***Selene duduk di sofa yang nyaman di ruang tamu, membenarkan posisinya sambil memandangi Shayne, suaminya, yang tampak merenung dengan serius. Keduanya baru saja selesai makan malam, tetapi obrolan mereka lebih terfokus pada apa yang sedang terjadi di sekitar Maximilian, putra mereka yang selalu saja tertutup."Shayne, aku keberatan," Selene memulai, suaranya tenang tetapi tegas. "Aku melihatmu seolah memberi harapan pada Robert dan Renata. Mereka berdua sangat ingin menjalin hubungan, tapi saat ini Maximilian sudah memiliki wanita pilihannya."Shayne menggelengkan kepala, frustasi jelas tergambar di wajahnya. "Sayang, aku hanya melihat betapa cocoknya Renata untuk menjadi menantu kita. Dia cantik, cerdas, dan sangat baik. Dia bisa membuat Maximilian bahagia dan Maximillian dan Renata sudah mengenal satu sama lainnya dari kecil.""Jangan memaksakan kehendak, Shayne," Selene menjawab, suaranya mulai meninggi. "Jangan sampai Maximilian pergi lagi. Bagiku sudah cukup kehilangan Isabel
***Selene membuka pintu ruangan CEO dengan penuh percaya diri. Ruang kerja Maximilian tampak tenang, dengan anaknya yang sedang berbicara serius dengan Bryan di depan meja kerjanya. Suasana ruangan itu dihiasi cahaya alami yang masuk melalui jendela besar.Bryan segera berpamitan setelah pembicaraan mereka selesai, mengangguk hormat pada Selene sebelum meninggalkan ruangan. Selene memandangi Maximilian dengan tatapan seorang ibu yang rindu anaknya, namun memahami beban yang tengah dipikul.“Maafkan aku, Ma,” kata Maximilian sambil menghampirinya dan memeluk Selene dengan penuh kasih. “Aku belum sempat menjenguk Mama dan Papa akhir-akhir ini.”Selene tersenyum hangat, mengusap punggung Maximilian dengan lembut. “Mama dan Papa paham, Max. Kami tahu kamu sibuk. Tapi, Mama dengar dari Bryan kalau lusa kamu akan pergi ke luar negeri?”Maximilian melepaskan pelukannya, mengangguk pelan. “Iya, akhir pekan ini aku ada urusan di Finlandia.”“Finlandia, ya?” Selene menatap Maximilian sejenak, l
***Malam itu Robert mengundang Shayne dan Selene, orang tua Maximilian, untuk menikmati makan malam bersama. Di meja panjang yang dihiasi lilin-lilin kecil dan hidangan lezat, percakapan mulai mengalir. Namun, ada satu pertanyaan yang mengganjal di benak Robert."Kenapa Maximilian tidak ikut bersama kalian?" tanya Robert sambil menatap Shayne, lalu melempar pandangan pada Selene yang duduk di sebelahnya.Shayne terkekeh kecil, "Max terlalu sibuk dengan urusannya. Dia bahkan sering kali melupakan orang tuanya," jawabnya dengan senyum lebar, meskipun ada sedikit nada kekecewaan dalam suaranya.Robert tersenyum, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap putrinya, Renata, yang duduk dengan anggun di sisi meja. "Kalau kalian punya cucu, kalian tidak akan merasa kesepian. Jika Max terlalu sibuk, setidaknya kalian bisa bermain dengan cucu kalian," ucapnya, mencoba mencairkan suasana dengan sedikit candaan.Shayne dan Selene saling bertukar pandang dan mengangguk, "Kami sudah lama ingin p
***Maximilian duduk di balik meja kerjanya, mengamati berkas-berkas yang bertumpuk di depannya. Pikiran dan perasaannya sedang tak karuan karena masalah seseorang yang menyerangnya pada malam itu dan orang itu bisa berbahaya jika tahu ia dan Anastasia telah menikah. Ia menghela napas panjang, mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Namun, ketukan pelan di pintu ruangannya menghentikan segala