Mata Anton tampak memerah melihat keadaan putrinya yang saat ini tengah berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tadi Hana sempat tersadar dari pingsan, tetapi mulutnya selalu menyebut nama Green dengan air mata bercucuran. Hana terus terisak sepanjang malam sehingga mau tidak mau dokter menyuntiknya dengan obat dalam dosis kecil agar ia bisa beristirahat.
"Pa, cari Green, Pa..! Cari Green.. Dia jatuh ke jurang karena aku! Cari dia, Pa..." lirih Hana dengan isak tangis yang memilukan. Tak ada henti-hentinya Hana mengatakan itu hingga suaranya menjadi serak dan habis. Mengingat kejadian itu, Anton menghela napas berat.
"Pa, Hana pasti akan sangat terpukul jika Green ternyata tidak selamat. Kamu harus mencari Green sampai ketemu," ucap Jihan dengan kening mengerut dan mata berkaca-kaca. Walaupun ada Tim SAR yang bertugas melakukan evakuasi korban, tetap saja bagi Jihan itu kurang.
"Iya, aku sudah menyuruh tim swasta u
Terima kasih atas dukungan readers tercinta pada novel ini. ^^ Mohon maaf terkadang saya tidak bisa update bab lebih karena aktivitas lain yang sama pentingnya. Dukung terus kisah ini ya, dengan memberi Vote, dan komentar! ^^ (◠‿◕)❤️
Seorang perawat ada di sana saat mereka memasuki ruang rawat khusus. Perawat itu pun diperintahkan keluar oleh Jack. Reyhans lalu mengambil tempat duduk di sisi Green yang sedang berbaring tidur nyenyak. "Kamu boleh keluar, Jack. Beristirahatlah," ucap Reyhans dengan suara tenang. "Baik, Tuan. Saya permisi," pamit Jack. Ia sekilas menatap Tuan Muda Green, lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Jack mengingat kejadian tadi saat bus besar itu terjun ke arus deras sungai yang cukup dalam. Untung saja dia bergerak cepat dan segera melompat untuk menolong tuan muda, kalau tidak, tuan muda bisa mati tenggelam di dalam bus atau bisa saja terbawa arus. Hati bos besarnya pasti akan hancur berkeping-keping. Sepeninggalnya Jack, Reyhans terus memandangi wajah Green yang tenang. Wajah itu tampan persis seperti ketika ia masih muda. Reyhans sungguh tidak sabar ingin berbicara pada cucunya itu.  
Pria itu sudah tua tetapi masih tampak gagah. Tubuhnya tinggi dan masih tegak saat berjalan. Penampilannya benar-benar elegan. Green tertegun sejenak melihatnya, apalagi menatap tatapan matanya yang hangat namun berwibawa."Selamat pagi juga, T - tuan." Green membalas sapaan itu dengan sedikit gugup sambil menatap Reyhans dengan mata hazel-nya.Reyhans sungguh terpesona menatap mata itu. Akhirnya dia bisa melihat bola mata indah itu kembali. Bola mata Seville-nya."Seville..., Green kita ternyata masih hidup! Wajahnya mirip denganku, tetapi matanya mirip denganmu. Sungguh perpaduan yang sempurna, bukan?" seru Reyhans di dalam hati."Green, biarkan dokter memeriksamu terlebih dahulu sebelum kamu sarapan." Reyhans berucap ringan, berupaya menetralkan perasaannya yang berkecamuk bahagia!Di belakang pria tua berwibawa itu ada seorang dokter yang tersenyum ramah pada Green.&n
"Kalau bukan karena tidak sengaja melihat kalung yang dipakai oleh istrimu tiga hari yang lalu, kakek mungkin tidak akan pernah tahu bahwa kamu masih hidup, Green. Enam belas tahun! Enam belas tahun kakek ditipu dengan keji oleh papamu! Dan selama enam belas tahun pula kakek selalu berduka setiap mengingat kamu yang masih kecil sudah tiada!" isak Reyhans dengan air mata yang sudah mengalir. Isak tangis itu begitu memilukan hingga membuat mata Green memerah. Melihat betapa terlukanya hati kakeknya, Green tersentuh dan hatinya melunak. "Kakek.. Jangan bersedih lagi," ucapnya dengan suara yang masih serak. Green yang sudah lama mengecap penderitaan, memang lebih mudah bersimpati saat seseorang bersedih, apalagi seseorang itu adalah kakeknya sendiri dan bersedih karena dirinya pula. Reyhans mengangkat wajahnya kembali dan menatap Green dengan haru. Sedari tadi Green memanggilnya dengan sebutan tu
