“Sekarang kamu pilih, mau tinggal di sini atau pergi.”Leon terdiam sejenak, berbagai bisikan merasuki alam pikirannya, di satu sisi Leon tak mau bertemu dengan makhluk jadi-jadian yang akan menghantuinya seumur hidup, tapi di sisi lain Leon sangat membutuhkan dokumen yang akan sangat membantunya untuk melibas habis para tetua di keluarga dan perusahaannya.Karna tak memiliki pilihan lain, Leon mengurungkan niatnya untuk pergi dari rumah orang tuanya.“Oke, tapi dengan satu syarat. Bilang ke si anjing jalang mu itu untuk jangan datangkan masalah ke rumah ini. Dan kalau bisa, suruh si anjing mu itu untuk keluar dari rumah ini.”Untuk sesaat pak Arjuna terdiam dengan dahi yang sudah mengkerut, di pikirannya kini bertanya-tanya apakah dan siapakah masalah yang di maksud oleh anaknya. Jika mengenai ‘si anjing jalang' yang di maksud oleh Leon tentu saja dirinya langsung mengetahui itu siapa, tapi untuk masalah yang di datangkan oleh si anjing jalang itu, pak Arjuna tidak mengetahuinya.“Sia
“Leon!!...”Dion dan Riri di kejutkan dengan adanya suara pak Arjuna yang menggema ke seluruh penjuru rumah. Dan kini orangnya pun sudah terlihat di depan mata dengan Brion di belakangnya.“Mana kakak kamu?!...”Dion langsung menunjuk ke arah kamar Leon di mana sang pemilik kamar tengah melanjutkan aktivitas mengamuknya.“Leon kamu...”Tubuh pak Arjuna mematung saat melihat kondisi kamar Leon yang hancur lebur dan berantakan, bahkan temboknya pun sudah tak berbentuk lagi, banyak sekali retakan dan bagian dinding di sana yang berlubang. Tanpa perlu di jelaskan lagi, pak Arjuna langsung memahami situasi yang sedang terjadi. Dengan matanya yang masih menatap Leon dengan tajam, pak Arjuna bertanya kepada Dion yang masih berada di sampingnya.“Siapa lagi kali ini? Perasaan mamah, eh maksudnya tante Laras masih di Singapur deh, si Nindia, Nina atau siapalah itu juga masih di sana kok. Tapi kenapa kakakmu bisa sampai semarah itu?”Dion memperhatikan kakaknya dengan lebih detail lagi, dan t
Leon menertawakan laki-laki di depannya yang sedang berjuang untuk menyerangnya, setelah beberapa kata-kata yang Leon keluarkan, laki-laki itu terus saja menggeliat seperti cacing yang sedang kepanasan. “Apa yang kamu katakan? Kenapa dia bisa sampai seperti itu?”Alis dan bibir Leon terangkat secara bersamaan, pandangannya tertuju pada pantulan ayahnya yang ada di cermin depannya.Tangannya tergerak untuk memberikan selembar kertas kepada ayahnya yang berada di belakangnya.Dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya, pak Arjuna mengambil kertas dari Leon. Dan untuk yang kedua kalinya pak Arjuna di buat terkejut dengan apa yang baru saja di berikan oleh putranya.“I-ini maksudnya apa? Kamu nggak lagi bercanda kan?”Dada pak Arjuna bergemuruh ketika membaca sebuah surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa bu Laras atau yang sekarang menjadi istrinya kini di nyatakan mandul dan rahimnya rusak setelah satu tahun melahirkan Satria.“Itu laporan 19 tahun yang lalu, satu ta
Riri menatap sebuah bayangan hitam yang tak jauh dari tempat perkelahian antara Brian dan Dion, hatinya kini terasa sangat gelisah ketika memikirkan bagaimana nasib adik-adik iparnya. Riri tak menyangka bahwa kehidupan orang-orang kaya ternyata tak seindah seperti yang dia bayangkan.Awalnya Riri tak menyadari karna lampu rumah yang sudah di matikan, tapi karna langkah Leon yang tiba-tiba terhenti dan menatap kearah dapur ketika ingin menghampiri pak Arjuna, Riri akhirnya menyadari bahwa ada seseorang yang sedang bersembunyi di dekat sana.“Apa nggak sebaiknya di tangkap saja? Bahaya kalau dia terus di sini.”“Nggak papa, ada orang yang mengawasi gerak-geriknya, jadi kamu nggak perlu khawatir.”Walaupun sudah di tenangkan oleh suaminya, hati Riri tetap saja masih resah.Bayangan seseorang yang dari tadi berada tak jauh dari dirinya dan Leon masih terlihat dengan jelas, sudah dari tadi dia memperhatikan gerak-gerik pak Arjuna dan ketiga si kembar yang berada di ruang keluarga, dan samp
