“Batal!? Apa maksudmu!?”
Jeritan Bayu, pria yang seharusnya menjadi pasangannya di acara pelaminan besok, mengejutkan semua orang yang ada di ruangan. Namun, Kaira mengacuhkannya, wanita itu justru mengambil ponsel miliknya di dalam tas, dan memainkan sebuah video.
“Ah!”
Tiba-tiba, suara desahan dari video tersebut memenuhi ruangan, membuat orang-orang semakin penasaran.
“Tubuhmu membuatku candu, Melodi.” Nada suara khas, belum lagi erangan yang saling bersahutan, membuat Bayu tak bisa berkutik.
Suara video yang sedang berputar itu bahkan terdengar jelas oleh Wijaya bahkan Widya, pasangan paruh baya yang seharusnya menjadi calon mertuanya, yang kini sudah menatapnya dengan tatapan membunuh.
Kaira yang melihat reaksi semua orang hanya mendecih kecil saja. Terlebih melihat ekspresi Bayu yang mendadak pucat pasi.
“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, sayang,” ucap Bayu mencoba membela diri meski sudah tertangkap basah oleh Kaira. Kaira menggelengkan kepalanya pelan, tidak menyangka kalau Bayu masih saja mengelak.
“Tidak seperti yang aku pikirkan? Jelas-jelas kamu sengaja selingkuh di belakangku, Bayu! Kamu bahkan tega menggunakan ranjang itu untuk berzina! Ranjang yang seharusnya menjadi saksi malam pertama kita!”
Kaira sedikit memundurkan langkah kakinya ketika Bayu semakin mendekatinya. Bahkan, pria itu berani memegangi sebelah lengan Kaira dengan kuat sambil menunjukkan ekspresi wajah yang tidak bersalah. Kaira yang sudah tahu dan muak dengan semua ini lantas menepis kuat cengkeraman lengan itu.
“Melodi yang merayuku, Kaira! Aku sudah menolaknya!”
“Tapi aku tidak bisa menikah dengan pria tukang selingkuh seperti kamu, Bayu!”
“Kaira, aku minta maaf sayang. Aku benar-benar khilaf. Kamu percaya sama aku, ‘kan?” rayu Bayu penuh permohonan.
Kaira menggeleng dengan tegas, tak ingin percaya segala omongan buaya yang ada di hadapannya. Wanita itu menatap nanar Bayu dari ujung rambut hingga bawah, tidak pernah menyangka bisa mencintai pria seperti ini. Pria yang sudah tega menyakiti hatinya.
“Selama ini aku sudah setia mengabdi kepadamu, Mas. Tapi mengapa ini balasannya!?” luap Kaira penuh kekecewaan.
“Aku tidak sengaja melakukan itu, Kaira,” balas Bayu dengan nada suara memohon. Kaira bahkan terkejut ketika Bayu mencengkeram pergelangan tangannya dengan kuat, mencoba menahannya untuk tidak pergi.
“Lepas!”
“Gak! Aku enggak akan melepaskan ini sebelum kamu maafin aku.”
Kaira mengerahkan segala tenaganya untuk berusaha lepas dari cengkeraman. Tepat ketika dia berhasil bebas dan melangkahkan kakinya untuk bergegas, tubuh ramping Widya tiba-tiba menghadangnya.
“Benar-benar perempuan tidak tahu diri! Beraninya kamu membatalkan di saat pernikahan akan dilakukan besok!” maki Widya dengan nada penuh emosi. Mantan calon ibu mertuanya itu tak terima menyaksikan anaknya harus mengemis maaf kepada Kaira.
“Andai Ibu melakukan sesuatu kemarin, mungkin aku tidak akan seperti ini.”
“Bedebah kamu, Kaira!” Widya melirik ke arah Bayu yang masih saja bersimpuh. “Sudahlah, Bayu! Untuk apa kamu mengemis cinta kepada perempuan bodoh ini, tidak sepadan dengan kamu!” titah Widya dengan tegas.
Kaira masih diam di tempat meski kini Widya sudah semakin maju melangkah mendekatinya. Kedua bola mata tuanya bahkan melototinya tajam.
“Pede banget kamu, batalin pernikahan dengan Bayu. Memangnya, kamu yakin ada lagi pria yang mau menerima kamu yang cuma sebatas guru honorer?” ucap Widya sembari tertawa kecil, merendahkan Kaira sambil menunjuk-nunjuk wajahnya dengan jari telunjuk.
