“Niko, mana minumannya?! Si lelet ini, bisa kerja gak, sih? ”
Lengkingan suara sang Nyonya seketika memenuhi rumah, membuat pria 20 tahunan itu berjalan cepat menuju ruang tamu sambil membawa nampan dengan tiga gelas di atasnya.
Selalu seperti ini, Hesti akan memarahinya tanpa ampun jika tidak sesuai keinginan wanita itu.
Padahal, Niko awalnya melamar menjadi sopir di rumah ini untuk membiayai kuliahnya sendiri di kampus yang kebetulan sama dengan Echa–anak Nyonya Hesti. Tapi, perlahan jobdesknya justru terus bertambah akibat sang Nyonya.
“Maaf, barusan aku masih meracik minuman, Nyonya,” ucap Niko sembari memindahkan gelas ke atas meja untuk nyonya rumah dan kedua temannya yang baru saja pulang dari acara arisan Ibu-ibu sosialita itu.
“Ck! Mau kupecat kamu?”
“Udahlah, Hes. Kamu hebat loh bisa menemukan pembantu multitalenta kayak dia!” Salah satu teman sosialita Hesti berbicara.
“Penurut kayak seekor anjing,” sambung yang lain dengan nada sarkas. “padahal dia ganteng sih. Tubuhnya bagus, tapi kalau gini ya… siapa yang bakalan mau?”
“Hush! Jangan keras-keras, kasian dia. Lagian jodoh gak ada yang tahu. Bisa jadi suatu hari nanti dia bakalan jadi menantunya Hesti. Dia sekampus sama Echa, kan? Hahaha…”
Mendengar ucapan kedua temannya, Hesti lantas mencibir, “Niko jadi menantuku?”
Ditatapnya pakaian Niko terlihat murah dan lusuh. “Sorry ya, nggak level. Suami Echa nanti minimal harus punya saldo 1 triliun di rekeningnya! Kalau gak, jangan harap kukasih restu.”
“Bocah ini saja hidup dari belas kasih keluarga ini … mau ditaruh mana mukaku kalau menantuku adalah pembantuku sendiri? Mendingan aku suruh Echa ngejomblo seumur hidup!”
Niko mengepalkan tangan, menahan emosi. Sindiran sang Nyonya semakin menjadi-jadi. Entah bagaimana jika dia mengetahui jika Niko jatuh cinta pada Echa, putri satu-satunya Hesti yang usianya terpaut 3 tahun lebih tua darinya.
“Lama-lama aku juga muak bicarakan pembantumu ini, Hes. Kita bicara hal yang lebih serius saja. Jadi gimana masalah biaya rumah sakit suamimu?”
Pertanyaan Endah sontak membuat Hesti membuang napas kasar. “Entah, aku bingung.”
Dia menyandarkan punggung di sandaran sofa sambil memijat pelipisnya. “Operasi ginjal Mas Fikram sudah gak bisa ditunda lagi. Butuh 650 juta agar suamiku segera ditangani lebih lanjut.”
Enam ratus lima puluh juta jika ditempatkan masa lalu, bagi Hesti dulu hanyalah uang jajannya. Akan tetapi, sekarang nominal itu jumlah yang sangat besar.
Sebulan yang lalu bisnis fashion milik sang suami mendadak rugi hingga miliaran rupiah. Bukan hanya itu saja, mitra kerjanya tiba-tiba melanggar kontrak kerja sama! Dampaknya semua aset juga dibekukan oleh bank dan tidak bisa mengeluarkan uang sepeserpun.
Endah pun turut menghela napas mendengar kabar itu. “Terus gimana dong. Siapa yang bisa memberikan pinjaman sebesar 650 juta kepadamu?”
Hesti tidak mampu berucap, akan tetapi dia baru tersadar bahwa selama ini Niko sudah menguping pembicaraan mereka bertiga.
Hesti melototi dan berkata dengan dingin, “Niko! Siapa yang menyuruhmu tetap di sini, hah? Nih bawa gelas kotor ke dapur!”
“Sekalian cucikan bajuku sana!” Zalma ikut menyuruh.
Mana berani Niko mengabaikan perintah itu. Sialnya, saat hendak melangkah kakinya menyenggol kaki meja, membuatnya terjungkal ke depan dan menjatuhkan dua gelas hingga pecah.
