Pikiran Niko seketika kosong. Dengan gagap dia menjawab, “Ka-kakek-ku? A-abraham?”
“Benar.” Danish mengangguk. “Kakek Pak Niko adalah pengusaha dan tokoh bisnis yang sangat disegani di seluruh dunia. Beliau adalah pendiri Bakhi Group, yang memiliki nilai pasar terbesar di dunia. Semua aset yang dimiliki Pak Abraham, termasuk yang ada di Indonesia sekarang adalah milik Pak Niko. Anda bisa mengambil alih posisi Kakek anda kapan pun anda mau.”
Niko tersentak. Dia membayangkan warisan yang akan dia terima. Namun, dia tersadar dan menggelengkan kepala.
“Tidak, aku tidak mau!” Niko menjawab tanpa keraguan.
“Kenapa?” tanya Danish.
“Waktu orang tuaku meninggal, dia tidak merawatku. Dia malah membuangku. Dan sekarang kamu memberitahuku kalau dia kakekku? Lucu! Lucu sekali!”
Danish sudah menyangka Niko akan menolak tawaran itu.
“Pak Abraham tidak membuang anda. Beliau dulu sengaja mengirim anda ke salah satu asrama putra di kota ini agar anda selamat dari marabahaya,” jelas Danish.
Kening Niko berkerut, “Maksud anda?”
Danish kembali menjelaskan, “Setelah kematian orang tua anda, ada banyak orang yang ingin melenyapkan anda, karena ahli waris yang tersisa hanyalah anda. Terlepas dari itu, tanpa anda sadari Pak Abraham terus mengawasi anda sebagai bentuk kasih sayang dan tanggung jawabnya. Melihat perkembangan anda, Pak Abraham menilai sudah waktunya anda meneruskan takhta keluarga Bakhi.”
Niko mendadak sakit kepala. Dia akan menerima semua kekayaan itu? Yang benar saja.
Dan seolah tersadarkan dari lamunan, Niko tidak percaya begitu saja pada ucapan Danish.
“Omong kosong!” Saking kesalnya Niko tertawa begitu keras.
“Aku serius, Pak Niko. Aku menjelaskan berdasarkan fakta.” Danish berusaha meyakinkan. “Pak Niko adalah satu-satunya penerus Bakhi Group yang sah secara hukum.”
“Aku tidak peduli dan tak mau tahu!” Nada bicara Niko terdengar begitu tegas.
Kemudian dengan perasaan kesal Niko pun mematikan video call tersebut. Disaat itu ada sedikit rasa penyesalan di hatinya. Dia bisa saja merubah nasibnya yang menyedihkan dalam sekejap, tetapi setelah dipikir-pikir lagi, penyesalan itu menghilang.
Dan sebelum Niko lebih jauh memikirkan hal itu, terdengar jeritan Hesti.
“Niko! Selesai kamu kerjanya? Cepat ke depan!”
“Iya, Nyonya.” Niko berjalan keluar dari dapur.
Namun, sebelum Niko tiba di ruang tengah, sebuah email dari Danish masuk ke ponselnya. Dia membukanya. Email itu berisikan surat resmi penyerahan dan pemindahan kepemilikan Bakhi Group ke tangan Niko Prameswara Bakhi. Di dalamnya juga terlampir daftar aset sebanyak 604 halaman yang dimilikinya.
“Apa?!” Tangan Niko bergetar dan matanya terbelalak sempurna mendapati informasi yang benar-benar nyata.
“Nikoooo! Ngapain aja sih kamu?! Cepat ke sini, Nikooo!” lagi -lagi jeritan Hesti terdengar.
Niko memasukkan ponsel ke saku celana, mengabaikan dulu sesuatu yang mengejutkan itu.
Ketika Niko sudah berada di ruang utama, Hesti langsung memakinya, “Please deh jangan bikin aku emosi sehari aja! Jadi cowok kok lemes banget.”
“Tampan-tampan kok kayak siput!” Mulut Endah gatal ikut menyindir Niko.
“Babu tolol! Otak dengkul! Rugi aku membayarmu.” Makian Hesti semakin sadis.
Niko hanya menunduk. Dia tak mau ambil pusing.
“Keluarkan mobil, antarkan Echa ke rumah Hendra,” titah Hesti, lalu dia spontan menyentuh kepalanya. “Oh, Tuhan … semoga Echa berhasil membujuk Hendra untuk meminjamkan uang sebesar 9 miliar.”
