“Mulai detik ini kamu aku pecat!” teriak Echa begitu lantang.
Karena masalah yang menimpa keluarganya, untuk pertama kalinya Echa tidak bisa berpikir jernih.
Niko jelas merasa heran melihat Echa tidak seperti biasanya, “Maaf, Nona. Apakah Nona tersinggung dengan perkataanku barusan? Sungguh, aku tulus ingin membantu Nona.”
“Diam kamu, Niko! Kamu mau menertawakan keterpurukan keluargaku, ‘kan?!” Echa benar-benar tidak terkendali. “Di mana hatimu? Tiga tahun kamu hidup dari belas kasih keluargaku. Dan ini balasanmu? Oh aku tahu … kamu sengaja cari gara-gara biar aku memecatmu? Kamu pikir aku sudah nggak mampu lagi membayar gajimu? Gitu, ‘kan?!”
Niko menggelengkan kepala. Rupanya wanita itu telah salah paham.
“Tidak, Nona. Aku–” sayangnya saat Niko ingin menjelaskan, wanita itu kembali berteriak penuh amarah.
“Turun, kamu! Aku nggak sudi melihatmu lagi!”
“Nona–” Niko benar-benar tidak diberi kesempatan untuk bersuara.
Terlebih lagi Echa semakin tak terkendali dalam berucap, “Kamu saja tidak pernah melawan jika dihina yang lain selama ini. Bisa-bisanya sekarang kamu jadi nggak tahu diri?”
“Pergi, kamu! Semoga keturunanku dijauhkan dari manusia sampah sepertimu!”
Melihat Echa yang tidak stabil, lantas Niko pun terpaksa menurut. Dia turun dari mobil dan membiarkan wanita itu pergi meninggalkannya di pinggir jalan.
Saat itu pula, Niko baru teringat bahwa hari ini ada acara perpisahan alumni di kampus. Dia pun segera memesan ojek online untuk menghadiri acara tersebut.
Di sisi lain, Echa sudah sampai di rumah besar keluarga Hendra. Dia duduk di kursi menghadap Hendra yang duduk di kursi yang ada di depannya.
“Ada perlu apa kamu ke sini?” Hendra bertanya tanpa menatap ke arah Echa, lebih tertarik memainkan ponselnya.
Echa yang memiliki kepribadian ekstrovert, saat ini dia merasa gugup dan takut untuk memulai pembicaraan.
“A-nu, Om … Aku …” Echa meremas jari-jemarinya yang dingin. “Pa-paku dirawat di rumah sakit.”
“Terus?” Hendra tertawa menatap ponselnya.
“A-nu…” Echa menghela napas sejenak sambil menekan kegugupan dalam hati. “Om, ginjal Papa bermasalah dan harus segera dioperasi.”
“Terus?” Hendra masih acuh tak acuh dengan kehadiran Echa.
Echa meletakkan secarik kertas berlogo rumah sakit, “Bisakah aku pinjam uang 650 juta? Kami benar-benar nggak punya uang.”
Akhirnya Hendra mendongak menatap Echa, “650 juta?” ekspresinya datar dan tidak bisa diartikan.
Echa mengangguk, “Iya, Om.” Merasa kepalang tanggung, dia pun memberanikan diri melanjutkan ucapannya. “sebenarnya kami juga butuh uang 8 miliar untuk menghidupkan kembali perusahaan kami. Papa sakit karena–”
Belum selesai Echa berbicara, suara seorang wanita menyahut dari kejahuan, “Di sini bukan pabrik uang!”
Echa menoleh dan mendapati Sarah datang mendekat dan duduk di samping Herman, suaminya.
“Gak tau malu kamu datang ke sini untuk meminta uang kepada kami?” Sarah berkata begitu dingin.
“Aku akan membayarnya kembali. Aku janji.” Tidak ada rasa gugup lagi yang dirasakan Echa. Dia benar-benar berusaha keras membujuk. “Nggak usah 8 miliar. Berikan aku pinjaman 650 juta saja. Aku mohon, Papa harus segera mendapatkan perawatan lanjutan.”
Herman menoleh ke arah sang istri dan berkata, “Sarah, mungkin kita bisa biarkan dia pinjam uang 650 juta untuk pengobatan Fikram.”
Sarah menautkan kedua alisnya, “Sejak kapan kamu peduli sama Fikram?”
“Tidak, tidak. Aku cuma–” Ucapan Herman terpotong.
“Herman, tanpa aku, kamu nggak bakalan dapat warisan terbanyak dari orang tuamu. Meskipun kamu punya hubungan darah dengan Fikram, jangan keluarkan uang seperpun untuknya.” Tatapan tajam Sarah tertuju pada Herman, seolah-olah mengingatkan masa lalunya.
“Waaaaaaa ….” Ada seorang wanita datang mendekat. Echa pun menoleh ke belakang dan melihat Tessa tampak tersenyum sinis ke arahnya.
“Adik sepupuku datang minta uang seperti pengemis? Betapa menyedihkan sekali. Ups …” Tessa menutup mulutnya. “keluargamu sudah jatuh miskin, ya? Turut berduka cita, ya.” dia berpura-pura memasang wajah prihatin.
Merasa usahanya tidak akan berhasil, Echa pun berdiri dan melangkah pergi.
Namun, Tessa menahan lengannya dan berkata, “Tunggu, kami bisa memberimu uang.”
“Tessa?” pekik Sarah begitu terkejut.
Tersimpul senyuman licik di bibir Tessa, “Ya. Kami akan memberimu uang 1 miliar secara cuma-cuma dengan satu syarat.”
Echa menoleh perlahan, “Apa?” tanyanya walaupun dia tahu syarat yang diberikan Tessa pasti sangatlah tidak masuk akal.
“Bukankah kamu punya peliharaan berkelamin jantan di rumahmu?” Tessa bertanya.
“Maksudmu Niko, pembantuku?” Echa bertanya balik.
“Ya, betul.” Tessa tersenyum girang. “Nikahi peliharaanmu dan dapatkan imbalanmu.”
Tentu saja Echa terperanjat. Permintaan itu sama saja menginjak harga diri keluarganya.
“Anakku memang sangat cerdas.” Sarah tersenyum girang, akhirnya tahu tujuan Tessa menawarkan itu untuk mempermalukan keluarga Echa.
“Gila kamu, Tes. Nggak mungkin aku menikahi seorang pembantu.” Rasanya Echa ingin menampar Tessa yang tengah tersenyum jahat ke arahnya.
“Oh, ya?” Tessa menatap Echa dengan senyuman menghina. “Justru kalian sangat cocok. Sama-sama pecundang! Sama-sama gembelnya!”
“Itu, benar. Sadar diri, Echa. Statusmu sudah jadi makhluk rendah.” Sarah tak ketinggalan turut menghina Echa.
Wajah Echa memerah, berupaya menahan air tidak keluar dari kedua matanya. Kalimat itu terucap sangat meyakitkan.
“Maaf, aku nggak bisa melakukannya.” Echa berusaha berbicara senormal mungkin. “lagian dia sudah aku pecat.”
Tessa tersenyum miring, “Apa kamu ingin kami membayar biaya operasi Papamu?”
Hesti dan Tessa tersenyum puas melihat ekspresi Echa yang semakin tersudut dan tak berdaya.
“Aku…”
“Aku akan menikah dengan pembantuku, Niko Pram.”Usai menyetujui penawaran itu, Echa langsung melangkah pergi tanpa pamitan. Hatinya benar-benar hancur, merasa hidupnya sudah berakhir. Dia terpaksa mengorbankan masa depannya demi menyelamatkan nyawa Papanya.Sarah dan Tessa tersenyum penuh kemenangan. “Dengan begini, keluarga mereka tidak akan pernah bangkit meski Om Fikram pulih.”Tampak sekali, keduanya tidak sabar ingin menyaksikan penderitaan Echa dan keluarganya di hari-hari berikutnya.Sementara itu, di tempat lain, Niko sedang berdiri di dekat tembok dan menatap nyalang pada teman-temannya yang menertawakan dirinya. Fenomena ini sudah tak asing baginya. Selama 4 tahun kuliah, cibiran dan hinaan sudah biasa dia dapatkan.“Dasar anak yatim! Aku masih heran, kenapa kamu bisa sampai lulus dari kampus elit ini, padahal kamu cuma pembantu rumah tangga.” Aldi menatap Niko dengan pandangan mengejek.“Mungkin dia ada pekerjaan sampingan jadi gigolo,” sahut Dito yang disambut tawa keras
“Dasar bego! Kamu tuh harusnya bersyukur. Tinggal cium sepatunya Aldi, masa depanmu bakalan lebih baik.” Seorang wanita tiba-tiba menimpali, “4 juta loh, jauh lebih besar dibandingkan ngebabu di keluarganya kak Echa.” Niko menatap nyalang pada teman-temannya, “Masa depan tidak ada yang tahu. Jangan suka menghina orang lain, mungkin saja orang yang kalian hina masa depannya jauh lebih baik dari kalian!” Ucapan Niko malah disambut tawa keras dengan tatapan menghina dari teman-temannya. “Memotivasi diri sendiri itu penting, tapi sadar diri itu jauh lebih penting,” ucap Aldi penuh ejekan. “Atau kemiskinan telah membuatmu jadi punya gejala gangguan jiwa?” Mereka kembali tertawa. Sayangnya, mereka salah besar mengira Niko kali ini diam saja. Mood-nya sudah buruk akibat pertengkarannya dengan Echa tadi. Belum lagi, wanita tadi membawa-bawa keluarga wanita itu. “Apa kalian tidak bosan melakukan hal ini kepadaku?” “Bosan? Tidak ada kata bosan untuk membully makhluk sampah sepertimu.”
“Menikahlah denganku!” potong Echa.Prang!Niko tersentak mendengarnya. Apakah Echa mabuk? Tapi wanita itu terlihat segar dan sadar. Atau mungkin dia sendiri yang masih dalam pengaruh alkohol sehingga salah pendengaran?“Nona bilang apa?” Niko ingin memastikan.Echa tidak menjawab. Dia menoleh ke arah sang bartender, “Berapa harga yang dia minum?”“3 gelas, totalnya 150 ribu,” jawab sang bartender.Echa mengambil uang 150 ribu dari dompetnya dan memberikan kepada sang bartender. Echa lalu menoleh kembali ke arah Niko, “Nggak baik jika kita bahas di sini,” ucapnya lalu berdiri sambil menarik tangan Niko untuk keluar dari bar tersebut.Niko kesal dengan sikap Echa yang keras kepala, tetapi rasa penasaran di hati membuatnya terpaksa mengikuti kemauan wanita itu.Berapa lama kemudian, mereka sudah duduk berhadapan di sebuah hotel yang Echa pesan.Niko merasa bingung, Echa yang duduk di hadapannya terus menatapnya dengan datar.“Niko, aku ingin kamu menikahiku!” kata Echa tiba-tiba. Niko
“Aku Niko Pram, calon suami Echa Armetta Ruby!” Niko mengatakan dengan penuh kebanggaan.Tessa membandingkan, wajah dan foto di tanda pengenal itu benar-benar mirip. Entah mengapa, Tessa mendadak sangat kesal dan langsung berbalik pergi meninggalkan calon pengantin itu.Sarah pun ikut kesal, “Berapa banyak uang yang kamu habiskan untuk mengubah penampilan pembantumu?” sindirnya.Echa terdiam. Dia juga tak habis pikir terhadap Niko yang terlalu berlebihan seperti ini.Melihat Echa tak mampu menjawab, Sarah tersenyum mengejek, “Licik juga mainmu. Tapi percuma sih, usahamu nggak bisa merubah kenyataan kalau status suamimu itu hanyalah seorang pembantu rendahan.”Sarah berbicara lantang. Dia merasa perlu menekankan kepada semua orang bahwa Niko hanyalah seorang pembantu.“Sampe segitunya, ya? Apa karena saking malunya? Mungkin memang benar ada aib yang sengaja dia tutup-tutupi,” ucap salah satu tamu undangan.Begitu pula dengan semua orang yang bertanya-tanya , menaruh curiga disertai ta
“Aku juga siap.” Dengan berat hati Echa mengangguk pelan. Walau dalam hatinya berkata sebaliknya.Si penghulu pun memimpin proses pernikahan hingga akhirnya Niko Pram dan Echa Armetta Ruby resmi menjadi sepasang suami istri.Semua orang yang menyaksikan itu memberikan tepuk tangan yang meriah untuk Niko dan Echa. Tepuk tangan ini jelas bukan cerminan rasa bahagia atas pernikahan mereka, melainkan sebagai bentuk sindiran dan hinaan.“Eh, tunggu …” Tessa menghadang Echa. “Setelah ini, kamu tak perlu repot-repot carikan pekerjaan tambahan untuk suamimu.” dia lalu menoleh ke arah Niko. “aku dengan senang hati menerimanya sebagai pembantuku di rumah.”“Tessa, aku juga ingin babu ini jadi tukang ob di kantor kita!” Sarah turut menghina pasangan suami-istri itu.Sarah dan Tessa semakin tertawa melihat kepergian Echa yang sambil meneteskan air mata.Niko tampak murka melihat kedua wanita itu untuk kesekian kalinya membuat sang istri menangis. Namun, dia lebih memilih menahan emosinya. Ada seb
Sebelum Echa menyelesaikan kalimatnya, tanpa disangka Niko membungkam bibir Echa begitu saja. Seperti tidak ingin mendengar kelanjutan perkataan sang istri.Niko tidak peduli dengan kesepakatan pernikahan itu. Setahunya dia berhak menyentuh Echa yang sudah resmi menjadi istrinya.“Ni .. eumm ..” Meski sudah berusaha pasif tidak membalas pagutan bibir Niko, tapi benteng pertahanan Echa mulai runtuh.“Aku sangat mencintaimu,” ucap Niko lembut sambil melanjutkan aktivitasnya dengan mengecup leher indah sang istri.Echa semakin berada dalam kungkungan Niko. Apalagi mendengar ucapan cinta dari lelaki itu membuat respon tubuhnya tidak sejalan dengan pikirannya. Akhirnya dia menikmati setiap aktivitas panas yang dilakukan sang suami.“Malam ini dan seterusnya jadi milik kita berdua,” ucap Niko sambil mengangkat tubuh Echa, menggendongnya ala bridel style ke arah kasur yang letaknya tak jauh dari mereka.Seolah terhipnotis, Echa mengalungkan tangannya di leher Niko. Lalu memejamkan matanya saa
Echa menggelengkan kepala dan berteriak, “Tidak!” Niko terkekeh pelan, “Karena tadi malam kita sudah melakukannya, hari ini kita libur dulu.” “Nggak! Aku nggak mau!” Semakin Echa menolak, semakin Niko ingin mengerjainya. “Kalau begitu aku akan menyentuhmu setiap hari tanpa izin darimu.” “Niko? Pernikahan ini hanya–” Lagi-lagi ucapan Echa terhenti oleh serangan kilat ciuman lelaki itu. Napas Echa tak beraturan. Niko benar-benar bisa menjinakkannya. Lelaki itu tidak pernah memberikan kesempatan setiap kali dirinya ingin mengingatkan bahwa pernikahan ini hanya sementara. *** Beberapa jam kemudian, mereka tengah sarapan di resto hotel. “Abis ini antarkan aku pulang. Aku mau ambil berkas-berkas. Hari ini aku ada interview kerja di WARA Corp,” ucap Echa. “WARA Corp?” tanya Niko, dan dengan cepat Echa mengangguk. “baiklah aku akan mengantarmu ke sana.” “Nggak perlu.” Setelah pernikahan, Echa tidak ingin sering bersama Niko, karena sudah pasti orang-orang di luar sana akan menghi