aktivitasnya. Ia mendongak dan terkejut melihat Robert, berdiri di ambang pintu."PamanRobert?" Maximilian mengernyit, jarang sekali pamannya datang ke ruangannya tanpa pemberitahuan. "Ada yang bisa kubantu?" Ia mempersilakan pamannya untuk duduk.Robert tersenyum sambil melangkah masuk. "Tidak usah terlalu formal, Max," katanya sambil duduk di sofa. "Paman hanya ingin berbicara santai saja denganmu."Maximilian merasakan gelombang kegelisahan yang tak bisa diabaikan. Ia tahu bahwa jika Robert datang tanpa urusan bisnis, berarti akan ada pembicaraan yang lebih bersifat pribadi."Jadi," Robert mula
***Renata masih berada di ruang dokter, hari ini pasien terakhir sudah selesai, dan dia tengah bersiap untuk pulang. Suara langkah yang dikenalnya dengan baik terdengar dari luar ruangan. Pintu terbuka perlahan, dan Robert, ayahnya, muncul di ambang pintu. Senyum Renata langsung mengembang, meski ada sedikit keraguan di hatinya.“Papa kenapa malah datang ke sini?” Renata menyapa dengan nada terkejut, meskipun dia tidak bisa menahan rasa penasarannya. Biasanya, Robert jarang mengunjunginya di tempat kerja.Robert tersenyum tipis sebelum menjawab, “Papa hanya ingin menemuimu, Renata. Ada sesuatu yang ingin Papa bicarakan. Tadi Papa sudah bicara dengan Maximilian.”Mendengar nama itu, Renata terdiam. Senyumnya perlahan memudar, matanya sedikit menyipit. "Apa yang Papa bicarakan dengannya?" tanya Renata dengan nada sedikit tegang. Dia tahu bahwa setiap kali nama Maximilian disebut, perasaannya selalu kacau.Robert menghela napas panjang, tampak ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Se
***Langit Finlandia membentang biru cerah, dan angin musim semi yang sejuk membelai wajah Anastasia saat ia berjalan bergandengan tangan dengan Maximilian di tengah taman yang dipenuhi bunga-bunga liar. Pepohonan mulai menghijau, dan aroma musim semi terasa begitu menyegarkan. Mereka berdua tersenyum, merasa seolah dunia hanya milik mereka."Tempat ini indah sekali," kata Anastasia sambil menatap Maximilian. "Aku tidak pernah membayangkan akan melihat Finlandia seindah ini dan pertama kali aku ke negara ini dan itu bersamamu."Maximilian menatapnya dengan lembut. "Jadi, kalau begitu aku akan terus membawamu ke sini karena aku tahu betapa kamu menyukai pemandangan alam yang tenang," jawabnya sambil mengusap punggung tangannya yang masih menggenggam tangan Anastasia. "Dan juga... aku ingin kita menikmati waktu berdua tanpa ada yang mengganggu."Anastasia tersenyum, senyumnya begitu tulus dan menawan. "Aku benar-benar merasa bebas di sini. Terima kasih sudah mau datang ke sini, Max."Me
***Malam itu terasa begitu istimewa untuk Anastasia. Setelah menghabiskan hari yang indah bersama Maximilian di Finlandia, ia tak menyangka bahwa kejutan lain sedang menunggunya. Mata Anastasia tertutup kain sutra hitam yang lembut saat mereka tiba di tempat yang dijanjikan oleh Maximilian. Perasaan penasaran dan jantungnya yang berdebar tak karuan, membuat dirinya tak sabar ingin segera membuka mata dan melihat apa yang disiapkan oleh suaminya itu."Apa kamu siap?" suara Maximilian terdengar lembut di telinganya. Pria itu menggenggam tangannya dengan hangat."Max, sebenarnya apa yang kau siapkan? Aku semakin penasaran," Anastasia tersenyum tipis di balik kain penutup matanya, tak mampu menyembunyikan rasa penasaran yang memuncak.Maximilian tertawa kecil, lalu melepaskan penutup mata Anastasia