Echa keluar dari arah kamarnya. Hesti melihat anaknya itu telah berganti pakaian.
“Pokoknya kamu harus bujuk Om-mu, ya. Cuma Hendra yang bisa menyelamatkan nyawa Papamu dan perusahaan kita.” Hesti menyemangati Echa.
“Iya, Mah. Aku akan berusaha,” balas Echa.
Mendengar keluhan mereka, Niko teringat bahwa barusan dia menerima semua kekayaan Kakeknya. Itu artinya dia bebas menggunakan warisannya itu untuk membantu keluarga ini.
Hesti tersadar melihat Niko masih berdiri di tempatnya. Dia pun kembali melototi lelaki itu, “Oh, Tuhan … Niko? Kamu tuli atau bisu, hah?! Kamu disuruh mengantarkan Echa!
“Kok kuat ya keluarga ini punya pembantu kayak dia? Kalau aku sih mending cari orang yang normalan dikit.” Zalma ikut gregetan.
“Please deh, Niko. Jangan bikin aku tambah pusing!” Hesti tampak begitu kesal. “Mendingan cepat kamu lakukan tugasmu! Atau kamu nggak mau mengantarkan anakku?!”
“Maaf, Nona, Nyonya.” Niko bergantian menatap Echa dan Hesti. “Bukannya aku mau ikut campur. Tuan Fikram harus segera dioperasi dan perusahaan keluarga ini butuh dana besar, bukan? Gimana kalau aku bantu kalian untuk cari solusi?” tawar Niko.
Semua orang terdiam, melongo mendengar ucapan Niko, sebelum akhirnya Hesti dan kedua temannya tertawa begitu keras. Sementara, Echa menggelengkan kepala bingung.
Hesti memandang Niko dan mencibir, “Niko, kamu tahu 9 miliar itu seberapa? Gajimu sebulan saja cuma 2,5 juta.” Dia lalu mendecakkan lidah.
“Kalau kamu beneran bisa ngasih uang 9 miliar, aku akan menjadikan menantu kesayangan di rumah ini. Hahaha.”
“Benar begitu?” Niko bertanya sambil tersenyum sederhana.
Echa sebenarnya juga pusing melihat kekonyolan Niko. Suasana hatinya memburuk dengan cepat, “Niko, aku tunggu di luar,” ucapnya lalu melangkahkan kakinya.
Niko mengiyakan dan tidak berbicara lagi. Dia berjalan cepat menuju ke arah garasi mobil.
***
Duduk di belakang kemudi, Echa tengah gelisah. Dia tidak terlalu memikirkan dana miliaran untuk menghidupkan perusahaan keluarganya. Baginya yang paling penting dia harus segera mendapatkan uang 650 juta untuk pengobatan Papanya. Namun, masalahnya keluarga Hendra terkenal pelit dan perhitungan.Melihat dari kaca, Niko merasakan kegelisahan Echa. Lantas dia pun kembali menawarkan, “Kalau Nona mau, Nona tidak perlu datang ke rumah Om Hendra. Aku akan bantu membayar biaya operasi Papa Nona.”
Mendengar ucapan konyol itu di tengah kegelisahannya, tentu saja membuat Echa gampang emosi.
“Niko, kamu pikir ini lucu?” Mata tajam Echa tertuju pada Niko. “Tolong jangan ikut campur dengan masalah keluargaku,” peringatnya.
“Aku serius, Nona. Aku tidak bergurau. Aku benar-benar ingin membantu kesulitan-kesulitan yang keluarga Nona alami.” Terlihat dari kaca mobil, ekspresi Niko benar-benar serius.
Echa merasa heran melihat sikap Niko hari ini. Biasanya lelaki itu penurut dan tidak suka membual.
“Bagaimana, Nona?” Lagi-lagi ucapan Niko membuat Echa naik pitam.
Seolah menyadari suatu hal, mata Echa melebar dan berteriak tiba-tiba, “Hentikan mobilnya!”
“Ada apa, Nona?” tanya Niko.
“Aku bilang hentikan!” Wajah Echa terlihat jelas memerah.
“Baik-baik.” Niko segera menghentikan mobil di pinggir jalan. Dia tidak mengerti kenapa Echa tiba-tiba tampak benar-benar murka.