"Biar aku yang membukanya," ucap Jihan.Saat pintu terbuka, sosok Marcell-lah yang muncul. Dia masih mengenakan baju pasien."Nak Marcell? Ayo masuk!" ucap Jihan mengundang."Terima kasih, Tante," sahut Marcell dengan rasa tidak nyaman.Dia yakin Anton dan Jihan pasti sudah tahu urutan peristiwa yang terjadi saat kecelakaan bus itu, bahwa dia sempat menyelamatkan Veronika tetapi malah tidak sempat menyelamatkan Hana. Namun walaupun merasa demikian, dia tetap memberanikan diri untuk melihat keadaan Hana. Hana adalah pacarnya sekarang."Pagi, Om," sapanya ketika matanya menatap Anton. Hana menatap Marcell sekilas lalu kembali menundukkan wajahnya."Lho, Marcell?" sahut Anton tetap ramah."Saya mau melihat Hana, Om.""Duduklah di sini." Anton mempersilakannya duduk di dekat Hana."Terima kasih, Om,"
Sudut mulut Sally berkedut. "Apa bagusnya seorang janda?" gerutunya di dalam hati. Ya, walaupun Sally sudah tahu bahwa Hana hanya melakukan pernikahan palsu, tetap saja dia tidak suka dengan status Hana yang nantinya adalah seorang janda. "Masa Keluarga Williams yang sangat hebat punya menantu seorang janda? Sungguh tidak lucu!" rutuknya lagi di dalam hati. Alasan Sally tidak menunjukkan ketidaksetujuannya saat ini di hadapan Marcell adalah karena dia masih ingin memantau sejauh mana kelebihan Hana nantinya sebagai seorang perempuan. Selain itu, Marcell bukannya mau menikah sekarang. Bisa saja di masa depan Marcell dan Hana bertengkar lalu putus. Jadi, untuk apa dia berkeras sekarang dan akhirnya membuat putranya marah padanya? Tidak lama kemudian, pintu kamar mereka diketuk. Sally segera melangkah menuju pintu dan membukanya. Ada tiga orang di sana, di balik pintunya. "Selamat pagi, Nyonya W
"Oh! Jadi kalung itu tanda cinta kakek buat Nenek Seville?" Mata Green melebar. "Iya benar. Kalung itu hanya ada satu di dunia karena desainnya berasal dari kakek sendiri. itu sebabnya saat istrimu mengenakannya, kakek langsung menandainya," jelas Reyhans. Entah kenapa mendengar kisah cinta kakeknya Green merasa sedih. 'Bukankah kisah cinta Kakek semacam kasih tak sampai?' Mau tidak mau Green jadi mengingat Hana. 'Apakah selamanya aku tidak akan bisa melupakan Hana seumur hidupku seperti kakek yang tidak bisa melupakan nenek?' "Ada apa, Green? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Reyhans ketika mengamati wajah Green yang tampak sedih. "Tidak apa-apa, Kek. Aku pikir Nyonya Sally adalah ibu kandungku, ternyata ibu kandungku sudah meninggal." "Iya, ini fotonya. Namanya Alicia. Dia memiliki mata hazel sepertimu." Reyhans membuka ponse
"Untuk sementara Kakek harus merahasiakan keberadaanmu, Green, sampai kakek tahu betul bagaimana kondisimu yang sebenarnya. Setelah kakimu sedikit membaik, kakek akan mengajakmu untuk menemui Tuan Liu. Dia adalah profesor riset sekaligus dokter ahli syaraf. Dan salah satu hasil risetnya adalah pengobatan terbaik untuk penyakit epilepsi. Saat ini dia berada di Singapore." Reyhans berucap dengan bersemangat. "Kakek, apa tidak masalah berganti dokter?" "Tidak masalah. Kan ada rekam medis. Tetapi Kakek juga bukan bermaksud mengganti doktermu. Kakek hanya memastikan jenis epilepsimu karena setahu Kakek jenis epilepsi yang kamu idap bukanlah jenis epilepsi simptomatik trauma kepala seperti yang tertulis di data rekam medis. Kakek juga ingin tahu apakah kamu bisa lebih cepat sembuh dari yang diperkirakan oleh Dokter Danny." Reyhans tersenyum. "Baiklah, apa pun pengaturan Kakek, aku akan ikuti. Tapi kata Dokter Danny ini s
Mengamati keadaan tempat kecelakaan bus itu terjadi melalui televisi, juga laporan dari tim swasta yang ia tugaskan, Anton bisa menyimpulkan bahwa Green dan juga enam korban lainnya yang masih dalam pencarian pagi ini oleh tim SAR, pastilah tidak mungkin selamat.Jadi, walaupun dia menuruti permintaan Hana untuk membatalkan proses perceraian, Anton sebenarnya tidak perlu khawatir akan masalah bahwa Hana akhirnya hidup bersama dengan Green, pria yang diketahui orang sebagai pria penyakitan dan bodoh. Itu 98% tidak akan terjadi.Masalahnya adalah bagaimana dengan Marcell? Jika Hana membatalkan perceraian, itu berarti Hana akan meminta putus dengan Marcell. Bagaimana jika Marcell dan keluarga Williams sakit hati akibat pemutusan sepihak itu, tentu keadaan akan menjadi gawat. PT. Andalan Winata sama sekali tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Williams Global Corporation. Dalam waktu singkat Keluarga Williams bisa membuat keluarga Winata
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be