Kaki Riri terus saja bergetar cemas ketika melihat Leon yang sedang bekerja di depannya, ingin sekali Riri menanyakan kata sandi ponsel ketiga Leon yang tadi malam tidak bisa dia buka, namun Riri berpikir jika dirinya secara gamblang menanyakan hal tersebut, Riri takut jika Leon akan marah karna dirinya membuka ponsel-ponselnya tanpa izin terlebih dahulu.Dengan perasaan yang tak tenang, Riri menutup matanya untuk mencari-cari alasan agar dapat mengetahui kata sandi itu. Tapi tanpa Riri sadari, selama dia memejamkan matanya, Leon terus saja menatap wajahnya tanpa berkedip sedetik pun.Sudut bibir Leon terangkat melihat dahi Riri yang menyengit ketika sedang berpikir keras, matanya yang tajam menelisik seluruh wajah Riri tanpa terlewat sedikit pun, bahkan tangannya yang tadi sedang mengetik keyboard laptop pun kini mulai tergerak untuk mengambil potret yang akan menjadi koleksi di galerinya.Di tengah-tengah suasana yang hening tiba-tiba saja suara ketukan pintu pun terdengar di iringi
Mata Riri terbelalak ketika melihat sesosok laki-laki paruh baya yang sangat dia kenal sedang berdiri di sampingnya. Berkali-kali Riri menggosok matanya untuk membuktikan bahwa dirinya saat ini tidak sedang salah lihat.“Ayah?!... Ayah nggak jadi meninggal?!”“Kamu mau jadi anak yatim?!”Mata Riri yang awalnya suram dan di penuhi dengan kekosongan kini menjadi berbinar seolah-olah di penuhi dengan kehidupan yang penuh warna.Riri tak tahu bagaimana dan kenapa bisa, tapi yang pasti saat ini Riri merasa sangat bahagia karna ayahnya tak jadi pergi untuk selamanya.Dengan perasaan bahagia Riri melompat kearah ayahnya lalu memeluknya dengan sangat erat.“Makanya kalau ada apa-apa itu di pastikan dulu, ini malah langsung nangis sampai pingsan!”Riri tersenyum senang, kata-kata sindiran dari ayahnya terasa seperti hiburan di telinganya, setidaknya Riri merasa yakin bahwa ayahnya tidak pergi karna bisa menyindirnya secara langsung.Riri melepaskan pelukannya, matanya menelisik seluruh tubuh d
“Sayang~. Yang aku maksud itu pulang ke rumah orang tuaku, bukannya malah pulang ke makam mamah!”Leon menekan Kata-kata dan amarahnya sembari tersenyum creepy kearah Riri yang sedang menatapnya.“Bilang dong... Tapi aku mau melayat dulu, lagian ini juga udah hampir tengah malam, lebih baik kita menginap saja di...”“Hotel!”Riri yang sudah merasa kesal karna di halang-halangi terus akhirnya memutuskan untuk pergi saja dan tak mau mendengarkan ucapan Leon lagi. Namun langkah Riri langsung terhenti ketika tangan Leon tiba-tiba saja ada di depan tubuhnya.“Kamu mau kemana?!...”“Ya mau kemana lagi?! Ya jelas mau pulang ke rumahlah, kan aku niatnya juga baik, aku mau mendoakan orang yang sudah meninggal, terlebih lagi beliau itu sudah menolong ayah loh.”“Iya, aku tahu, tapi kali jangan dulu, ini semua demi kebaikan kamu.”Tangan Riri mengepal kuat, dengan wajahnya yang sudah memerah, Riri menunjuk kearah wajah Leon dan mulut yang sudah terbuka lebar untuk melampiaskan rasa kesalnya yang
Sebuah cahaya yang menyilaukan masuk melalui celah-celah tirai jendela.Mata Riri perlahan-lahan terbuka, terasa berat dan sakit sekali, walaupun begitu Riri tetap memaksakannya agar dapat terbuka.Riri bangun dari posisi tidurnya dengan perasaan tak nyaman, mata beratnya mengedar ke seluruh penjuru ruangan yang saat ini di gunakannya untuk tidur.Mulut Riri bergumam dengan kesal, pemandangan di sekitarnya yang cukup familiar membuat emosi Riri memuncak, di tambah lagi ingatan tentang ucapan dan perilaku Leon sebelum meninggalkannya di dalam mobil.“Kenapa di bawa ke sini sih, kan aku maunya pulang ke rumah ayah.”“Kakak udah bangun?”Kepala Riri tergerak untuk melihat pemilik dari suara yang terasa tak asing di telinganya.Dion berjalan kearah tempat tidur yang kini sedang di gunakan oleh Riri.“Kakak kamu mana?!”Dion berdecak kesal namun tetap berjalan kearah Riri dengan sebuah nampan putih di tangannya.“Makan dulu, cari suami nanti aja.”Perut Riri bergemuruh melihat makanan yang
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol