Tepat pukul jam dua belas malam, Almero dan Sellandra masuk ke dalam kamar. Raut wajah keduanya terlihat lelah, tapi gurat kebahagiaan jelas tercetak di sana. Sambil membantu memegangi ekor gaun pengantin yang di pakai oleh Sellandra, Almero membimbingnya untuk duduk di pinggiran ranjang yang sudah dihias dengan sangat indah. Dia lalu berjongkok di hadapan wanita cantik yang tengah tersenyum manis. "Lelah?" tanya Almero sembari menyeka keringat di kening Sellandra. Dia kemudian tersenyum saat istrinya ini menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa merasa lelah di saat kau menghadirkan pesta yang begitu megah?" jawab Sellandra. "Aku bahagia, Ero. Sangat amat bahagia sekali. Terima kasih.""Sebenarnya aku ingin melakukan sesuatu yang lebih daripada ini. Namun apa mau di kata. Sesuatu sudah lebih dulu terjadi sebelum niatku terlaksana. Dan seperti inilah kebahagiaan yang bisa ku berikan sekarang. Aku harap itu tidak melenceng jauh dari harapanmu, sayang."Setelah mengumumkan pad
"Ero, lepaskan aku dulu. Ini sudah siang, nanti kita terlambat masuk ke kantor," ucap Sellandra sambil memukul pelan lengan tangan Ero yang terus memeluk pinggangnya. Entahlah, sejak mereka menikah pria ini makin menjadi-jadi saja. Terkadang Sellandra bahkan sampai kesulitan untuk sekedar meminta izin keluar bersama dengan temannya. Ero sangat posesif. "Kau dan aku sama-sama bos di perusahaan kita, sayang. Mustahil ada orang yang berani memprotes keterlambatan kita," sahut Almero masih dengan menciumi leher belakang Sellandra. Dia suka sekali dengan posisi mereka saat ini. Hehehe. "Meskipun kita adalah bos, tetap saja kita tidak boleh memberikan contoh yang buruk pada mereka. Ayolah, biarkan aku bangun dan bersiap diri. Aku juga masih harus menyiapkan pakaian yang akan kau pakai hari ini. Ya?"Almero menggeleng. Dia dengan sengaja malah mengeratkan pelukannya di pinggang Sellandra. Terlalu enggan untuk melewatkan kehangatan ini. Biar saja kalau wanita cantik ini ingin mengamuk, dia
Tak terasa kini dua bulan sudah terlewat sejak Sellandra dan Almero menggelar pesta pernikahan mereka yang sangat megah. Sejak saat itu hubungan keduanya pun bertambah menjadi semakin mesra saja. Hingga di suatu pagi, Almero yang masih tertidur samar-samar seperti mendengar suara bising dari arah kamar mandi. Dia lalu meraba kasur di sebelahnya. Kosong. Sellandra tidak ada di sisinya. Segera kedua mata Almero terbuka lebar.“Sayang, kau di mana?” tanya Almero sembari mengusap mata.“D-di sini,” ….Suara lirih yang lebih cocok di sebut rintihan terdengar dari arah kamar mandi. Sadar ada yang tidak beres, Almero langsung melompat turun dari atas ranjang kemudian berlari masuk ke dalam sana. Dan betapa terkejutnya dia melihat Sellandra, istrinya, yang sedang terduduk di lantai sambil memegangi pinggiran kloset. Tanpa membuang waktu lagi Almero segera menghambur ke arahnya dan menangkup wajah istrinya yang bermandikan keringat dingin.“Astaga, sayang. Wajahmu pucat sekali. Kau kenapa?” ce
“Brengsek! Arggghhhh, Sellandra, aku akan membunuhmu!” teriak Yollanda histeris sambil melemparkan remot tv ke dinding. Setelah itu dia berdiri, berkacak pinggang sambil menengadahkan wajahnya ke atas.Kabar kehamilan menantu di keluarga Smith sedang riuh menjadi bahan perbincangan dari segala penjuru kota. Dan hal inilah yang membuat Yollanda terbakar emosi. Dia yang baru saja bangun dan ingin menonton televisi, seketika terbakar api amarah menyaksikan bagaimana Almero terlihat sangat bahagia saat mengumumkan kabar kehamilan istrinya di hadapan awak media. Sungguh, tak pernah Yollanda menyangka kalau rencana yang dia atur sedemikian manis malah mendatangkan kepahitan beruntun untuknya. Mulai dari dirinya yang menjadi bulan-bulanan anak buah Almero, juga dengan nasib cintanya yang terpaksa harus kandas karena pria itu malah mengumumkan pernikahannya dengan Sellandra. Kedua hal ini membuat Yollanda merasa sangat frustasi sekali. Dia mendendam, tapi tak tahu bagaimana cara untuk memelam