“Niko! Bodoh banget sih, kamu!” Hesti spontan berdiri. “Itu gelas mahal, Niko!”
“Ma-maaf tadi aku tidak sengaja,” ucap Niko terbata-bata.
Plak!
Niko merasa pipinya menghangat akibat tamparan Hesti. Dia menundukkan wajah, apalagi teman-temannya Hesti turut menatapnya dengan tatapan sinis.
Sejak di rumah ini, Niko memang tidak punya harga diri sebagai seorang lelaki.
Dia hanya bisa diam jika mendapat perlakuan kasar dari Hesti.
“Ada apa, Ma? Kenapa Mama teriak-teriak?” Seorang gadis cantik berjalan mendekat.
“Lihat kelakuan pembantu tolol itu!” Hesti menunjuk Niko dan pecahan Gelas di lantai.
Echa menatap ke arah Niko yang tertunduk, “Niko?” panggilnya dengan lembut, dan seketika laki-laki itu mengangkat wajah. “kenapa bisa jatuh?”
Niko tak langsung menjawab. Niko menatap wajah Echa yang menyejukkan. Sejujurnya kecantikan dan kelembutan hati gadis itu yang membuat Niko mau bertahan bekerja di rumah ini.
“Maaf, Nona. Tadi aku tidak sengaja. Kakiku tersandung,” ucap Niko akhirnya.
“Nggak sengaja kamu bilang?” bentak Hesti. “Aku nggak mau tahu, pokoknya kamu harus tanggung jawab! Kalau kamu masih mau kerja di sini, kamu harus ganti rugi.” Hesti memperjelas.
“Ma, nggak boleh gitu dong, Ma. Niko ‘kan nggak sengaja.” Echa membela Niko.
Niko tersenyum kecil mendengarnya. Bukan sekali saja, Echa sudah seringkali membela dan menyelamatkan dirinya dari amukan Hesti, bahkan gadis itu selalu memberi uang tambahan secara diam-diam kepadanya.
“Echa … Kamu mempercayainya?” ujar Hesti kesal. Dia heran kenapa Echa selalu membela pembantu itu.
Tak ingin Hesti dan Echa berdebat gara-gara kesalahannya, lantas Niko berkata, “Maaf, Nyonya. Aku akan ganti kerugian atas kecerobohanku.”
Jawaban Niko justru mengundang tawa Hesti dan kedua temannya.
“Aduh Niko, Niko … Kamu tahu nggak harga gelas ini berapa? Harganya jauh lebih mahal daripada harga dirimu,” cibir Hesti, membuat tawa kedua temannya semakin keras.
Hesti berhenti tertawa dan menatap kesal ke arah Niko, “Ok … Sebagai gantinya 3 bulan kamu nggak akan menerima gaji sepeserpun!”
Niko mengangguk, “Baik, Nyonya.”
“Tapi, Ma.. Itu terlalu berlebihan. Itu sama saja ber–” protes Echa.
“Cukup, Echa,” potong Hesti sambil mengangkat tangan. “Mama mau bicara 4 mata denganmu.”
Hesti tampak begitu serius, tetapi lagi-lagi ekspresinya berubah kala menoleh ke arah Niko.
“Ngapain masih bengong?! Kamu mau kaki mulusku tertancap pecahan gelas? Oh atau kamu sengaja mau bikin aku celaka?!” semprot Hesti sambil melototi Niko. “Oh, Tuhan … otakmu kok lemot banget sih!”
Niko pun bergegas memungut pecahan gelas di lantai. Sesaat itu juga dia masih mendapatkan cibiran-cibiran dari Hesti dan kedua temannya sampai akhirnya dia beranjak ke dapur.
Ketika Niko berada di dapur, dia merasa ponselnya bergetar. Saat dia mengecek benda pipih itu, muncul sebuah laman video call. Lantas dia pun menerima panggilan itu dengan penuh waspada.
Di dalam layar terpampang wajah pria paruh baya berkata, “Salam kenal, Pak Niko. Saya Danish, orang kepercayaan Pak Abraham, Kakek anda. Saya ingin memberitahu anda bahwa sesuai dengan wasiat Bapak Abraham … anda, Niko Prameswara Bakhi adalah satu-satunya ahli waris kekayaan keluarga ini.”
Pikiran Niko seketika kosong. Dengan gagap dia menjawab, “Ka-kakek-ku? A-abraham?”“Benar.” Danish mengangguk. “Kakek Pak Niko adalah pengusaha dan tokoh bisnis yang sangat disegani di seluruh dunia. Beliau adalah pendiri Bakhi Group, yang memiliki nilai pasar terbesar di dunia. Semua aset yang dimiliki Pak Abraham, termasuk yang ada di Indonesia sekarang adalah milik Pak Niko. Anda bisa mengambil alih posisi Kakek anda kapan pun anda mau.”Niko tersentak. Dia membayangkan warisan yang akan dia terima. Namun, dia tersadar dan menggelengkan kepala.“Tidak, aku tidak mau!” Niko menjawab tanpa keraguan.“Kenapa?” tanya Danish.“Waktu orang tuaku meninggal, dia tidak merawatku. Dia malah membuangku. Dan sekarang kamu memberitahuku kalau dia kakekku? Lucu! Lucu sekali!” Danish sudah menyangka Niko akan menolak tawaran itu.“Pak Abraham tidak membuang anda. Beliau dulu sengaja mengirim anda ke salah satu asrama putra di kota ini agar anda selamat dari marabahaya,” jelas Danish.Kening Nik
“Mulai detik ini kamu aku pecat!” teriak Echa begitu lantang. Karena masalah yang menimpa keluarganya, untuk pertama kalinya Echa tidak bisa berpikir jernih. Niko jelas merasa heran melihat Echa tidak seperti biasanya, “Maaf, Nona. Apakah Nona tersinggung dengan perkataanku barusan? Sungguh, aku tulus ingin membantu Nona.” “Diam kamu, Niko! Kamu mau menertawakan keterpurukan keluargaku, ‘kan?!” Echa benar-benar tidak terkendali. “Di mana hatimu? Tiga tahun kamu hidup dari belas kasih keluargaku. Dan ini balasanmu? Oh aku tahu … kamu sengaja cari gara-gara biar aku memecatmu? Kamu pikir aku sudah nggak mampu lagi membayar gajimu? Gitu, ‘kan?!” Niko menggelengkan kepala. Rupanya wanita itu telah salah paham. “Tidak, Nona. Aku–” sayangnya saat Niko ingin menjelaskan, wanita itu kembali berteriak penuh amarah. “Turun, kamu! Aku nggak sudi melihatmu lagi!” “Nona–” Niko benar-benar tidak diberi kesempatan untuk bersuara. Terlebih lagi Echa semakin tak terkendali dalam berucap, “Kamu
“Aku akan menikah dengan pembantuku, Niko Pram.”Usai menyetujui penawaran itu, Echa langsung melangkah pergi tanpa pamitan. Hatinya benar-benar hancur, merasa hidupnya sudah berakhir. Dia terpaksa mengorbankan masa depannya demi menyelamatkan nyawa Papanya.Sarah dan Tessa tersenyum penuh kemenangan. “Dengan begini, keluarga mereka tidak akan pernah bangkit meski Om Fikram pulih.”Tampak sekali, keduanya tidak sabar ingin menyaksikan penderitaan Echa dan keluarganya di hari-hari berikutnya.Sementara itu, di tempat lain, Niko sedang berdiri di dekat tembok dan menatap nyalang pada teman-temannya yang menertawakan dirinya. Fenomena ini sudah tak asing baginya. Selama 4 tahun kuliah, cibiran dan hinaan sudah biasa dia dapatkan.“Dasar anak yatim! Aku masih heran, kenapa kamu bisa sampai lulus dari kampus elit ini, padahal kamu cuma pembantu rumah tangga.” Aldi menatap Niko dengan pandangan mengejek.“Mungkin dia ada pekerjaan sampingan jadi gigolo,” sahut Dito yang disambut tawa keras
“Dasar bego! Kamu tuh harusnya bersyukur. Tinggal cium sepatunya Aldi, masa depanmu bakalan lebih baik.” Seorang wanita tiba-tiba menimpali, “4 juta loh, jauh lebih besar dibandingkan ngebabu di keluarganya kak Echa.” Niko menatap nyalang pada teman-temannya, “Masa depan tidak ada yang tahu. Jangan suka menghina orang lain, mungkin saja orang yang kalian hina masa depannya jauh lebih baik dari kalian!” Ucapan Niko malah disambut tawa keras dengan tatapan menghina dari teman-temannya. “Memotivasi diri sendiri itu penting, tapi sadar diri itu jauh lebih penting,” ucap Aldi penuh ejekan. “Atau kemiskinan telah membuatmu jadi punya gejala gangguan jiwa?” Mereka kembali tertawa. Sayangnya, mereka salah besar mengira Niko kali ini diam saja. Mood-nya sudah buruk akibat pertengkarannya dengan Echa tadi. Belum lagi, wanita tadi membawa-bawa keluarga wanita itu. “Apa kalian tidak bosan melakukan hal ini kepadaku?” “Bosan? Tidak ada kata bosan untuk membully makhluk sampah sepertimu.”
