"Kamu tidur duluan aja, aku masih ada kerjaan sedikit," kata Dipta saat Kaira sudah memberikan kode untuk segera tidur bersama."Tapi semua pekerjaan bukannya udah beres tadi?" Kaira mengerut heran, takut ada pekerjaan yang terlewatkan. "Apa aku salah lihat?" lanjut Kaira bergumam."Kamu nggak salah kok sayang. Aku emang mau mempelajari proyek yang di Kalimantan itu. Aku nggak mau terlihat bodoh di depan klien, jadi harus belajar supaya mereka yakin bahwa aku juga bisa menangani."Mendengar penuturan suaminya membuat Kaira bangga. Banyak sekali perubahan dari suaminya. Yang dulunya terlihat santai dan acuh soal kantor, kini mulai tertarik bahkan sangat bersemangat.Sebelum masuk kamar, Kaira memeluk Dipta dari belakang. Mengingat posisi suaminya yang sudah duduk, membuatnya tak bisa membalas pelukan dari Kaira.Merasa jika posisi Kaira lebih tinggi, wanita itu kini menciumi kepala atas suaminya dengan gemas. Hal ini tentu saja membuat Dipta merasa senang saat istrinya selalu memperlak
“Lho, Papa nggak ikut pergi ke Kalimantan sama Mas Dipta?” tanya Kaira saat bertemu dengan Wisnu di lobby kantor.Wisnu tersenyum lembut ketika bertemu menantunya ini. “Papa ada rapat hari ini di kantor jadi pergi ke Kalimantannya nanti sore nyusul,” jawab Wisnu lembut.Mereka berdua akhirnya jalan bersama menuju ke arah lift khusus petinggi. Awalnya, Kaira ingin naik lift khusus karyawan, namun Wisnu mengajaknya bersama karena memiliki tujuan lantai yang sama.Ketika berada di dalam lift, Kaira menatap pantulan dirinya di besi lift. Kaira merasa jika rambutnya kini sudah tertata rapi kembali saat tadi pagi sudah dibuat acak-acakan oleh Dipta. Kaira dan Dipta pun harus mandi dua kali pagi tadi akibat gempuran dadakan itu.“Kamu nanti pulang ke mana? Kalau bisa ke rumah aja, nanti dianterin sama sopir,” ujar Wisnu membuka obrolan terlebih dahulu.“Kayaknya Kaira di apartemen aja, Pa.”“Kenapa? Apa nggak betah tinggal sama kami?”Kaira menatap tak enak hati ketika Papa mertuanya berkata
“Pak Wisnu ada di dalam?” tanya Kaira saat ingin bertemu dengan Papa mertuanya itu.“Beliau baru saja pergi ke bandara, Bu, saat selesai meeting tadi.”Kaira mengangguk kecil sebagai respon. Ia sedikit terlambat untuk menemui Papa mertuanya itu. Padahal Kaira ingin menunjukkan sekaligus mengajak diskusi Papa mertuanya soal file ini, meski beliau sebentar lagi akan pensiun.Duh, telat! Andai tadi tak menguping di toilet, pikir Kaira yang menyalahkan dirinya sendiri. Tapi bagaimanapun juga ia jadi tahu mana yang bersikap manis di depannya dan buruk di belakangnya.Yang dilakukan Kaira kini kembali mengerjakan file ini dengan sebaik mungkin agar tak menjadi kesalahan, hingga membuatnya boomerang di kemudian hari. Apalagi ia dan suaminya lagi jadi bahan perbincangan, yang mana suka sekali menggoreng berita ke sana ke mari tanpa tahu yang kebenarannya.Waktu terus berjalan sampai Kaira tak terasa jika jam kerja telah usai. Kaira masih saja sibuk di depan layar laptopnya.“Apa sudah selesai
“Mulai detik ini CEO dari Archery Group masih dalam proses tahap pemilihan! Kita tunggu hasil rapat dari dewan komisaris!” ucap Endru lantang di tengah-tengah lobby, yang membuat seluruh karyawan berkumpul untuk mendengarkan. “Perkenalkan saya Endru Hartanto pemegang saham terbesar, sama besarnya seperti Wisnu Kertakusuma!”Kaira yang baru masuk ke dalam lobby kantor dikejutkan dengan pengumuman ini. Apalagi setahu Kaira, Papanya Salsa ini tidak ada urusan dengan bisnis Archery. Dia sibuk menjadi pejabat. Tapi kenapa sekarang dia jadi terjun ke dunia bisnis? Lalu apa dia bilang? Pemilik saham terbesar?Merasa semakin penasaran, Kaira berjalan mendekat ke arah kerumunan orang-orang. Menyaksikan secara langsung ketika Endru tengah memperlihatkan surat penyerahan saham Archery group untuk dirinya. Di sini Kaira yang melihat itu semua terasa janggal.Ingin tahu apa yang sedang terjadi dengan perusahaan mertuanya, Kaira langsung keluar dari barisan itu. Kaira buru-buru jalan menuju ke toil
“Nanti biar Dipta yang menjelaskan semuanya sama kamu, ya,” ujar Vania lembut.Dia juga mengusap kepala Kaira lembut. Tumben sekali Vania tidak bersikap galak dan judes seperti biasanya. Terlebih melihat Kaira yang datang dan langsung menangis, membuat hatinya tak tega.Mendengar jawaban Mama mertuanya, Kaira mencoba mengusapi bekas air matanya sendiri dengan kasar. Kaira menatap sendu wajah Vania.“Apa ada kaitannya sama Kaira, Ma?” tanya Kaira yang masih saja penasaran.Vania kembali memberikan pengertian kepada menantunya ini. Vania bingung harus menjelaskan dari mana dulu. Lagipula Vania tidak bisa sesabar putranya jika menghadapi orang tantrum.Tak ada jawaban atas pertanyaan yang diajukan, Kaira mengangguk pelan, paham kalau Mama mertuanya tetap tidak mau menceritakan hal ini kepadanya.Saking lelahnya seminggu ini diforsir kerja lembur, hingga jadwal makannya berantakan membuat tubuh Kaira semakin kurus, terlihat kurang terawat. Apalagi kantung bawah matanya terlihat hitam, mem
“Apa yang kamu katakan sayang?” Dipta menatap Kaira dengan pandangan yang sulit diartikan. Kakinya berjalan melangkah semakin mendekati Kaira. Ingin memegang lengan istrinya, namun Kaira langsung menolak dengan cepat.“Nggak usah sentuh aku!” tegas Kaira menatap kosong ke depan, enggan menatap Dipta karena tak mau kembali luluh karena ia sadar belum dengan sifat tidak tegaannya ini. “Aku mau kita cerai,” lanjutnya lirih.“Kaira.” Vania memanggil nama menantunya sangat lirih bahkan sangat terdengar sedih. “Dipta—“Kaira menoleh ke samping, menatap Vania yang saat ini terlihat sangat sedih. Tak bisa dipungkiri jika ia juga sedih. Tapi di sini, Kaira tidak mau menjadi manusia egois.Mungkin selama kenal dengan Vania, Kaira belum bisa menjadi menantu yang baik bahkan sesuai kriteria wanita paruh baya ini. Tapi Kaira merasa senang saat akhir-akhir ini Vania bersikap baik kepadanya bahkan lebih perhatian dari sebelumnya.“Maafin Kaira, Ma. Maaf belum bisa menjadi menantu yang Mama inginkan,
“Banyak pokoknya! Terutama yang bekerja di bagian divisi keuangan.”Dipta paham betul keresahan istrinya, karena Dipta juga sudah mencurigai hal ini lama tapi belum juga menemukan bukti kuatnya. Sama seperti halnya dengan Bayu, yang sudah diselidiki sejak lama dan baru terbongkarnya kemarin-kemarin.Tak mau membuat istrinya marah kembali, Dipta menyelipkan anak rambut milik istrinya ke belakang telinga. Bahkan dengan penuh kasih sayangnya mengelus-elus bagian kening milik Kaira.“Iya, nanti kita selidiki bersama, ya,” balas Dipta yang mulai paham jika Kaira ingin selalu dilibatkan dalam masalah apapun.Kaira mengangguk setuju. “Hm.”Kini keduanya sama-sama diam, hanya ada tatapan kedua netra mereka yang saling menatap satu sama lain hingga membuat Kaira tersipu malu sendiri karena tidak tahan jika terus dipandangi oleh orang lain lama-lama.Salah tingkah membuatnya mencubit lengan Dipta karena malu. “Jangan lihatin aku terus ah!” protes Kaira, membuang wajah ke samping sambil mesam-m
“Saya tidak percaya alasan yang kamu katakan itu! Mana nomor ponsel Ibumu?” tantang Dipta di depan Jordan secara langsung.Dipta bahkan menadahkan telapak tangan di depan Jordan yang tengah berdiri di depannya dengan posisi kepala menunduk.“Untuk apa dana itu? Ke mana saja alirannya!?” cecar Dipta tak memberi ruang bagi sang koruptor dan pengkhianat kantor milik Papanya.Dicecar seperti ini membuat Jordan diam saja tak menjawab pertanyaan dari Dipta. Tahu jika Jordan sedang menyembunyikan bahkan melindungi seseorang membuat Dipta tersenyum miring.Percuma tak mendapat jawaban apapun dari Jordan, membuat Dipta berbalik badan, berjalan menuju ke arah kursi kerjanya.Dipta duduk sambil menatap tubuh Jordan dari atas sampai bawah. “Saya tuh kasihan sama kamu. Mau saja diperbudak oleh orang lain untuk mengkorupsi dana kantor. Kalau ketahuan begini, tentu kamu yang rugi, bukan?” ledek Dipta terkekeh kecil, seperti meremehkan Jordan karena melindungi orang dibalik semua ini.Merasa tak bisa
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y