“Hati-hati!” ucap Almero sembari membantu Sellandra berbaring di ranjang. Dia dengan penuh perhatian menyelimuti tubuh istrinya kemudian duduk di tepian kasur. “Karena sekarang kau sedang hamil, untuk sementara waktu biar aku yang akan membantu mengurus pekerjaan di Latief Group. Kau tidak keberatan, bukan?”“Ero, aku hanya hamil. Bukan sedang sakit keras. Tolong biarkan aku tetap berangkat bekerja ya? Aku tidak terbiasa tinggal di rumah tanpa melakukan aktifitas apa-apa. Sangat membosankan. Ya?” ucap Sellandra merengek agar di izinkan untuk tetap beraktifitas seperti biasa.“No no no. Pekerjaan itu sangat beresiko untuk kehamilanmu yang masih sangat muda, sayang. Kau bisa kelelahan, dan itu akan berdampak pada kesehatanmu dan juga calon anak kita. Tidak bisa. Aku tidak akan mengizinkanmu bekerja. Titik!” tukas Almero sambil menggelengkan kepala.Setelah kabar kehamilan Sellandra di umumkan pada semua orang, sejak saat itu Almero menjadi sangat posesif padanya. Di keseharian Sellandra
Brukk"Ah, maaf, Tuan. Saya tidak sengaja," ucap seorang karyawan sambil membungkukkan badan. Dia baru saja bertabrakan dengan seorang pria yang akan masuk ke dalam lift. "Tidak apa-apa."Kai acuh. Segera dia masuk ke dalam lift setelah tadi tak sengaja di tabrak oleh seorang karyawan. Kai baru saja kembali setelah mengurus sesuatu di luar kantor. Dia memindahkan Bima ke salah satu apartemen setelah kemarin bajingan itu meminta maaf pada Nona Sellandra. Ya, karena keinginan istri atasannya Bima berhasil keluar dari tahanan pulau. Namun karena Kai masih belum percaya, dia tak membiarkan pria itu pulang ke kediaman keluarga Latief. Harus di pantau dulu, baru nanti dilepas. TingPintu lift terbuka. Kai melangkah keluar dari sana dan langsung menuju ruangan atasannya. Tok tok tok"Komisaris!"Almero menoleh. Dia yang sedang sibuk memandangi foto Sellandra di layar ponsel segera mempersilahkan Kai untuk masuk. "Bagaimana?""Saya tidak mengantarkan Bima pulang ke rumahnya. Raut wajah ba
Tok tok tok"Siapa?"Hening. Tidak ada suara apapun yang terdengar. Sellandra yang sedang istirahat di dalam kamar menoleh saat tak mendengar sahutan dari luar orang yang mengetuk pintu kamar. Keningnya mengerut, heran mengapa orang tersebut tak mau menjawab pertanyaannya. "Siapa di luar?" tanya Sellandra sekali lagi. Dadanya berdebar dan perasaannya menjadi tak nyaman. "Ini saya, Nona. Dokter Sinta."Dokter Sinta? Oh, dia rupanya, ujar Sellandra dalam hati. Tadi saat Sellandra sedang tidur siang, Kai pulang ke mansion. Kai memberitahu Sellandra kalau sore ini akan datang seorang dokter yang akan bertanggung jawab memeriksa kehamilannya. Kai juga menyampaikan pesan dari Ero yang mengatakan kalau suaminya itu sangat mencintainya. Sellandra malu, tentu saja. Ero memesan kata romantis seperti itu pada seorang asisten dan meminta agar di sampaikan padanya. Kadang-kadang memang. Hmm. "Masuk saja, dokter. Pintunya tidak di kunci," perintah Sellandra sembari menyenderkan tubuh ke kepala
Setelah Yollanda berhasil membawa Sellandra keluar dari mansion, dia dengan santainya memberikan segepok uang pada masing-masing penjaga yang telah bekerjasama atas penculikan ini. Jujur, Yollanda sedikit heran karena ternyata orang-orang ini mudah sekali di suap mengingat kalau selama ini mereka telah di didik dengan sangat keras Kai dan Almero. Tapi ya sudahlah. Yang terpenting rencananya bisa berjalan dengan lancar. Haha. Srettt"Masukkan wanita itu ke jok mobil!" perintah Yollanda dengan kejam. "Wanita itu sedang hamil, Yollanda. Jangan terlalu keras padanya. Nanti bayinya meninggal!" ucap Horsen sembari memilin bibir. Dia lalu meminta anak buahnya agar memasukkan Sellandra di kursi tengah saja. "Tidak seru kalau bayinya mati sekarang. Karena kita jadi tidak bisa melihat raut depresi di wajah Almero. Iya, kan?""Terserah kau sajalah. Aku tidak peduli mau bayi itu mati atau tidak. Yang paling penting sekarang kita harus segera pergi dari sini sebelum Almero dan anak buahnya yang