“Menikahlah denganku!” potong Echa.Prang!Niko tersentak mendengarnya. Apakah Echa mabuk? Tapi wanita itu terlihat segar dan sadar. Atau mungkin dia sendiri yang masih dalam pengaruh alkohol sehingga salah pendengaran?“Nona bilang apa?” Niko ingin memastikan.Echa tidak menjawab. Dia menoleh ke arah sang bartender, “Berapa harga yang dia minum?”“3 gelas, totalnya 150 ribu,” jawab sang bartender.Echa mengambil uang 150 ribu dari dompetnya dan memberikan kepada sang bartender. Echa lalu menoleh kembali ke arah Niko, “Nggak baik jika kita bahas di sini,” ucapnya lalu berdiri sambil menarik tangan Niko untuk keluar dari bar tersebut.Niko kesal dengan sikap Echa yang keras kepala, tetapi rasa penasaran di hati membuatnya terpaksa mengikuti kemauan wanita itu.Berapa lama kemudian, mereka sudah duduk berhadapan di sebuah hotel yang Echa pesan.Niko merasa bingung, Echa yang duduk di hadapannya terus menatapnya dengan datar.“Niko, aku ingin kamu menikahiku!” kata Echa tiba-tiba. Niko
“Aku Niko Pram, calon suami Echa Armetta Ruby!” Niko mengatakan dengan penuh kebanggaan.Tessa membandingkan, wajah dan foto di tanda pengenal itu benar-benar mirip. Entah mengapa, Tessa mendadak sangat kesal dan langsung berbalik pergi meninggalkan calon pengantin itu.Sarah pun ikut kesal, “Berapa banyak uang yang kamu habiskan untuk mengubah penampilan pembantumu?” sindirnya.Echa terdiam. Dia juga tak habis pikir terhadap Niko yang terlalu berlebihan seperti ini.Melihat Echa tak mampu menjawab, Sarah tersenyum mengejek, “Licik juga mainmu. Tapi percuma sih, usahamu nggak bisa merubah kenyataan kalau status suamimu itu hanyalah seorang pembantu rendahan.”Sarah berbicara lantang. Dia merasa perlu menekankan kepada semua orang bahwa Niko hanyalah seorang pembantu.“Sampe segitunya, ya? Apa karena saking malunya? Mungkin memang benar ada aib yang sengaja dia tutup-tutupi,” ucap salah satu tamu undangan.Begitu pula dengan semua orang yang bertanya-tanya , menaruh curiga disertai ta
“Aku juga siap.” Dengan berat hati Echa mengangguk pelan. Walau dalam hatinya berkata sebaliknya.Si penghulu pun memimpin proses pernikahan hingga akhirnya Niko Pram dan Echa Armetta Ruby resmi menjadi sepasang suami istri.Semua orang yang menyaksikan itu memberikan tepuk tangan yang meriah untuk Niko dan Echa. Tepuk tangan ini jelas bukan cerminan rasa bahagia atas pernikahan mereka, melainkan sebagai bentuk sindiran dan hinaan.“Eh, tunggu …” Tessa menghadang Echa. “Setelah ini, kamu tak perlu repot-repot carikan pekerjaan tambahan untuk suamimu.” dia lalu menoleh ke arah Niko. “aku dengan senang hati menerimanya sebagai pembantuku di rumah.”“Tessa, aku juga ingin babu ini jadi tukang ob di kantor kita!” Sarah turut menghina pasangan suami-istri itu.Sarah dan Tessa semakin tertawa melihat kepergian Echa yang sambil meneteskan air mata.Niko tampak murka melihat kedua wanita itu untuk kesekian kalinya membuat sang istri menangis. Namun, dia lebih memilih menahan emosinya. Ada seb
