istriku hari ini, sudah sehatkah? Hari ini aku antar belanja, ya? Untuk sarapan kita beli saja, masaknya nanti siang," kata Riko yang masih berdiri memandang istrinya."Alhamdulillah, aku merasa sangat sehat. Terserah kamu saja, Mas jadi cuti hari ini?" tanya Naila sambil menyapukan bedak tipis di wajahnya."Iya, aku sudah telepon atasanku kemarin. Aku ingin menyelesaikan urusanku dengan Kak Rony. Cuti dua hari ditambah sabtu minggu libur, semoga empat hari sudah cukup untuk menyelesaikan semua urusan dengan mereka. Bahkan aku kemarin hanya memberi mereka waktu dua hari saja tinggal di sini. Ah, kenapa aku selemah ini? Kenapa aku selalu tak tega?" ucap Riko sambil mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.Nail
"Ah, sudahlah, aku capek ngomong sama kamu. Dasar perempuan udik, dikasih tahu yang bener malah ngeyel. Terserahlah, aku mau ke kamar saja. Pusing tahu dengar suaramu." Vella dengan rasa kesal meninggalkan Naila yang tersenyum penuh kemenangan. "Kasihan ... apa zaman sekarang wanita cantik sifatnya seperti Vella dan Clara? Ya Allah, semoga kalau suatu saat aku jadi cantik, aku nggak seperti mereka. Eh, emang aku bisa cantik, ya? Ah, rasanya pikiranku agak oleng nih gara-gara mereka. Sudahlah, aku mau memasak saja daripada mikirin yang nggak jelas. Bisa-bisa stress aku kalau terus-terusan ketemu sama orang-orang seperti mereka. Ribet banget jadi orang cantik, mendingan biasa saja asalkan bahagia." Naila berkata sendiri sambil berjalan menuju kulkas mengambil bahan masakan. Beraktivitas di dapur favoritnya, membuat Naila tak lagi memikirkan percakapan dirinya dan Vella. Naila sangat yakin da
Riko beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan ruang perpustakaan. Rony pun mengikutinya dan berjalan menuju kamarnya. Riko tak sabar ingin melihat keadaan Naila, dia takut Vella menyakiti hati istrinya. Namun, rasa khawatir pun hilang seketika, melihat Naila sedang memasak di dapur, dengan wajah yang ceria."Sayang, masak apa? Hemm ... baunya harum, aku jadi lapar lagi." Riko mendekat dan langsung mencium pipi istrinya."Nanti gendut lhoo kalau makan terus. Ini buat makan siang, Mas. Aku masakin tumis kangkung dan ayam kecap kesukaanmu, sebagai tanda terima kasih karena kemarin kamu sudah merawatku," ucap Naila pada Riko yang tersenyum padanya. Naila bersyukur keadaan suaminya setelah bicara dengan kakaknya terlihat baik-baik saja."Aku jadi makin sayang kalau gini. Sini, aku bantuin cuci piring, biar kamu nggak kecapekan." Riko pun dengan cekatan memberesk
Rony mendekati Riko yang masih bingung dengan semua yang baru saja terjadi. Bahkan sekarang kakaknya memeluk erat dirinya. Tak lama dia pun mendengar suara isak tangis yang tertahan. Terasa bahu laki-laki yang memeluknya terguncang. Rony menangis? Rony minta maaf? Rony bilang terima kasih? Apa yang sebenarnya terjadi?Naila terdiam, bergeming di tempatnya. Dia sendiri masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada kakak ipar dan istrinya. Sementara Vella hanya tersenyum sinis sambil memandang Naila. Vella sangat yakin semua ini hanya rekayasa suaminya, salah satu bagian dari sebuah rencana."Riko, maafkan aku. Terima kasih sudah menolongku. Aku akan pergi ke rumah yang kamu tawarkan sakarang. Semakin cepat mungkin semakin baik bagi kita semua." Rony berbicara dengan Riko yang masih memandangnya tak percaya."Kak, aku tidak mengusirmu. Tinggallah di sini beberapa hari, aku akan mengantar kalian hari minggu pagi," ucap Riko yan
"Enak sekali masakanmu, Naila. Sudah lama aku tak pernah makan masakan rumahan seperti ini. Boleh tambah?" tanya Rony pada Naila.Tak dipungkiri, Rony mulai mengagumi istri adiknya. Meskipun wajahnya biasa saja, tapi sikapnya sopan, rajin ibadah, masakannya enak pula. Tak salah jika adiknya terlihat sangat bahagia.Sementara istrinya hanya bisa mempercantik dirinya sendiri tanpa pernah melayaninya. Jangankan memasak, teh hangat saja tak pernah sekali pun Vella membuatkan untuknya. Rasa cintanya yang terlalu dalam ternyata membuatnya tak berdaya. Menuruti apa kemauannya, membiarkan cinta tulusnya menjadi cinta buta."Silakan, Kak. Alhamdulillah kalau Kak Rony suka," jawab Naila dengan ramah."Pantas saja masakannya enak, dia kan bekas pelayan restoran," ujar Vella dengan nada yang merendahkan, tak menghiraukan perasaan lawan bicaranya.Vella tak suka mendengar Rony memuji Naila. Rony diam, tak lagi meneruskan bicaranya. Riko memandang Vella de
Vella berdiri dan meluapkan emosinya pada Rony. Kekesalan hatinya dilampiaskan pada suaminya. Dia sudah tak tahan lagi menahan rasa benci dan marah. Rony terdiam, dirinya bingung harus berkata apa. Bahkan untuk menjelaskan, dia tak lagi punya kata-kata. "Kamu tak bisa menjawab pertanyaanku 'kan? Kenapa? Apa kamu sudah mulai jatuh cinta juga pada wanita jelek itu? Adik dan kakak sama saja! Kalau kamu seperti ini, aku tak ingin lagi hidup bersamamu. Ceraikan saja aku! Aku sudah muak hidup denganmu!" bentak Vella. Dia pun pergi ke kamar meninggalkan Rony yang masih diam. Rony duduk termenung sendirian. Bahkan dia tak berniat menyusul istri cantiknya yang sedang merajuk di kamar. Entah kenapa, yang dirasakan saat ini hatinya mulai lelah. Bagaimanapun dia juga manusia biasa, ingin memiliki rumah tangga yang normal dan bahagia. Hal yang tadinya sama sekali tak pernah ada dalam angan-angan, sekarang ini sangat diharapkan. Sesuatu yang sama sekali tak ada dalam b
Naila memandang suaminya yang mulai berjalan mendekat ke arahnya. Wajah Riko kali ini terlihat serius dan sedikit menakutkan baginya. Naila melangkah mundur, membuat jarak dengan Riko yang sudah berdiri tepat di hadapannya. Hati Naila berdebar dan perasaan takut mulai menguasai dirinya."Kenapa, Sayang. Apa kamu takut padaku?" Riko semakin maju mendekati istrinya yang mulai ketakutan."Mas, ka-kamu mau apa? Wa-wajahmu tak seperti biasanya. Ka-kamu membuatku takut, Mas. To-tolong menjauhlah," pinta Naila dengan suara yang gemetar dan sangat gugup karena takut.Riko semakin mendekat dan mengikis jarak di antara mereka. Naila tak bisa mundur lagi dan dia hanya memejamkan mata tak mau memandang suaminya. Namun, tangan Riko mendekap erat tubuhnya dan menciumi seluruh wajahnya. Akhirnya Naila hanya bisa menahan tawa."Kamu jahat! Aku sudah takut banget tahu nggak? Lihat saja badanku sampai gemetaran," ucap Naila dan langsung memasang wajah cemberut.
Ruang tamu rumah Riko telah dihias sedemikian rupa. Seorang lelaki dalam setelan jas pengantin berwarna putih telah duduk bersila di depan sebuah meja kecil.Yakub dan seorang penghulu berpeci hitam tampak berbincang akrab. Rony—sang mempelai pria, tertunduk dengan bibir komat-kamit melafalkan kalimat ijab qobul. Kedua tangannya saling remas, berkeringat, menandakan jika dirinya tengah gugup. Riko yang memperhatikan gerak-gerik Rony sedari tadi lekas menghampiri."Tenang, tarik nafas, keluarkan. Jangan sampai salah. Kalau sampai salah tiga kali, nggak jadi nikah sama Sarah."Mendengar kalimat terakhir Riko, tangan Rony memukul bahu Riko."Aku tegang malah sempat-sempatnya kamu bercanda!" Riko hanya terkekeh melihat ekspresi wajah kakaknya. Hingga beberapa menit kemudian, penghulu memberi kode bahwa acara akan segera dimulai.Ruangan mendadak hening, penghulu memulai acara dengan do'a lalu dilanjutkan dengan beberapa kalimat pembukaan, yang ditujukan kepada seluruh tamu undangan.Sem
