Panik dan bingung. Dua kata yang menggambarkan perasaan yang saat ini dirasakan Ryana. Dua kata itu juga mewakili perasaannya yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ingin rasanya dia tidak membuka foto dan video yang dikirimkan oleh Ezra tersebut. Namun semuanya telah terlanjur basah. Nampak jelas di matanya kalau foto dan video itu adalah kekasih yang dicintai dan dibanggakannya selama ini.
"Mas Aldi, kenapa kamu tega, Mas? Kenapa kamu tega mengkhianatiku? Katanya kamu mencintaiku dan aku adalah wanita satu-satunya dalam hidupmu. Tapi kenapa kamu tega, Mas?" gumam Ryana lirih. Wajah ayunya nan polos kini bersimbah dengan air mata. Air mata di malam yang seharusnya menjadi malam yang membahagiakan, namun kini berubah menjadi sebuah kepanikan yang luar biasa yang dirasakan Ryana. Sang adik yang tadinya sudah tertidur, kini malah tak sengaja terbangun. Kamar Rayyan bersebelahan dengan kamar Ryana di bagian depan. Sementara kamar orangtua mereka terletak di dekat dapur. Rayyan yang terusik tidurnya karena mendengar tangisan Ryana pun perlahan membuka matanya. Laki-laki itu bangkit dan menyingkap selimutnya. Penasaran, apa yang membuat kakak perempuan satu-satunya itu menangis. "Kenapa kok Mbak Ryana menangis? Padahal kan besok dia akan menikah dengan Mas Ardi." Rayyan berjalan meninggalkan kamarnya menuju kamar kakaknya. Hatinya terenyuh ketika mendapati wajah sang kakak yang ia sayangi itu memerah dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Ryana duduk di pinggir ranjang dengan ponsel yang sudah jatuh di lantai. Perasaan Rayyan pun bercampur aduk. Terenyuh dan tidak tega melihat kakaknya menangis. "Mbak, kenapa malam-malam gini kok menangis? Apa ada yang terjadi dengan Mas Aldi? Mas Aldi enggak kenapa-napa kan? Dia baik-baik aja kan?" tanya Rayyan heran. Pemuda itu masuk ke kamar kakaknya yang pintunya terbuka setengah, hanya ditutupi oleh gorden. Dia justru mengira kalau Aldi kecelakaan atau ada sesuatu hal yang buruk yang terjadi padanya.Ryana menatap adiknya dengan pandangan nanar. Ingin sekali ia mengatakan kenyataan pahit ini. Namun lidahnya terasa kelu dan bibirnya tercekat. Tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi sang adik.Melihat kakaknya yang tidak bisa menjawab pernyataannya yang bertubi-tubi. Kedua netra Rayyan menangkap ponsel Ryana yang tergeletak di lantai. Ponsel yang jatuh sembarang dengan keadaan layar menghadap lantai. Pemuda itu melihat ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi. Tanpa meminta izin dari Ryana, Rayyan mengambil ponsel milik kakaknya itu. Ryana tidak mencegah adiknya mengutak-atik ponselnya. Ia justru membiarkan adiknya tau. Ponsel Ryana memang tidak dikunci dengan kata sandi maupun pola. "Pasti ada sesuatu di ponselmu ini kan, Mbak?" Rayyan memeriksa ponsel Ryana. Betapa terkejutnya ketika ia mendapati foto dan video tak senonoh yang di dalamnya aktor utamanya adalah calon kakak iparnya beserta wanita lain yang pastinya bukan kakaknya. Ia sangat mengenal sifat dan kepribadian kakaknya. Tidak mungkin kakaknya yang melakukan unboxing sebelum ijab qobul dilafadzkan. Ryana menatap wajah adiknya yang terkejut. Sejurus kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sulit memang mendapati kenyataan yang ada. Wanita mana yang hatinya tak hancur ketika mendapati kekasih yang dicintainya telah berbagi peluh dengan wanita lain. "Katakan padaku kalau foto dan video itu hanya editan, Yan," kata Ryana yang akhirnya bersuara walau dipaksakan. Tenggorokannya terasa begitu kering dan suaranya serak karena isakan tangis. "Foto dan video ini kayaknya direkam dengan ponsel yang bagus, Mbak. Sayangnya 90 % asli. Resolusi gambarnya juga tinggi. Mustahil ini editan. Bukan maksudku memfitnah calon suamimu, Mbak. Aku akan menghubungi Mas Ezra untuk memastikannya. Kalau perlu malam ini juga kita ke rumah Mas Aldi juga," jawab Rayyan dengan tenang. Walau rasa marah dan emosi menguasai hatinya. Namun ia berusaha tetap berpikir jernih dan berkepala dingin. Agar semua masalah yang dihadapi kakaknya bisa mereka selesaikan. "Malam ini juga kita ke rumah Mas Aldi? Ini sudah larut malam, Yan. Jujur, aku bingung apa yang harus kulakukan." Ryana mengusap wajahnya pilu. "Iya, Mbak. Malam ini juga kita harus ke rumah Mas Aldi. Meminta penjelasan darinya. Apa kamu mau menikah dengan seorang pengkhianat sekaligus lelaki penzina, Mbak? Sayangi dirimu. Aku enggak mau kamu tertular penyakit. Aku takut kalau ternyata Mas Aldi sudah celap-celup sana sini," ungkap Rayyan dengan penuh kekhawatiran. Ryana mendesah pelan. Bingung, tak tau apa yang harus ia lakukan. Masih beruntung gadis itu tidak menghadapi kenyataan pahit ini seorang diri. Dirinya masih mempunyai seorang adik yang seorang gentleman, yang membela dan menemani dirinya kapan saja. Rayyan melalukan panggilan ke ponsel Ezra untuk memastikan kebenaran apakah yang di video itu benar Aldi atau bukan. Secara Ezra dan Aldi adalah duo sobat kental yang sangat akrab. Pernyataan baru muncul di otak Rayyan. Apa motif Ezra menyebarkan foto dan video panas milik Aldi tersebut. Tak lama kemudian, sambungan panggilan telepon dengan Ezra pun terhubung. Rasa gugup pun memenuhi dada Ryana. Dia membiarkan adiknya yang berbicara dengan Ezra. Rayyan pun mengubah mode loudspeaker agar Ryana bisa mendengarkan percapakan mereka. "Halo, Ry. Kamu sudah melihat kan kelakuan busuk kekasihmu bersama wanita lain. Huh, begitulah kelakuannya selama setahun lebih ini. Kamu tau kenapa dia melakukan itu? Katanya kamu selalu menolak ajakannya, makanya akhirnya dia melakukannya dengan wanita lain. Lelaki seperti itukah yang mau kamu pertahankan? Lelaki yang sudah pernah berzina itukah yang akan menjadi suamimu?" Ezra berkata seolah tanpa beban membongkar kebusukan sahabatnya sendiri.Kakak dan adik itu terdiam. Mereka saling tatap. Beribu pertanyaan mengisi benak mereka. Hingga akhirnya Ezra kembali menyambung kalimatnya. Ia rupanya masih belum puas berkata-kata. "Kalau aku jadi kamu, aku pasti akan membatalkan pernikahan ini. Jelas, seumur hidupmu terlalu panjang jika kamu habiskan dengan seorang pengkhianat. Ingat, Ryana! Masa depanmu masih panjang! Sayang sekali hidupmu dihabiskan oleh laki-laki yang tidak dapat mengontrol nafsunya. Namanya selingkuh ya tetap selingkuh. Jangan sampai kamu memelihara penyakit. Masih banyak laki-laki yang baik dan bisa menjadi suamimu, Ryana." Ezra malah terkekeh. "Ha, halo, Mas. Ini aku, Rayyan. Adiknya Mbak Ryana. Foto dan video itu beneran kan Mas? Bukan editan?" Rayyan akhirnya mengungkapkan kegelisahannya. "Hahaha. Aku tau Ryana pasti sekarang lagi gugup dan panik kan? Foto dan video sejelas dan sejernih itu masih kamu bilang editan? Rayyan, Rayyan. Masa kamu tidak bisa membedakan foto dan video editan atau asli. Kalau kamu tidak percaya dengan kata-kataku, tanya saja si Aldi yang sok kegantengan itu. Labrak saja dia sana! Datangi