"Soal itu tidak Mama pikirkan. Hanya saja Mama merasa bersalah saat melihat kamu begitu mencintai Kaira, bahkan tak mau kehilangan wanita itu tapi Mama menyuruh kamu buat ceraikan dia saat di Jerman. Kegigihan kamu membuat Mama teringat akan perjuangan Papa kamu dulu. Dia gigih mendapatkan Mama karena Kakek kamu dulu tak merestui kami," jelas Vania panjang lebar. Bibirnya tersenyum manis. Tangannya mengusap bekas air matanya dengan kasar."Om Endru ancam Mama apa emangnya?" tanya Dipta yang lebih penasaran soal ini dibanding kisah masa lalu orangtuanya.Vania tersenyum getir, orang yang dianggap bisa jadi saudara ternyata mulai kelihatan busuknya. Bahkan sangat tega terhadap keluarganya ini.Tak mau menambah beban pikiran Dipta, Vania menggelengkan kepalanya, tidak siap bercerita."Gapapa, biar ini menjadi urusan Mama nanti.""Nggak, Ma! Dipta harus terlibat karena yang diincar Om Endru itu aku! Bahkan aku dan Kaira kemarin hampir mati gara-gara ulah Salsa!" adu Dipta yang tak tahan u
“Gimana? Udah tahu bakalan ambil keputusan apa?”Dipta mengendikkan kedua bahunya tidak tahu. Ia pergi keluar dari ruangan Bagas karena harus kembali ke kantor.“Sialan lo! Udah kenyang langsung pergi aja!” maki Bagas yang melihat kepergian Dipta dari dalam kantornya.Dipta yang sudah berada di dalam mobil, mencoba menghubungi nomor istrinya kembali. Kali ini nomornya sudah aktif, dan tersambung.Sambil menunggu panggilan teleponnya diangkat, Dipta mengetuk-ngetukkan jemarinya di setir mobil.“Halo, Mas.”“Sayang, kamu lagi di mana? Aku telepon nggak aktif! Aku pulang ke rumah juga katanya lagi pergi sama Mama! Emang kamu pergi kemana, hm!? Kok enggak izin dulu sama aku!?” cerocos Dipta panjang lebar meluapkan keresahannya.Kaira justru terkekeh geli mendengar kecerewetan suaminya di seberang telepon. Padahal Kaira pergi juga diajak oleh mama mertuanya.Saat baru akan menjawab pertanyaan Dipta, ponselnya direbut oleh Mama Vania. Mertuanya langsung menerocos panjang, mengomeli Dipta.“
“Dipta, kamu ke sini? Ayo, silakan masuk,” ajak Endro, mempersilakan Dipta untuk masuk ke dalam rumahnya.Mengingat Dipta sangat menghormati Om Endro, ia pun masuk dan duduk di ruang tamu rumah yang memiliki gaya mediterania itu.Om Endru yang tahu tujuan Dipta datang ke rumahnya langsung disambut dengan senyuman lebar. Sudah pasti, pria muda ini lebih takut kehilangan saham perusahaan orangtuanya, bukan? Lagian memang sebesar apa harga wanita miskin itu.“Tujuan saya datang ke sini ingin memberikan keputusan soal perjanjian yang pernah disepakati oleh keluarga kita kemarin. Saya akan menyerahkan setengah saham perusahaan milik Archery kepada Om Endru,” ucap Dipta tegas, lugas, dan tertata.Mendengar keputusan Dipta membuat pria paruh baya itu menatap heran. Tidak menyangka kalau Dipta akan mengambil keputusan bodoh seperti ini.Merasa jika harga diri putrinya terlalu rendah dan tak berharga di mata seorang Dipta, Endru tersenyum masam.“Apa kamu yakin dengan keputusan ini?” tanya End
"Apa maksud dari semua ini, Pak Wisnu!? Kenapa di meeting tadi tidak dibahas!?" bentak salah satu pemegang saham di perusahaan Archery Group."Iya! Apa maksud dari berita ini!?" dukung pemegang saham lainnya."Lalu jika pemegang saham ada dua yang sama kuatnya, pemimpin Archery Group siapa!? Kami berharap masih Pak Wisnu yang memimpin!" debat pemegang saham dua puluh persen."Ya! Kami setuju! Siapa yang akan memimpin!? Sedangkan Pak Endru sudah berkoar-koar ke email kita kalau dia juga pemilik saham di Archery Group, yang mana dia memiliki investasi yang sama dengan Pak Wisnu," jelas pemegang saham lima persen.Wisnu yang digerebek ke rumah pribadinya oleh para pemegang saham di perusahaannya merasa pusing tujuh keliling. Mereka semua pasti syok ketika setengah saham dari Archery Group ternyata milik dari Endru karena keinginan Dipta yang tetap mempertahankan rumah tangganya.Sedih, kecewa? Sudah pasti. Tapi Wisnu sudah berjanji kepada dirinya sendiri, akan mendukung apapun keputusan
