“Lho, Papa nggak ikut pergi ke Kalimantan sama Mas Dipta?” tanya Kaira saat bertemu dengan Wisnu di lobby kantor.Wisnu tersenyum lembut ketika bertemu menantunya ini. “Papa ada rapat hari ini di kantor jadi pergi ke Kalimantannya nanti sore nyusul,” jawab Wisnu lembut.Mereka berdua akhirnya jalan bersama menuju ke arah lift khusus petinggi. Awalnya, Kaira ingin naik lift khusus karyawan, namun Wisnu mengajaknya bersama karena memiliki tujuan lantai yang sama.Ketika berada di dalam lift, Kaira menatap pantulan dirinya di besi lift. Kaira merasa jika rambutnya kini sudah tertata rapi kembali saat tadi pagi sudah dibuat acak-acakan oleh Dipta. Kaira dan Dipta pun harus mandi dua kali pagi tadi akibat gempuran dadakan itu.“Kamu nanti pulang ke mana? Kalau bisa ke rumah aja, nanti dianterin sama sopir,” ujar Wisnu membuka obrolan terlebih dahulu.“Kayaknya Kaira di apartemen aja, Pa.”“Kenapa? Apa nggak betah tinggal sama kami?”Kaira menatap tak enak hati ketika Papa mertuanya berkata
“Pak Wisnu ada di dalam?” tanya Kaira saat ingin bertemu dengan Papa mertuanya itu.“Beliau baru saja pergi ke bandara, Bu, saat selesai meeting tadi.”Kaira mengangguk kecil sebagai respon. Ia sedikit terlambat untuk menemui Papa mertuanya itu. Padahal Kaira ingin menunjukkan sekaligus mengajak diskusi Papa mertuanya soal file ini, meski beliau sebentar lagi akan pensiun.Duh, telat! Andai tadi tak menguping di toilet, pikir Kaira yang menyalahkan dirinya sendiri. Tapi bagaimanapun juga ia jadi tahu mana yang bersikap manis di depannya dan buruk di belakangnya.Yang dilakukan Kaira kini kembali mengerjakan file ini dengan sebaik mungkin agar tak menjadi kesalahan, hingga membuatnya boomerang di kemudian hari. Apalagi ia dan suaminya lagi jadi bahan perbincangan, yang mana suka sekali menggoreng berita ke sana ke mari tanpa tahu yang kebenarannya.Waktu terus berjalan sampai Kaira tak terasa jika jam kerja telah usai. Kaira masih saja sibuk di depan layar laptopnya.“Apa sudah selesai
“Mulai detik ini CEO dari Archery Group masih dalam proses tahap pemilihan! Kita tunggu hasil rapat dari dewan komisaris!” ucap Endru lantang di tengah-tengah lobby, yang membuat seluruh karyawan berkumpul untuk mendengarkan. “Perkenalkan saya Endru Hartanto pemegang saham terbesar, sama besarnya seperti Wisnu Kertakusuma!”Kaira yang baru masuk ke dalam lobby kantor dikejutkan dengan pengumuman ini. Apalagi setahu Kaira, Papanya Salsa ini tidak ada urusan dengan bisnis Archery. Dia sibuk menjadi pejabat. Tapi kenapa sekarang dia jadi terjun ke dunia bisnis? Lalu apa dia bilang? Pemilik saham terbesar?Merasa semakin penasaran, Kaira berjalan mendekat ke arah kerumunan orang-orang. Menyaksikan secara langsung ketika Endru tengah memperlihatkan surat penyerahan saham Archery group untuk dirinya. Di sini Kaira yang melihat itu semua terasa janggal.Ingin tahu apa yang sedang terjadi dengan perusahaan mertuanya, Kaira langsung keluar dari barisan itu. Kaira buru-buru jalan menuju ke toil
“Nanti biar Dipta yang menjelaskan semuanya sama kamu, ya,” ujar Vania lembut.Dia juga mengusap kepala Kaira lembut. Tumben sekali Vania tidak bersikap galak dan judes seperti biasanya. Terlebih melihat Kaira yang datang dan langsung menangis, membuat hatinya tak tega.Mendengar jawaban Mama mertuanya, Kaira mencoba mengusapi bekas air matanya sendiri dengan kasar. Kaira menatap sendu wajah Vania.“Apa ada kaitannya sama Kaira, Ma?” tanya Kaira yang masih saja penasaran.Vania kembali memberikan pengertian kepada menantunya ini. Vania bingung harus menjelaskan dari mana dulu. Lagipula Vania tidak bisa sesabar putranya jika menghadapi orang tantrum.Tak ada jawaban atas pertanyaan yang diajukan, Kaira mengangguk pelan, paham kalau Mama mertuanya tetap tidak mau menceritakan hal ini kepadanya.Saking lelahnya seminggu ini diforsir kerja lembur, hingga jadwal makannya berantakan membuat tubuh Kaira semakin kurus, terlihat kurang terawat. Apalagi kantung bawah matanya terlihat hitam, mem