Hesti menggelengkan kepala, menatap Niko seperti orang gila. Semua yang ada di dunia ini bisa dia miliki dalam hitungan detik?“Pfft … hahaha!”Hesti tertawa membayangkan Niko bisa melakukan semua itu. Fantasi lelaki itu terlalu ketinggian.“Bisa lebih realistis gak ngarangnya? Biar apa? Biar aku bilang wow gitu? Biar kamu bisa membodohiku? Biar kamu dapat restu dariku? Sorry ya, aku bukan anak kecil yang gampang dibodohi!” Niko hanya tersenyum mendengar ledekan Hesti. Dia tidak mungkin membuktikan ucapannya detik ini juga. Lagipula dia sangat mengenal Mama mertuanya yang memiliki sifat matre. Tentu dia tidak ingin wanita itu memanfaatkannya.Hesti menghentikan tawanya dan kembali memasang wajah galaknya, “Ingat, Niko! Jangan pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluarga ini! Statusmu hanya menantu palsu, karena yang pantas menjadi menantuku adalah keturunan orang kaya! Bukan orang kere macam kamu!”Niko tak menanggapi cacian Hesti. Dia lebih memilih masuk ke dalam, “Baik, aku a
Echa merasakan ketegangan di dalam rumah. Setelah menerima pesan-pesan dari Tessa, pikirannya berkecamuk. Dia berusaha bertindak normal di depan Niko, meskipun hatinya bergetar.Niko, yang baru saja keluar dari kamar, menyadari ada yang tidak beres. “Echa, kamu baik-baik saja?” tanyanya, memperhatikan ekspresi wajah istrinya.Echa mengangguk, tapi suaranya bergetar, “Iya, Mas. Cuma sedikit lelah.”Niko mendekat, meraih tangan Echa. “Kamu tidak terlihat baik. Ada yang ingin kamu bicarakan?”Echa menarik napas dalam-dalam. Dia harus memberanikan diri, “Mas, ada yang ingin aku tanya. Apa kamu... ada yang ingin kamu katakan padaku?”Niko terkejut. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, “Apa maksudmu?” Echa menatapnya tajam, berusaha mencari keberanian, “Tessa menghubungiku. Dia bilang... dia tahu semuanya tentang kita.”Niko terdiam sejenak, “Echa, biarkan aku menjelaskan—”“Jelaskan apa, Niko? Tentang semua foto dan video itu? Tentang perselingkuhanmu?” suara Echa meninggi, air mata
Tak berselang lama ada pesan susulan, [Kalau kamu ingin aku menjaga rahasiamu, temui aku nanti malam. Tessa.]Melihat suaminya tampak begitu serius menatap layar ponsel, Echa pun bertanya, “Ada apa, Mas?”“Hanya urusan kecil,” jawab Niko sambil bangkit dari tempat duduknya. “aku mau ke kamar dulu.”Niko tidak terlihat panik dengan ancaman Tessa, tahu cepat atau lambat dia harus memberitahukan identitasnya kepada sang istri.“Iya, Mas.” Echa sama sekali tidak curiga.Sambil berjalan menuju kamarnya, Niko mengirim pesan itu Ke Nita, dan setelahnya dia langsung menghubungi adik angkatnya itu.“Hallo.”“Ya, Kak?”“Kamu sudah membaca pesanku?”“Iya, Kak. Sudah. Menurutku sih Kak, mendingan kasih tahu aja kebenarannya sama Kak Echa biar nggak salah paham. Kecuali Kakak masih ragu.”Niko mengerti ucapan Nita, “Tidak. Aku tidak ragu sama sekali. Aku sudah mengenal bertahun-tahun istriku.”Niko sudah memutuskan bahwa hari ini waktu yang sangat tepat untuk memberitahukan identitasnya kepada Ech
“Aku akan menceraikanmu!” seru Fikram.Bagai disambar petir. Hesti terhenyak mendengar perkataan Fikram. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja suaminya ingin menceraikan dirinya.“Mas … Mas sadar dengan apa yang mas katakan?” tanya Hesti tak percaya. “jangan dibuat main-main loh, Mas.”“Aku sadar dan tidak main-main! Aku mau menceraikanmu, Hesti!” Fikram berkata dengan tegas tanpa keraguan. “Mas, apa salahku?! Jangan ngaco kamu, Mas!” Suara Hesti lebih tinggi dari suaminya. “Sembuh-sembuhnya kamu malah kayak gini!”Fikram menatap istrinya dengan dingin, “Kamu masih bertanya di mana salahmu? Di rumah ini banyak kaca, ‘kan? Pergi dan introspeksi dirimu.”“Aku nggak salah apa-apa! Mas yang nggak waras!” pekik Hesti, lalu menoleh pada Niko dengan wajah merah padam. “pasti kamu ‘kan yang meracuni suamiku? Pasti kamu sering mengunjungi suamiku cuma untuk menjelek-jelekkanku. Bajingan! Dendam banget kamu sama aku sampai mau merusak rumah tanggaku!”“Ini tidak ada hubungannya denga
Tessa memasuki sebuah mall. Ketika dia menaiki lantai 3 mall, tatapannya tertuju pada seseorang lelaki dan wanita yang tampak bersenda gurau.“Niko? Dan wanita itu?” keningnya berkerut melihat kebersamaan mereka. “bukankah dia adalah seorang pelayan toko baju di mall sebelah?”Perlahan sudut bibir Tessa terangkat, “Sekarang kamu ketahuan, Niko. Rupanya wanita itu memang selingkuhanmu.”Tak ingin melewati kesempatan ini, Tessa merogoh ponsel di dalam tas kecilnya dan segera mengabadikan momen kebersamaan Niko dengan wanita itu. Kali ini dia sangat yakin bisa mengobrak-abrik rumah tangga Niko dan Echa.Yang sedang diperhatikan tengah membahas ulang tahun sang Kakek.“Kak, kurang dua minggu lagi ulang tahun Kakek. Kita harus ngasih surprise,” ucap Nita sambil memakan es krim.Niko hanya tersenyum. Ini kesekian kalinya Nita mengingatkannya.“Menurut Kakak kita harus ngasih surprise apa?” tanya Nita.Niko mengedikkan bahu, “Aku tidak pandai dalam hal ini. Aku serahkan semuanya sama kamu. M
“Nita?” gumam Echa. “Nita siapa, Mas?” tanyanya kemudian.Niko sama sekali tidak terlihat panik.“Ehmm Nita adalah seorang ahli IT … seorang hacker yang membantuku mengurus permasalahan yang sedang dihadapi WARA Corp,” jawab Niko sambil mengambil ponsel miliknya.Echa mengangguk-angguk percaya.Dalam hal ini Niko berkata jujur, tapi masih belum bisa memberitahu keseluruhannya.Niko segera mengangkat telepon itu dan sengaja mengecilkan suara volume telepon agar Echa tidak mendengar suara lawan bicaranya.“Ada temuan baru lagi?”“Nggak, Kak. Aku–”“Baiklah. Besok pagi kita rapatkan bersama dengan petinggi WARA Corp,” potong Niko dan memutus sambungan setelahnya.Di seberang sana, Nita kesal suaranya dipotong dan teleponnya diputus sepihak. Padahal dia ingin menyampaikan kalau satu bulan lagi adalah hari ulang tahun sang Kakek yang ke 71 tahun. Tapi Nita mengerti, mungkin malam ini Niko sedang bersama istrinya. Lantas dia pun mengirim sebuah pesan.[Sebulan lagi adalah hari ulang tahun
“Terima kasih pengertiannya. Kalau gitu kalian pulang sekarang,” sahut Niko tiba-tiba, membuat Hesti dan Sarah kesal.Harapan Hesti adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika dia tidak bisa mendepak Niko dari kehidupan Echa, setidaknya lelaki itu bisa dia manfaatkan.Saat ini Sarah dilema. Tindakan anaknya yang berusaha mengambil hati Niko bisa merugikan keluarganya sendiri. Di sisi lain dia harus segera membujuk Niko untuk menyelamatkan bisnis keluarganya.“A–” Baru Hesti membuka mulutnya, suara Niko terdengar terlebih dahulu.“Mama juga pulang.” Mata Hesti seketika melotot, “Kamu juga mengusirku?! Aku ini Mama kandungnya Echa.”Niko cukup menjawabnya dengan merogoh ponsel di saku celananya. Dia menghubungi petugas keamanan perumahan.“Pak, tolong ke sini.”Hesti dan Sarah menatap Niko. Sikap tegas lelaki itu membuat mereka sedikit takut.“Aku nggak mau pulang. Aku masih ada perlunya sama anakku,” tolak Hesti geram.“Echa sudah mengirim uang 5 juta ke rekening Mama. Jadi ngg
Lagi, sudut bibir Hesti terangkat. Ini adalah kesempatan emas untuk memeras Sarah.“Cuma satu miliar?” Ekspresi Hesti mengisyaratkan kalau nilai yang ditawarkan masih terlalu kecil.Sekilas Sarah mengepalkan kedua tangannya.“Baiklah aku tambahin 100 juta,” ucap Sarah.Hesti memalingkan muka sambil mendengus, menandakan dia masih belum puas.“Berapa yang kamu mau, Hesti?” tanya Sarah.Hesti menatap Sarah dengan senyuman miring dan berkata, “Tiga miliar. Aku mau tiga miliar. Dan perjanjian ini harus ditandangani di atas materai.”Hesti tidak bodoh. Dia tahu bagaimana caranya menghadapi Sarah yang sama-sama liciknya dengannya.Sementara, Echa yang berdiam diri berulangkali melihat Tessa sedang menatap Niko dengan tatapan seperti orang yang sedang jatuh cinta. “Hesti, kamu mau memerasku? Jangan gila kamu, Hesti.” Sarah tampak begitu geram.“Tante jangan keterlaluan. Jumlah yang diminta Tante nggak masuk akal,” sahut Tessa. Nada bicaranya terdengar santun.Hesti menanggapinya dengan begi
“Aku kasihan sama Niko. Dia menjadi korbanmu.” Tessa semakin bersemangat menyerang psikis Echa. “laki-laki baik seperti Niko seharusnya mendapatkan istri yang baik, bukan istri macam kamu.”Begitu juga dengan Sarah. Dia mulai ikut menekan Echa.“Kamu tuh lebih jahat dari seorang pelakor. Kamu–” kalimat Sarah terpotong oleh suara bariton milik Niko.“Bisakah kalian diam?”Karena tidak sesuai rencana, Niko keluar dan berjalan melindungi istrinya. Melihat kedatangan lelaki itu, seketika Tessa bersikap manis, “Hai, Niko. Aku cuma ingin menyampaikan fakta bahwa–”“Kalau Echa tidak mencintaiku, Echa tidak akan hamil anakku,” potong Niko sambil mendekati Echa dan memegang perutnya.Sontak Tessa dan Sarah tercengang.“Echa hamil?” Tessa tidak percaya.Kehamilan Echa adalah bencana bagi Tessa yang berusaha memisahkan pasangan suami-istri itu. Kehamilan sepupunya itu akan menjadi batu sandungannya untuk merebut Niko.Dengan bangga Echa mengakui, “Iya, aku sedang hamil anaknya Mas Niko.”Dia jug
Kekehan kecil terdengar dari mulut Echa. Dia tahu suaminya hanya bercanda. Dia meyakini ada masalah yang memberatkan Herman sehingga WARA Corp tak kunjung mengirimkan produk-produknya kembali.“Dipikir-pikir kasihan juga ya, Mas. Kira-kira sampai kapan, ya?” tanya Echa.“Sampai mereka mohon-mohon sama kamu. Ini juga momen yang pas untuk balas dendam, ‘kan?” jawab Niko sambil terkekeh.“Hishh.” Echa masih menganggap Niko sedang bercanda. “nggak boleh ngomong gitu.”Sementara di depan kantor ….Sarah tampak begitu kesal. Hingga siang hari tidak ada kejelasan dari Niko. Ini membuatnya semakin yakin kalau lelaki itu sedang mempermainkan dirinya.“Sialan! Mana si Niko ini?” Sarah mondar-mandir di tempat. Sarah berjanji akan membuat perhitungan kepada Niko kelak. Ini pertama kali dalam hidupnya ada dalam situasi seperti ini. Harga dirinya merasa diinjak-injak oleh bekas seorang pembantu.“Apa kita pulang dulu ya, Ma?” Tessa pun tidak sabar menunggu.“Mama yakin dia nggak bakalan menemui ki