Sebelum Echa menyelesaikan kalimatnya, tanpa disangka Niko membungkam bibir Echa begitu saja. Seperti tidak ingin mendengar kelanjutan perkataan sang istri.Niko tidak peduli dengan kesepakatan pernikahan itu. Setahunya dia berhak menyentuh Echa yang sudah resmi menjadi istrinya.“Ni .. eumm ..” Meski sudah berusaha pasif tidak membalas pagutan bibir Niko, tapi benteng pertahanan Echa mulai runtuh.“Aku sangat mencintaimu,” ucap Niko lembut sambil melanjutkan aktivitasnya dengan mengecup leher indah sang istri.Echa semakin berada dalam kungkungan Niko. Apalagi mendengar ucapan cinta dari lelaki itu membuat respon tubuhnya tidak sejalan dengan pikirannya. Akhirnya dia menikmati setiap aktivitas panas yang dilakukan sang suami.“Malam ini dan seterusnya jadi milik kita berdua,” ucap Niko sambil mengangkat tubuh Echa, menggendongnya ala bridel style ke arah kasur yang letaknya tak jauh dari mereka.Seolah terhipnotis, Echa mengalungkan tangannya di leher Niko. Lalu memejamkan matanya saa
Echa merasakan ketegangan di dalam rumah. Setelah menerima pesan-pesan dari Tessa, pikirannya berkecamuk. Dia berusaha bertindak normal di depan Niko, meskipun hatinya bergetar.Niko, yang baru saja keluar dari kamar, menyadari ada yang tidak beres. “Echa, kamu baik-baik saja?” tanyanya, memperhatikan ekspresi wajah istrinya.Echa mengangguk, tapi suaranya bergetar, “Iya, Mas. Cuma sedikit lelah.”Niko mendekat, meraih tangan Echa. “Kamu tidak terlihat baik. Ada yang ingin kamu bicarakan?”Echa menarik napas dalam-dalam. Dia harus memberanikan diri, “Mas, ada yang ingin aku tanya. Apa kamu... ada yang ingin kamu katakan padaku?”Niko terkejut. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, “Apa maksudmu?” Echa menatapnya tajam, berusaha mencari keberanian, “Tessa menghubungiku. Dia bilang... dia tahu semuanya tentang kita.”Niko terdiam sejenak, “Echa, biarkan aku menjelaskan—”“Jelaskan apa, Niko? Tentang semua foto dan video itu? Tentang perselingkuhanmu?” suara Echa meninggi, air mata
Tak berselang lama ada pesan susulan, [Kalau kamu ingin aku menjaga rahasiamu, temui aku nanti malam. Tessa.]Melihat suaminya tampak begitu serius menatap layar ponsel, Echa pun bertanya, “Ada apa, Mas?”“Hanya urusan kecil,” jawab Niko sambil bangkit dari tempat duduknya. “aku mau ke kamar dulu.”Niko tidak terlihat panik dengan ancaman Tessa, tahu cepat atau lambat dia harus memberitahukan identitasnya kepada sang istri.“Iya, Mas.” Echa sama sekali tidak curiga.Sambil berjalan menuju kamarnya, Niko mengirim pesan itu Ke Nita, dan setelahnya dia langsung menghubungi adik angkatnya itu.“Hallo.”“Ya, Kak?”“Kamu sudah membaca pesanku?”“Iya, Kak. Sudah. Menurutku sih Kak, mendingan kasih tahu aja kebenarannya sama Kak Echa biar nggak salah paham. Kecuali Kakak masih ragu.”Niko mengerti ucapan Nita, “Tidak. Aku tidak ragu sama sekali. Aku sudah mengenal bertahun-tahun istriku.”Niko sudah memutuskan bahwa hari ini waktu yang sangat tepat untuk memberitahukan identitasnya kepada Ech
“Aku akan menceraikanmu!” seru Fikram.Bagai disambar petir. Hesti terhenyak mendengar perkataan Fikram. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja suaminya ingin menceraikan dirinya.“Mas … Mas sadar dengan apa yang mas katakan?” tanya Hesti tak percaya. “jangan dibuat main-main loh, Mas.”“Aku sadar dan tidak main-main! Aku mau menceraikanmu, Hesti!” Fikram berkata dengan tegas tanpa keraguan. “Mas, apa salahku?! Jangan ngaco kamu, Mas!” Suara Hesti lebih tinggi dari suaminya. “Sembuh-sembuhnya kamu malah kayak gini!”Fikram menatap istrinya dengan dingin, “Kamu masih bertanya di mana salahmu? Di rumah ini banyak kaca, ‘kan? Pergi dan introspeksi dirimu.”