“Keluar kamu!” titah Echa dengan begitu dingin.
“Maksud Nona?” Niko memutar badan menatap Echa.
Wajah Echa semakin memerah, “Mulai detik ini kamu aku pecat!”
“Mulai detik ini kamu aku pecat!” teriak Echa begitu lantang. Karena masalah yang menimpa keluarganya, untuk pertama kalinya Echa tidak bisa berpikir jernih. Niko jelas merasa heran melihat Echa tidak seperti biasanya, “Maaf, Nona. Apakah Nona tersinggung dengan perkataanku barusan? Sungguh, aku tulus ingin membantu Nona.” “Diam kamu, Niko! Kamu mau menertawakan keterpurukan keluargaku, ‘kan?!” Echa benar-benar tidak terkendali. “Di mana hatimu? Tiga tahun kamu hidup dari belas kasih keluargaku. Dan ini balasanmu? Oh aku tahu … kamu sengaja cari gara-gara biar aku memecatmu? Kamu pikir aku sudah nggak mampu lagi membayar gajimu? Gitu, ‘kan?!” Niko menggelengkan kepala. Rupanya wanita itu telah salah paham. “Tidak, Nona. Aku–” sayangnya saat Niko ingin menjelaskan, wanita itu kembali berteriak penuh amarah. “Turun, kamu! Aku nggak sudi melihatmu lagi!” “Nona–” Niko benar-benar tidak diberi kesempatan untuk bersuara. Terlebih lagi Echa semakin tak terkendali dalam berucap, “Kamu
“Aku akan menikah dengan pembantuku, Niko Pram.”Usai menyetujui penawaran itu, Echa langsung melangkah pergi tanpa pamitan. Hatinya benar-benar hancur, merasa hidupnya sudah berakhir. Dia terpaksa mengorbankan masa depannya demi menyelamatkan nyawa Papanya.Sarah dan Tessa tersenyum penuh kemenangan. “Dengan begini, keluarga mereka tidak akan pernah bangkit meski Om Fikram pulih.”Tampak sekali, keduanya tidak sabar ingin menyaksikan penderitaan Echa dan keluarganya di hari-hari berikutnya.Sementara itu, di tempat lain, Niko sedang berdiri di dekat tembok dan menatap nyalang pada teman-temannya yang menertawakan dirinya. Fenomena ini sudah tak asing baginya. Selama 4 tahun kuliah, cibiran dan hinaan sudah biasa dia dapatkan.“Dasar anak yatim! Aku masih heran, kenapa kamu bisa sampai lulus dari kampus elit ini, padahal kamu cuma pembantu rumah tangga.” Aldi menatap Niko dengan pandangan mengejek.“Mungkin dia ada pekerjaan sampingan jadi gigolo,” sahut Dito yang disambut tawa keras
“Dasar bego! Kamu tuh harusnya bersyukur. Tinggal cium sepatunya Aldi, masa depanmu bakalan lebih baik.” Seorang wanita tiba-tiba menimpali, “4 juta loh, jauh lebih besar dibandingkan ngebabu di keluarganya kak Echa.” Niko menatap nyalang pada teman-temannya, “Masa depan tidak ada yang tahu. Jangan suka menghina orang lain, mungkin saja orang yang kalian hina masa depannya jauh lebih baik dari kalian!” Ucapan Niko malah disambut tawa keras dengan tatapan menghina dari teman-temannya. “Memotivasi diri sendiri itu penting, tapi sadar diri itu jauh lebih penting,” ucap Aldi penuh ejekan. “Atau kemiskinan telah membuatmu jadi punya gejala gangguan jiwa?” Mereka kembali tertawa. Sayangnya, mereka salah besar mengira Niko kali ini diam saja. Mood-nya sudah buruk akibat pertengkarannya dengan Echa tadi. Belum lagi, wanita tadi membawa-bawa keluarga wanita itu. “Apa kalian tidak bosan melakukan hal ini kepadaku?” “Bosan? Tidak ada kata bosan untuk membully makhluk sampah sepertimu.”
“Menikahlah denganku!” potong Echa.Prang!Niko tersentak mendengarnya. Apakah Echa mabuk? Tapi wanita itu terlihat segar dan sadar. Atau mungkin dia sendiri yang masih dalam pengaruh alkohol sehingga salah pendengaran?“Nona bilang apa?” Niko ingin memastikan.Echa tidak menjawab. Dia menoleh ke arah sang bartender, “Berapa harga yang dia minum?”“3 gelas, totalnya 150 ribu,” jawab sang bartender.Echa mengambil uang 150 ribu dari dompetnya dan memberikan kepada sang bartender. Echa lalu menoleh kembali ke arah Niko, “Nggak baik jika kita bahas di sini,” ucapnya lalu berdiri sambil menarik tangan Niko untuk keluar dari bar tersebut.Niko kesal dengan sikap Echa yang keras kepala, tetapi rasa penasaran di hati membuatnya terpaksa mengikuti kemauan wanita itu.Berapa lama kemudian, mereka sudah duduk berhadapan di sebuah hotel yang Echa pesan.Niko merasa bingung, Echa yang duduk di hadapannya terus menatapnya dengan datar.“Niko, aku ingin kamu menikahiku!” kata Echa tiba-tiba. Niko
“Aku Niko Pram, calon suami Echa Armetta Ruby!” Niko mengatakan dengan penuh kebanggaan.Tessa membandingkan, wajah dan foto di tanda pengenal itu benar-benar mirip. Entah mengapa, Tessa mendadak sangat kesal dan langsung berbalik pergi meninggalkan calon pengantin itu.Sarah pun ikut kesal, “Berapa banyak uang yang kamu habiskan untuk mengubah penampilan pembantumu?” sindirnya.Echa terdiam. Dia juga tak habis pikir terhadap Niko yang terlalu berlebihan seperti ini.Melihat Echa tak mampu menjawab, Sarah tersenyum mengejek, “Licik juga mainmu. Tapi percuma sih, usahamu nggak bisa merubah kenyataan kalau status suamimu itu hanyalah seorang pembantu rendahan.”Sarah berbicara lantang. Dia merasa perlu menekankan kepada semua orang bahwa Niko hanyalah seorang pembantu.“Sampe segitunya, ya? Apa karena saking malunya? Mungkin memang benar ada aib yang sengaja dia tutup-tutupi,” ucap salah satu tamu undangan.Begitu pula dengan semua orang yang bertanya-tanya , menaruh curiga disertai ta
“Aku juga siap.” Dengan berat hati Echa mengangguk pelan. Walau dalam hatinya berkata sebaliknya.Si penghulu pun memimpin proses pernikahan hingga akhirnya Niko Pram dan Echa Armetta Ruby resmi menjadi sepasang suami istri.Semua orang yang menyaksikan itu memberikan tepuk tangan yang meriah untuk Niko dan Echa. Tepuk tangan ini jelas bukan cerminan rasa bahagia atas pernikahan mereka, melainkan sebagai bentuk sindiran dan hinaan.“Eh, tunggu …” Tessa menghadang Echa. “Setelah ini, kamu tak perlu repot-repot carikan pekerjaan tambahan untuk suamimu.” dia lalu menoleh ke arah Niko. “aku dengan senang hati menerimanya sebagai pembantuku di rumah.”“Tessa, aku juga ingin babu ini jadi tukang ob di kantor kita!” Sarah turut menghina pasangan suami-istri itu.Sarah dan Tessa semakin tertawa melihat kepergian Echa yang sambil meneteskan air mata.Niko tampak murka melihat kedua wanita itu untuk kesekian kalinya membuat sang istri menangis. Namun, dia lebih memilih menahan emosinya. Ada seb
Sebelum Echa menyelesaikan kalimatnya, tanpa disangka Niko membungkam bibir Echa begitu saja. Seperti tidak ingin mendengar kelanjutan perkataan sang istri.Niko tidak peduli dengan kesepakatan pernikahan itu. Setahunya dia berhak menyentuh Echa yang sudah resmi menjadi istrinya.“Ni .. eumm ..” Meski sudah berusaha pasif tidak membalas pagutan bibir Niko, tapi benteng pertahanan Echa mulai runtuh.“Aku sangat mencintaimu,” ucap Niko lembut sambil melanjutkan aktivitasnya dengan mengecup leher indah sang istri.Echa semakin berada dalam kungkungan Niko. Apalagi mendengar ucapan cinta dari lelaki itu membuat respon tubuhnya tidak sejalan dengan pikirannya. Akhirnya dia menikmati setiap aktivitas panas yang dilakukan sang suami.“Malam ini dan seterusnya jadi milik kita berdua,” ucap Niko sambil mengangkat tubuh Echa, menggendongnya ala bridel style ke arah kasur yang letaknya tak jauh dari mereka.Seolah terhipnotis, Echa mengalungkan tangannya di leher Niko. Lalu memejamkan matanya saa
Echa menggelengkan kepala dan berteriak, “Tidak!” Niko terkekeh pelan, “Karena tadi malam kita sudah melakukannya, hari ini kita libur dulu.” “Nggak! Aku nggak mau!” Semakin Echa menolak, semakin Niko ingin mengerjainya. “Kalau begitu aku akan menyentuhmu setiap hari tanpa izin darimu.” “Niko? Pernikahan ini hanya–” Lagi-lagi ucapan Echa terhenti oleh serangan kilat ciuman lelaki itu. Napas Echa tak beraturan. Niko benar-benar bisa menjinakkannya. Lelaki itu tidak pernah memberikan kesempatan setiap kali dirinya ingin mengingatkan bahwa pernikahan ini hanya sementara. *** Beberapa jam kemudian, mereka tengah sarapan di resto hotel. “Abis ini antarkan aku pulang. Aku mau ambil berkas-berkas. Hari ini aku ada interview kerja di WARA Corp,” ucap Echa. “WARA Corp?” tanya Niko, dan dengan cepat Echa mengangguk. “baiklah aku akan mengantarmu ke sana.” “Nggak perlu.” Setelah pernikahan, Echa tidak ingin sering bersama Niko, karena sudah pasti orang-orang di luar sana akan menghi
Echa merasakan ketegangan di dalam rumah. Setelah menerima pesan-pesan dari Tessa, pikirannya berkecamuk. Dia berusaha bertindak normal di depan Niko, meskipun hatinya bergetar.Niko, yang baru saja keluar dari kamar, menyadari ada yang tidak beres. “Echa, kamu baik-baik saja?” tanyanya, memperhatikan ekspresi wajah istrinya.Echa mengangguk, tapi suaranya bergetar, “Iya, Mas. Cuma sedikit lelah.”Niko mendekat, meraih tangan Echa. “Kamu tidak terlihat baik. Ada yang ingin kamu bicarakan?”Echa menarik napas dalam-dalam. Dia harus memberanikan diri, “Mas, ada yang ingin aku tanya. Apa kamu... ada yang ingin kamu katakan padaku?”Niko terkejut. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, “Apa maksudmu?” Echa menatapnya tajam, berusaha mencari keberanian, “Tessa menghubungiku. Dia bilang... dia tahu semuanya tentang kita.”Niko terdiam sejenak, “Echa, biarkan aku menjelaskan—”“Jelaskan apa, Niko? Tentang semua foto dan video itu? Tentang perselingkuhanmu?” suara Echa meninggi, air mata
Tak berselang lama ada pesan susulan, [Kalau kamu ingin aku menjaga rahasiamu, temui aku nanti malam. Tessa.]Melihat suaminya tampak begitu serius menatap layar ponsel, Echa pun bertanya, “Ada apa, Mas?”“Hanya urusan kecil,” jawab Niko sambil bangkit dari tempat duduknya. “aku mau ke kamar dulu.”Niko tidak terlihat panik dengan ancaman Tessa, tahu cepat atau lambat dia harus memberitahukan identitasnya kepada sang istri.“Iya, Mas.” Echa sama sekali tidak curiga.Sambil berjalan menuju kamarnya, Niko mengirim pesan itu Ke Nita, dan setelahnya dia langsung menghubungi adik angkatnya itu.“Hallo.”“Ya, Kak?”“Kamu sudah membaca pesanku?”“Iya, Kak. Sudah. Menurutku sih Kak, mendingan kasih tahu aja kebenarannya sama Kak Echa biar nggak salah paham. Kecuali Kakak masih ragu.”Niko mengerti ucapan Nita, “Tidak. Aku tidak ragu sama sekali. Aku sudah mengenal bertahun-tahun istriku.”Niko sudah memutuskan bahwa hari ini waktu yang sangat tepat untuk memberitahukan identitasnya kepada Ech
“Aku akan menceraikanmu!” seru Fikram.Bagai disambar petir. Hesti terhenyak mendengar perkataan Fikram. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja suaminya ingin menceraikan dirinya.“Mas … Mas sadar dengan apa yang mas katakan?” tanya Hesti tak percaya. “jangan dibuat main-main loh, Mas.”“Aku sadar dan tidak main-main! Aku mau menceraikanmu, Hesti!” Fikram berkata dengan tegas tanpa keraguan. “Mas, apa salahku?! Jangan ngaco kamu, Mas!” Suara Hesti lebih tinggi dari suaminya. “Sembuh-sembuhnya kamu malah kayak gini!”Fikram menatap istrinya dengan dingin, “Kamu masih bertanya di mana salahmu? Di rumah ini banyak kaca, ‘kan? Pergi dan introspeksi dirimu.”“Aku nggak salah apa-apa! Mas yang nggak waras!” pekik Hesti, lalu menoleh pada Niko dengan wajah merah padam. “pasti kamu ‘kan yang meracuni suamiku? Pasti kamu sering mengunjungi suamiku cuma untuk menjelek-jelekkanku. Bajingan! Dendam banget kamu sama aku sampai mau merusak rumah tanggaku!”“Ini tidak ada hubungannya denga
Tessa memasuki sebuah mall. Ketika dia menaiki lantai 3 mall, tatapannya tertuju pada seseorang lelaki dan wanita yang tampak bersenda gurau.“Niko? Dan wanita itu?” keningnya berkerut melihat kebersamaan mereka. “bukankah dia adalah seorang pelayan toko baju di mall sebelah?”Perlahan sudut bibir Tessa terangkat, “Sekarang kamu ketahuan, Niko. Rupanya wanita itu memang selingkuhanmu.”Tak ingin melewati kesempatan ini, Tessa merogoh ponsel di dalam tas kecilnya dan segera mengabadikan momen kebersamaan Niko dengan wanita itu. Kali ini dia sangat yakin bisa mengobrak-abrik rumah tangga Niko dan Echa.Yang sedang diperhatikan tengah membahas ulang tahun sang Kakek.“Kak, kurang dua minggu lagi ulang tahun Kakek. Kita harus ngasih surprise,” ucap Nita sambil memakan es krim.Niko hanya tersenyum. Ini kesekian kalinya Nita mengingatkannya.“Menurut Kakak kita harus ngasih surprise apa?” tanya Nita.Niko mengedikkan bahu, “Aku tidak pandai dalam hal ini. Aku serahkan semuanya sama kamu. M
“Nita?” gumam Echa. “Nita siapa, Mas?” tanyanya kemudian.Niko sama sekali tidak terlihat panik.“Ehmm Nita adalah seorang ahli IT … seorang hacker yang membantuku mengurus permasalahan yang sedang dihadapi WARA Corp,” jawab Niko sambil mengambil ponsel miliknya.Echa mengangguk-angguk percaya.Dalam hal ini Niko berkata jujur, tapi masih belum bisa memberitahu keseluruhannya.Niko segera mengangkat telepon itu dan sengaja mengecilkan suara volume telepon agar Echa tidak mendengar suara lawan bicaranya.“Ada temuan baru lagi?”“Nggak, Kak. Aku–”“Baiklah. Besok pagi kita rapatkan bersama dengan petinggi WARA Corp,” potong Niko dan memutus sambungan setelahnya.Di seberang sana, Nita kesal suaranya dipotong dan teleponnya diputus sepihak. Padahal dia ingin menyampaikan kalau satu bulan lagi adalah hari ulang tahun sang Kakek yang ke 71 tahun. Tapi Nita mengerti, mungkin malam ini Niko sedang bersama istrinya. Lantas dia pun mengirim sebuah pesan.[Sebulan lagi adalah hari ulang tahun
“Terima kasih pengertiannya. Kalau gitu kalian pulang sekarang,” sahut Niko tiba-tiba, membuat Hesti dan Sarah kesal.Harapan Hesti adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika dia tidak bisa mendepak Niko dari kehidupan Echa, setidaknya lelaki itu bisa dia manfaatkan.Saat ini Sarah dilema. Tindakan anaknya yang berusaha mengambil hati Niko bisa merugikan keluarganya sendiri. Di sisi lain dia harus segera membujuk Niko untuk menyelamatkan bisnis keluarganya.“A–” Baru Hesti membuka mulutnya, suara Niko terdengar terlebih dahulu.“Mama juga pulang.” Mata Hesti seketika melotot, “Kamu juga mengusirku?! Aku ini Mama kandungnya Echa.”Niko cukup menjawabnya dengan merogoh ponsel di saku celananya. Dia menghubungi petugas keamanan perumahan.“Pak, tolong ke sini.”Hesti dan Sarah menatap Niko. Sikap tegas lelaki itu membuat mereka sedikit takut.“Aku nggak mau pulang. Aku masih ada perlunya sama anakku,” tolak Hesti geram.“Echa sudah mengirim uang 5 juta ke rekening Mama. Jadi ngg
Lagi, sudut bibir Hesti terangkat. Ini adalah kesempatan emas untuk memeras Sarah.“Cuma satu miliar?” Ekspresi Hesti mengisyaratkan kalau nilai yang ditawarkan masih terlalu kecil.Sekilas Sarah mengepalkan kedua tangannya.“Baiklah aku tambahin 100 juta,” ucap Sarah.Hesti memalingkan muka sambil mendengus, menandakan dia masih belum puas.“Berapa yang kamu mau, Hesti?” tanya Sarah.Hesti menatap Sarah dengan senyuman miring dan berkata, “Tiga miliar. Aku mau tiga miliar. Dan perjanjian ini harus ditandangani di atas materai.”Hesti tidak bodoh. Dia tahu bagaimana caranya menghadapi Sarah yang sama-sama liciknya dengannya.Sementara, Echa yang berdiam diri berulangkali melihat Tessa sedang menatap Niko dengan tatapan seperti orang yang sedang jatuh cinta. “Hesti, kamu mau memerasku? Jangan gila kamu, Hesti.” Sarah tampak begitu geram.“Tante jangan keterlaluan. Jumlah yang diminta Tante nggak masuk akal,” sahut Tessa. Nada bicaranya terdengar santun.Hesti menanggapinya dengan begi
“Aku kasihan sama Niko. Dia menjadi korbanmu.” Tessa semakin bersemangat menyerang psikis Echa. “laki-laki baik seperti Niko seharusnya mendapatkan istri yang baik, bukan istri macam kamu.”Begitu juga dengan Sarah. Dia mulai ikut menekan Echa.“Kamu tuh lebih jahat dari seorang pelakor. Kamu–” kalimat Sarah terpotong oleh suara bariton milik Niko.“Bisakah kalian diam?”Karena tidak sesuai rencana, Niko keluar dan berjalan melindungi istrinya. Melihat kedatangan lelaki itu, seketika Tessa bersikap manis, “Hai, Niko. Aku cuma ingin menyampaikan fakta bahwa–”“Kalau Echa tidak mencintaiku, Echa tidak akan hamil anakku,” potong Niko sambil mendekati Echa dan memegang perutnya.Sontak Tessa dan Sarah tercengang.“Echa hamil?” Tessa tidak percaya.Kehamilan Echa adalah bencana bagi Tessa yang berusaha memisahkan pasangan suami-istri itu. Kehamilan sepupunya itu akan menjadi batu sandungannya untuk merebut Niko.Dengan bangga Echa mengakui, “Iya, aku sedang hamil anaknya Mas Niko.”Dia jug
Kekehan kecil terdengar dari mulut Echa. Dia tahu suaminya hanya bercanda. Dia meyakini ada masalah yang memberatkan Herman sehingga WARA Corp tak kunjung mengirimkan produk-produknya kembali.“Dipikir-pikir kasihan juga ya, Mas. Kira-kira sampai kapan, ya?” tanya Echa.“Sampai mereka mohon-mohon sama kamu. Ini juga momen yang pas untuk balas dendam, ‘kan?” jawab Niko sambil terkekeh.“Hishh.” Echa masih menganggap Niko sedang bercanda. “nggak boleh ngomong gitu.”Sementara di depan kantor ….Sarah tampak begitu kesal. Hingga siang hari tidak ada kejelasan dari Niko. Ini membuatnya semakin yakin kalau lelaki itu sedang mempermainkan dirinya.“Sialan! Mana si Niko ini?” Sarah mondar-mandir di tempat. Sarah berjanji akan membuat perhitungan kepada Niko kelak. Ini pertama kali dalam hidupnya ada dalam situasi seperti ini. Harga dirinya merasa diinjak-injak oleh bekas seorang pembantu.“Apa kita pulang dulu ya, Ma?” Tessa pun tidak sabar menunggu.“Mama yakin dia nggak bakalan menemui ki