Riko terkejut, sontak dia menoleh melihat ekspresi wajah istrinya. Naila terdiam. Sebenarnya dia sama terkejutnya dengan Riko tapi tidak tahu harus berekspresi bagaimana. Naila membalas memandang Riko dengan rasa penasaran. Ada apa tiba-tiba Daffa datang ke rumah mereka? Mendengar nama Daffa disebut oleh Bi Marni, seketika semua orang turut berdiri. Namun, Riko melarang semua orang yang akan turut serta menemui Daffa."Biar saya saja sama Naila yang menemui Daffa."Riko beranjak lalu meraih tangan Naila yang tampak enggan mengikutinya. Riko paham. Dia menunduk lalu berbisik lirih di telinga Naila."Tidak apa-apa, Sayang. Aku percaya padamu."Naila mengangguk dan tersenyum mendengar sebaris kalimat yang baru saja keluar dari bibir Riko. Ada rasa hangat yang menjalar dalam hatinya, membuat kedua bola mata indahnya mengembun.Dengan lembut, Riko membelai kedua pipi Naila. Tanpa sadar, Riko melakukannya di hadapan semua orang."Maaf, ya. Jangan menangis lagi nanti cantiknya hilang."Nai
"Maaf, Mas ... aku hanya terlalu bahagia mendengar kabar ini. Aku baik-baik saja."Setelah siuman, Naila tersenyum sambil memandang kedua orang di hadapannya. Riko masih memegang erat tangannya. Sementara Sarah memijit kedua kakinya dengan lembut. Marni membawakan air madu hangat dan sepiring nasi untuk Naila."Makan dulu, Mbak. Dari kemarin Mbak Naila belum makan. Bibi masakin sayur sop daging kesukaan Mbak Naila. Jangan menyiksa diri sendiri, Mbak. Kasihan Den Riko juga, jadi ikut-ikutan nggak mau makan."Mendengar ucapan Marni, Naila langsung memandang suaminya dengan tatapan penuh rasa bersalah. Riko mengecup lembut jemari Naila dan tersenyum."Maafkan aku, Mas. Aku sudah keterlaluan," ucap Naila penuh penyesalan."Tidak, Sayang ... aku memang salah. Aku pantas mendapatkan hukuman darimu, bahkan mungkin harusnya hukumannya lebih berat dari ini. Selama kamu nggak mau makan, maka selama itu pula aku juga nggak akan makan."
"Sudahlah, ayo kita segera pergi. Kita lihat saja langsung keadaan Naila." Yakub langsung mengajak mereka segera berangkat, membuat Riko merasa lega."Ya, Kakak benar. Aku akan bersiap dulu." Sarah beranjak dari kursi dan berjalan menuju kamarnya."Jangan lama-lama, mentang-mentang ada calon suami nanti ganti bajunya nggak kelar-kelar." Yakub menggoda adiknya, membuat Rony tersenyum."Ish, Kakak ini apa-apaan, sih!" Sarah pun langsung menutup pintu kamarnya dengan kedua pipi yang merona.Mereka berangkat bersama dengan kendaraan roda duanya masing-masing. Rony bersama Riko dan Yakub berboncengan dengan Sarah. Rasa bahagia terpancar pada wajah ketiga orang itu, kecuali Riko yang sedih akibat ulahnya sendiri.Setelah sampai, Riko mengajak Sarah masuk ke kamar menemui istrinya. Terlihat oleh Riko, Naila sedang duduk di sofa dekat jendela sambil mengaji. Hanya itu kegiatan yang dilakukan Naila selama di kamar. "Sayang, lihat si
"Silakan diminum tehnya, Kak." Sarah meletakkan dua buah cangkir teh hangat di atas meja untuk Riko dan Rony. "Terima kasih, Sarah." Rony membalas ucapan Sarah sambil tersenyum. Yakub hanya memandang kedua kakak beradik itu dengan penuh tanda tanya, apalagi Naila tak ikut bersama mereka. "Maaf, Yakub, kedatangan kami ke sini, untuk meminta penjelasan dari kalian soal foto-foto ini. Naila sedang difitnah seseorang dan sekarang dia sedang sedih sampai selalu mengurung diri di kamarnya."Rony menyerahkan ponsel milik Riko pada Yakub. Sarah yang penasaran akhirnya mendekati kakaknya dan ikut melihat foto-foto yang ada di galeri ponsel milik Riko. "Ini kan foto-foto kita saat sedang di food court? Ini kita lagi di bank dan ini foto kita lagi di warung nasi rawon. Banyak sekali foto-fotonya tapi di situ kok cuma ada Naila dan Kak Yakub saja?"Sarah langsung memberi komentar mengenai foto-foto yang dilihatnya. Yakub pun langsung mengangg
Setelah pulang dari rumah sakit, Riko selalu menemani Naila di mana pun dia berada. Semua pekerjaan, diserahkan kembali pada asistennya dulu. Riko sangat mengkhawatirkan istrinya, karena sikap Naila tak seperti biasanya. Naila lebih sering melamun, duduk di sofa sambil memandang ke arah luar jendela. "Sayang ... hari ini waktunya kamu ke klinik kecantikan. Aku akan mengantarmu dan menunggumu sampai pulang. Bagaimana kalau nanti kita pergi ke mall?" tanya Riko sambil mengelus lembut pipi istrinya. "Maaf, Mas, kepalaku pusing. Aku ingin di rumah saja." Naila membalas ucapan Riko tanpa memandang suaminya. "Naila, sudah beberapa minggu ini kamu selalu di rumah. Jangan mengurung diri di kamar terus dong, Sayang. Aku akan menemanimu ke mana pun kamu mau." Riko memegang lembut tangan Naila dan berusaha membujuk istrinya agar mau pergi. "Aku mau sholat dhuha dulu, ya, Mas. Maaf, Mas, aku benar-benar sedang ingin di rumah saja."Naila beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju kamar mandi
"Aku nggak tahu, Sayang. Aku sudah menyuruh seseorang mengecek nomer ponsel itu tapi sepertinya kartunya langsung dibuang atau mungkin dihancurkan oleh pemiliknya. " Mas, apakah penampilanku seperti seorang pezina, sampai kamu percaya dengan tuduhannya?""Astaghfirullah ... maafkan aku, Sayang. Terserah kamu mau bilang apa saja padaku, yang pasti aku menyesal. Sekali lagi, maafkan aku, Naila. Maafkan suamimu yang bodoh ini.""Aku berjanji padamu, Mas. Setelah ini, aku tak akan pergi ke mana pun sendirian, kecuali kamu yang mengajakku.""Naila ....""Tolong hargai keputusanku ini, Mas. Aku lelah dengan manusia-manusia yang terlalu mencampuri urusanku."Setelah menyampaikan keputusannya pada Riko, Naila beranjak pergi ke kamar mandi. Riko akhirnya diam dan menyesali perbuatannya. Untuk sementara, biarlah Riko menerima keputusan Naila. Mungkin lebih baik seperti ini, Naila tak akan pergi keluar rumah tanpa dirinya. R
"Bukan begitu, Pak Supri. Maaf ... jangan salah paham dulu. Saya sama sekali tidak memata-matai Naila. Saya mendapatkan foto-foto ini dari nomer yang tidak saya kenal. Justru itu, saya ingin menanyakan pada Pak Supri, apa Bapak kenal dengan laki-laki ini? Dan kenapa Naila hanya berdua saja? Ke mana Pak Supri dan Sarah?" Riko pun menjelaskan dan meminta penjelasan pada Supri. "Astaghfirullah ... ini fitnah, Den. Mbak Naila tidak berdua saja dengan Mas Yakub. Saya dan Mbak Sarah ada di sana. Kemungkinan foto ini diambil saat Mbak Sarah ke kamar mandi dan saya memang nggak pernah mau duduk satu meja dengan mereka. Saya duduk sendiri tapi tetap mengawasi Mbak Naila, Den. Saya sadar diri, saya hanya asisten rumah tangga, nggak pantas rasanya satu meja dengan majikan." Supri bicara apa adanya. "Lalu Daffa, kenapa ada di warung itu juga? Apa itu juga kebetulan?" Riko masih saja tak percaya. "Memang semua itu kebetulan, Den. Temannya Mbak Naila sedang ada janji dengan temannya di warung it
"Assalamu'alaikum, Sayang. Hemm ... cantik sekali istriku hari ini. Aku benar-benar rindu.""Wa'alaikumussalaam ... aku juga rindu, Mas."Naila langsung memeluk suaminya yang sudah sampai di rumah. Riko dan Naila menuju kamar tidur mereka karena waktu pun sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Riko langsung menggendong tubuh mungil istrinya, kemudian merebahkannya di ranjang. Naila mengerti apa yang diinginkan suaminya tercinta. Dia pun membalas semua sentuhan yang diberikan Riko padanya. Akan tetapi, perlakuan Riko padanya kali ini berbeda. Naila berpikir, mungkin saat ini suaminya terlalu rindu padanya. Namun, semakin lama Riko semakin kasar dan brutal. Bahkan saat ini Naila sudah tak lagi bisa menikmati surganya. Naila merasa, yang sedang bersamanya bukanlah suami yang selama ini sangat dicintainya. "Mas ... sakiittt ... tolong hentikan ...."Naila merintih dan mencoba menghentika