“Aku nggak salah apa-apa! Mas yang nggak waras!” pekik Hesti, lalu menoleh pada Niko dengan wajah merah padam. “pasti kamu ‘kan yang meracuni suamiku? Pasti kamu sering mengunjungi suamiku cuma untuk menjelek-jelekkanku. Bajingan! Dendam banget kamu sama aku sampai mau merusak rumah tanggaku!”“Ini tidak ada hubungannya denga
Tessa memasuki sebuah mall. Ketika dia menaiki lantai 3 mall, tatapannya tertuju pada seseorang lelaki dan wanita yang tampak bersenda gurau.“Niko? Dan wanita itu?” keningnya berkerut melihat kebersamaan mereka. “bukankah dia adalah seorang pelayan toko baju di mall sebelah?”Perlahan sudut bibir Tessa terangkat, “Sekarang kamu ketahuan, Niko. Rupanya wanita itu memang selingkuhanmu.”Tak ingin melewati kesempatan ini, Tessa merogoh ponsel di dalam tas kecilnya dan segera mengabadikan momen kebersamaan Niko dengan wanita itu. Kali ini dia sangat yakin bisa mengobrak-abrik rumah tangga Niko dan Echa.Yang sedang diperhatikan tengah membahas ulang tahun sang Kakek.“Kak, kurang dua minggu lagi ulang tahun Kakek. Kita harus ngasih surprise,” ucap Nita sambil memakan es krim.Niko hanya tersenyum. Ini kesekian kalinya Nita mengingatkannya.“Menurut Kakak kita harus ngasih surprise apa?” tanya Nita.Niko mengedikkan bahu, “Aku tidak pandai dalam hal ini. Aku serahkan semuanya sama kamu. M
“Nita?” gumam Echa. “Nita siapa, Mas?” tanyanya kemudian.Niko sama sekali tidak terlihat panik.“Ehmm Nita adalah seorang ahli IT … seorang hacker yang membantuku mengurus permasalahan yang sedang dihadapi WARA Corp,” jawab Niko sambil mengambil ponsel miliknya.Echa mengangguk-angguk percaya.Dalam hal ini Niko berkata jujur, tapi masih belum bisa memberitahu keseluruhannya.Niko segera mengangkat telepon itu dan sengaja mengecilkan suara volume telepon agar Echa tidak mendengar suara lawan bicaranya.“Ada temuan baru lagi?”“Nggak, Kak. Aku–”“Baiklah. Besok pagi kita rapatkan bersama dengan petinggi WARA Corp,” potong Niko dan memutus sambungan setelahnya.Di seberang sana, Nita kesal suaranya dipotong dan teleponnya diputus sepihak. Padahal dia ingin menyampaikan kalau satu bulan lagi adalah hari ulang tahun sang Kakek yang ke 71 tahun. Tapi Nita mengerti, mungkin malam ini Niko sedang bersama istrinya. Lantas dia pun mengirim sebuah pesan.[Sebulan lagi adalah hari ulang tahun
“Terima kasih pengertiannya. Kalau gitu kalian pulang sekarang,” sahut Niko tiba-tiba, membuat Hesti dan Sarah kesal.Harapan Hesti adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika dia tidak bisa mendepak Niko dari kehidupan Echa, setidaknya lelaki itu bisa dia manfaatkan.Saat ini Sarah dilema. Tindakan anaknya yang berusaha mengambil hati Niko bisa merugikan keluarganya sendiri. Di sisi lain dia harus segera membujuk Niko untuk menyelamatkan bisnis keluarganya.“A–” Baru Hesti membuka mulutnya, suara Niko terdengar terlebih dahulu.“Mama juga pulang.” Mata Hesti seketika melotot, “Kamu juga mengusirku?! Aku ini Mama kandungnya Echa.”Niko cukup menjawabnya dengan merogoh ponsel di saku celananya. Dia menghubungi petugas keamanan perumahan.“Pak, tolong ke sini.”Hesti dan Sarah menatap Niko. Sikap tegas lelaki itu membuat mereka sedikit takut.“Aku nggak mau pulang. Aku masih ada perlunya sama anakku,” tolak Hesti geram.“Echa sudah mengirim uang 5 juta ke rekening Mama. Jadi ngg