Ucapan mantan calon mertuanya itu seketika membuat manik cokelat Kaira mulai berlinang air mata. Seolah pembelaannya terhadap anaknya sehari yang lalu belum cukup, kini wanita itu semakin merendahkan Kaira dengan kalimatnya yang menyakitkan.
“Aku memang cuma guru honorer, tapi aku gak akan tidur sama temanku sendiri, Bu!”
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kaira, membuat wajahnya seketika memerah dan perih. Dengan itu, Kaira pun tak ingin konfrontasi lebih lama.
“Pria yang mau menerimaku? Apa yang akan Ibu lakukan kalau aku sudah memilikinya?” ucap Kaira sembari memegang pipinya yang masih terasa perih.
“Apa maksudmu, Kaira?” Tiba-tiba, Bayu berdiri di sampingnya, memegang bahu Kaira dengan tatapan nanarnya.
“Aku sudah punya pria penggantimu, Mas Bayu. Dan tentu saja, dia lebih baik darimu!”
Kaira bergegas, mencari pria yang bisa menjadi jalan keluarnya. Dalam hati, Kaira sudah tak sanggup menahan segala hinaan dari keluarga yang seharusnya menjadi besannya, namun Kaira tetap memiliki tekad untuk membuktikan bahwa dia tak akan goyah. Wanita itu pun berlari, meninggalkan keluarga Wijaya yang masih menatapnya nyalang.
“Heh! Mau ke mana kamu!?”
Tak menghiraukan panggilan mantan calon mertuanya, Kaira bergegas meninggalkan ruang utama rumah itu.
“Mas Dipta!”
Dipta yang sedari tadi hanya mengamati berbagai macam tanaman di halaman depan kediaman Wijaya dikejutkan oleh Kaira yang berlari ke arahnya dengan napas tersengal-sengal.
“Kamu kenapa, Kaira? Hati-hati, nanti terjatuh,” ucapnya, khawatir jika wanita yang kini telah sah menjadi istrinya terluka.
“Bantu aku, Mas,” rengek Kaira, menatap Dipta nanar. Tiba-tiba, benteng pertahanan air matanya runtuh kala dia sampai di hadapan sang suami.
Dipta yang menyaksikan istrinya menangis langsung memeluknya, beberapa kali mengusap kepalanya, berusaha membuat Kaira tenang.
“Iya, saya akan bantu, Kaira. Tapi, kenapa pipimu merah? Kamu sakit?” tanya Dipta.
Kaira tak menjawab pertanyaan suaminya, dia hanya menarik pergelangan tangan Dipta, kakinya melangkah masuk kembali ke rumah yang dulu sering dia kunjungi.
Tak lama setelah Kaira masuk Kembali ke ruang utama, semua orang tiba-tiba berhenti bicara, netra tertuju ke arah Kaira dan pria yang berdiri di sampingnya.
“Ngapain kamu balik lagi?” tanya Widya, menunjukkan ekspresi tidak suka.
“Kata siapa tak ada pria yang mau menerimaku karena aku hanyalah guru honorer?” ucap Kaira, berusaha tak melepaskan tatapannya dari Widya, “Perkenalkan, Bu, Pak, Mas Bayu, ini Dipta, suamiku.”
Seketika, udara di sekitar ruangan tersebut terasa mencekik. Apa yang baru saja diumumkan oleh Kaira membuat manik semua orang membulat, terlebih mantan calon mertuanya, dan mantan calon suaminya.
“Apa!?” sahut Widya, Wijaya, dan Bayu secara bersamaan.
“Cih, kamu memang munafik, Kaira. Kemarin ceramahin saya tentang zina, sekarang malah kamu yang kelakukannya seperti jalang.” Widya kembali menghina Kaira, mengeluarkan kata-katanya yang bagaikan peluru di hati Kaira.
Belum selesai berurusan dengan Bu Widya, netra Kaira menangkap Bayu yang kini berjalan cepat ke arahnya. Ketika pria itu sudah berada persis di depannya, Bayu mengangkat tinggi-tinggi tangannya.
Kaira langsung memejamkan matanya, menyiapkan diri untuk sebuah tamparan keras lagi di pipinya. Namun, setelah beberapa detik, tamparan itu tak kunjung sampai di pipinya. Wanita itu pun membuka matanya, dan terkejut menyaksikan punggung Dipta yang kini persis di depannya. Tangan pria itu menahan pergelangan tangan Bayu dengan kuat.
“Main tangan kok sama perempuan?”
“Main tangan kok sama perempuan?” Kemunculan Dipta di tengah-tengah Kaira dan Bayu mengejutkan semua orang. Terlebih, tangan Dipta yang menahan lengan Bayu dengan kuat, membuat pria itu tak bisa berkutik.Netra Bayu pun menatap pria bermanik hitam itu dengan nyalang, merasa terhina karena tak peduli seberapa kuat dia mencoba melepaskan diri, cengkeraman Dipta sama sekali tak bisa dilepaskan. “Apa yang kamu lakukan!?”“Saya yang seharusnya tanya sama Anda,” ucap Dipta dengan santai, akhirnya melepaskan cengkeramannya.Tak menghiraukan ucapan Dipta, Bayu menyipitkan matanya, merasa familier dengan pria di hadapannya, “Kamu …”“Kaira, ini yang kamu bilang suami barumu?! Kamu bercanda, ‘kan?” tanya Bayu, sesekali mengalihkan pandangannya ke Dipta, menatapnya dari kepala sampai ke ujung kaki.“Tidak, Mas. Pria ini memang suamiku, dan aku tidak sedang bergurau.” Kaira langsung memamerkan jemarinya yang dilingkari cincin putih di sana, menunjukkan jika dirinya memang benar sudah menika
“Maaf sebelumnya, Mas, apa gaji Mas Dipta cukup untuk membayar tempat mewah seperti ini?”“Jadi ini yang ingin kamu tanyakan?” Dipta hanya tersenyum kecil setelah mendengar pertanyaan Kaira.Pria itu pun berdiri dari posisi duduknya, ia berjalan mendekati jendela apartemennya untuk melihat pemandangan di luar sana yang menampilkan gedung pencakar langit.Dirasa cukup lama tidak dijawab, Kaira ikut berdiri dan berjalan ke arah Dipta, berdiri di belakang tubuh suaminya yang memiliki bentuk dada yang lebar serta perut rata.“Maaf kalau pertanyaanku barusan lancang, Mas,” lirih Kaira sambil menundukkan kepalanya tidak enak, sepertinya ia sudah tidak sopan kepada Dipta.Mendengar ucapan Kaira, membuat Dipta berputar badan menatap tubuh kecil istrinya. “Ini apartemen milik bosku dulu. Dia lagi balik ke Korea untuk sementara waktu. Dia juga yang menyuruhku untuk tinggal di sini selama dia di Korea.”Kaira mengangguk-angguk kecil, merasa bersyukur karena suaminya memiliki mantan bos yang baik
“Mmh—” Erangan serta tangan Kaira yang berusaha mendorongnya dengan kuat seketika membuat Dipta tersadar apa yang baru saja dilakukannya. Pria itu pun dengan cepat melepaskan ciuman dalamnya. “Ehm, mm— maaf, Kaira. Aku—” ucap Dipta terbata-bata, merasa panik sehingga pria itu tak tahu apa yang harus dilakukannya.Kaira pun merasakan hal yang sama. Malu, dan panik bercampur menjadi satu. Pasalnya, sejak pernikahan mendadak keduanya dari beberapa hari yang lalu, itu adalah sentuhan pertama yang diinisiasikan oleh Dipta. Dan anehnya, Kaira tidak merasa keberatan. Namun, hal yang paling tak bisa Dipta lupakan adalah semburat merah di wajah istrinya. Pria itu mengakui, bahwa Kaira memang cantik sejak pertama kali keduanya bertemu. Namun, malam itu, wajah Kaira terlihat lebih … sempurna. “Heh! Sopir!” Teriakan dengan nada yang familier memecahkan lamunan Dipta yang baru saja tiba di kantornya. Pria itu sengaja datang lebih pagi dari biasanya demi menemui Bayu, namun, siapa sangka just
"Tadi kira-kira jawabnya udah bener nggak, ya," gumam Kaira sambil terus berjalan keluar kantor Golden Grup.Rasa pesimis mulai Kaira rasakan kembali, mengingat beberapa menit yang lalu kala proses wawancaranya dengan pihak Golden Group berlangsung. Pasalnya, meskipun dirinya telah berlatih sebaik mungkin, tetap saja Kaira merasa gugup sehingga beberapa kali dia menjawab pertanyaan dengan terbata-bata.Merasa tak percaya diri, Kaira pun terpaksa menurunkan ekspektasinya. Dalam hatinya, wanita itu bahkan sudah merasa sangat bersyukur dengan kesempatan untuk bisa lolos sampai ke tahap interview di salah satu perusahaan bergengsi yang masuk ke dalam big three company tersebut. Bagi Kaira, ini merupakan pencapaian yang luar biasa untuknya.
"Oh! Maaf, Pak, saya akan segera ke sana." Kaira tersenyum manis sambil sedikit membungkukkan tubuhnya di depan Wisnu.Kaira memperhatikan Bayu yang berdiri di depannya kini terlihat pucat pasi, apalagi tatapan Wisnu terhadap pria itu sangat mengintimidasi. Ada kepuasan di hati Kaira melihat Bayu tak berkutik."Mari kita ke ruang meeting, Bu Kaira," ajak Wisnu mempersilakan Kaira untuk berjalan terlebih dahulu di depannya.Diperlakukan begitu baik oleh orang nomor satu di kantor Archery Grup membuat Kaira sangat bangga. Ia berjalan melewati Bayu yang masih menatap dengan ekspresi kebingungan.Bayu merasa jengkel ketika Pak Wisnu lebih perhatian kepada Kaira dibanding dirinya. Lagipula apa istimewanya wanita itu? Apa jangan-jangan mantan kekasihnya sekarang menjadi simpanan Pak Wisnu? Jika memang benar, ia harus segera melaporkan hal ini kepada istri Pak Wisnu.Melihat kebaikan bosnya kepada Kaira membuat Bayu merasa gusar. Ingin rasa
“Suka?” Kaira mengerutkan kening bingung saat mendapatkan pertanyaan random seperti ini. Kenapa bisa Dipta berpikir seperti itu.“Ya, suka sama Bagas. Soalnya kamu ngebahas dia terus.”Kaira menahan tawanya ketika sikap Dipta sangat aneh. Entah kenapa kedua pria ini sikapnya aneh-aneh.Dipta bahkan mendengkus kasar saat melirik ke arah Kaira yang tengah menahan tawanya. Ia kesal ketika Kaira tidak peka sama sekali terhadap dirinya.Sampai akhirnya perjalanan mereka pun sampai di apartemen. Dipta yang tengah cemburu langsung saja keluar mobil dan berjalan terlebih dahulu tanpa menunggu Kaira yang masih tertinggal di dalam mobil dengan tatapan bingungnya.“Mas Dipta, tunggu!” seru Kaira saat Dipta menutup pintu mobil cukup kencang. Buru-buru Kaira menyusul keluar dan berdiri di samping suaminya. “Mas Dipta kenapa, sih?” tanya Kaira dengan wajah polosnya.“Gapapa, aku cuma laper,” jawa
“Ka-kalian siapa!?” teriak Bayu ketika melihat banyak orang berpakaian serba hitam keluar dari dalam pagar rumahnya.Tidak mendapat sahutan, Bayu memukul salah satu dari mereka dengan brutal yang justru mengakibatkan keributan kembali. Bayu yang kalah jumlah langsung dipegang kedua tangannya oleh mereka.“Bajingan! Siapa yang menyuruh kalian, ha!?” tanya Bayu sambil menatap tajam, bahkan meludahi orang di depannya meski tidak kena sama sekali.Belum sampai memberikan pukulan kepada Bayu, mendadak Widya keluar sambil berteriak kencang meminta tolong yang membuat para orang berpakaian hitam segera melepaskan Bayu dan segera pergi dari sana.Bayu yang sudah bebas dari cekalan orang tak dikenal, langsung berjalan menghampiri Widya yang terlihat acak-acakan.“Bu, mereka siapa!?”Widya hanya bisa menggeleng saja sebagai jawaban. “Tidak tahu, kayaknya orang suruhan Kaira,” ceplos Widya ngasal.
“Siapa yang dipecat? Saya tidak memecat kamu, Kaira.” Bagas buru-buru berdiri dari kursi kebesarannya, berjalan menuju ke arah Kaira yang masih terisak pelan. Bagas takut kalau 'pria itu' akan kembali mengomelinya lagi jika tahu. Bagas sedikit ragu ketika akan memegang kedua bahu milik Kaira. Akan tetapi dia merasa iba melihat wanita menangis. “Ta—tapi kenapa ada orang lain yang duduk di kursi kerja saya, Pak?” tanya Kaira sambil mendongak ke atas, menatap wajah Bagas yang tengah berdiri tepat di depannya. Bingung ingin menjawab apa membuat Bagas berdeham kecil yang justru menyadarkan posisi berdirinya yang terlalu dekat. Bagas bahkan melepaskan kedua telapak tangannya yang sejak tadi berada di atas bahu milik Kaira. Tidak mau dicap pengkhianat oleh sahabatnya sendiri, Bagas kini berjalan menuju ke arah sofa, duduk dengan posisi kaki menyilang. “Dia akan membantu pekerjaan kamu nantinya. Sepertinya saya butuh dua sekretaris karena kamu
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y