ke rumahnya. Pasti dia mengakui perbuatannya." Telepon dimatikan secara sepihak oleh Ezra. Tangan kiri Rayyan mengepal, kini api emosi membakar dadanya. "Ayo kita siap-siap ke rumah si Aldi sial*n itu!"Ryana yang masih belum bisa menerima kenyataan yang ada, semuanya terasa begitu cepat badai ini menghantam dirinya dan meluluhlantakkan perasaannya tanpa perasaan. Semuanya bagaikan mimpi buruk namun mimpi itu menjadi kenyataan yang sulit diterima. Semenit berlalu begitu saja, mereka lalui tanpa suara. Akhirnya mengiyakan ajakan adik laki-lakinya. Biar bagaimanapun ia harus meminta penjelasan kepada Aldi tentang semua ini. "Ayo cepat Mbak, kita ke rumah Aldi! Tunggu apa lagi? Aku malah pengen cepet-cepet menghaj*rnya," kata Rayyan sambil mengepalkan kedua tangannya. Rasanya pemuda itu tidak sabar ingin segera melayangkan tinjunya ke wajah pria yang katanya menjadi calon suami."Bentar, bentar, Yan. Aku ngambil kerudung dan tas dulu." Ryana yang sudah memakai daster lengan panjang untuk tidur, kemudian dengan cepat memakai jaket rajut, kerudung bergo berwarna hitam, dan tas tangannya. Rayyan juga ke kamarnya mengambil jaket dan dompet. Ia segera memakai jaket kesayangannya dan memas
Mulanya Pak Rusli terkejut ketika mendengar suara orang yang memencet bel pintu rumahnya. Apalagi hari sudah larut malam. Pak Rusli dan Bu Rusli baru saja merebahkan tubuhnya di ranjang setelah sibuk seharian mempersiapkan apa yang harus dibawa besok. Sedangkan Aldi sudah tertidur lelap sejak jam sembilan malam karena kelelahan bermain game. "Apa kamu bilang? Aldi berkhianat? Jangan ngaco kamu? Sudah larut malam begini kalian malah keluyuran. Eh, ini si calon pengantin wanitanya malam ke sini. Benar-benar tidak elok rasanya," sahut Pak Rusli geram. Bu Rusli yang awalnya tidak ingin tau siapa yang datang, akhirnya berjalan menuju pintu depan karena mendengar suara orang ribut-ribut. Ia pun segera menyusul suaminya ke depan. Wanita paruh baya itu terkejut karena suaminya sedang berdebat sengit dengan calon menantunya dan adiknya. Sebenarnya Bu Rusli tidak terlalu menyukai Ryana. Tetapi dia terpaksa merestui hubungan putranya dengan gadis itu. "Ada apa kamu ke sini, Ryana? Bukankah k
Kedua mata Aldi terbelalak. Pria itu sama sekali tidak pernah menyangka kalau sebelum ijab qobul diucapkan, Ryana telah mengetahui aibnya. Aib yang selama ini ia tutup rapat-rapat agar jangan sampai ketahuan sang kekasih. Namun Tuhan memang Maha Baik, ia tidak akan membiarkan gadis baik seperti Ryana berjodoh dengan pria macam Aldi. Sementara Rayyan tersenyum menyeringai. Seketika hatinya merasa puas, Ryana yang tadinya hanya diam saja. Kini berani buka suara dan bertindak. "K-kamu, d-dapat darimana video itu?" tanya Aldi gelagapan. Sementara di sofa, Bu Rusli banjir air mata. Sungguh wanita tua itu tidak dapat membendung segala perasaannya yang campur aduk menjadi satu. Bu Rusli merasa Aldi telah menaruh kotoran di wajahnya. Rasa malu dan sedih kini dirasakan di benaknya. Pak Rusli pun berusaha menenangkan istrinya sambil mengusap punggungnya. Mereka menyadari kesalahan yang dilakukan anaknya cukup besar dan sulit dimaafkan. "Halah, enggak penting kami tau darimana! Kamu enggak b