Lagi, sudut bibir Hesti terangkat. Ini adalah kesempatan emas untuk memeras Sarah.“Cuma satu miliar?” Ekspresi Hesti mengisyaratkan kalau nilai yang ditawarkan masih terlalu kecil.Sekilas Sarah mengepalkan kedua tangannya.“Baiklah aku tambahin 100 juta,” ucap Sarah.Hesti memalingkan muka sambil mendengus, menandakan dia masih belum puas.“Berapa yang kamu mau, Hesti?” tanya Sarah.Hesti menatap Sarah dengan senyuman miring dan berkata, “Tiga miliar. Aku mau tiga miliar. Dan perjanjian ini harus ditandangani di atas materai.”Hesti tidak bodoh. Dia tahu bagaimana caranya menghadapi Sarah yang sama-sama liciknya dengannya.Sementara, Echa yang berdiam diri berulangkali melihat Tessa sedang menatap Niko dengan tatapan seperti orang yang sedang jatuh cinta. “Hesti, kamu mau memerasku? Jangan gila kamu, Hesti.” Sarah tampak begitu geram.“Tante jangan keterlaluan. Jumlah yang diminta Tante nggak masuk akal,” sahut Tessa. Nada bicaranya terdengar santun.Hesti menanggapinya dengan begi
“Aku kasihan sama Niko. Dia menjadi korbanmu.” Tessa semakin bersemangat menyerang psikis Echa. “laki-laki baik seperti Niko seharusnya mendapatkan istri yang baik, bukan istri macam kamu.”Begitu juga dengan Sarah. Dia mulai ikut menekan Echa.“Kamu tuh lebih jahat dari seorang pelakor. Kamu–” kalimat Sarah terpotong oleh suara bariton milik Niko.“Bisakah kalian diam?”Karena tidak sesuai rencana, Niko keluar dan berjalan melindungi istrinya. Melihat kedatangan lelaki itu, seketika Tessa bersikap manis, “Hai, Niko. Aku cuma ingin menyampaikan fakta bahwa–”“Kalau Echa tidak mencintaiku, Echa tidak akan hamil anakku,” potong Niko sambil mendekati Echa dan memegang perutnya.Sontak Tessa dan Sarah tercengang.“Echa hamil?” Tessa tidak percaya.Kehamilan Echa adalah bencana bagi Tessa yang berusaha memisahkan pasangan suami-istri itu. Kehamilan sepupunya itu akan menjadi batu sandungannya untuk merebut Niko.Dengan bangga Echa mengakui, “Iya, aku sedang hamil anaknya Mas Niko.”Dia jug
Kekehan kecil terdengar dari mulut Echa. Dia tahu suaminya hanya bercanda. Dia meyakini ada masalah yang memberatkan Herman sehingga WARA Corp tak kunjung mengirimkan produk-produknya kembali.“Dipikir-pikir kasihan juga ya, Mas. Kira-kira sampai kapan, ya?” tanya Echa.“Sampai mereka mohon-mohon sama kamu. Ini juga momen yang pas untuk balas dendam, ‘kan?” jawab Niko sambil terkekeh.“Hishh.” Echa masih menganggap Niko sedang bercanda. “nggak boleh ngomong gitu.”Sementara di depan kantor ….Sarah tampak begitu kesal. Hingga siang hari tidak ada kejelasan dari Niko. Ini membuatnya semakin yakin kalau lelaki itu sedang mempermainkan dirinya.“Sialan! Mana si Niko ini?” Sarah mondar-mandir di tempat. Sarah berjanji akan membuat perhitungan kepada Niko kelak. Ini pertama kali dalam hidupnya ada dalam situasi seperti ini. Harga dirinya merasa diinjak-injak oleh bekas seorang pembantu.“Apa kita pulang dulu ya, Ma?” Tessa pun tidak sabar menunggu.“Mama yakin dia nggak bakalan menemui ki