“Apa yang kamu katakan sayang?” Dipta menatap Kaira dengan pandangan yang sulit diartikan. Kakinya berjalan melangkah semakin mendekati Kaira. Ingin memegang lengan istrinya, namun Kaira langsung menolak dengan cepat.“Nggak usah sentuh aku!” tegas Kaira menatap kosong ke depan, enggan menatap Dipta karena tak mau kembali luluh karena ia sadar belum dengan sifat tidak tegaannya ini. “Aku mau kita cerai,” lanjutnya lirih.“Kaira.” Vania memanggil nama menantunya sangat lirih bahkan sangat terdengar sedih. “Dipta—“Kaira menoleh ke samping, menatap Vania yang saat ini terlihat sangat sedih. Tak bisa dipungkiri jika ia juga sedih. Tapi di sini, Kaira tidak mau menjadi manusia egois.Mungkin selama kenal dengan Vania, Kaira belum bisa menjadi menantu yang baik bahkan sesuai kriteria wanita paruh baya ini. Tapi Kaira merasa senang saat akhir-akhir ini Vania bersikap baik kepadanya bahkan lebih perhatian dari sebelumnya.“Maafin Kaira, Ma. Maaf belum bisa menjadi menantu yang Mama inginkan,
“Banyak pokoknya! Terutama yang bekerja di bagian divisi keuangan.”Dipta paham betul keresahan istrinya, karena Dipta juga sudah mencurigai hal ini lama tapi belum juga menemukan bukti kuatnya. Sama seperti halnya dengan Bayu, yang sudah diselidiki sejak lama dan baru terbongkarnya kemarin-kemarin.Tak mau membuat istrinya marah kembali, Dipta menyelipkan anak rambut milik istrinya ke belakang telinga. Bahkan dengan penuh kasih sayangnya mengelus-elus bagian kening milik Kaira.“Iya, nanti kita selidiki bersama, ya,” balas Dipta yang mulai paham jika Kaira ingin selalu dilibatkan dalam masalah apapun.Kaira mengangguk setuju. “Hm.”Kini keduanya sama-sama diam, hanya ada tatapan kedua netra mereka yang saling menatap satu sama lain hingga membuat Kaira tersipu malu sendiri karena tidak tahan jika terus dipandangi oleh orang lain lama-lama.Salah tingkah membuatnya mencubit lengan Dipta karena malu. “Jangan lihatin aku terus ah!” protes Kaira, membuang wajah ke samping sambil mesam-m
“Saya tidak percaya alasan yang kamu katakan itu! Mana nomor ponsel Ibumu?” tantang Dipta di depan Jordan secara langsung.Dipta bahkan menadahkan telapak tangan di depan Jordan yang tengah berdiri di depannya dengan posisi kepala menunduk.“Untuk apa dana itu? Ke mana saja alirannya!?” cecar Dipta tak memberi ruang bagi sang koruptor dan pengkhianat kantor milik Papanya.Dicecar seperti ini membuat Jordan diam saja tak menjawab pertanyaan dari Dipta. Tahu jika Jordan sedang menyembunyikan bahkan melindungi seseorang membuat Dipta tersenyum miring.Percuma tak mendapat jawaban apapun dari Jordan, membuat Dipta berbalik badan, berjalan menuju ke arah kursi kerjanya.Dipta duduk sambil menatap tubuh Jordan dari atas sampai bawah. “Saya tuh kasihan sama kamu. Mau saja diperbudak oleh orang lain untuk mengkorupsi dana kantor. Kalau ketahuan begini, tentu kamu yang rugi, bukan?” ledek Dipta terkekeh kecil, seperti meremehkan Jordan karena melindungi orang dibalik semua ini.Merasa tak bisa
“Mas lihat deh data pengeluaran bulan lalu. Dana yang dikeluarkan buat promosi produk ini besar banget. Dan, kenapa dana sebesar ini tidak membawa keuntungan sama sekali? Malahan kerugian besar di beberapa kota. Apa mereka sudah benar menjalankan promosi sesuai SOP?” “Yang mana, huh?” “Yang in—ih geli, Mas. Berhenti dulu mainan itunya,” protes Kaira kepada Dipta yang sibuk tengah memilin-milin puncak payudara istrinya. Saat ini posisi mereka tengah duduk di depan laptop dengan kondisi keadaan tak memakai benang sehelai pun keduanya. Ya, seperti yang sudah dikompromikan tadi siang kalau mereka akan ngelembur kerjaan bareng. Mengingat Kaira yang tengah duduk di atas kedua paha milik Dipta dengan posisi membelakangi, membuat Dipta begitu luas mengeksplore seluruh tubuh istrinya dari belakang maupun depan. Bibir tebal milik Dipta terus mengecupi punggung milik Kaira dengan lembutnya. Tak lupa kedua tangan yang sudah melingkar ke bagian dada, memainkan puncak payudara istrinya yang sud
“Turunkan jabatan Pak Dipta dari CEO!” teriak para karyawan yang berdemo di depan ruangan Dipta.“Anak ingusan tak pantas jadi pemimpin!”“Empaskan nepotisme!”Suara berisik dari luar ruang kerjanya membuat Dipta menghentikan aktifitasnya sejenak. Mencoba fokus mendengarkan meski tak jelas karena di dalam ruang kerjanya terdapat peredam suara. Sayup-sayup Dipta mendengar dari celah pintu.Merasa pintu ruang kerjanya didorong paksa, Dipta menghela napas panjang saat melihat banyaknya karyawan memasuki ruang kerjanya tak begitu sopan.“Kami semua di sini tak setuju kalau Pak Dipta yang memimpin Archery Group!” teriak salah satu dari mereka.“Lagipula mana ada suami istri bekerja bareng gitu! Yang ada kalian tidak akan pernah profesional! Buktinya sampai sekarang sekretaris Pak Dipta belum kelihatan, padahal ini sudah jam kerja!”“Betul! Lagipula semenjak ada Pak Dipta di kantor, suasana kantor jadi kurang have fun lagi!”“Terus semenjak Pak Dipta hadir, Archery Group jadi kacau!”“Kita
“Dahlah paling hasilnya negative kayak bulan lalu.” Kaira yang psimis langsung membuang testpack itu ke dalam tong sampah tanpa mau bersabar terlebih dahulu menunggu hasilnya.Kaira keluar dari toilet sambil memegangi perutnya yang terasa mual luar biasa. Rasanya seperti diaduk-aduk.Saat sampai di meja kerjanya, Kaira menghela napas panjang karena harus bertempur kembali dengan pekerjaan yang sangat banyak itu.Tak lama Yanti datang membawakan air lemon untuk Kaira. “Ini air lemonnya, Bu,” ujar Yanti sembari meletakkan gelas berisi air lemon.Tak disangka, Kaira langsung menenggak air lemon itu tanpa merasakan asem sama sekali. Yanti yang melihat justru merasa ikut linu sendiri mulutnya.Saat Yanti masih merem-merem karena ikut linu melihat Kaira minum air lemon, Selly datang membawakan obat magh yang baru dibelinya di apotek.“Lho, Ibu Kaira minum air apa?” tanya Selly mengerut heran ketika melihat Kaira tampak segar kembali.“Air lemon, Mbak Selly.”“Lha! Bukannya asam lambungnya l
"Masuk!" titah Dokter yang sedang berbicara dengan Kaira.Tak lama masuk seorang perawat yang memberitahukan jika ada pasien baru dari tower yang sama. Dia katanya pingsan saat di depan pintu lift. Hal ini membuat Kaira langsung teringat akan kondisinya tadi.“Siapa memangnya, Sus? Banyak sekali orang pingsan depan lift,” gumam Dokter itu sambil berjalan keluar untuk memeriksa pasien lainnya.“Pak Dipta dari unit atas,” jawab Perawat itu dengan nada suara pelan tapi masih bisa didengar jelas oleh Kaira.Mendengar nama suaminya yang disebut, Kaira mencoba bangun dari posisi tidurannya. Ia turun dan berjalan ke arah luar ruangan.Saat baru menekan handle pintu, Kaira kaget ketika daun pintu itu sudah ditarik dari arah luar.“Mas Dipta,” gumamnya lirih.Dokter dan perawat masuk ke dalam ruangan itu sambil mendorong brankar. Tubuh Dipta dipindahkan ke brankar sebelah Kaira.“Dok, Mas Dipta kenapa?” tanya Kaira yang merasa khawatir dengan suaminya. “Apa dia baik-baik saja?” Kaira sedikit m
“Maksudnya, Ma?” tanya Dipta mencoba memastikan karena takut salah mendengar telinganya.“Mama akan jadi Nenek, dan kamu akan jadi Ayah!” seru Vania sambil menangis terharu. Tidak menyangka keinginan dan cita-citanya akan segera terwujud.Dipta yang mendengar penuturan ini merasa syok sendiri. Mulutnya melongo, tubuhnya membeku untuk beberapa saat, sampai akhirnya suara muntahan Kaira kembali menyadarkannya.Dilihat tubuh istrinya yang semakin kurus dengan tatapan sedih. Ada rasa kasihan sekaligus menyesal karena menyeret Kaira ke dalam masalah kantornya.Tahu begini, Dipta akan membiarkan Kaira istirahat di rumah saja. Apalagi istrinya pernah mengalami riwayat hamil di luar kandungan, dan hal ini membuat Dipta takut sekaligus trauma.“Sayang, aku akan jadi Ayah,” lapor Dipta dengan kedua netra mata yang berkaca-kaca menatap wajah sayu istrinya.“Hah!? Maksudnya?” tanya Kaira tidak paham karena dari tadi fokus muntah-muntah, dan tidak terlalu mendengarkan obrolan di sekitarnya.“Kamu