“Ke Apartemenku.”
Mata Riri menyipit tak percaya, rumah kecil saja digunakan bersama-sama, masa iya Leon mempunyai sebuah Apartemen? Kalaupun iya, kenapa Leon tak menggunakannya? Itulah yang ada di pikiran Riri saat ini.Ada banyak sekali rasa keraguan yang ada di dalam hatinya. Namun Riri tetap mencoba untuk percaya.
Riri mengangguk lalu berjalan ke arah Leon yang sudah duduk manis di atas motornya, kendaraan beroda dua itu melaju kembali ke kota Jakarta untuk pergi ke tempat yang akan disinggahi oleh Riri.Tak terasa satu jam berlalu, montor yang dikendarai mereka kini berbelok ke arah gedung pencakar langit yang ada di salah satu kota metropolitan.Riri memandang tanpa berkedip ketika motor Leon sudah memasuki area basemen yang hanya ada mobil mahal di dalamnya.‘Ini serius? Aku bakal tinggal di sini?’Riri tak bisa mengalihkan pandangannya dari beberapa mobil mahal yang terparkir di sana. Rasa takjub dan kagum tak bisa dia kendalikan lagi, bahkan Riri sampai tak sadar kalau motor Leon sudah berhenti dari tadi.“Mau tidur di sini apa turun?!”Riri tersentak kaget lalu bergegas turun dari motor. “Kita serius bakal tinggal di sini?”“Kamu aja yang di sini.”“Terus kamu tinggal di mana? Balik lagi ke rumah itu?”“Iya.”Dengan perasaan jengkel, Riri mengikuti Leon untuk menuju unit mana dirinya akan tinggal.Mulut Riri terbuka lebar saat kakinya melangkah masuk ke dalam sebuah apartemen yang akan menjadi tempatnya singgah.Apartemen dengan nuansa modern itu berhasil membuat Riri tak bisa berkata-kata, apa lagi saat melihat ada beberapa foto Leon yang terpajang rapi dengan bingkai emas sebagai pembungkusnya.Riri menatap Leon di sampingnya dan membandingkannya dengan Leon yang ada di dalam bingkai itu. “Kok sama, tapi beda ya?”“Kamu bisa pakai kamar itu. Dan di sini ada uang yang bisa kamu gunain sesuka hati. Setiap bulan nanti aku kirim lewat situ. Passwordnya tanggal lahir kamu.” Tangan Riri terulur untuk mengambil dua kartu yang ada di tangan Leon dengan sebisa mungkin untuk tidak berbicara di dalam hati. ‘Tenang... Jangan sampai kedengeran.’“Masih kedengeran!”Riri mengaruk tengkuknya karna malu telah ketahuan “Hehehe... Masa sih?”“Kamu susun aja sana barang bawaanmu. Sekalian ini titip.” Leon melemparkan tas bawaannya lalu pergi entah kemana.Riri mengambil barang bawaan Leon dan berjalan menuju kamar yang ditunjuk Leon. “Gila!... Punya apartemen sebagus ini kenapa nggak ditinggali?”Tak ingin berlarut-larut dalam keindahan apartemen Leon, Riri memutuskan untuk membereskan barangnya, lalu makan siang.Riri berjalan keluar apartemen dengan perasaan senang karena akhirnya dirinya dapat menginjakkan kaki di salah satu gedung pencakar langit yang selalu dia impikan. Hidup di dalam keluarga yang perekonomiannya sangat pas-pasan membuat Riri memiliki banyak mimpi untuk mengunjungi berbagai tempat yang indah. Dan salah satunya adalah apartemen yang saat ini dia tempati. “Akhirnya salah satu keinginanku ada yang terwujud. Aku kira mustahil kalau bisa tinggal di sini walaupun cuma satu hari.”Setelah selesai membereskan barang bawaannya, Riri keluar dari apartemen untuk mencari penjual makanan. Beruntungnya Riri langsung menemukan tukang mie tek-tek yang kebetulan lewat di depan apartemen.Riri berjalan kembali ke unit apartemennya untuk menyantap makanan yang baru saja dia beli. Namun ada satu hal yang dilupakan oleh Riri.Riri terbengong ketika melihat deretan angka yang ada di depan unit apartemennya, Riri lupa menanyakan berapa kata sandi untuk membuka pintu itu.Tak tahu dan bingung caranya masuk ke dalam, Riri memutuskan untuk menelepon Leon, tapi memang dasarnya Riri itu orang pelupa, lagi-lagi dia lupa kalau dirinya belum meminta nomor telepon Leon.“Sialan! Kok udah pikun aja. Perasaan aku belum tua-tua banget deh.”Riri mondar-mandir di depan unit apartemennya untuk mencari cara agar bisa masuk ke dalam.Sedangkan di sisi lain Leon yang sedang berhadapan langsung dengan beberapa warga yang sudah membuatnya menikah dengan Riri.