perlahan-lahan. Saat matanya terbuka, Anastasia tertegun, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Di depannya terbentang pemandangan yang sangat romantis—restoran mewah yang didekorasi dengan
***Maximilian duduk di ruang kerjanya, dikelilingi oleh tumpukan berkas-berkas yang harus segera diselesaikan. Baru saja ia kembali dari perjalanan panjang ke New York, tetapi pekerjaannya sudah menantinya tanpa henti. Bryan, sang asisten berdiri di depannya dengan tablet di tangan, siap untuk melaporkan semua hal yang tertunda selama kepergiannya."Tuan Maximilian, ini laporan lengkap tentang proyek yang sedang berjalan dan beberapa rapat yang perlu dijadwalkan ulang," ucap Bryan dengan nada profesional. Ia menyodorkan tablet itu, sementara Maximilian mengambilnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.Maximilian mempelajari beberapa data dan presentasi yang harus ia tinjau. Matanya menyusuri angka-angka, grafik, dan laporan keuangan dengan cermat. "Bagus, jadwalkan ulang rapat-rapat ini dalam waktu dekat, terutama dengan pihak investor dari Tokyo. Kita tidak bisa menunda terlalu lama," katanya sambil mengembalikan tablet kepada Bryan."Tentu, Tuan." Bryan mencatat semuan
***Langit cerah menaungi villa pribadi keluarga Kingsley, dihiasi dengan alunan lembut musik klasik yang mengiringi para tamu undangan menuju taman yang telah disulap menjadi tempat upacara pernikahan megah. Anastasia berdiri di balik tirai putih, mengenakan gaun pernikahan yang memukau. Gaun itu dirancang khusus oleh Celine Idzes, penuh detail renda yang elegan, dengan ekor panjang yang membuatnya tampak seperti seorang ratu.Rhett berdiri di sampingnya, mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Tangannya menggenggam lengan Anastasia dengan lembut, matanya berkaca-kaca."Papa tidak pernah menyangka akan memiliki kesempatan ini," ucap Rhett pelan, suaranya bergetar.Anastasia menatap ayahnya dengan senyuman hangat. "Aku bahagia Papa di sini. Aku tidak bisa membayangkan orang lain yang mendampingiku selain Papa."Rhett mengangguk, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia menatap Anastasia dengan bangga. "Kamu sangat cantik hari ini, Nak. Maximilian adalah pria paling beruntung di dunia."
***Di ruang rapat eksekutif Kingsley Group, suasana mencekam. Robert Brown, pria paruh baya dengan jasnya yang kini tampak kusut, berlutut di lantai marmer hitam yang dingin. Wajahnya penuh dengan keringat dingin, sementara tangannya gemetar menahan rasa takut."Maximilian... Aku memohon padamu," ucap Robert, suaranya bergetar. "Lepaskan kami. Aku berjanji tidak akan mengusik keluarga Kingsley lagi. Aku... Aku bersumpah."Di kursi utama, Maximilian duduk dengan tenang. Sosoknya yang tegap dan aura dinginnya membuat semua yang berada di ruangan itu enggan bernapas terlalu keras. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit hitam, kedua tangan saling bertaut di depan dada. Senyum kecil muncul di bibirnya, senyum yang penuh arti dan tak memberi celah untuk harapan."Berjanji, ya?" Maximilian akhirnya berbicara, suaranya rendah namun tajam. "Paman akan bersembunyi ke luar negeri, kan? Dan itu di Sydney. Apa aku salah menebak?"Mata Robert membelalak, bibirnya terbuka tanpa suara. Tubuhnya ter
***Di kamar utama kediaman keluarga Kingsley, suasana yang awalnya tenang berubah menjadi percakapan hangat. Anastasia duduk di atas ranjang dengan wajah sedikit pucat, namun senyumnya tetap menghiasi wajahnya. Di sisinya, Maximilian terus memegang tangannya, memberikan kehangatan dan perhatian penuh.Steven sedang memeriksa kondisi Anastasia dengan stetoskop di tangannya. Wajahnya serius, namun ada senyum kecil yang tersembunyi di sana. Setelah selesai, dia berdiri dan melipat tangannya di dada sambil menatap Selene dan Shayne, kedua orang tua Maximilian."Paman, Bibi..." Steven memulai, senyumnya semakin lebar. "Sebentar lagi kalian akan menjadi grandma dan grandpa. Kediaman ini pasti akan jauh lebih ramai."Kalimat itu langsung membuat ruangan menjadi hening. Selene membuka mulutnya, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Shayne, yang tadinya hanya duduk diam, langsung menegakkan tubuhnya. Namun, reaksi yang paling mencolok datang dari Maximilian."Apa yang kau
***Malam itu, berita tentang Anastasia yang secara resmi diakui sebagai menantu keluarga Kingsley mengguncang dunia. Para undangan di acara resmi keluarga Kingsley tercengang. Kilatan kamera memenuhi ruangan saat Maximilian dengan tenang berdiri di samping Anastasia, memperkenalkannya sebagai istri dan menantu keluarga Kingsley.Di berbagai media sosial, foto-foto mesra keduanya mulai beredar luas. Foto-foto itu menangkap momen romantis Maximilian dan Anastasia, memperlihatkan bagaimana pria itu menggenggam erat tangan istrinya, seolah tak ingin ada yang mengganggunya. Ada foto ketika Maximilian menatap Anastasia penuh kelembutan, sebuah pemandangan yang membuat publik terkagum-kagum.Di sebuah akun penggemar, seorang netizen menulis, “Siapa yang sangka Anastasia menikah dengan Maximilian Kingsley? Mereka terlihat sempurna bersama!”Komentar-komentar positif membanjiri setiap unggahan tentang mereka, memuji betapa serasi pasangan ini. Netizen tak henti-hentinya membicarakan betapa be
***Wajah Renata terlihat pucat dengan air mata yang mengalir di pipinya. Di tengah pesta ulang tahun Kingsley Group yang mewah, kegaduhan ini menarik perhatian para tamu. Robert, ayahnya, menghampiri Renata dengan wajah penuh kekhawatiran. Dia menunduk, membangunkan putrinya dengan lembut."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" tanya Robert dengan suara cemas.Renata mengangguk lemah, terisak dengan air mata yang mengalir semakin deras. Pemandangan putrinya yang terlihat tersakiti itu membuat Robert memalingkan tatapan marah ke arah Anastasia, yang berdiri tidak jauh dari mereka. Semua tamu mulai berbisik-bisik, seolah mereka setuju dengan kebencian yang tampak di mata Robert.Dengan nada dingin dan tajam, Robert menatap Anastasia penuh hinaan. "Kenapa ada wanita rendahan sepertimu di sini?" katanya, suaranya dipenuhi kemarahan yang tak tersembunyi. "Bagaimana kau bisa datang ke pesta ini? Apa kau merayu seseorang dengan tubuhmu agar bisa datang ke acara sebesar ini?"Tawa merendahkan lan
***Lampu-lampu kristal di ballroom megah Kingsley Tower berpendar, menciptakan kilauan indah di setiap sudut ruangan. Para tamu undangan yang mengenakan busana glamor berkumpul, menikmati pesta ulang tahun perusahaan Kingsley Group yang ke-75. Namun, malam ini, bukan hanya perayaan yang menjadi pusat perhatian—rumor tentang penerus Kingsley Group yang akan diumumkan secara resmi malam ini telah menjadi buah bibir semua orang. Apalagi sang penerus itu selalu menjadi rahasia karena keberadaannya sangat misterius, bahkan tidak ada media satupun yang mengetahui dimana keberadaan sang pewaris ituDi tengah dentingan gelas-gelas wine dan alunan musik jazz, suara pembawa acara menggema, memecah keheningan ballroom."Ladies and gentlemen, mari kita sambut penerus Kingsley Group, Maximilian Kingsley!"Begitu nama itu disebutkan, sorak-sorai kecil terdengar dari para tamu, dan kamera-kamera media langsung diarahkan ke panggung. Seorang pria berpostur tinggi, berbalut setelan jas hitam sempurna
***Suara benda-benda pecah bergema di dalam kamar Renata. Vas, cermin kecil, bahkan bingkai foto dilempar begitu saja hingga hancur berserakan di lantai. Wajah Renata memerah penuh amarah, napasnya memburu, dan matanya penuh kebencian. Kegagalan rencananya untuk menculik Anastasia benar-benar membuatnya berang."Mereka tak becus!" teriak Renata sambil menendang sisa-sisa kaca di lantai. "Sialan! Orang rendah macam itu berani menolak uangku?" Suaranya menggema dengan kemarahan yang seolah tak kunjung reda.Di tengah-tengah kekesalannya, ia meraih laci meja riasnya dengan kasar, membuka sebuah kotak kecil dan mengeluarkan sebuah botol kecil berisi pil berwarna putih. Renata menatap obat itu dengan tatapan yang penuh tekad."Kalau aku tidak bisa menculiknya, maka aku akan melakukan cara lain," gumamnya sambil menyeringai tipis. "Aku akan tidur dengan Max... dan dengan ini," ia mengangkat pil itu, "aku akan menjadi istrinya."Namun, sebelum Renata bisa melanjutkan monolognya, pintu kamar
***Rhett duduk di sebuah kafe mewah di sudut kota, menatap kosong ke arah cangkir kopi yang ada di depannya. Hatinya bergejolak, tak tenang, seakan ada beban yang tak bisa ia lepaskan dari pundaknya. Hari ini, ia akan bertemu dengan pria yang berhasil merebut hati putrinya—Maximilian Kingsley, seorang pria yang terkenal dingin namun disegani banyak orang.Suara langkah tegas terdengar mendekat, dan Rhett mendongak. Di depannya berdiri seorang pria tinggi dengan tatapan tenang namun tajam. Itu Maximilian, pria yang telah menjadi suami Anastasia. Rhett berdiri, menyambut Maximilian dengan anggukan kepala yang sopan.“Tuan Rhett,” Maximilian memulai, suaranya rendah namun penuh wibawa. Ia mengulurkan tangan. “Senang akhirnya bisa bertemu dengan Anda.”Rhett menyambut uluran tangan itu. “Begitu juga dengan saya, Tuan muda Kingsley.” Ia mencoba tersenyum, walau hatinya diliputi perasaan campur aduk.Maximilian duduk di hadapannya, matanya lurus menatap Rhett. Meskipun banyak yang mengenal
***Anastasia menggenggam dokumen yang diberikan Maximilian dengan tangan gemetar. Hatinya terasa berat, bercampur amarah dan rasa sakit. Mata Anastasia memburam, air mata perlahan mengalir tanpa bisa ia bendung lagi."Kakek dan nenekku sendiri… Mereka yang menyebabkan kecelakaan itu? Kenapa… kenapa mereka tega?" ucapnya terisak, suaranya pecah di tengah kalimat. "Pantas saja… Saat aku datang ke keluarga Noire, mereka semua membenciku. Apalagi Kakek dan Nenek… Sejak awal, keadaanku dianggap tak terlihat. Bahkan aku selalu dikucilkan.”Maximilian hanya bisa menghela napas panjang, tatapannya penuh keprihatinan. "Ana… Semua ini karena ayahmu. Ayahmu memutuskan menikah dengan Aria dengan syarat bahwa kamu bisa diterima dalam keluarga Noire," jawabnya pelan.Anastasia mengernyitkan kening, seolah tak percaya pada apa yang ia dengar. "Papa? Tapi kenapa Papa begitu ingin aku masuk ke dalam keluarga Noire? Bukankah dia selalu menunjukkan kalau dia membenciku? Selalu dingin dan acuh bahkan di