Ryana melepaskan pelukannya dari Bu Rusli. Memutuskan membatalkan pernikahannya dengan Aldi bukan berarti memutuskan tali silaturahim dengan kedua orangtua Aldi. Tetapi Ryana tidak mungkin sanggup hidup bersama lelaki yang sudah mengkhianati dirinya. "Ryana minta maaf, Bu, Pak. Maafkan Ryana membatalkan pernikahan ini. Hati Ryana sudah terlanjur sakit. Ryana tidak bisa meneruskan untuk bersama Mas Aldi," kata Ryana lagi. Emosi yang dirasakan Pak Rusli bercampur aduk rasanya. Pria tua itu tidak dapat menghalangi keputusan Ryana. Ryana masih muda dan jalan hidupnya masih panjang. "Pergilah, Nak Ryana. Kejar kebahagiaanmu meski tidak bersama dengan Aldi. Kamu berhak bahagia, Nak," balas Pak Rusli kemudian. Ryana menganggukkan kepalanya. Kemudian ia menggamit lengan adiknya tanpa menatap Aldi dan kedua orangtuanya. "Kalau begitu saya pamit. Maaf dan makasih untuk semuanya," imbuh Ryana lagi. Aldi dan kedua orangtuanya hanya diam, seolah mereka tidak punya daya dan upaya lagi untuk m
Hari ini langit begitu cerah, sang mentari menampakkan sinarnya yang hangat. Namun cerahnya sinar mentari tidak secerah sinar yang ada di wajah Ryana. Meski pernikahannya dengan Aldi batal. Namun Ryana tetap dirias oleh seorang MUA (Make Up Artist). Ryana yang rencananya memakai kebaya, kini memilih pakaian gamis putih berpayet dan hijab putih segiempat panjang menutup dada. Gadis itu meminta dirias sederhana saja, tanpa bulu mata palsu maupun lensa mata. Tetap saja Ryana tidak bisa menahan kesedihannya. Air mata berlinang jatuh ke pipi mulusnya yang tidak dapat dibendung lagi. Berkali-kali Mbak Susi--MUA-- dan Mbak Putri asistennya menenangkan hati Ryana. Mereka perlahan menghapus air mata di pipi gadis itu. Hingga proses make up yang memakan waktu satu jam itu selesai. Ryana berusaha untuk mengikhlaskan apa yang terjadi pada Sang Ilahi. Semua skenario yang kita jalani sudah menjadi kehendakNya. Kita sebagai seorang insan yang beriman, hanya bisa pasrah dengan ketetapanNya. .Bu E
Bu Erin terperangah dengan ucapan Hasfi. Ia dan suaminya itu sudah mengenal Hasfi semenjak SMA. Memang selama ini, Rayyan ada bercerita kalau Hasfi kuliah sambil bekerja karena ia berasal dari keluarga yang ekonominya menengah ke bawah. Hasfi hanya tinggal bersama dengan ibunya saja karena ayah dan ibunya sudah lama bercerai. Untuk mencukupi kebutuhannya, Hasfi bekerja sebagai afiliator di sebuah aplikasi sosial media yang kini digandrungi anak muda. Memang tidak mudah dirinya membagi waktu antara bekerja dan kuliah. Sebelum memutuskan menjadi afiliator, pria berusia dua puluh satu tahun itu menjadi penulis novel online. Menjadi penulis novel online pada awalnya adalah sebuah pekerjaan yang cukup menjanjikan bagi seorang mahasiswa seperti Hasfi. Ia bisa menulis kapan pun ia mau dan ada waktu senggang. Namun lama kelamaan persaingan di dunia menulis pun cukup meningkat. Semakin banyak orang yang terjun di dunia kepenulisan, hal ini membuat Hasfi kewalahan menghadapi banyaknya pesaing
Siapa yang tidak terbakar api cemburu ketika melihat kekasihnya bersanding dengan pria lain di pelaminan. Rasa marah, kesal, dan kecewa bercampur aduk menjadi satu. Mengaduk-aduk perasaan Aldi yang tidak terima dengan apa yang dilihatnya di live akun Rayyan. Ryana nampak cantik dengan riasan wajah natural, ia terlihat menyalami para tamu undangan yang seolah tidak ada habisnya. Di samping Ryana, berdiri seorang pemuda yang gagah dan berani melamar Ryana di usianya yang terbilang masih sangat muda bagi seorang pria. Justru Aldi merasa dikhianati oleh Ryana. Padahal ia duluan yang bermain api. Lantas saat ini berbalik dia lah yang merasakan cemburu luar biasa. "Ini enggak bisa dibiarkan, aku harus segera ke sana! Aku ingin membuat perhitungan. Aku enggak mau melihat Ryana bahagia. Enak aja dia enak-enakan bahagia. Sedangkan aku di sini malah terpuruk!" Aldi segera mengambil jaketnya dan mengambil kunci motor gedenya. Aldi berjalan melewati ruang tamu. Di sana ibunya sedang menjahit be
Suasana yang tadinya mencekam, kini perlahan kembali menjadi tenang. Dua satpam tersebut sudah membawa dan mengusir Aldi dari komplek. Pak Iman juga ikut serta dalam pengusiran tersebut. Ia memperingatkan Aldi agar jangan pernah lagi mengganggu putrinya. Kalau tidak, lelaki paruh baya itu tidak akan segan-segan melaporkan Aldi ke kantor polisi. "Pergi kamu! Jangan pernah lagi kembali ke sini. Aku sudah muak melihat wajahmu. Jangan tampakkan wajahmu lagi dihadapanku atau putriku lagi," cerca Pak Iman marah besar. Dirinya tak terima pesta pernikahan putrinya malah mau dihancurkan oleh kedatangan mantan calon menantunya itu. Kedua mata Aldi menatap Pak Iman dengan tatapan mata tajam. Dendam yang membara di hatinya kini berkobar kembali. Ia merasa Ryana sudah memutuskan dirinya secara sepihak. Ia tidak bisa menerima keputusan Ryana dan sampai saat ini masih menyalahkannya. "Kalian semua kepar*t! Egois! Belum pernah aku menemui orang-orang egois seperti kalian yang maunya hanya menang s
Pedih bagai tersayat-sayat yang dirasakan oleh Bu Hasna. Pak Alfian serasa kembali mengoyak luka lamanya yang perlahan sudah mulai sembuh. Padahal sebelumnya Bu Hasna berharap tidak akan pernah bertemu dengan mantan suaminya. Memang hanya sekali saja ia bertemu dengan suaminya setelah resmi palu perceraian itu terjadi. Ya, waktu itu ketika Hasfi dan dirinya melihat Pak Alfian membelikan mainan untuk ketiga anak tirinya. "Hasna! Tunggu, Hasna! Aku mohon jangan pergi," pekik Pak Alfian sambil mengejar Bu Hasna yang berjalan meninggalkannya. Lia merasa situasi saat ini sedang tidak kondusif. Namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin ia meninggalkan Tantenya dalam situasi sulit seperti ini. Ia pun bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Bu Hasna. Ya, menjadi single parent bagi seorang Bu Hasna bukanlah hal yang mudah. Walau ia hanya punya anak tunggal. Bukan berarti ia bisa dengan mudah menjalani semua ini.Bu Hasna terus melajukan jalannya. Begitu juga Lia yang berada di
Ya, malam ini Hasfi tidak bisa tertidur. Pikirannya berkelana kemana-mana. Terutama pikirannya tertuju pada masa lalunya yang kelam. Hidup beranjak dewasa tanpa didampingi dan mendapat kasih sayang dari sang ayah memanglah berat buat Hasfi. Tetapi sang ibunda terus menguatkannya dan memberikan semangat. Bahwa hidup akan terus berjalan, dengan atau tanpa ayah di sisinya. Mulanya Hasfi meratapi nasibnya. Nasibnya memang berbeda dengan anak-anak di sekitarnya. Perlahan ia mencoba menerima. Waktu bermainnya otomatis berkurang karena harus membantu ibunya mencari uang. 'Ya Allah, begitu pelik rasanya kehidupanku di masa lampau. Tidak menyangka kalau kehidupanku saat ini berubah total. Yang asalnya tidak punya apa-apa, sekarang malah berlebih. Alhamdulillah ya Allah. Terima kasih atas semua karunia yang Engkau berikan,' gumam Hasfi dalam hati. Pria muda itu melirik istrinya yang tertidur di sebelahnya. Wajah ayu Ryana terlihat teduh. Tak salah memang sejak lama ia mengagumi sosok Ryana. Y
Ryana sebenarnya senang saja karena akan pindah dari kontrakan ini. Apalagi kata Hasfi rumah yang akan mereka tinggali itu adalah rumah milik Ayahnya. Hanya saja mereka baru beberapa hari pindah ke rumah ini, masa baru pindah lagi? Ibarat kata, rasa lelah karena pindahan belum sepenuhnya hilang. Ryana terdiam beberapa menit. Begitu pun Hasfi. Makanan yang tadi dibawakan Hasfi dari rumah Ayahnya juga tidak ada mereka sentuh. Hasfi masih agak kenyang. Begitu pula dengan Ryana yang tadi siang makan di sekolah. Sampai-sampai Hasfi melupakan rasa sakitnya akibat jatuh dari sepeda motornya."Besok kamu pijat refleksi aja, Bang. Mana habis jatuh gitu," celetuk Ryana memecah keheningan di antara mereka. "Ah, iya. Boleh juga, Yang. Kamu juga ikut pijat ya, nemenin aku," balas Hasfi langsung menyetujui. "Oke. Ya sudah. Kita pindah aja lagi, Bang. Tapi jangan besok juga. Kan aku mesti ngajar, kamu juga harus kuliah. Belum lagi malam hari kita kudu pijat. Hari Minggu nanti aja kalo mau pindaha
"Kalau begitu Hasfi pulang dulu, Yah," kata Hasfi ingin berpamitan kepada Ayahnya. Ia merasa tidak ada lagi hal yang perlu dibicarakan kepada Ayahnya. "Lho kok pulang sekarang? Apa kaki dan tanganmu udah enggak sakit lagi? Biar Agus dan Budi aja nanti yang nganterin kamu pulang," jawab Pak Alfian terkejut karena Hasfi ingin pulang. Agus dan Budi adalah supir dan ART di rumah Pak Alfian. "Tapi Hasfi belum membuat video konten untuk pekerjaan, Yah." "Oh gitu ya sudah tidak apa-apa. Tunggu sebentar." Pak Alfian membuka tas kerjanya. Ia mengeluarkan uang sejumlah sepuluh juta dari dompet besarnya, lalu memberikan uang itu kepada putra sulungnya itu."Ini uang yang Ayah janjikan tadi. Terimalah. Anggap saja sebagai ganti bayar uang sewa dan hadiah pernikahanmu. Oh iya, nanti kalau sudah tiga bulan di kontrakan. Kamu sebaiknya pindah ke rumah Ayah. Cukup dekat dari sini. Hanya berbeda blok saja. Kalau rencanamu ingin membangun rumah, sebaiknya diurungkan saja rencanamu. Lebih baik uang
Hasfi kecewa dengan sikap sang Ayah yang tidak mempercayainya. Di sisi lain ia bahagia dan bersyukur karena Tuhan sudah mempertemukan kembali dirinya dengan ayah kandungnya sendiri. Dari kata-kata Pak Alfian memang sudah terdengar jelas bagi siapa saja yang mendengarnya seperti sedang meremehkan anaknya sendiri. Padahal kualitas Hasfi jauh sekali di atas anak-anak Tania yang ia rawat bertahun-tahun. Tetapi mental mereka mental kerupuk. Tidak tahan banting. Jauh berbeda dengan Hasfi yang mentalnya sudah kuat, tidak lapuk karena badai kehidupan yang menghantam. "Apa tujuan kalau Hasfi berbohong dengan Ayah? Adakah Hasfi terlihat sebagai anak yang pembohong? Untuk apa juga Hasfi sombong berkata kepada Ayah kalau penghasilan Hasfi memang adanya begitu. Hasfi hanya ingin membuktikan kepada Ayah. Kalau anak yang dulu Ayah telantarkan demi wanita lain, malah lebih sukses dengan kaki dan tangan sendiri. Oh, tentunya juga dengan bimbingan dan kasih sayang Ibu yang tidak kenal lelah mendidik
Pak Alfian malah semakin tertawa dengan pertanyaan Hasfi. Ya, ia baru tau Hasfi pernah menyambangi rumahnya ketika SMP dari Satpam Komplek. Itupun ketika sebulan sesudah kejadian. Waktu itu memang istri keduanya sedang hamil. Pak Alfian memarahi istrinya yang tidak memberitahukan kalau anaknya kemari. Tania pun berbohong dan berkata kalau Hasfi kemari karena ingin minta uang. Tania juga bilang ia langsung saja memberikan uang yang diminta Hasfi. Padahal Hasfi tidak ada menerima uang sepeser pun dari Ibu tirinya itu. Sebagai seorang suami yang baik. Pak Alfian percaya saja dengan kata-kata istrinya. Tentu saja Tania berusaha merayu dan menangis tersedu-sedu dengan air mata buayanya. Pria itu lama-lama luluh juga dengan tangisan istrinya. "Sudah Ayah usir dari rumah ini. Ketiga anak itu memang anak Tania. Sekalian juga Ayah usir, biarkan saja mereka ikut Mamanya," jawab Pak Alfian dengan santai."Bu-bukankah waktu Hasfi kemari, Bu Tania sedang mengandung?" tanya Hasfi dengan suara be
Hasfi dan pria tua itu saling bertatapan mata. Pria tua itu merasa sangat mengenal Hasfi. Begitu juga dengan Hasfi. Mereka berdua terkejut dan terperangah melihat satu sama lain. "A-ayah," gumam Hasfi lirih ketika menoleh ke pria itu. Kata-kata yang baru saja diucapkan Hasfi itu meluncur begitu saja, seolah tanpa ia sadari.Begitupun dengan pria tua itu. Sejak pertama kali pria tua itu sudah curiga kalau yang ia lihat itu adalah anaknya. Belasan tahun ia tidak melihat putranya. Ketika dulu ditinggalkan, Hasfi masih duduk di bangku SD. Kini Hasfi sudah tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang berwajah tampan dan gagah. Tetapi garis wajah Hasfi tetap diingat oleh si pria itu. Hubungan darah sampai bagaimana pun tetaplah kental dan tidak akan pernah terputus sampai kapanpun. Begitu juga dengan Hasfi dan Pak Alfian. Keduanya saling mengenal. Hasfi juga tidak bisa menghindar. "Iya, Nak. Kamu Hasfi kan? Alhamdulillah, kamu masih ingat Ayah." Pak Alfian terharu. Matanya berkaca-kaca.Hasfi se
Hasfi mengira keadaan akan baik-baik saja setelah dia pindah dari rumah mertuanya. Ia bahkan sempat berpesan kepada Pak Iman agar jangan memberi tau siapa pun dimana alamat rumah kontrakannya. Namun ia sendiri juga tak menyangka kalau ibu mertuanya akan nekat kemari. Tetapi ia yakin kalau yang memberikan alamat rumah kontrakannya pasti Bapak mertuanya itu. Hasfi mencoba untuk bersikap tenang. Baginya sudah biasa dan bahkan makanan sehari-hari dicibir hanya mahasiswa namun berani menikahi seorang gadis adalah hal yang biasa ia terima. Sekarang ia sudah terbiasa menikmati cibiran tersebut. Justru dengan cibiran tersebut bisa menjadi cambukan agar kehidupannya lebih baik. Hasfi tersenyum. Begitulah jawaban yang akan ia berikan kepada lontaran hinaan yang ditujukan pada dirinya. Terang saja hal tersebut malah membuat Bu Erin makin berang. "Ditanyain orangtua kok malah senyum-senyum? Emangnya kamu senang ya aku bilang pengangguran. Emang dasarnya kayaknya kamu pengangguran deh. Bohong
Begitu lah kehidupan. Kadang kita dihadapkan dengan orang-orang yang menghalangi jalan kita. Namun sebisa mungkin tetaplah kita teguh pada pendirian kira. Jangan sampai larut terhadap arus orang-orang yang tidak menyukai kita. * * Ezra terkejut bukan main karena bertemu dengan Ryana di sini. Sungguh ini adalah pertemuan yang tidak ia sangka sama sekali. "Lho jadi kalian saling kenal?" tanya Lia kebingungan. "Enggak kok. Ya, maksudnya cuma kenal gitu doang," jawab Ezra dengan cepat berkelit. Ryana tersenyum tipis. Ia mengajak Hasfi masuk. Ia paham maksudnya Lia tidak ingin diganggu oleh kehadiran mereka. "Ya Allah. Syukurlah kamu pulang, Lia. Tadi Hasfi menghubungi kamu, katanya nomor kamu enggak aktif. Kamu kemana aja sih?" celetuk Bu Hasna yang langsung memecah ketegangan di antara mereka. "Ma-maaf, Tante. Habisnya Lia tadi sibuk jalan sama temen. Maaf ya, kita tadi ada urusan penting," jawab Lia mencoba berkelit. "Oh iya, enggak papa. Suruh temannya masuk. Udah magrib, engga