“Apa yang kamu katakan sayang?” Dipta menatap Kaira dengan pandangan yang sulit diartikan. Kakinya berjalan melangkah semakin mendekati Kaira. Ingin memegang lengan istrinya, namun Kaira langsung menolak dengan cepat.“Nggak usah sentuh aku!” tegas Kaira menatap kosong ke depan, enggan menatap Dipta karena tak mau kembali luluh karena ia sadar belum dengan sifat tidak tegaannya ini. “Aku mau kita cerai,” lanjutnya lirih.“Kaira.” Vania memanggil nama menantunya sangat lirih bahkan sangat terdengar sedih. “Dipta—“Kaira menoleh ke samping, menatap Vania yang saat ini terlihat sangat sedih. Tak bisa dipungkiri jika ia juga sedih. Tapi di sini, Kaira tidak mau menjadi manusia egois.Mungkin selama kenal dengan Vania, Kaira belum bisa menjadi menantu yang baik bahkan sesuai kriteria wanita paruh baya ini. Tapi Kaira merasa senang saat akhir-akhir ini Vania bersikap baik kepadanya bahkan lebih perhatian dari sebelumnya.“Maafin Kaira, Ma. Maaf belum bisa menjadi menantu yang Mama inginkan,
“Banyak pokoknya! Terutama yang bekerja di bagian divisi keuangan.”Dipta paham betul keresahan istrinya, karena Dipta juga sudah mencurigai hal ini lama tapi belum juga menemukan bukti kuatnya. Sama seperti halnya dengan Bayu, yang sudah diselidiki sejak lama dan baru terbongkarnya kemarin-kemarin.Tak mau membuat istrinya marah kembali, Dipta menyelipkan anak rambut milik istrinya ke belakang telinga. Bahkan dengan penuh kasih sayangnya mengelus-elus bagian kening milik Kaira.“Iya, nanti kita selidiki bersama, ya,” balas Dipta yang mulai paham jika Kaira ingin selalu dilibatkan dalam masalah apapun.Kaira mengangguk setuju. “Hm.”Kini keduanya sama-sama diam, hanya ada tatapan kedua netra mereka yang saling menatap satu sama lain hingga membuat Kaira tersipu malu sendiri karena tidak tahan jika terus dipandangi oleh orang lain lama-lama.Salah tingkah membuatnya mencubit lengan Dipta karena malu. “Jangan lihatin aku terus ah!” protes Kaira, membuang wajah ke samping sambil mesam-m
“Saya tidak percaya alasan yang kamu katakan itu! Mana nomor ponsel Ibumu?” tantang Dipta di depan Jordan secara langsung.Dipta bahkan menadahkan telapak tangan di depan Jordan yang tengah berdiri di depannya dengan posisi kepala menunduk.“Untuk apa dana itu? Ke mana saja alirannya!?” cecar Dipta tak memberi ruang bagi sang koruptor dan pengkhianat kantor milik Papanya.Dicecar seperti ini membuat Jordan diam saja tak menjawab pertanyaan dari Dipta. Tahu jika Jordan sedang menyembunyikan bahkan melindungi seseorang membuat Dipta tersenyum miring.Percuma tak mendapat jawaban apapun dari Jordan, membuat Dipta berbalik badan, berjalan menuju ke arah kursi kerjanya.Dipta duduk sambil menatap tubuh Jordan dari atas sampai bawah. “Saya tuh kasihan sama kamu. Mau saja diperbudak oleh orang lain untuk mengkorupsi dana kantor. Kalau ketahuan begini, tentu kamu yang rugi, bukan?” ledek Dipta terkekeh kecil, seperti meremehkan Jordan karena melindungi orang dibalik semua ini.Merasa tak bisa
“Mas lihat deh data pengeluaran bulan lalu. Dana yang dikeluarkan buat promosi produk ini besar banget. Dan, kenapa dana sebesar ini tidak membawa keuntungan sama sekali? Malahan kerugian besar di beberapa kota. Apa mereka sudah benar menjalankan promosi sesuai SOP?” “Yang mana, huh?” “Yang in—ih geli, Mas. Berhenti dulu mainan itunya,” protes Kaira kepada Dipta yang sibuk tengah memilin-milin puncak payudara istrinya. Saat ini posisi mereka tengah duduk di depan laptop dengan kondisi keadaan tak memakai benang sehelai pun keduanya. Ya, seperti yang sudah dikompromikan tadi siang kalau mereka akan ngelembur kerjaan bareng. Mengingat Kaira yang tengah duduk di atas kedua paha milik Dipta dengan posisi membelakangi, membuat Dipta begitu luas mengeksplore seluruh tubuh istrinya dari belakang maupun depan. Bibir tebal milik Dipta terus mengecupi punggung milik Kaira dengan lembutnya. Tak lupa kedua tangan yang sudah melingkar ke bagian dada, memainkan puncak payudara istrinya yang sud