“Gimana nih bos? Mau diapakan mereka?” tanya salah satu anak buah Leon.Leon menatap tajam ke arah mereka satu persatu, dan tatapannya berhenti saat matanya melihat ke arah wanita paruh baya yang sedang menggigil ketakutan. “Mia sudah diberi makan?”“Belum bos.”“Kasih aja dia ke Mia.”Anak buah Leon mengangguk lalu menyeret wanita paruh baya itu ke kandang buaya yang ada di pekarangan markasnya. Tak hanya wanita paruh baya itu saja, semua keluarganya yang ada di sana juga ikut diseret ke dalam kandang buaya.Leon kembali menatap ke arah sekerumunan orang yang tengah ketakutan, kali ini tatapannya berhenti ketika obyek penglihatannya adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun. “Pencalonan ketua RT yang baru kapan?”“Empat bulan lagi bos.”Leon mengangguk lalu berjalan mendekat kearah laki-laki itu dengan senyuman menyeramkan di wajahnya. “Berapa kandidatnya?”“Ada 6 bos. 3 ketua dan 3 lagi wakilnya.”“Nggak masalahkan kalau ketua RT-nya diganti sekarang? Lagi pula, kan masih ada wakilnya. Pergi ke Pak Lurah sekang, bilang kalau ketua RT-nya harus diganti. Kan nggak lucu kalau nanti desa ini nggak punya pemimpin karena sudah mangkat duluan... Kirim orang ini ke Michael."Pak Dimas menggelengkan kepalanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Leon. Sudah bisa dipastikan dirinya tak akan selamat kalau sang Raja sudah membuka mulutnya dan memberikan titah.Salah satu anak buah Leon mengangguk lalu pergi dari sana untuk menyampaikan pesan dari bosnya untuk pak lurah.“Dan mereka semua. Seret mereka ke penjara karna sudah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik.”Suara teriakan menggema di seluruh ruangan saat mereka yang sudah menuduh Riri dan Leon berzina diseret keluar markas untuk dikirimkan ke kantor polisi.“Tapi bos, rata-rata mereka itu pedagang di pasar Kebon. Kalau mereka masuk penjara yang bakal bayar uang keamanan siapa?”Leon melirik ke arah kaki tangannya yang sedang mencemas pemasukan mereka. “Paling juga dipenjara 9 bulan aja. Gak bakal mempengaruhi pemasukan tahunan kita. Nanti kalau mereka sudah keluar, tarik uang keamanannya 5 kali lipat dari biasanya!”**Dengan cemas Riri mengikuti pengurus apartemen yang dia tempati. Karena bingung tak tahu harus bagaimana, Riri akhirnya meminta tolong ke security dan diarahkan ke ruang staf di sana.Untung saja Leon sudah memasukkan Riri sebagai anggota penghuni unit apartemennya, sehingga dengan mudah Riri bisa mendapatkan pertolongan.“Di sini sudah terpasang sidik jari Nona, jadi Anda bisa menempelkan jari jempol Anda, dan pintu akan terbuka.”Riri mengangguk dengan mulutnya yang sudah membulat sempurna.“Kalau untuk kata sandinya Anda bisa melihat di dalam kartu ini. Dan jika ingin lebih mudah lagi, Anda bisa menggunakan kartu akses ini untuk dapat membuka pintu secara otomatis, pintu akan terbuka jika anda menempelkannya di sini. Kalau tidak ada pertanyaan lagi saya permisi dulu.”Riri menerima kedua kartu itu dengan tatapan terheran-heran. ‘Kok kartunya kayak familiar ya?’ Riri merogoh sakunya untuk mencari sesuatu. Dan ketemu, Riri melihat ke arah kedua kartu itu lalu membenturkan kepalanya ke didinding. “Bego banget sih jadi orang!... Lagian dia juga kenapa nggak ngasih tahu sih soal kartunya?!!...”Riri menatap ke arah serentetan angka di dekat pintu lalu menekan beberapa di sana. “Bisa?!... Passwordnya beneran tanggal lahirku?!”"Pria itu tidak pulang?"Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, tetapi suamibarunya belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Walaupun sudah tahu Leontak akan pulang ke apartemen, Riri tetap saja menunggunya dengan harapansetidaknya laki-laki itu bisa menemaninya. Tidurnya sampai tak tenang.Kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru menambah kesulitan tidur yangdialami Riri. Ia yang sulit merasa nyaman di tempat baru, terlebih kali inisendirian ... membuat matanya enggan terpejam. Akhirnya, karena kantuk tak kunjung datang, Riri memutuskan pergi ke balkonuntuk melihat pemandangan kota Jakarta di pagi dini hari. Cahaya dari berbagaigedung membuat pemandangannya menjadi sangat indah, apa lagi dengan banyaknyakendaraan yang berlalu lalang. Sedikit ramai dan bising memang untuk ukuranpemandangan di pagi dini hari. Namun apalah daya, yang saat ini ada di depannyaadalah kota yang mendapatkan julukan sebagai kota metropolitan.“Nggak papa! Aku kan selama ini udah hidup serb
Zahra berjalan mendekat ke arah Riri lalu berbisik.“Udahlah, kalau iri bilang aja, lagian yang ngajak pacaran kan Adi, mana bisaditolak. Kamu tahu sendiri kan kalau Adi itu banyak duitnya?!”Dengan perasaan kesal campur kasihan, Riri memegang bahu Zahra lalu membalasbisikan Zahra. “Gws deh. Hati-hati, Adi punya banyak cewek.”Setelah membisikkan itu Riri berjalan melewati Zahra dan Adi untuk pergi keapartemennya.“Dasar nyebelin!!...” teriak Zahra saat melihat Riri sudah berjalan menjauh. “Ohiya!! Besok anniversary aku sama Adi!! Datang ya ke hotel Arjuna!” lanjutnya.Riri hanya bisa menggelengkan kepalanya dan tetap berjalan. Ketika Riri sampaidi depan pintu unit apartemennya, Riri baru saja mengingat kalau dirinya sedangmarah dan ingin pergi ke orang tuanya yang masih berada di rumah budenya.“Sial! Aku lupa lagi.”Di sepanjang lorong berbagai sumpah-serapah keluar dari mulut Riri, entah ituuntuk Leon, Zahra, ataupun pamanya.Di tengah-tengah kekesalan Riri, tiba-tiba saja a
“Dia ayahnya Adi.” Bisik Riri yang berhasil membuat Zahra berteriak.“Serius kamu?!!” Tanya Zahra tak percaya.Mata Zahra kini tertuju pada Adi yang sudah menatapnya dengan wajah kebingungan. “Kamu nggak lagi ngawur kan?” Bisik Zahra takut-takut.Riri menggeleng karna yakin sekali dengan penglihatannya, matanya memang rabun tapi Riri tidak buta, apa lagi waktu itu Nafi dan Ayah Adi berjalan secara terang-terangan."Kalau kamu nggak percaya, tanya saja langsung sama calon ayah mertua kamu. Di jamin langsung dapat jawaban yang pasti.""Jawaban kapan hancurnya hubungan aku sama Adi maksudnya?! Bisa hilang sumber penghasilan ku."Mata Riri terbelalak tak percaya, walaupun sudah mendapatkan tamparan dulu sepertinya Zahra masih belum sadar juga."Hati-hati, nanti kena karma lagi baru tahu rasa kamu." Kesal Riri yang sudah berdiri dari duduknya. "Aku pergi dulu ya, ada urusan.""Cih urusan dia bilang, emang pengangguran sepertimu punya acara apa? Paling juga rebahan di kasur." Ejek Farikha.S
“Riri!!...” Suara teriakan Leon yang menggema terdengar sangat menyeramkan yang membuat nyali Riri menciut seketika.Dengan emosi yang meledak-ledak, Leon yang baru saja kembali ke apartemen langsung menarik Riri dengan kasar saat melihat Riri yang ingin melompat dari gedung apartemennya.“Kamu gila ya?!! Bisa gak sih kalau punya otak itu di pakai!! Kamu kira bakal selamat setelah lompat dari lantai 19?!!”Sepertinya takdir tak menginginkan Riri pergi begitu cepat. Leon memarahi Riri habis-habisan yang membuat Riri tak memiliki niat untuk bunuh diri lagi.“Kalau ada masalah itu bilang baik-baik!! Kamu kira setelah lompat semuanya akan baik-baik saja?!!”“Maaf.” Cicit Riri pelan.“Ayo masuk!!” Bentak Leon dengan suara tingginya, tak lupa Leon juga menarik tangan Riri dengan kasar.“Ya kamu kalau bicara juga pelan-pelan, sakit tau tangan aku.”Leon melepaskan tangan Riri lalu duduk di sofa dengan tatapan menyeramkan. “Cerita!!”Air mata Riri menetes satu demi persatu, ternyata rasa takut
“Iya aku tahu kok, wajahku ini memang terlalu tampan sampai-sampai bisa buat orang normal jadi stres.” Ucap Leon dengan bangganya.Mulut dan hati Riri ingin sekali menyangkalnya, namun tak bisa karna apa tang di ucapkan Leon benar adanya. Wajahnya yang rupawan memang mampu membuat orang yang awalnya waras menjadi stres, bahkan wajahnya yang garang saja mampu menarik perhatian kaum hawa, apa lagi jika wajah Leon terlihat sangat tenang seperti sekarang.“Udah, awas aja nanti kalau di garuk lagi!” Ancam Leon sambil memukul meja di sampingnya hingga hancur. “Nanti kamu ikut aku.” Lanjutnya.Riri memiringkan kepalanya dengan wajah bertanya-tanya.“Ikut aku kerja!!” Jawab Leon yang mengetahui isi pikiran dan hati Riri.Perasaan yang tak tenang kini menyelimuti hati Riri, pikirannya kini sudah melayang kemana-mana ketika membahas tentang pekerjaan suaminya. “Ayo tidur”Walaupun sedang kebingungan, Riri memutuskan untuk mengikuti ajakan Leon.Riri menatap tak percaya dengan pemandangan di de
“Masih muda udah pikun aja.”Leon berjalan menuju meja kerjanya lalu menekan sebuah tombol merah di dekat sana. “Masuk.” Ucap Leon saat menekan tombol tersebut.Seorang laki-laki masuk kedalam ruangan dengan beberapa map di tangannya.Mata Riri terbelalak tak percaya dengan orang yang baru saja memasuki ruangan di mana dia berada. Dengan secepat kilat Riri menutupi wajahnya dengan tangan dan dompet yang dia bawa.‘Alden?... Aku kira Alden siapa, ternyata mantanku!... Semoga aja dia nggak lihat aku di sini!’ Harap Riri dalam hati.Riri mengintip dari cela-cela jarinya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi, namun satu detik kemudian, Riri merasakan ada sesuatu yang panas menusuk badannya.Perlahan-lahan Riri menyingkirkan tasnya dan melirik kearah Leon. Badan Riri kaku saat mendapati tatapan dan wajah Leon yang berkali-lali lipat lebih menyeramkan dari biasanya.‘Kok mukanya serem banget sih?... Memangnya aku salah apa sampai di lihatin gitu?’“Taruh dokumennya di meja! Kamu bisa perg
Alden memiringkan kepalanya dengan senyuman aneh di wajahnya.Mengenal Riri dari kelas sepuluh membuat Alden tahu betul bagaimana tabiat Riri yang sesungguhnya. Apa lagi ketika mengingat kalau banyak rahasia Riri yang di ketahui oleh Alden dari sumber yang terpercaya.“Kamu yakin bisa cari sendiri? Kamu baru pertama kali ke sini kan? Apa kamu bisa menemukannya dalam waktu satu hari?” Senyum meremehkan yang terlihat jelas di wajah Alden mampu membuat Riri kehabisan kesabarannya.“Kamu tau apa? Jangan kira hanya karna kita dekat selama hampir dua tahun, kamu bisa berbuat seenaknya seperti itu pada ku. Asal kamu tahu, orang yang mengetahui sesuatu itu bukan kamu, tapi aku!”Setelah mengatakan itu Riri berjalan menjauh dari Alden dan pergi entah kemana.Riri berjalan sembari menendang-nendang dinding di sepanjang perjalanannya. Berbagai umpatan terus menerus keluar dari mulut Riri.“Sok banget dia, kalau aja dulu aku nggak kasihan sama dia, pasti udah langsung aku buang!”Langkah Riri te
“Seharusnya yang jauhi Leon itu kamu!!”Wanita itu melotot lalu berlari melewati Riri sambil menangis tersedu.“Leon!... Dia pukul aku!”Riri refleks memutar badanya kebelakang, dan betapa terkejutnya dia saat melihat Leon sudah berada di belakangnya.Leon berjalan kearah Riri yang sedang ketakutan, tangan kekar Leon mengusap pucuk kepala Riri dengan lembut.“Kamu beneran pukul dia?”Riri melihat ke segala arah untuk menghindari tatapan mata Leon yang tajam, di dalam hati Riri kini sedang bimbang karna berpikir alasan apa yang tepat untuk di berikan sebagai penjelasan.“Coba pukul lagi, tadi aku nggak lihat jelas.”Wajah Riri berseri-seri, matanya berbinar tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Hatinya terasa sangat lega karna ketakutannya tak terjadi.“Serius?! Boleh?!"Leon mengaguk dengan senyum manis di wajahnya.Melihat anggukan Leon, Riri bergegas menghampiri wanita itu dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Namun sialnya wanita itu sudah terlebih dahulu berlari mengh
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol