“Mustahil, tidak mungkin, kenapa bisa?, bukankah tadi malam masih ada?, tapi kenapa pagi ini beritanya sudah menghilang semua?.” “Kamu cari apa sayang?” Senyuman Leon mengembang sempurna saat mengetahui apa yang dari tadi membuat istrinya. ‘Untung saja semuanya sudah di hapus, bisa bahaya kalau sampai Riri melihatnya lagi.’ Riri di buat kebingungan sekaligus keheranan, pasalnya berita yang jumlahnya hampir ribuan itu hilang dalam sekejap mata. Dari media sosial sampai ke situs web yang resmi dan tidak resmi, Riri tidak dapat menemukan satu pun berita yang tersisa di sana. "Mas, kemarin ayah bilang ada banyak berita mengenai Rena kan?. Semalam aku cari-cari dan ternyata ada banyak berita tentang kamu dan Rena, tapi kenapa semua itu hilang begitu saja pagi ini?" Leon mengangkat kedua bahunya seolah-olah tidak tahu apa-apa. "Mungkin saja kamu salah lihat. Atau mungkin bisa saja kamu melihat berita itu di dalam mimpi." "Itu tidak mungkin, jelas-jelas aku melihat berita itu den
"Benar katamu, tapi ada yang aneh, sejak kapan mereka tahu kalau aku punya markas di sini?. Selain orang-orang di dekatku, tidak ada orang lain lagi yang mengetahui keberadaan rumah ini. Sepertinya ada orang yang ingin menusukku dari belakang." Aldi mengangguk setuju membenarkan ucapan Leon. Banyak orang yang mengetahui bahwa Leon telah menjalani profesi sebagai seorang preman, namun untuk lokasi yang sering di datangi oleh Leon sangatlah tersembunyi dan jarang di ketahui oleh orang-orang luar, bahkan Leon sendiri menyuruh banyak orang untuk mengawasi gerak-gerik para warga yang tinggal di sekitar. Leon mengusahakan dengan berbagai cara agar membuat orang-orang yang mengetahui keberadaannya bungkam dan tidak membocorkan informasi sedikit pun, tapi kini keberadaannya telah di ketahui, apa lagi yang mengetahuinya adalah orang yang tidak segan-segan untuk membuat keributan di depan umum seperti ini, pasti masalah kali melibatkan orang-orang yang berada di dekat Leon, karna keberadaan
‘Siapa mereka sebenarnya? Apa mereka menculik dan menyekapku karna ingin meminta tebusan kepada mas Leon?, tapi kenapa mereka ada sebanyak ini?.’Riri melihat sekelilingnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Entah bagaimana bisa Riri yang tadinya berada di dalam perusahaan kini sudah berada di dalam tempat gelap dengan beberapa orang yang berdiri mengelilinginya.Riri diam-diam menghitung orang-orang yang di lihatnya, matanya melirik kesana kemari untuk membandingkan apakah anak buah Leon bisa melawan orang-orang yang saat ini berada di sekelilingnya atau tidak.‘Ada empat puluh orang yang aku lihat, kemungkinan besar di belakangku sekarang juga masih ada, kalau di kira-kira sepertinya tidak sampai enam puluh orang.’ Tebak Riri dalam hati.Di saat Riri sedang di sibukkan dengan pikirannya, sebuah pistol tiba-tiba berada di samping pelipis kepala Riri.“Sudah sadar ternyata, aku kira kamu akan lebih lama lagi pingsannya. Aku tidak menyangka kalau dekat-dekat dengan para preman itu ak
Suara teriakan dan umpatan terdengar di mana-mana, suara ledakan dan tembakkan menghiasi suasana malam yang terasa sangat panjang. Perlahan-lahan Riri kehilangan kesadarannya, matanya tertutup di iringi dengan suara yang semakin lama semakin memudar. Entah sudah berapa lama Riri tidak sadarkan diri, suasana kota Jakarta yang semulanya gelap gulita, sekarang menjadi terang benderang. Suara bising mengusik ketenangan Riri yang sudah lama tidak sadarkan diri. Mata yang sudah sendari tadi tertutup itu perlahan-lahan terbuka. Cahaya putih mulai terlihat, Riri beberapa kali mengerjapkan matanya karna silau dengan cahaya di sekelilingnya. “Akhirnya sadar juga, bisa pindah alam aku kalau sampai bu bos kenapa-kenapa.” “Hampir saja aku bakar orang-orang menyebalkan itu.” Mata Riri tidak bisa terbuka sempurna, namun samar-samar Riri bisa mendengarkan keributan yang ada di sekitarnya. ‘Apa itu suara Alden?, mas Leon sekarang ada di mana?.’ Tangan Riri tergerak untuk memegang kep
“Kamu belum kapok ya? Mumpung lagi di rumah sakit lebih baik kamu ke dokter untuk periksa sekarang, siapa tahu ada salah satu sel di otakmu yang menghilang, kan bahaya kalau semakin memburuk. Nanti tidak tahu dirinya jadi bertambah buruk.” Riri melipat kedua tangannya di depan dada, tatapan mata yang seperti tidak mengenal takut itu membuat Rena kesal setengah mati. “Apa maksudmu?!.” Bentak Rena tidak terima. Mata Rena melotot tajam kearah Riri yang sedang tersenyum-senyum. “Dasar orang rendahan, memang benar kalau orang miskin pasti tidak punya sopan santun. Ya mau bagaimana lagi, pendidikannya saja rendah, apa lagi lingkungannya, pasti sangat buruk.” Cibir Rena sembari membalas tatapan Riri dengan tatapan menghina. Riri terkekeh geli, matanya melirik jam sekilas lalu kembali menatap Rena. “Kamu kira kamu punya sopan santun? Kalau orang punya sopan santun, dia pasti tidak akan merebut suami orang, apa lagi sampai sok sombong di depan istri sahnya. Lagi pula kalau soal sopa
“Sudahi tawa jelekmu itu sebelum aku robek mulutmu!.” Tawa yang tadinya menggema ke seluruh penjuru ruangan kini terhenti seketika. Ardian, yang merupakan musuh bisnis sekaligus pelaku penusukan Brion membeku seketika saat melihat Leon berada di depan pintu. Leon berjalan masuk menghampiri Brion yang sedang mematung karna terlalu shok. “Pergilah dulu, periksa ada yang terluka atau tidak.” Ujar Leon sambil menepuk pundak Brion. Brion yang masih ling-lung hanya diam sembari menatap Leon dengan wajah yang di penuhi berbagai pertanyaan. Melihat Brion yang tidak bergerak, Leon memberi kode kepada anak buahnya agar membawa Brion keluar. “Jangan lupa bawa anak itu juga.” Ujar Leon lagi ketika melihat Dion yang masih tertidur pulas. Melihat Leon yang sedang tidak memperhatikannya, Ardian perlahan-lahan berjalan mundur dan berlari untuk menyelamatkan diri. Namun karna pergerakan anak buah Leon lebih cepat dan sigap, Ardian bisa di tangkap dengan mudah. Leon tersenyum puas keti
“Apa kamu yakin?.” Leon mengangguk tanpa adanya rasa ragu di wajahnya. Selama dua hari belakangan ini Leon mencari tahu gerak gerik dari kedua wanita itu, dan di sanalah Leon mendapatkan jawaban yang sesuai dengan dugaannya. “Papah pergi dulu temui Brion, kamu urus ini secepatnya lalu perbaiki penampilanmu. Pagi tadi waktu papah pergi ke rumah sakit Riri kabur mencari kamu di mana-mana, jangan sampai Riri melihatmu dengan penampilan seperti ini.” Pak Arjuna pergi meninggal Leon sendirian di ruang kerja. Leon yang mendengar ucapan pak Arjuna hanya bisa menghela nafas, matanya melirik kearah dinding yang terbuat dari marmer, tampilannya yang bening membuat Leon bisa melihat pantulan dirinya sendiri dengan jelas. Leon yakin seratus persen kalau Riri pasti akan ketakutan ketika melihat penampilannya yang seperti ini. Leon berjalan menuju kursi yang tadi di duduki oleh pak Arjuna. Tangannya bergerak mengambil sebuah foto yang ada di atas meja kerjanya. “Dia kira aku tidak ingin m
“Apa aku telefon sekarang saja ya? Tidak enak juga kalau papah nungguin hp-nya.” Riri menatap ponsel ayah mertuanya yang sudah dari tadi berada di tangannya. Dari ponsel itu di berikan bahkan sampai matahari terbenam pun Riri masih ragu untuk menghubungi Leon. Jari Riri menggeser-geser layarnya saja tanpa berani menekan nomor kontak Leon, tangannya bahkan sudah bergetar hebat karna terlalu gugup, hampir dua bulan tidak bertemu membuat Riri merasakan sensasi asing yang ada di dalam hatinya. “Padahal aku hanya ingin menelepon suamiku sendiri, tapi kenapa rasanya gugup sekali? Masa iya kita jadi asing hanya karna sudah lama tidak berkomunikasi, lantas apa jadinya kalau sampai aku di tinggal pergi dinas selama enam bulan, bisa-bisa kita reuni di pengadilan agama.” Riri menarik nafas panjang-panjang lalu menghembuskannya dengan rasa berat hati. Matanya kembali menatap kearah ponsel yang sudah menampilkan wajah dirinya. Seulas senyum terbit di wajah cantik Riri saat melihat foto