Awalnya Riri mengira bahwa kedatangan nenek suaminya akan menjadi pengganggu untuknya, tapi kenyataannya malah sebaliknya. Setelah bu Laras, istri kedua ayah mertuanya pulang dari Singapura, neneklah yang selalu mengerjainya dan membuat Riri merasa aman. Berbagai kesalahan yang terjadi di rumah selalu di limpahkan kepada bu Laras yang akhirnya membuat dia pergi menjauh dari rumah.Dan untuk yang kedua kalinya Riri merasakan kehidupan yang tenang tanpa adanya gangguan dari mak lampir yang kelakuannya melebihi setan di neraka.Selain itu, nenek ternyata tidak seburuk yang di pikiran oleh Riri, walaupun suka marah-marah tak jelas dan suka menyuruh ini itu, nenek adalah orang yang baik hati dan sangat peduli dengan sekitarnya, salah satu contohnya adalah mengajak Riri berbelanja ke mall setiap satu minggu lima kali, bahkan nenek kerap mengajak Riri pergi jalan-jalan agar dapat melihat dunia yang luas.Banyak sekali orang-orang yang menyukai nenek di luaran sana, selain karna terkenal akan
Bukannya menjawab Leon malah mengecup bibir Riri yang jaraknya tak jauh dari wajahnya. Leon yang melihat kejadian langka itu langsung mengambil kesempatan sebelum momen langka seperti ini berakhir.Merasa suaminya telah gila karna meminum minuman haram, Riri tanpa perasaan memukul wajah Leon yang sedang tersenyum kearahnya.Pukulan Riri hanya terasa seperti angin lalu bagi Leon yang sudah terbiasa dengan perkelahian.“Tenang dulu sayang, jangan marah-marah, nanti tambah cantik loh.”Ucapan Leon bagaikan bensin yang di lemparkan ke dalam kobaran api, amarah Riri tak dapat di bendung lagi, tangannya kini mencengkeram kuat kerah baju yang tengah di pakai oleh Leon.“Bilang sekarang!, mas minum seberapa banyak?!...”“Cuma tiga botol saja.”*****Riri menjatuhkan tubuhnya keatas kasur yang empuk nan lembut di kamarnya, berdebat mengenai kebiasaan buruk Leon memang tak akan ada habisnya.Di tengah-tengah kegiatan melamunnya, Riri di kejutkan dengan suara nada dering ponsel yang tiba-tiba. M
Orang yang sendari tadi dinantikannya kini telah hadir di depan mata. Mata Riri menatap tajam Leon yang berjalan mendekat kearahnya, wajah tampannya sudah hancur, banyak luka memar dan lebam di mana-mana.Sudut bibir Riri terangkat, dia tahu betul dengan apa yang baru saja terjadi dengan Leon, karna salah satu penyebab Leon mendapatkan luka itu adalah karna dirinya.Setelah puas mencari sosial media milik wanita bernama Syifa, Riri berniat mengadukan kelakuan Leon kepada sang nenek.Nenek yang mengetahui kebiasaan buruk Leon muncul kembali, tanpa berpikir lama lagi nenek bergegas mengambil sebuah kemoceng dan berdiri tepat di depan pintu.“Sakit.” Ujar Leon sembari menatap kesal wajah istrinya. Leon pun tahu kalau Riri lah yang melaporkannya sehingga bisa mendapatkan luka yang cukup parah.“Kan mas pernah buat perjanjian sama nenek kalau nggak bakal minum minuman haram itu lagi, kenapa sekarang malah di langgar?”“Dari mana kamu tahu aku pernah janji sama nenek?”“Ya Dari nenek lah, me
“Hah?”Leon tercengang, mulutnya ternganga tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Leon menerawang jauh masa lalunya dan mencari kapan dan di mana dirinya menjanjikan sebuah pernikahan dengan keponakan teman mamahnya.“Kapan?!” Tanya Leon yang tak menemukan jawabannya.Riri yang terlanjur kecewa dengan Leon memutuskan untuk pergi keluar dari kamarnya, tujuan Riri adalah kamar tamu yang jaraknya cukup jauh dari kamar Leon saat ini.Di tengah-tengah perjalanan Riri tak sengaja berpapasan dengan Dion yang baru saja pulang dari sekolah, mengetahui barang yang saat ini di pegang olehnya adalah milik Dion, Riri tanpa berkata apa-apa, langsung memberikan tempat pensil kayu itu kepada Dion.Mulut Dion terbuka ingin menanyakan tentang benda di tangannya, akan tetapi karna situasi yang tidak memungkinkan Dion memilih untuk diam dan mengabaikan pasutri yang tengah bertengkar.“Sok mengumbar janji nggak akan selingkuh, tapi nyatanya tetap sama saja, dasar semua laki-laki memang buaya!”
Leon berjalan menjauh meninggalkan wanita yang baru saja di hujatnya.“Makanya, jadi wanita itu jangan terlalu genit, belum apa-apa sudah main peluk saja.” Sindir nenek yang masih belum puas melihat wajah penderitaan wanita di hadapannya.“Nek, dia itu TAMU di sini, harusnya ya di sambut, ini kok malah di sindir terus, nggak sopan loh.” Sahut Dion menimpali.“Tidak usah membicarakan tentang kesopanan dengan orang yang tak tahu sopan santun.”“Nenek menyindir diri sendiri?”“Kamu mengatai nenek?!...”Merasa kesal dengan tingkah cucunya, nenek pergi menuju kamarnya dengan mulut yang terus mendumal.“Bik, tolong bawakan kopernya masuk ke kamar tamu ya, dia akan menginap di sini selama empat hari.”Riri melongo mendengar ucapan Dion, otaknya berputar mencari jawaban tentang dari mana Dion mengetahui kalau wanita itu akan menginap selama empat hari di rumahnya.“Terima kasih ya Dion.” Ucapnya sembari tersenyum manis kearah Dion.Dion hanya membalasnya dengan senyuman dan anggukan kepala sa
Riri menghirup udara di pagi hari yang terasa sangat segar di hidungnya. Sudah empat hari berlalu begitu saja, Syifa yang niatnya ingin menginap selama empat hari kini menjadi bertambah hingga tujuh hari, tak hanya itu saja, Syifa bahkan mengajak adik dan adik sepupunya untuk menginap bersama di rumah, tentu saja awalnya Riri menentang keras, tapi karna bujukan dari Dion, Riri akhirnya setuju untuk membiarkan Syifa menginap lebih lama lagi. Riri melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi dengan santai, setelah dua bulan lamanya, baru kali ini Riri merasakan aura kehidupan kembali menyelimutinya.Dua hari yang lalu Syifa menawarkan diri untuk membantu pekerjaan rumah, entah apa yang ada di dalam pikiran nenek, tanpa berpikir panjang nenek langsung saja mengiyakan tawaran Syifa. Namun berkat itu kini Riri dapat beristirahat sejenak dari tugas membersihkan rumah yang cukup melelahkan, karna tak hanya tugasnya saja, tugas semua art di rumah di ambil alih oleh Syifa.Riri menjalankan rit
“Maaf ya kak, sepertinya kakak harus pergi.” Ujar Dion dengan senyum manis di wajahnya.Wajah Syifa memerah karna marah, dirinya tak terima jika di usir dari rumah yang saat ini dia tempati.“Apa maksud kamu Dion, kamu tidak punya hak untuk mengusir aku dan adik-adikku dari sini, kita datang ke sini karna mendapatkan izin dari Leon.”Dion hanya tersenyum sembari menunjukkan pintu depan rumahnya dengan sopan.Mendapatkan perlakuan sopan dari Dion yang menurutnya sangat kurang ajar, bukannya berpikir untuk keluar dari rumah itu, Syifa malah berpikir untuk menemui Leon agar di berikan pembelaan untuk dirinya dan adik-adiknya.“Mau kemana kamu?! Pintu keluar ada di sebelah sana!.”Syifa tak memperdulikan teriakan Riri dan tetap melangkah maju menuju kamar Leon. Sesampainya di depan pintu kamar Leon, Syifa memegang gagang pintu untuk membukanya, namun ternyata pintu itu tak dapat di buka.Karna tak sabar, Syifa mengetuk pintu di depannya berkali-kali, mulutnya pun tak henti-hentinya untuk
“Tapi bagaimana bisa dia mengetahuinya? Apa terlalu kelihatan dari wajahku? Sepertinya tidak. Tunggu, apa ada jangan-jangan abang... Ah tidak mungkin, mana mungkin orang menyebalkan itu mau dekat-dekat dengan wanita menyebalkan itu!.”Dion tengah di landa rasa bimbang, biasanya kalau ada masalah sedikit saja Dion langsung berlari mencari kakaknya dan menceritakan segala keluh kesahnya, namun kali ini Dion tidak bisa melakukannya karna nyawanyalah yang akan menjadi taruhan jika dirinya salah mengambil jalan.“Dion.” Suara yang tak asing terdengar di telinganya.Dion bergegas berjalan menuju pintu lalu membukanya.“Mereka sudah aku urus.”Dion mengangguk lalu menutup kembali pintu kamar mandinya. Dion melanjutkan aktivitas mandinya dan keluar saat sudah selesai.Dion keluar dari kamar mandi dengan handuk yang terlilit di pinggangnya, kakinya melangkah menuju ke tempat tidur dan membaringkan tubuhnya. Tiba-tiba sebuah ingatan muncul di benaknya, Dion meraba-raba area bawah bantalnya untu
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol