"Green, kalau kamu memang mampu, kenapa kamu tidak bisa menjelaskan soal lima puluh ribu itu? Kamu hanya mengatakan tidak tahu soal hilangnya uang itu, jadi Marcell punya dasar mengatakannya."
"Aku memang tidak tahu soal uang itu. Tapi, kenapa dia sampai harus mengatakan bahwa aku tidak mampu untuk melakukan hal sepele itu? Dia telah menjelekkanku!" Green meraung pelan.
Menjelekkan katanya? Apa itu tidak berlebihan? Kening Hana mengerut.
"Untuk apa dia menjelekkanmu? Marcell bukan orang yang seperti itu. Dia mengatakan itu karena dia melihat sendiri kamu tidak bisa berkata apa-apa soal uang yang hilang. Lagian tujuannya baik, Green. Supaya mereka tidak menyuruhmu lagi untuk membelikan mereka jajan ke kantin." Hana berupaya menjelaskannya dengan lembut agar Green mengerti.
"Pokoknya, dia telah menjelekkanku. Kenapa kamu malah membelanya?" Green berucap lirih dan wajahnya mulai muram. Hana adalah perem
Hana melepas pertautan bibir mereka begitu kehabisan napas. Mereka berdua perlu meraup oksigen saat ini. Hana dan Green saling memandang dengan napas yang belum teratur."Green, kamu sudah lebih berani ya," ucap Hana setengah berbisik, setelah napasnya lebih tenang. "Dan juga cepat mahir," tambahnya kemudian dengan nada menggoda."Ti-tidak." Green berucap cepat. Dia sungguh malu mendengar ucapan Hana barusan. "A-aku mau tidur, Hana," ucapnya gugup karena jantungnya berdebar tak karuan. Dia langsung segera berbaring.Melihat sikap Green, Hana langsung terkekeh. "Baiklah, selamat tidur, Green." Hana menyelimuti Green, lalu mengecup keningnya. Saat ia melangkah menuju pintu, Green tiba-tiba memanggilnya."Hana.."Hana langsung menoleh. "Ada apa, Green?"Green tampak ragu, tapi kemudian ia berkata, "Tidak, tidak ada.""Baiklah, selamat malam,
'Ayo, Hana, katakan kalau kamu bersedia!' seru Hana mengusir keraguannya di dalam hati."Marcell, kamu....sudah tahu, kan, ada yang melarangku untuk mendekatimu? Aku, aku butuh waktu untuk benar-benar siap menghadapi itu jika menjadi pacarmu," jawab Hana gugup. Akhirnya dia malah dikalahkan oleh keraguannya yang mendadak muncul begitu saja.Marcell yang semula sudah kesal menjadi terdiam mendengar alasan masuk akal itu. Karena tadi diliputi rasa cemburu, dia lupa tentang halangan yang membuat Hana pasif dalam mendekatinya. Hana bahkan sampai celaka. Tentu Hana sangat takut dan butuh waktu untuk mempersiapkan mental.Marcell mendesah dan tampak berpikir. Masalah ini hanya bisa diselesaikan jika dia mengadakan sebuah acara seperti yang diminta kakek dan papanya. Secara halus dia akan memperkenalkan Hana, lalu keluarganya akan menilainya. Sungguh merepotkan!Masalahnya dia sibuk untuk beberapa waktu ke
Green mengusap kepala Hana dengan lembut, berulang-ulang, membuat Hana mendengkur halus di dadanya. Hana tertidur begitu saja. Tetapi baru lima belas menit mereka telah sampai ke tempat tujuan. "Lho, Pak. Kita kenapa berhenti di sini?" Green baru memperhatikan jalan, dari tadi pikirannya tertuju pada Hana. "Kata Nona Hana memang ke sini, Tuan. Sebaiknya Tuan bangunkan Nona Hana sekarang," ucap supir itu. "Tapi Hana masih tidur nyenyak. Kepalanya tadi lagi sakit. Kita tunggu sebentar lagi ya, Pak." Supir itu tidak keberatan sama sekali. Lima belas menit kemudian, Green perlahan membangunkan Hana. "Hana?" panggilnya sambil mengguncang lembut pundaknya. Hana langsung terbangun. "Hm? Green, kita sudah sampai?" Hana langsung celingak-celinguk kebingungan, dan langsung melihat jam yang melingkar di tangannya. "Iya, kita sudah samp
Anton dan Jihan belakangan tahu apa yang telah dilakukan Hana atas masalah yang dibuat oleh Ryan saat Nyonya besar Erina Winata meminta mereka untuk memperingati Hana agar tidak bersikap berlebihan pada Ryan. "Apa perlu kamu sekeras itu pada Ryan?" tanya Jihan pada Hana. Mereka saat ini bersama-sama duduk di ruang keluarga. Green dan Anton hanya diam mendengarkan. "Kalau aku keras, aku akan membawanya ke kantor polisi. Dan kita pasti akan menang karena keluarga kita lebih kuat daripada keluarga Mahendra," ucap Hana dengan tegas. "Kalau seperti itu, kamu sama saja melawan bibi kandungmu sendiri." Kali ini Anton yang berbicara. "Aku tahu seluruh keluarga akan menghalangi, itu sebabnya aku hanya melarangnya kemari sampai Green dinyatakan sembuh dan tidak perlu meminum obat lagi," jawab Hana. Jihan mendesah. "Baiklah, Mama hanya memberi pendapat. Itu akan menjadi urusanmu d
Senyuman kecil terukir di bibir Marcell. Kemarin saat menonton bersama Hana, Marcell menimbang-nimbang untuk mengajak Hana ke tempat latihan. Dan ketika ia memutuskan untuk mengajaknya, Hana terlihat sangat antusias. Bahkan di tempat latihan, Hana mudah berbaur dengan teman-temannya, juga dengan iseng ikut latihan bersama Marcell.Marcell semakin meyakini bahwa Hana tidak hanya sekedar gadis yang cantik dan cerdas, tetapi Hana juga termasuk gadis yang menyenangkan menurutnya. Dari sejak lahir hingga usianya yang akan mendekati 19 tahun, Hanalah satu-satunya perempuan yang bisa mencuri perhatiannya."Apa yang kamu pikirkan, Sayang?" Sally memecah lamunannya. Ibu kandungnya itu melihat Marcell tersenyum sambil memakan sarapan. Itu terlihat ganjil karena Marcell cukup pelit untuk tersenyum."Um, ada yang ingin kukatakan pada kakek." Marcell menatap Reyhans yang sedang menikmati sup tomatnya."Katakan sa
Pelajaran masih terus berlangsung. Veronika diam-diam melirik pada Green. Dia masih tidak mengerti, kenapa suami Hana bersekolah di sini?"Apa Hana tidak takut ketahuan oleh Marcell?" tanyanya dalam hati.Veronika benar-benar bingung untuk situasi saat ini. Dia pun segera menyesali keputusannya di waktu lalu, ketika ia mengatakan pada ayahnya bahwa ia tidak peduli lagi soal Marcell dan Hana. Itu semua karena dia lama-lama menjadi sangat kesal setelah merenungi sikap dingin Marcell padanya selama ini! Saat ayahnya membujuknya pun dia tetap berkeras pada keputusannya.Alex Milan waktu itu berkata, "Sayang, Perlu kamu tahu, harta hanyalah nomor dua bagi Papa. Nomor satu adalah kamu dan mama-mu! Papa sudah berbuat sejauh ini sampai berani mengancam Tuan Winata, ini semua demi menyenangkanmu. Kamu sendiri yang bilang pada Papa bahwa kamu sangat menyukai Marcell, dan Papa rasa Marcell memang yang terbaik untukmu. Tapi sekarang
Bel jam istirahat berbunyi. Teman-teman Veronika langsung datang menghampiri Veronika."Verooo!" panggil salah satu temannya dengan nada panjang. "Aku kangen banget!" Dia langsung memeluk Veronika."Berhentilah berlebihan," sahut yang lain. Yang lain terkekeh."Veronika, kamu nggak beneran sakit, kan?" ucap seorang siswi menebak."Rahasia!" jawab Veronika nyaring dengan wajah murung. Mereka pun terkekeh. Dari cara Veronika menjawab, mereka tahu bahwa Veronika hanya sakit bohongan. Veronika pasti merasa malu pergi ke sekolah karena ucapan Marcell padanya waktu itu. Green sendiri hanya diam saja menatap mereka."Iya, deh. Jangan murung begitu. Ayo kita jajan!" ajak teman-temannya itu.Veronika menoleh pada Green. "Apa kamu mau ikut makan ke kantin?" Bagi Veronika, karena ada teman-temannya yang menyertainya, dia tidak begitu mengkhawatirkan penyakit Green yang
'Ada apa dengan Marcell? Kenapa meminta uang dari Green? Biasanya juga dia yang langsung bayar semua.' Kening Hana mengerut. Sartika segera menyela. "Uang Green aku yang pegang, soalnya kalau dia yang pegang bisa dipalak orang." Sartika segera membuka dompetnya dan memberikan uangnya. Marcell agak kecewa. Saking niatnya mempermalukan Green, dia malah tak terpikirkan fakta bahwa Sartika adalah sepupu Green. Sementara itu, Green hanya diam membisu. Dia tetap merasakan rasa malu yang sungguh tidak menyenangkan. Dia adalah pria yang sudah dewasa tetapi tidak bisa diandalkan. *** Hana baru saja pulang dari bimbingan belajar dan segera mengetuk pintu Green. Pak Bian membuka pintunya dari dalam. "Ada apa, Nona?" "Setengah jam lagi, tolong suruh Green datang ke kamarku ya, Pak Bian." "Baik, Nona." &nbs