"Kamu tidur duluan aja, aku masih ada kerjaan sedikit," kata Dipta saat Kaira sudah memberikan kode untuk segera tidur bersama."Tapi semua pekerjaan bukannya udah beres tadi?" Kaira mengerut heran, takut ada pekerjaan yang terlewatkan. "Apa aku salah lihat?" lanjut Kaira bergumam."Kamu nggak salah kok sayang. Aku emang mau mempelajari proyek yang di Kalimantan itu. Aku nggak mau terlihat bodoh di depan klien, jadi harus belajar supaya mereka yakin bahwa aku juga bisa menangani."Mendengar penuturan suaminya membuat Kaira bangga. Banyak sekali perubahan dari suaminya. Yang dulunya terlihat santai dan acuh soal kantor, kini mulai tertarik bahkan sangat bersemangat.Sebelum masuk kamar, Kaira memeluk Dipta dari belakang. Mengingat posisi suaminya yang sudah duduk, membuatnya tak bisa membalas pelukan dari Kaira.Merasa jika posisi Kaira lebih tinggi, wanita itu kini menciumi kepala atas suaminya dengan gemas. Hal ini tentu saja membuat Dipta merasa senang saat istrinya selalu memperlak
“Lho, Papa nggak ikut pergi ke Kalimantan sama Mas Dipta?” tanya Kaira saat bertemu dengan Wisnu di lobby kantor.Wisnu tersenyum lembut ketika bertemu menantunya ini. “Papa ada rapat hari ini di kantor jadi pergi ke Kalimantannya nanti sore nyusul,” jawab Wisnu lembut.Mereka berdua akhirnya jalan bersama menuju ke arah lift khusus petinggi. Awalnya, Kaira ingin naik lift khusus karyawan, namun Wisnu mengajaknya bersama karena memiliki tujuan lantai yang sama.Ketika berada di dalam lift, Kaira menatap pantulan dirinya di besi lift. Kaira merasa jika rambutnya kini sudah tertata rapi kembali saat tadi pagi sudah dibuat acak-acakan oleh Dipta. Kaira dan Dipta pun harus mandi dua kali pagi tadi akibat gempuran dadakan itu.“Kamu nanti pulang ke mana? Kalau bisa ke rumah aja, nanti dianterin sama sopir,” ujar Wisnu membuka obrolan terlebih dahulu.“Kayaknya Kaira di apartemen aja, Pa.”“Kenapa? Apa nggak betah tinggal sama kami?”Kaira menatap tak enak hati ketika Papa mertuanya berkata
“Pak Wisnu ada di dalam?” tanya Kaira saat ingin bertemu dengan Papa mertuanya itu.“Beliau baru saja pergi ke bandara, Bu, saat selesai meeting tadi.”Kaira mengangguk kecil sebagai respon. Ia sedikit terlambat untuk menemui Papa mertuanya itu. Padahal Kaira ingin menunjukkan sekaligus mengajak diskusi Papa mertuanya soal file ini, meski beliau sebentar lagi akan pensiun.Duh, telat! Andai tadi tak menguping di toilet, pikir Kaira yang menyalahkan dirinya sendiri. Tapi bagaimanapun juga ia jadi tahu mana yang bersikap manis di depannya dan buruk di belakangnya.Yang dilakukan Kaira kini kembali mengerjakan file ini dengan sebaik mungkin agar tak menjadi kesalahan, hingga membuatnya boomerang di kemudian hari. Apalagi ia dan suaminya lagi jadi bahan perbincangan, yang mana suka sekali menggoreng berita ke sana ke mari tanpa tahu yang kebenarannya.Waktu terus berjalan sampai Kaira tak terasa jika jam kerja telah usai. Kaira masih saja sibuk di depan layar laptopnya.“Apa sudah selesai
“Mulai detik ini CEO dari Archery Group masih dalam proses tahap pemilihan! Kita tunggu hasil rapat dari dewan komisaris!” ucap Endru lantang di tengah-tengah lobby, yang membuat seluruh karyawan berkumpul untuk mendengarkan. “Perkenalkan saya Endru Hartanto pemegang saham terbesar, sama besarnya seperti Wisnu Kertakusuma!”Kaira yang baru masuk ke dalam lobby kantor dikejutkan dengan pengumuman ini. Apalagi setahu Kaira, Papanya Salsa ini tidak ada urusan dengan bisnis Archery. Dia sibuk menjadi pejabat. Tapi kenapa sekarang dia jadi terjun ke dunia bisnis? Lalu apa dia bilang? Pemilik saham terbesar?Merasa semakin penasaran, Kaira berjalan mendekat ke arah kerumunan orang-orang. Menyaksikan secara langsung ketika Endru tengah memperlihatkan surat penyerahan saham Archery group untuk dirinya. Di sini Kaira yang melihat itu semua terasa janggal.Ingin tahu apa yang sedang terjadi dengan perusahaan mertuanya, Kaira langsung keluar dari barisan itu. Kaira buru-buru jalan menuju ke toil